"Manzhou benar."
Zhao Fucheng memujinya.
Anak kecil yang mendapat pujian ini mengangkat ujung rambut di samping tubuhnya, jelas terlihat sangat senang.
Zhao Fucheng bisa melihat gerakan kecilnya, tapi Wu Shaochun yang tidak memiliki pengendali hantu terhalang pandangannya.
Dia masih kesal karena tak memikirkan hal ini:
"Otak anak kecil memang cerdas, bagaimana aku tak memikirkan ini lebih dulu."
"Bodoh!" celetuk si anak.
"Hehe."
Tawa riang anak-anak bergema di sekitar, suara ini terdengar di kegelapan membuat bulu kuduk merinding.
Tapi Wu Shaochun sama sekali tidak takut.
Justru di dalam wilayah hantu, semakin santai dan aktif penampilan Kuaai Manzhou, semakin aman lahan ini.
Maka Wu Shaochun hanya menggaruk-garuk kepalanya dengan malu-malu setelah diceloteh Kuaai Manzhou, lalu tersenyum.
“Aturan membunuh Dewa Pintu adalah dengan menandai melalui pintu. Setelah ditandai, selama pintu dilepas, hantu gentayangan tidak punya kesempatan untuk membunuh. Memang dengan cara seperti ini bisa lolos dari bencana hantu.”
Ini adalah metode mencari jalan pintas saat menghadapi kasus hantu, termasuk solusi sementara tapi efektif, namun sangat berguna untuk hantu gentayangan.
Roh jahat tidak punya akal sehat atau kebijaksanaan, hanya bertindak berdasarkan naluriah.
Begitu satu mata rantai aturan terputus, mekanisme pembunuhan hantu gentayangan akan terpecahkan, sehingga tidak bisa menyelesaikan aksi membunuh secara utuh.
Sedangkan Guo Wei yang bisa bertahan di satu ruangan dengan hantu tanpa mati, memiliki kemiripan konsep dengan contoh yang diberikan Zhao Fucheng.
Jika dia lolos dari penandaan hantu gentayangan, kemungkinan besar dia memanfaatkan celah dalam hukum hantu gentayangan – meskipun itu tindakan tidak disadarinya, tapi menyelamatkan nyawanya sehingga tetap hidup sampai sekarang.
“Guo Wei sudah masuk beberapa saat. Ayo kita masuk lihat bagaimana dia bisa lolos dari hukum hantu gentayangan.”
Zhao Fucheng berkata.
Dia sengaja berbicara beberapa patah kata di luar, ingin melihat apakah Guo Wei bisa memicu penampakan hantu selama proses mencari putranya.
Di dalam ruangan, Zhao Fucheng dan Kuaai Manzhou adalah Penakluk Hantu yang mengendalikan hantu gentayangan di atas tingkat malapetaka. Terutama Kuaai Manzhou yang kondisinya khusus, berada dalam keadaan setengah terpengaruh hantu. Sekalipun ada hantu di keluarga Guo, jika tingkatan hantunya tidak tinggi, mungkin bisa ditekan oleh Kuaai Manzhou sehingga tidak berani menampakkan wujud.
Saat ini Zhao Fucheng menyuruh Guo Wei masuk duluan, bertujuan melihat apakah bisa memancing hantu gentayangan menampakkan diri setelah dia masuk.
"Lagi pula dia bertahan sendirian di rumah hantu selama beberapa hari tanpa mati, orang yang paling cocok untuk masuk ke dalam rumah."
"Bahkan jika terjadi sesuatu padanya, dengan Zhao Fucheng dan Kuaai Manzhou di sini, keselamatannya pasti terjamin."
Wu Shaochun berkata:
"Tuan, putra Guo Wei--"
Nada suaranya terdengar ragu-ragu. Saat mengucapkan ini, jelas dia sudah mengantisipasi hasil yang buruk.
"Sembilan dari sepuluh kemungkinan sudah terjadi masalah."
Zhao Fucheng berkata:
"Cao Dazong pernah bilang, awalnya Guo Wei menolak tugas sambil menggendong putranya ke kantor, bilang istrinya hilang."
Setelah petugas Kota Changtiao mendatangi rumahnya, ternyata selain istri Guo menghilang, ayahnya juga tidak diketahui keberadaannya.
"Baru setelah petugas membongkar fakta, Guo Wei menyadari ayahnya hilang. Sama persis dengan situasi malam ini."
Wu Shaochun mengangguk-angguk.
Tiba-tiba terdengar teriakan laki-laki yang mengerikan:
"Aaa--"
"Si Dan, Si Dan! Kau di mana? Jangan nakut-nakuti ayah!"
Teriakan Guo Wei menghancurkan keheningan ruangan.
Orang-orang di luar tidak mendengar, sementara tiga orang di dalam ruangan langsung tegang.
Suara itu datang dari arah kanan yang tidak jauh. Pupil mata Zhao Fucheng menyempit:
"Ayo pergi!"
Ruangan ini tidak terlalu besar. Zhao Fucheng menarik Kuaai Manzhou beberapa langkah ke kanan, melewati bingkai pintu dinding tanah, dan melihat siluet manusia yang sedang melambaikan tangan dan menghentakkan kaki sambil meraba-raba dan memanggil nama putranya di sebuah ruangan sebelah kanan.
"Itu Guo Wei!"
“Wu Shaochun berkata dengan gugup.”
“Zhao Fucheng melangkah maju.”
“Ruangan ini dipenuhi bau asap aneh yang menusuk, seolah-olah baru saja mengasapi produk asinan kering.”
“Dia menghirup dua kali napas, rasa jijik muncul di hatinya. Kemudian maju selangkah, meraih Guo Wei yang sedang menggelepar sambil berteriak keras:”
“Guo Wei!”
“Tubuh Guo Wei terasa membara, aroma asap pekat itu berasal dari tubuhnya.”
“Saat Zhao Fucheng mengendalikannya, hawa dingin hantu gentayangan merambat dari telapak tangannya ke Guo Wei. Guo Wei yang sebelumnya histeris tiba-tiba terlihat lebih sadar.”
“Siapa? Siapa? SIAPA!”
“Dia berteriak berulang kali, menoleh ke kiri-kanan.”
“Dari suaranya, dia sepertinya sudah tenang kembali.”
“Sekeliling sunyi senyap, aura hantu gentayangan masih terasa, tapi roh jahat tak kunjung menampakkan wujud.”
“Zhao Fucheng menarik napas dalam, menoleh ke Kuaai Manzhou:”
“Manzhou, suruh Cao Dazong dan yang lain masuk.”
“Hantu gentayangan tak kunjung muncul, tapi keluarga Guo jelas-jelas dirasuki.”
“Zhao Fucheng mengubah rencana awal, mempersilakan warga desa masuk dan menyalakan obor untuk memeriksa ruangan ini.”
“Tuan, bukannya tadi bilang--”
“Cao Dazong dan kawan-kawan bukan pertama kali masuk rumah Guo. Kalau mau terjadi masalah, sudah terjadi sejak dulu.”
“Zhao Fucheng menahan Guo Wei, berkata tenang:”
“Lagipula selama aku dan Manzhou di sini, seharusnya tak akan ada masalah besar.”
Begitu kata perempuan itu selesai, Guo Wei terdiam sejenak, tiba-tiba menangis meraung-raung:
"Si Dan ku, Si Dan——"
Zhao Fucheng membentaknya:
"Jangan nangis dulu! Coba ingat-ingat, kapan putramu hilang?"
Guo Wei mengabaikan perkataannya.
Terjebak dalam kesedihan, ia membiarkan Zhao Fucheng menariknya, tangan mencengkram rambut sendiri dengan pedih:
"Putraku, putraku, bagaimana bisa hilang? Kenapa aku tidak menyadarinya?"
Saat Guo Wei menyiksa diri, Kuaai Manzhou 'bergerak'.
Secara fisik ia tetap berdiri di samping Zhao Fucheng, namun Wu Shaochun merasakan perubahan di gubuk reyot yang dingin anyir ini - seolah ada kekuatan yang meretakkan wilayah hantu.
Bayangan memanjang di bawah kaki Kuaai Manzhou. Dalam sekejap, bayangan hitam itu berubah merah, menjadi jalan setapak berpendar kilau darah.
Jalan merah selebar dua chi itu, berpusat pada tubuh Kuaai Manzhou, menerobos kegelapan wilayah hantu melalui pintu rumah keluarga Guo, membentang lurus ke pintu kayu.
'Brak dug.'
Pintu kayu setengah terbuka tersedot ke dalam saat jalan darah muncul. Seketika, gemuruh suara manusia dan derak obor yang sebelumnya dibungkam hantu gentayangan - semua indra pun bangkit kembali.
……
"Luar biasa!"
Wu Shaochun tak kuasa menahan decak kagum menyaksikan kemampuan pengendali hantu Kuaai Manzhou.
"Jenis 'jalan hantu' ini pernah dia lihat."
Saat menangani kasus hantu Desa Kuaicheng, ketika Zhang Chuanshi mengendarai kereta dan Zhuang Laoqi memandu jalan, kereta kuda Zhenmo Si juga pernah melewati 'jalan hantu' seperti ini.
Kali ini setelah si nona kecil mengendalikan hantu gentayangan, 'jalan hantu' yang sama muncul kembali, memberi kesan yang sangat berbeda bagi Wu Shaochun.
'Jalan hantu' yang diciptakan Istri Zhuang Si membawa aura kematian yang seram dan mencekam, sementara kemampuan yang ditunjukkan Kuaai Manzhou justru membuat Wu Shaochun sangat terkagum-kagum.
"Apa yang terjadi di keluarga Guo?"
"Kenapa pintu ditutup setelah Tuan masuk tadi?"
"... Kok pintunya tiba-tiba terbuka lagi?"
Di luar rumah, Cao Dazong dan lainnya berdiskusi ramai, beberapa orang menjulurkan kepala ingin mengintip ke dalam.
Hanya saja sebelumnya Zhao Fucheng sudah memperingatkan agar mereka tidak bertindak gegabah, sehingga warga desa dan petugas tak berani masuk sembarangan.
Saat pintu rumah tiba-tiba terbuka, bukan orang yang masuk tadi yang membukanya. Kerumunan di luar sedang ketakutan ketika Cao Dazong mendengar Zhao Fucheng berkata:
"Kalian masuk."
Perasaan gelisah dalam hati Cao Dazong langsung lenyap saat mendengar suara Zhao Fucheng.
Dia menoleh ke orang di sebelahnya:
"Tuan menyuruh kita masuk."
"Ayo cepat."
Para petugas saling menoleh dan mendesak.
Warga desa yang jumlahnya banyak, ditambah Zhao Fucheng dkk sudah masuk lebih dulu, membuat mereka tak merasa takut. Dengan mengangkat obor, mereka melangkah masuk ke rumah Guo Wei.
"Hati-hati, turunkan obor lebih rendah." Lin Laoba tiba-tiba berseru.
Begitu ucapannya keluar, warga desa lain yang memegang obor buru-buru menurunkan obor menyala di tangan mereka.
Setelah menasihati warga, Lin Laoba menoleh dan melihat Cao Dazong yang tampak bingung, lalu menjelaskan:
"Sekitar sepuluh hari lalu, rumah Guo Aizi terbakar—"
"Keluarga mereka mengalami musibah besar begini, jaga ucapanmu." Cao Dazong mengerutkan kening.
Wajah Lin Laoba memerah mendadak, hendak bicara ketika Zhao Fucheng mengeluarkan Guo Wei dari dalam rumah:
"Rumah Guo terbakar sepuluh hari lalu?"
Guo Wei linglung, anggota tubuhnya mengerut, kepalanya tertunduk sedih hingga tak bisa bicara.
Obor-obar warga desa menerangi seluruh ruangan rumah Guo terang-benderang, segala detail terlihat jelas.
Ini sebuah ruangan yang tidak terlalu luas.
Di sudut dekat pintu terdapat meja kayu setinggi paha orang dewasa, dengan empat bangku panjang pendek di bawahnya.
Berhadapan dengan meja terlihat tong air, di sampingnya bertumpuk batu panjang dengan beberapa mangkuk pecah di atasnya.
Beberapa ember kayu mengelilingi tong air, air bekas dituang ke ember sebelah yang sudah berhari-hari tidak dibersihkan, mengeluarkan bau busuk.
Di ujung lain ember terdapat kamar samping dengan pintu setengah terbuka, terlihat samar-samar tempat tidur di dalam.
Posisi Zhao Fucheng dan yang lain berada di ruangan berbeda.
Langit-langit rumah di sini lebih rendah. Begitu masuk pintu langsung terlihat dapur, di sebelahnya terdapat tempat tidur sementara yang dialasi jerami.
Di ujung tempat tidur terdapat tumpukan abu kayu keluarga Guo yang membentuk bukit kecil, dengan bau kotoran hewan yang sudah mengering masih tercium samar.
Keluarga Guo benar-benar miskin.
Warga desa dan petugas yang masuk ke rumah Guo serentak menutup hidung dan mulut, wajah mereka menunjukkan ekspresi jijik.
Meskipun kehidupan semua orang saat itu sulit, tapi tidak ada yang seberantakan keluarga Guo Wei - bau aneh di dalam rumah bahkan membuat mata perih.
"Guo Aizi kau--" Lin Laoba hendak mengeluh, tapi teringat perkataan Cao Dazong sebelumnya, akhirnya menelan kembali kritikannya:
"Katakan saja kau-- ya sudahlah--"
Zhao Fucheng mengamati sekeliling ruangan dengan memanfaatkan cahaya yang ada.
Tempat tidur jerami itu tanpa kelambu, hanya beberapa baju compang-camping berantakan di sudut.
Seikat kecil pakaian lama yang dijadikan bantal terletak di kepala tempat tidur.
Yang menarik perhatian adalah area tungku masak.
Sebuah tungku tanah sederhana dengan dua wajan besar dan kecil terpasang di atasnya.
Yang besar untuk menumis, yang kecil berbentuk tong untuk merebus - keduanya menggunakan kayu bakar yang sama sehingga kedua wajan panas bersamaan. Ini desain tungku umum yang pernah Zhao Fucheng lihat di rumah Wu Dajing di Desa Goutou.
Zhao Fucheng mengamati ruangan ini dengan sangat teliti, karena Guo Wei langsung masuk ke ruangan ini begitu menyadari putranya hilang.
Manusia sama sekali tidak berdaya menghadapi kekuatan hantu gentayangan.
Ketika memasuki wilayah hantu yang bisa memblokir persepsi dan ingatan, emosi, akal sehat, serta kognisi manusia sepenuhnya dikuasai hantu. Namun berbeda dengan hantu gentayangan, manusia memiliki tujuh emosi dan enam keinginan. Perasaan dan naluri mungkin mendominasi, memberikan petunjuk berguna selama pertarungan dengan hantu gentayangan.
Zhao Fucheng berpendapat, rumah Guo Wei dihantui. Dia mungkin mengalami gangguan kognisi akibat pengaruh hantu gentayangan hingga lupa tentang ayah dan hilangnya putranya, tapi ingatan fisiknya masih tersisa.
Pilihan yang langsung dibuatnya setelah menemukan putranya hilang pasti didikte oleh naluri fisiknya.
Artinya, tempat ini mungkin lokasi pertama dimana putranya hilang.
Dengan kata lain, Zhao Fucheng menduga tempat ini mungkin juga menjadi persembunyian hantu gentayangan.
Dia mengamati dengan sangat detail.
Mulai dari ranjang jerami, tumpukan abu kayu, tungku masak, hingga mangkuk dan panci - setiap detail berusaha tidak terlewatkan.
Tungku dapur dibangun di sudut ruangan, sekitar setengah zhang dari dinding pintu masuk. Di depan tungku terdapat bangku kayu bekas potongan batang pohon, disampingnya bertumpuk kayu bakar kering.
Jerami di atas tungku sudah tidak terawat selama bertahun-tahun, pasti sering bocor karena dinding tanah di sudut ruangan sudah runtuh, memperlihatkan papan bambu di dalamnya. Jika siang hari, sinar matahari bisa masuk melalui celah dinding yang rusak.
Di bawah penerangan, terlihat tali yang menggantung tepat di atas tungku dengan lapisan lemak hitam tebal yang mengeras.
Di bawah tali itu menggantung beberapa potong 'daging asap' hitam legam. Setelah bertahun-tahun diasapi, bagian luar 'daging asap' ini terbungkus lapisan lemak hitam pekat.
Pandangan Zhao Fucheng tertahan pada 'daging asap' itu. Cao Dazong yang terus mengamatinya segera membaca ekspresi dan mendekat dengan sikap menjilat:
"Tuan, ini daging asap tua. Di desa kami tidak ada makanan mewah. Kalau panen bagus, kami menabung sedikit uang untuk membeli daging, lalu mengasapkannya di atas tungku bertahun-tahun. Semakin tua semakin harum."
Dia tersenyum:
"Tuan bekerja keras menangani kasus. Nanti saat kembali ke kabupaten, biarkan warga mengumpulkan beberapa potong daging asap. Cuma hadiah sederhana dari petani, silakan cicipi."
Begitu Cao Dazong selesai bicara, Lin Laoba dan yang lain menunjukkan ekspresi marah yang dipendam.
Kehidupan saat ini memang sulit.
Persediaan beras setiap keluarga terbatas, mustahil menjamu tamu sembarangan.
Tapi Zhao Fucheng berasal dari kabupaten, pejabat tinggi Zhenmo Si. Jika dia mau makan dan membawa pulang, warga desa tak bisa berbuat apa-apa.
“Kerumunan merasa marah dan berduka, dalam hati memaki Cao Dazong habis-habisan, namun secara lahiriah tak ada yang protes, jelas semua menerima pengaturan Cao Dazong.”
“Zhao Fucheng tidak menjawab Cao Dazong, matanya tertahan beberapa saat pada beberapa potongan daging asap yang terbelit ini, lalu mengalihkan pandangan ke dinding dekat tungku.”
“Asap hitam pekat mengepul menyelimuti dinding tanah yang menyambung dengan tungku, lumpur dan pasir di atasnya terbakar hingga berbopeng-bopeng.”
“Pandangannya mengikuti bayangan hitam ini ke atas, melihat balok kayu di langit-langit juga memiliki bekas terbakar, tampak terkarbonisasi, jerami pun hampir habis terbakar tanpa ditambal kembali.”
“Angin dingin menyusup masuk melalui lubang besar di atap, membuat ruangan terasa menggigil.”
“Zhao Fucheng melemparkan Guo Wei yang dipegangnya ke lantai, bertanya pada Cao Dazong:”
“"Kebakaran waktu itu terjadi di rumah ini?"”
“Meski sering berkunjung ke Desa Fengmen, Cao Dazong bukan penduduk asli desa tersebut dan tak terlalu paham kondisi desa.”
“Bab Dua Ratus Empat Belas: Li Dabaozi”
“Bab Dua Ratus Empat Belas”
“Untungnya kondisi Guo Wei berbeda.”
“Kabupaten dan kota mempekerjakannya, karena Guo Wei tiba-tiba berkhianat, Cao Dazong bolak-balik ke rumah Guo Wei beberapa kali sehingga cukup paham kondisinya. Saat Zhao Fucheng bertanya, dia segera menjawab:”
“"Iya, iya, di sinilah tempat kebakarannya."”
“Cao Dazong melihat Guo Wei yang berbaring lemas di tanah seperti lumpur, matanya menampakkan campuran belas kasihan dan jijik:”
“Terakhir kali dia melapor bahwa istrinya hilang, kami datang dan melihat rumahnya seperti baru terbakar.”
“Si Guo si kerdil ini——”
“Lin Laoba hendak berbicara, teringat peringatan Cao Dazong sebelumnya, lalu cepat mengganti sebutan:”
“Guo Wei ini benar-benar bodoh. Istri dan anaknya hilang kapan saja tidak tahu, seharian ngapain aja tidak jelas.”
“Rumahnya terbakar, bagaimana kalian tahu?”
“Zhao Fucheng menoleh memandangnya saat dia mulai bicara.”
“Lin Laoba dalam hati bersukacita: Cao Dazong ingin memberikan daging asap pada Zhao Fucheng, tapi pejabat tinggi dari kabupaten ini mungkin sudah biasa melihat barang mewah, belum tentu tertarik dengan hadiah desa.”
“Dia tidak menerima persembahan Cao Dazong, malah terlihat sangat tertarik dengan kasus keluarga Guo. Mungkin jika terus mengobrol, urusan hadiah ini akan terlupakan.”
“Membayangkan itu, semangat Lin Laoba langsung membara, sikapnya menjadi lebih antusias:”
“Makanya Guo si kerdil ini memang tolol.” Tanpa sengaja dia kembali menyebut julukan Guo Wei:
“Sepuluh hari lalu, sekitar tanggal 3 atau 4 bulan ke-10——”
“Saat berbicara, dia menoleh bertanya pada warga desa di sampingnya:”
“Huang Laogen, kau juga ada di situ hari itu, tanggal 3 atau 4 ya?”
“Lelaki kurus berusia sekitar 40 tahun yang dipanggil itu menjawab:”
“Seperti tanggal 3.” Begitu ucapannya selesai, seseorang langsung membantah:
“Tanggal 4, aku ingat jelas.”
“Tanggal 3——”
“Tanggal 4.”
Warga Desa Fengmen buta huruf, pola pikir kaku dan kolot. Kali ini mereka malah bertengkar sengit soal masalah tanggal sampai muka merah padam, hampir-hampir mau berkelahi. Keberadaan petugas Kota Changtiao serta Zhao Fucheng pun terlupakan seketika.
Para petugas sudah biasa melihat hal seperti ini. Mereka menampakkan ekspresi menikmati pertunjukan, membiarkan Kakek Zhang yang terjepit di tengah tergeletak di tanah. Tak ada yang mengambil alih situasi, membiarkan kedua pihak terus berdebat.
“Cukup!”
Wajah Zhao Fucheng berubah gelap, dia membentak keras:
“Urusan penting harus diutamakan, masalah tanggal bisa dibahas nanti.”
Begitu dia bicara, yang lain pun menghentikan perdebatan dengan enggan.
“Tanggal 3 itu——” Lin Laoba baru saja membuka mulut, seseorang langsung mengoreksi:
“Tanggal 4.”
Kedua pihak kembali bertengkar tak henti-hentinya.
“……”
Zhao Fucheng hanya bisa menggeleng, matanya menyapu wajah para warga desa.
Di bawah tatapannya, mereka menghindari kontak mata. Tak ada yang berani menatapnya langsung.
Jika dibiarkan, perdebatan ini tak akan ada ujungnya. Tapi mustahil menyelesaikan masalah ini saat ini juga.
Dia menyeringai dingin:
“Aku pikir usulan Cao Dazong tadi bagus. Siapa yang masih mempermasalahkan tanggal, setelah kasus ini selesai akan kuambil dendeng babi dari rumahnya.”
“……”
Begitu ancamannya keluar, rumah Guo Wei langsung senyap bagai jarum jatuh pun terdengar.
Warga yang tadinya berdebat sampai muka merah kini menyesal sampai usus mereka jadi hijau.
"Wajah Lin Laoba berganti-ganti pucat dan pucat, sangat panik sampai ingin menangis." Zhao Fucheng memandang puas ekspresi kerumunan yang seperti burung puyuh, lalu menatap Lin Laoba:
"Lanjutkan ceritamu, apa yang terjadi di hari ketiga bulan ini?"
"Tuan, saya--"
Lin Laoba sudah menyesal ikut campur dalam kekacauan ini malam itu. Saat hendak memohon ampun, dia melihat sorot mata Zhao Fucheng yang gelap dengan peringatan.
Punggungnya merinding, menekan niat dalam hati, lalu menjawab jujur:
"Tuan, di hari ketiga, anak sulung keluarga Zhang Kakek memukul Guo Wei."
Setelah berkata, dia menunjuk kakek kurus yang terpelanting di tanah:
"Dia ini, tetangga Guo Wei. Tuan bisa tanya detail kejadian di keluarga Guo padanya."
"Dasar anak jalang--"
Begitu mendengar Lin Laoba mengalihkan masalah ke dirinya, Zhang Kakek langsung berubah. Ekspresi lesuhnya hilang, berdiri hendaki memaki.
Tapi tatapan Zhao Fucheng membuatnya langsung merosot kembali. Kedua tangannya bersalaman, terus-menerus memberi hormat:
"Tuan, jangan dengarkan omong kosong mereka. Keluarga Zhang kami turun-temurun warga baik--"
"Status warga baik akan diverifikasi pemerintah. Sekarang ceritakan apa yang terjadi antara kamu dan keluarga Guo di hari ketiga."
Zhao Fucheng memotongnya:
"Jangan coba-coba memberi alasan setengah hati. Aku tahu semua putramu ada di sini. Jika tidak jujur, dengan tuduhan kolusi dengan bandit, seluruh keluarga bisa dipenggal di kabupaten."
Situasi luar biasa butuh cara luar biasa.
"Zhao Fucheng telah menangani beberapa Kasus hantu, berinteraksi dengan banyak warga desa di bawah yurisdiksi Kabupaten Wan'an. Dia memahami watak mereka dan tahu terkadang diperlukan cara seperti petir untuk memaksa mereka menjelaskan detail kasus secara cepat."
Saat ini dia (perempuan) sudah yakin Keluarga Guo mengalami Kasus hantu.
Berkat keberuntungan khusus kedatangannya yang tepat waktu, Kasus hantu belum menyebar. Sejauh ini di Desa Fengmen hanya Keluarga Guo yang terkena bencana hantu.
Jika warga desa sengaja menyembunyikan detail dan fakta kasus hingga menyebabkan Kasus hantu lepas kendali, mungkin akan memicu konsekuensi serius dan menambah korban jiwa di Desa Fengmen.
Saat ini hantu gentayangan belum menampakkan wujud. Selain hilangnya misterius Guo Fu, istri Guo dan Guo Sidan, Zhao Fucheng sama sekali tidak mengetahui tingkatan hantu gentayangan, aturan membunuh, maupun modus operandinya.
Terhadap kakek tua tetangga Guo Wei yang terus mengulur waktu dengan omong kosong, Zhao Fucheng tidak segan memberi pelajaran dengan menjadikan Keluarga Zhang sebagai contoh untuk menakut-nakuti warga Desa Fengmen.
Aura pembunuhannya semakin kuat setelah menjadi pengendali hantu.
Tatapan dinginnya membuat Wu Shaochun langsung tahu dia (perempuan) benar-benar murka.
"Tuan, izinkan aku melumpuhkan anggota tubuh kakek tua ini dulu, lihat apakah mau bicara." Setelah berkata demikian, Wu Shaochun melesat maju dan mengulurkan tangan seperti elang menyambar anak ayam.
Tindakan tegas petugas Zhenmo Si langsung membuat gentar warga desa.
Kakek Zhang yang sebelumnya bermain mata itu gemetar ketakutan dan merintih:
“Aku bicara, aku bicara, Tuan jangan pakai penyiksaan.”
Zhao Fucheng berkata dingin:
“Jika dalam tiga kalimat tidak ada informasi yang kuinginkan, Shaochun akan mematahkan satu jarinya.” Setelah memperingatkan, dia menambahkan: “Pikirkan baik-baik sebelum bicara.”
“……”
Mendengar ini, warga desa menggigil ketakutan.
Awalnya, Lin Laoba dan lainnya meremehkannya karena melihatnya sebagai gadis muda, meski Cao Dazong sangat menghormatinya.
Baru setelah melihat kekejamannya dalam bertindak, mereka menyadari ini adalah pejabat Zhenmo Si yang berkuasa penuh atas hidup-mati warga, membuat semua orang ketakutan.
Kakek Zhang khususnya gemetar ketakutan.
Dia menelan ludah dua kali, otaknya yang jarang berpikir bekerja keras mengingat peristiwa 10 hari lalu, lalu berkata dengan suara gemetar:
“Laporan pada Tuan——”
Zhao Fucheng menyela dingin:
“Itu kalimat pertama.”
‘Krak.’ Wu Shaochun mematahkan ruas jarinya, membuat kulit kakek Zhang bergetar ketakutan.
“Di akhir periode You (sekitar pukul 7 malam) tanggal 3 bulan itu, keluarga kami sudah bersiap tidur. Tiba-tiba aku mencium asap tebal dan aroma daging panggang, awalnya kukira ada yang memanggang makanan larut malam.”
Takut tangannya dipatahkan, dia menyembunyikan kedua tangan dalam lubang lengan sambil berteriak saat melihat Zhao Fucheng menggerakkan mata:
“Rumahku miskin, persediaan makanan terbatas. Tapi kadang anak-anak tidak mengerti, lapar di tengah malam lalu mencuri. Aku mendengar suara 'kriuk-kriuk' kayu terbakar, hati langsung panas. Segera kubangunkan istri untuk periksa bersama. Ternyata dapur sepi dingin.”
Kakek tua ini ketakutan disiksa, bicaranya cepat seperti biji-bijian tumpah dari bambu:
“Tapi asap tebal masih tercium. Setelah kuperiksa, asapnya datang dari rumah sebelah. Pasti rumah Guo Ai terbakar.”
“Bagaimana kau yakin itu rumahnya yang kebakaran?” Zhao Fucheng bertanya.
“Keluarga mereka miskin sampai tidak bisa masak. Biasanya baru menyalakan api saat tengah hari. Tengah malam begini, mana mungkin menyalakan api?” Kakek itu menyembunyikan tangan di lengan bajunya:
“Tidak mungkin, tidak mungkin.”
“Pemerintah memberinya ratusan uang logam besar, kenapa tidak mungkin?” Kata Zhao Fucheng:
“Mereka dulu miskin, dua hari ini pasti punya uang untuk beli gandum.”
“Tuan tidak tahu, setelah menerima uang, Li Dapaozi langsung datang memaksa Guo Wei menyerahkan 300 koin-”
Zhao Fucheng bertanya dingin:
“Bagaimana kau tahu Li Dapaozi mengambil 300 koin darinya? Guo Wei yang bilang?”
Saat menoleh ke Guo Wei, dia melihat lelaki itu terduduk lemas. Punggungnya melengkung seperti busur, kaki terentang dengan telapak saling berhadapan. Air mata dan ludahnya meleleh sambil teriak:
“Sidan, Sidan, kau pergi kemana-”
“Keturunan keluarga Guo punah sekarang-”
“Dia seperti sudah linglung, sama sekali tidak mendengar perkataan orang lain, tubuhnya terus menggigil.”
“Kakek tua Zhang ingin menginjaknya dengan kaki, tapi di bawah peringatan tatapan Zhao Fucheng, seluruh tubuhnya tak punya tenaga.”
“Di samping, Wu Shaochun mengawasi dengan tatapan tajam, memandangi jari-jarinya.”
“Menjawab pertanyaan Tuan, saya dengar, saya tempelkan telinga di pangkal tembok dan dengar.” Kakek tua Zhang melihat Guo Wei tak mau menjadi saksi, buru-buru menjelaskan:
“Hari itu Li Dapaozi masuk ke rumahnya, saya lihat jelas lewat celah pintu, lalu sembunyi di dapur rumah saya, mengintip lewat jendela atas.”
“Kakek tua ini sangat takut bencana besar hari ini, tak sempat menyembunyikan, cerita secara detail:”
“Saya dengar Li Dapaozi bercanda dengannya, mengucapkan selamat dia baru-baru ini kaya, ingin meminjam uang logam darinya——”
Zhao Fucheng menoleh ke Lao Ba Lin, wajah Lao Ba Lin menampakkan ekspresi sulit diungkapkan.
“Apakah Li Dapaozi orang Desa Fengmen?” Dia sengaja bertanya meski sudah tahu jawabannya.
Lao Ba Lin agak bimbang, ragu-ragu memandang Cao Da Zong.
Cao Da Zong kesal melihat ketidaktegasan, memaki:
“Di depan Tuan, dasar bego bicara saja, ngapain lihat aku?!”
Segala yang terjadi malam ini melampaui perkiraan Cao Da Zong.
Perjalanan ke Desa Fengmen kali ini, bukan sekadar mengawal seorang pejabat seperti yang dia bayangkan sebelumnya.
Tuan Zhao dari Zhenmo Si ini bukan main-main, gadis kecil yang dia gandeng di sampingnya bahkan lebih kejam.
“Cao Dazong menyaksikan langsung kematian gerombolan perampok yang menghadang di jalan, sudah lama ketakutan hingga kehabisan tenaga. Saat ini dia sepenuhnya mengandalkan tekad terakhir agar tidak jatuh.”
“Lin Laoba dicemookannya, seketika menjadi canggung:”
“Kakek keempat, aku ini takut salah bicara sampai menyinggung orang.”
“Menyinggung siapa? Dengan Tuan Zhao di sini, dewa di surga pun akan berlutut.” Cao Dazong berseru keras.
“Setelah bertahun-tahun beraktivitas di Desa Fengmen, Lin Laoba cukup memahami karakternya. Mendengar perkataannya, hatinya langsung dingin dan mulai mengerti.”
“Lapor Tuan, Li Dabaozi adalah warga Desa Fengmen kami. Keluarganya punya tiga bersaudara, dia yang bungsu, di atas masih ada dua kakak laki-laki.”
“Setelah Lin Laoba mengucapkan ini, wajah warga desa menampakkan ketakutan:”
“Kak Delapan——”
“Zhao Fucheng menangkap semua perubahan ekspresi mereka.”
“Dia belum bertemu langsung dengan Li Dabaozi, namun sudah punya gambaran jelas tentang identitas asli orang ini.”
“Katanya orang ini punya hubungan baik dengan pemimpin gerombolan perampok di belakang bukit Desa Huanggang?” tanyanya.
“Lin Laoba langsung panik mendengar, matanya menghindar, terus-menerus melambaikan tangan:”
“Tidak, tidak ada. Saya tidak tahu soal ini.”
“Raut ketakutan dan kekagetan ini jelas menunjukkan ini bukan sekadar warga desa biasa.”
“Zhao Fucheng mengusap pelipisnya.”
“Hari ini dia menempuh perjalanan jauh ke Desa Fengmen bukan untuk berdebat kusir dengan warga desa.”
“Sorot mata Zhao Fucheng berkilat tajam, bersiap menyelesaikan ini dengan cepat.”
“Di mana Li Dapaozi sekarang?” dia (perempuan) bertanya.
Lin Laoba juga bukan warga desa biasa, saat ini mendengar nada bicaranya yang tenang namun menyimpan niat membunuh, bulu kuduknya langsung merinding, tiba-tiba menatapnya.
Di bawah cahaya, Zhao Fucheng memiliki alis tebal, bibir terkunci rapat, sorot mata tajam yang tak berani ditatap langsung.
Dia (laki-laki) refleks menunduk:
“Ada di rumah.”
Setelah mengucapkan ini, Lin Laoba sudah menduga Zhao Fucheng mungkin akan bertindak terhadap Li Dapaozi.
Hatinya dipenuhi rasa panik dan takut.
Tuan muda dari Zhenmo Si ini bertindak tegas dan berani, seolah tak gentar memasuki desa terpencil sendirian.
Pandangan Lin Laoba jatuh pada anak kecil yang dipegangnya, lalu melirik Wu Shaochun yang masih muda, dalam hati bergumam: Mungkin Tuan dari Zhenmo Si ini mengira hanya dengan beberapa orang ini, setelah memasuki Desa Fengmen, bisa mengandalkan reputasi Zhenmo Si untuk menekanku seorang bandit kejam?
“Tuan——”
“Shaochun, kamu dan Cao Dazong bawa beberapa petugas ini, Lin Laoba carikan dua warga desa yang tahu jalan, bawa Li Dapaozi ke sini.” Zhao Fucheng mengabaikan tatapan Lin Laoba, menoleh memberi perintah pada Wu Shaochun.
Wu Shaochun tanpa ragu:
“Siap!”
Di TKP ada lima petugas, ditambah Cao Dazong total enam orang. Mendengar perintah Zhao Fucheng, mereka tampak takut, muka mereka memperlihatkan keengganan untuk pergi.
“Warga desa juga mundur beberapa langkah, jelas-jelas takut pada Li Dabaozi.”
“Pandangan Lin Laoba tertuju pada Kuaai Manzhou.”
“Saat Zhao Fucheng masuk desa, pernah menyebutkan identitas aslinya Kuaai Manzhou. Dia berasal dari Desa Kuaicheng, masih memiliki hubungan kerabat pernikahan dengan keluarga Lin di Desa Fengmen, semuanya satu keluarga...”
“Lin Laoba tergerak hatinya, membuat pengecualian dengan membujuk:”
“Tuan, Li Dabaozi bukan orang sembarangan. Dia punya banyak koneksi dan teman. Katanya pulang dua hari lalu, membawa empat lima orang tinggal bersama di rumah.”
“Setelah berkata, dia menoleh ke samping:”
“Zhou Laoqi, apa kamu sore tadi ketemu kakak ipar perempuannya?”
“Iya, sore lihat kakak iparnya beli minuman, katanya mau menjamu tamu di rumah.” Warga desa yang ditunjuk itu menampakkan wajah takut sambil menjawab.
“Perkataan Lin Laoba mengungkap beberapa informasi:”
“Pertama: Saat ini Li Dabaozi berada di Desa Fengmen.”
“Kedua: Li Dabaozi tidak sendirian. Dia berhubungan dengan bandit di Desa Huanggang, membawa beberapa komplotan yang jumlahnya banyak.”
“Ini cara halus membujuk Zhao Fucheng untuk sementara menahan diri, jangan macam-macam dengan orang seperti itu.”
“Zhao Fucheng tersenyum, melirik Lin Laoba:”
“Kau cukup perhatian, aku catat baik-baik.”
“Setelah berkata, dia melepaskan tangan yang menggandeng Kuaai Manzhou:”
“Manzhou, pergilah bersama Shaochun dan yang lain. Bawa orang itu ke sini. Kalau ada perlawanan, jangan semua dibunuh, bawa yang hidup karena aku perlu.”
“Bab 215 () Misteri Hilangnya”
“Bab 215 ()”
"Ucapan Zhao Fucheng yang tenang mengandung niat membunuh yang pekat."
"Ketika mulai berbicara dengan Lin Laoba, dia jelas-jelas menangkap maksud tersirat dari perkataannya."
"Lin Laoba awalnya merasa lega."
"Tapi kemudian mendengar maksud perkataannya, seolah dia tetap nekat mengganggu bandit kejam Li Dapaozi meski tahu bahayanya."
"Tidak hanya menyuruh Wu Shaochun dan kawan-kawan pergi, tapi juga mengajak anak kecil ini ikut."
"Apa gunanya anak enam tujuh tahun?"
"Ekspresi Lin Laoba memancarkan keterkejutan yang tak percaya bercampur belas kasihan:"
"'Tuan, takut nanti keributan tak terkendali dan melukai orang-'"
"'Jangan khawatir, aku sudah berpesan pada Man Zhou. Man Zhou tidak akan sembarangan membunuh.'" Kata Zhao Fucheng santai.
"Selain Cao Dazong dan Wu Shaochun, semua warga desa menunjukkan raut aneh."
"Bahkan kakek tua Zhang yang sempat terlupakan ikut melongo, matanya berbinar ingin melihat kejadian."
"Mereka sama sekali tidak khawatir Kuaai Manzhou akan membunuh."
"Bagaimana mungkin gadis kecil enam tujuh tahun bisa membunuh? Bagi warga desa, perkataan Zhao Fucheng seperti dongeng belaka."
"Andai bukan karena statusnya yang khusus, mungkin mereka sudah tertawa terbahak."
"Zhao Fucheng mengabaikan ekspresi mereka, bertanya lembut pada si anak:"
"'Man Zhou, benar kan?'"
"Nona kecil itu mengedipkan mata berbinar, mengangguk-angguk:"
"'Benar.'"
Wu Shaochun kini merasa lebih berani, bahkan Cao Dazong yang sebelumnya lesu pun langsung menegakkan posturnya:
"Mendengar perintah Tuan."
Tiba-tiba dia menjadi percaya diri, menatap Lin Laoba:
"Lao Ba, bawa beberapa orang ikut aku."
Cao Dazong sangat memahami kemampuan Kuaai Manzhou.
Pegawai tua ini pernah menyaksikan si kecil itu bertindak. Meskipun kehadirannya meningkatkan keberanian Cao Dazong, namun tetap saja dia takut pada roh jahat. Karena itu, dia berusaha sebisa mungkin mencegah si kecil leluhur ini bertindak.
Sebelum berangkat, dia meminta Lin Laoba mengajak lebih banyak warga desa. Jika jumlah mereka banyak, akan lebih baik jika bisa langsung menangkap Li Dapazi.
"Kamu..."
Lin Laoba tak menyangka akan diajak Cao Dazong, langsung panik:
"Kakek keempat, Anda juga tahu sifat Li Dapazi, kenapa suruh saya ikut?"
"Takut apa?" Cao Dazong melototkan mata keruhnya:
"Li Dapazi warga Desa Fengmen tapi membelot ke pemimpin bandit Desa Huanggang, siapa yang tidak tahu ini?"
Di hadapan Zhao Fucheng, dia membongkar 'rahasia' umum ini. Lin Laoba, Kakek Zhang dan warga desa lain terpana, wajah mereka menunjukkan ketakutan.
Cao Dazong ini sudah gila!
Fakta bahwa banyak desa di wilayah Kecamatan Changtiao setengah warga setengah bandit sudah menjadi rahasia umum. Warga Desa Fengmen seperti Lin Laoba memang punya hubungan ambigu dengan beberapa bandit.
"Petugas kota dan para kakek pejabat juga memahami hal ini, semua telah membentuk kesepakatan diam-diam yang umumnya tidak akan membongkar masalah."
"Perampok desa secara lahiriah memanggil para pejabat dengan sebutan hormat 'kakek', namun sebenarnya petugas tahu siapa yang bisa diusik dan tidak."
"Perampok membunuh tanpa berkedip. Menghina mereka akan membuat keluarga diam-diman dibalas dendam."
"Kakek keempat, kamu gila——" Lin Laoba bergumam.
"Kamu baru gila beneran!" Cao Dazong menggelengkan kepala:
"Kamu ngerti apaan!"
Dia takut Zhao Fucheng akan kehilangan kesabaran menunggu, lalu buru-buru mendesak:
"Bawa orang dan ikut aku! Nanti semua tanggung jawab aku yang ambil!"
Dengan janji Cao Dazong ini, Lin Laoba tentu mengeratkan gigi dan menyebut beberapa nama warga desa:
"...Semua ikut aku."
Belasan orang segera pergi, membuat rumah Guo Wei tiba-tiba terasa lebih sepi.
Lima enam warga desa tersisa berdiri terpencil di rumah Guo Wei. Kini di dalam rumah hanya tersisa warga Desa Fengmen dan Zhao Fucheng dari Zhenmo Si, para petugas telah pergi semua.
Zhang Laoer yang sebelumnya lunglai ketakutan oleh Wu Shaochun mulai tak tenang, bangkit dengan mata berkilat licik dan ekspresi ambigu penuh kebengisan.
Zhao Fucheng tahu perhitungan si kakek tua ini.
Tapi dia yang mengendalikan tiga hantu sama sekali tidak menganggap orang biasa ini sebagai ancaman.
Pandangannya beralih ke atas tungku, melihat 'daging asap' yang tergantung di sana.
"Guo Wei——" dia memanggil.
Ekspresi Guo Wei tampak kosong, masih bergumam:
"Si Dan, Si Dan——"
Warga desa menyaksikan dengan tatapan dingin, mata mereka memancarkan belas kasihan dan antisipasi akan drama.
Zhao Fucheng tiba-tiba mengulurkan tangannya secepat kilat, mencengkeram bahunya.
Dengan meminjam kekuatan Hantu Pengemis, seluruh lengannya langsung kehilangan warna darah, telapak tangan menjadi pucat dan dingin anyir.
Daging manusia menjadi tak berdaya di hadapan kekuatan hantu gentayangan. Telapak tangan Zhao Fucheng yang terpengaruh hantu berubah menjadi pisau tajam, menusuk daging seperti tofu, lima jarinya mencengkeram Guo Wei yang kurus seperti monyet dan menariknya ke depan.
"Aaaaah!!!"
Guo Wei yang sebelumnya seperti terkunci mentalnya menjerit histeris akibat rasa sakit yang luar biasa.
Jeritannya bergema jauh, berubah menjadi gema yang berulang di malam hari.
Darah segar merembes dari ujung jari Zhao Fucheng.
Kontras antara darah merah pekat dan tangan pucat membuat warga desa yang awalnya santai menonton drama menjadi terpaku.
Bau anyir darah menyebar, menularkan kebengisan hantu gentayangan.
Bayangan di bawah kaki Zhao Fucheng mulai bergerak gelisah tak terkendali.
“Di dalam rumah Keluarga Guo awalnya tidak ada angin, tiba-tiba muncul kabut tipis di dalam rumah. Beberapa potongan ‘daging asap’ tergantung di atas tungku mulai bergoyang perlahan.”
“Aura hantu gentayangan menyebar, membuat warga desa di dalam rumah ketakutan.”
“Bahu Guo Wei terkilir, wajahnya menampakkan ekspresi kesakitan.”
“Rasa sakit hebat membuatnya cepat sadar. Dia gemetar kesakitan sambil berteriak:”
“Tuan, Tuan ampunilah——”
“Kakek Zhang yang tadi diam-diam merencanakan tipu muslihat hantu, tertegun ketakutan melihat pemandangan ini setelah Lin Laoba dan Cao Dazong pergi.”
“Mereka ini penindas yang takut pada kekuatan.”
“Kakek Zhang segera membunuh niat liciknya, menempelkan lutut di tanah dengan patuh tanpa berani bersuara.”
“Sekarang sudah sadar belum?”
“Zhao Fucheng dengan tatapan dingin menahan dorongan haus darah dalam hatinya, bertanya.”
“Piagam Pengangkatan Dewa memberi peringatan: Konsumsi 10 poin jasa kebajikan untuk menghilangkan efek hantu gentayangan?”
“Sudah sadar, sudah sadar.”
“Guo Wei mengangguk-angguk cepat, air mata dan ingus mengalir deras karena kesakitan.”
“Zhao Fucheng menggunakan 10 poin jasa kebajikan untuk menahan efek hantu. Dorongan haus darah yang beku dan mati rasa perlahan terkendali. Jarinya perlahan menarik diri dari lumpur darah dan daging yang lembek.”
“Tangannya melepaskan genggaman, Guo Wei roboh lemas di tanah.”
“Zhao Fucheng menatap jarinya yang berlumuran darah dengan jijik, lalu mengibaskan tangannya.”
"Butiran darah, serpihan daging yang hancur terlempar, tapi tetap tidak bisa dibersihkan sepenuhnya, dia menoleh ke Kakek Zhang:"
"Pergi, ambilkan air untuk aku cuci tangan."
"Ya, ya, ya."
Tetangga Kakek Zhang sudah panik ketakutan, mendengar perintahnya, sama sekali tidak menyadari apa yang dikatakannya, hanya mengangguk-angguk secara naluriah.
Sang kakek merangkak di lantai seperti lalat tanpa kepala selama dua langkah, baru tersadar bahwa Zhao Fucheng meminta air untuk cuci tangan, buru-buru bangun sambil merangkak dan terguling menuju luar ruangan. Tak lama kemudian kembali membawa air, dengan patuh mengangkatnya di samping Zhao Fucheng.
Dengan tenang dia membersihkan tangan, memandang Guo Wei:
"Putramu hilang."
"Benar, putraku hilang."
Guo Wei berkeringat deras, wajahnya memutih, mendengar ini kesedihan kembali melanda:
"Si Man, satu-satunya penerus keluarganya, sekarang--"
"Kapan terakhir kali kamu ingat melihat putramu?"
Zhao Fucheng memotong ratapannya, bertanya langsung.
Ini bukan saatnya untuk berduka.
Hantu gentayangan bersembunyi di ruangan ini, orang biasa tidak peka terhadap aura hantu, sama sekali tidak menyadarinya.
Guo Wei sangat takut padanya, saat ucapan dipotong, bahkan dendam pun tidak berani timbul.
Meski hatinya hancur karena putranya hilang, saat mendengar pertanyaan Zhao Fucheng, tetap menjawab sambil terisak:
"Tuan, hamba tidak tahu."
Dia tersedu-sedu:
“Saat itu, aku pergi ke kota — kemudian —”
Dia terlalu ketakutan, perkataannya kacau tanpa struktur.
Zhao Fucheng menarik napas dalam-dalam, membimbingnya:
“Apakah istrimu juga hilang?”
“Ya.” Guo Wei mendengar ini kembali menangis tersedu-sedu:
“Tuan, perempuanku juga menghilang.”
Zhao Fucheng membersihkan noda darah di tangannya, memberi isyarat kepada kakek tua Zhang untuk mengangkut baskom berubah merah muda itu, melepaskan guncangan air di tangannya, lalu bertanya:
“Bagaimana kamu menyadari kepergiannya?”
“Tuan, sejak dua minggu lalu, setelah aku menerima tugas dari pejabat kota, aku tak berani keluar rumah lagi—”
Di bawah bimbingan Zhao Fucheng, Guo Wei mulai bercerita dari peristiwa dua minggu lalu.
Dua minggu sebelumnya, ia tergoda oleh uang, menerima 800 koin dari Kong Youde, setuju menjadi perantara antara kota dan warga desa untuk membujuk penduduk Desa Fengmen mendaftar sebagai pekerja kasar kabupaten.
Keluarga Guo miskin, 800 koin ini sudah seperti rezeki tak terduga bagi mereka.
Awalnya ia berpikir sederhana, hanya perlu berbicara sedikit membantu pejabat kota membujuk warga.
Pekerjaan kasar ini direkrut oleh pejabat kabupaten, bahkan ada upahnya. Guo Wei sempat berkhayal warga akan berterima kasih padanya nanti.
Tak disangka, baru saja menerima uang dari kota, ia langsung diincar orang.
Tak lama setelah pulang, ia menyadari ada orang berkeliaran di depan rumahnya. Dua hari pertama berkeliling desa, justru sering ditolak mentah-mentah.
“Banyak warga desa tidak lagi berhubungan dengannya, bahkan menghindarinya seperti wabah.”
“Sekalipun Guo Wei bodoh, saat ini ia tahu ada yang tidak beres.”
“Hingga hari ketiga Imlek, Li Dapaozi—preman desa terkenal—datang ke rumahnya, menuduhnya sebagai anjing peliharaan pemerintah, dan meminjam uang untuk 'bersenang-senang'.”
“Li Dapaozi mengancam, jika tidak menyerahkan uang, empat nyawa keluarga Guo tidak akan selamat.”
“Begitu bandit turun ke desa, seluruh empat anggota keluarga Guo akan dibunuh habis.”
“Waktu itu ayahku berdebat dengannya, Li Dapaozi——”
“Guo Wei menampakkan ekspresi bingung di wajahnya.”
“Seolah-olah tindakan Li Dapaozi selanjutnya samar-samar tak bisa diingatnya.”
“Zhao Fucheng merekam reaksinya, ekspresinya berubah, lalu bertanya:”
“Apa yang terjadi setelahnya?”
“Dia bilang, ini uang logam pembeli nyawa, wajib dibayar—seratus koin per orang——” kata Guo Wei dalam kondisi separuh sadar.
“Seratus koin per orang?” Sorot mata Zhao Fucheng berubah, ia menatap Kakek Zhang yang memegang gayung kayu:
“Kau bilang tadi Li Dapaozi meminta 300 koin dari Guo Wei?”
“Dia sangat cerdas dan memperhatikan detail, menyusun semua petunjuk yang tampak tak berkaitan menjadi kebenaran.”
“Kakek Zhang sama sekali tak paham maksud pertanyaannya, namun secara naluri ingin bersujud, berulang kali menjawab:”
“Menjawab Tuan, mereka meminta tiga ratus uang logam.”
“Yakin tiga ratus uang logam?” Zhao Fucheng bertanya lagi.
Kakek tua Zhang mengangguk-angguk tak henti:
“Yakin, yakin, persis tiga ratus uang logam, aku dengar jelas-jelas.”
Kakek tua ini tidak berani berbohong.
Zhao Fucheng teringat saat kakek tua Zhang menyebut kebakaran keluarga Guo, ada satu detail: dia mengira anggota keluarganya bangun tengah malam untuk mencuri makanan, lalu membangunkan istrinya untuk menangkap si pencuri.
Dari tindakan kecil ini terlihat, kakek tua Zhang suka mencari keuntungan kecil dan cukup licik.
Dia bertetangga dengan keluarga Guo, sehari-hari mengintip aktivitas mereka melalui celah tembok – ini adalah kesimpulan Zhao Fucheng.
Bukan sekadar dugaan sembarangan, keluarga Zhang dan Guo memang punya permusuhan lama.
Kebanyakan warga Desa Fengmen punya latar belakang tidak bersih, kakek tua Zhang memiliki tiga putra yang terlibat hubungan ambigu dengan preman desa.
Karena latar belakang ini, kakek tua Zhang sangat berhati-hati. Melihat keluarga Guo kaya raya dan Li Dapao sering datang, wajar jika dia mengintip lewat celah tembok.
Kembali ke kasus hilangnya keluarga Guo.
Saat Guo Wei pulang dari kota kabupaten, dia membawa uang dari kantor kabupaten. Semua gerak-geriknya diawasi kakek tua Zhang – termasuk pemerasan tiga ratus uang logam oleh Li Dapao pasti tak luput dari pengamatannya.
Semua konteks ini membuktikan keandalan pernyataan "tiga ratus uang logam" dari kakek tua Zhang.
"Dan Guo Wei juga tidak berani berbohong, dia mengatakan Li Dabaozi mengancamnya untuk membayar uang tebusan nyawa, 'satu orang seratus uang logam' itu juga bisa dipercaya."
"Perampok membunuh tanpa berkedip, di zaman seperti ini nyawa manusia tak berharga."
"Keluarga Guo Wei punya utang luar, setelah melunasi sebagian, empat ratus uang logam mungkin jumlah maksimal yang bisa dikeluarkannya."
"Baik Zhang Laotou maupun Guo Wei tidak berbohong, tapi kenapa Li Dabaozi hanya mengambil tiga ratus uang logam bukan empat ratus—"
Pandangan Zhao Fucheng jatuh pada Guo Wei:
"Tiga ratus uang logam ini untuk menebus nyawamu, putramu, dan istrimu—"
"Benar, Tuan." Guo Wei memegang luka di bahunya, wajah penuh kepedihan menjawab.
Zhao Fucheng tidak berbicara lagi.
Sebenarnya sampai di sini, dia sudah menduga ayah Guo pasti mengalami masalah di titik kritis ini.
"Memori Guo Wei tentang ayahnya mungkin hanya sampai di sini."
Zhao Fucheng tidak terburu-buru mengejar pertanyaan, dia mengalihkan topik:
"Bagaimana kamu menyadari istrimu hilang setelahnya?"
"Perempuanku—"
Guo Wei memegang lengan yang terluka, wajahnya pucat, saat menyebut istrinya ekspresinya campur aduk antara kebingungan dan kesedihan.
Memorinya seperti kacau, setelah mendengar pertanyaan Zhao Fucheng, dia berpikir lama tapi tak bisa menemukan jawaban, akhirnya berkata:
“——Setelah Bao San Ge datang ke rumah kami, aku tidak berani keluar lagi. Aku berdiskusi dengan istriku, dia bilang kita tidak bisa melawan Bao San Ge, lebih baik mengundurkan diri dari tugas di Balai Pemerintahan Kota——”
Sampai di sini, tiba-tiba dia dilanda kesedihan, berlutut dan merangkak di lahan:
“Tuan, benar-benar tidak bisa membayar utang lagi. Perempuanku, putraku menghilang, ayahku juga lenyap. Tuan, bunuh saja aku, aku tidak ingin hidup lagi.”
“Kalau mau mati, jawab dulu semua pertanyaan sampai tuntas!” Zhao Fucheng menolak permintaannya dengan tegas.
Orang ini bersifat pengecut, terbiasa ditindas. Permintaan bunuh dirinya yang ditolak pun tidak berani protes, hanya bisa menangis tersedu-sedu dengan patuh.
“Setelah itu aku berencana pergi ke kota, tapi sebelum berangkat ingin memberi tahu Bao San Ge dulu agar semua orang tahu hal ini. Aku menyuruh ayahku pergi mewakiliku.”
Tak disangka, setelah Guo Wei berbalik badan, baru menyadari istrinya telah menghilang dari rumah.
