Mendengar kalimat itu, Lin Qiye langsung membeku di tempat.
Memang, sebelumnya saat menyusuri lantai demi lantai, dia juga menyadari sebagian besar yang terinfeksi monster adalah cewek. Setelah penjelasan Li Yifei, dia baru sadar ada yang aneh dengan situasi ini.
“Jangan-jangan makhluk mitologi itu muncul dari asrama cewek?” gumam Lin Qiye pelan.
Dia membuka headset, menekan suaranya:
“Jie Hongying, kalian di mana?”
“Baru saja keluar dari gedung kantor, ada apa?”
Lin Qiye mengutarakan spekulasinya, di sisi lain Hongying langsung mengangguk, “Baik, selagi kalian semua pergi upacara bendera, kita sekarang langsung ke asrama putri.”
“Ya.”
Seiring alunan musik mars, kelas tempat Lin Qiye berada juga menyusur keluar dari lorong, bergerak perlahan ke arah podium bendera.
Tempat penyelenggaraan upacara bendera adalah tanah lapang di depan gedung sekolah, areanya tidak terlalu luas. Seluruh murid SMA tiga angkatan berjejalan di sana, nyaris tak ada celah di antara mereka.
“Murid di belakang cepat menyusul! Cepat!”
“Jangan desak aku.”
“Aduh jalan lebih cepat dong!”
“Bisa secepat apa? Orang di depanku macet di sana, aku ada jalan apa?”
“Ya? Orang di depanku mana?”
“Siapa yang di depanmu?”
“Lin Qiye tuh, dia ke mana?”
“Nggak tahu, tadi masih di sini.”
“Lho? Li Yifei juga hilang!”
Saat beberapa teman sekelas masih mengerutkan kening, Lin Qiye dan Li Yifei sudah lama menyelinap keluar barisan, menerobos kerumunan kacau balau sambil melesat di antara berbagai kelas.
Jangkauan persepsi mental Lin Qiye hanya 20 meter. Untuk bisa menyelimuti seluruh 2000 lebih murid, dia harus terus berpindah tanpa henti.
“Lin Qiye, Lin Qiye! Sudah selesai menyelidiki? Musiknya habis, bendera mau dinaikkan!” Li Yifei susah payah menyibak teman-teman di sekitarnya, berteriak ke arah Lin Qiye di depan.
“Belum, masih separuh tersisa.”
“Bagaimana ini? Semua orang berbaris dengan rapi, setelah musik berhenti, kita akan ketahuan!”
Saat ini, musik mars yang diputar berulang semakin pelan, dua murid yang mondar-mandir di tengah kerumunan ini semakin mencolok, banyak orang mulai menunjuk-nunjuk mereka diam-diam.
Alis Lin Qiye berkerut halus, Li Yifei memang benar—jika mereka masih berkeliaran setelah semua orang berbaris rapi, pasti akan mencuri perhatian. Jika memaksa terus mencari, bisa-bisa dihentikan oleh Guru.
Tapi jika menghentikan pencarian sekarang, satu-satunya cara untuk memetakan seluruh murid tiga angkatan plus guru dan staf sekolah adalah dengan menghalangi pintu saat pulang sekolah.
Waktu terlalu lama, terlalu banyak ketidakpastian. Mereka tidak bisa menunggu.
Otak Lin Qiye bekerja cepat. Tiba-tiba, dari sudut matanya ia melihat regu pengibar bendera di kejauhan, matanya berbinar.
Dia mengubah arah, menyibakkan kerumunan, dan mendekati regu pengibar bendera.
“Halo, teman sekelas.” Lin Qiye mendekati murid paling depan di regu itu, berbicara dengan sopan.
Sang pengibar bendera tertegun, “Halo...”
“Kamu diturunkan dari jabatan.”
“......” Murid itu mengerutkan kening memandanginya, “Apa maksudmu?”
“Pihak sekolah baru saja memberi pengumuman darurat: perwakilan murid berprestasi yang akan mengibarkan bendera dan berpidato setelahnya. Jadi perlu ganti pengibar bendera dadakan.” Lin Qiye berkata dengan serius, langsung mengulurkan tangan dan menggenggam tiang bendera di tangan sang murid.
“Tapi, ini...”
“Saya Li Yifei, perwakilan murid berprestasi kelas 2 SMA. Berikan bendera itu padaku. Jika ada pertanyaan, kamu bisa menemui pimpinan setelah upacara.”
Lin Qiye merebut tiang bendera dari tangan Li Yifei dengan ekspresi datar, lalu berdiri di posisi yang seharusnya menjadi miliknya, wajahnya penuh keseriusan.
Li Yifei: ...
Teman sekelas itu menggaruk kepala dengan bingung, setelah lama berpikir, akhirnya memilih kembali ke barisan kelasnya sendiri.
“Lin Qiye, apa maksudmu?” Li Yifei tidak tahan bertanya, “Kalau begini, kau bisa kena sanksi... Tunggu, aku juga ikut kena!”
“Aku yang menyamar menggunakan namamu untuk menipu pengibar bendera. Ini bukan urusanmu.” Lin Qiye berkata datar, “Lagipula, sekarang aku bukan murid lagi. Tak perlu patuhi peraturan sekolah... Aku adalah Penjaga Malam.”
Musik khidmat mulai menggema. Murid, guru, pimpinan... semua orang di lokasi itu terdiam. Pandangan mereka tertuju pada bendera di tangan pengibar bendera, menanti proses pengerekatan.
Mengikuti irama musik, Lin Qiye mengangkat bendera lalu melangkah tegap dengan langkah standar militer menuju depan.
“Lho? Lihat pengibar bendera itu, wajahnya kok familiar ya?”
“Iya, tampan sekali. Mirip Lin Qiye.”
“…Cuma mirip? Menurutku itu dia beneran!”
“Kayaknya iya!”
“……”
Sebagian besar tidak mengenal Lin Qiye, tapi teman sekelasnya langsung mengenali. Bisik-bisik pun mulai terdengar.
“Para atasan di atas panggung juga sama sekali tidak menyadari pengibar bendera diganti, tetap tersenyum memandangi pemuda tampan itu. Bagaimanapun juga urusan kecil seperti ini tak perlu mereka ikut campur. Dengan ribuan murid di sekolah ini, mana mungkin mereka tahu siapa yang seharusnya bertugas hari ini？”
“Tapi guru penanggung jawab upacara pengibaran bendera langsung berubah wajah saat melihat Lin Qiye.”
“Entah mengapa, hatinya memiliki firasat buruk...”
“Di bawah tatapan semua orang, Lin Qiye membusungkan dada menyelesaikan jalan menuju tiang bendera. Tepat saat dia hendak menginjak panggung pengibaran...”
“Dia tiba-tiba berbelok 90 derajat！”
“Dengan tekad bulat melangkah ke arah sisi lain formasi murid！”
“Para atasan yang sedang tersenyum menyambut bendera langsung tertegun.”
“Senyuman mereka membeku di wajah, mematung menatap Lin Qiye yang tak mengacuhkan mereka. Baru setelah beberapa detik mereka menyadari.”
“Serempak mereka menoleh ke guru penanggung jawab upacara, mata penuh tuduhan！”
“Guru penanggung jawab upacara langsung bercucuran keringat dingin.”
“Bersamaan itu, para murid juga menyadari keanehan ini. Tertegun melihat Lin Qiye melintas di depan mata, bisik-bisik mereka semakin riuh.”
“Apa-apaan ini？ Kenapa dia tidak naik panggung？”
“Aku juga tidak tahu. Pertama kali lihat？ Wajahnya tidak familiar.”
“Seru juga, langsung gagal total nih！”
“Lihat ekspresi para atasan di panggung... Hahaha, mati ketawa aku！”
“Lin Qiye ini maksudnya apa sih？”
“……”
Pada saat itu, suara guru penanggung jawab upacara pengibaran bendera bergema keras:
"Sunyi! Semua harap tenang! Murid yang membawa bendera itu, kamu salah jalur!"
Lin Qiye seolah tak mendengar, tetap tidak berniat menoleh, bahkan mempercepat langkahnya!
Pandangannya tajam seperti pisau, menyapu seluruh wajah murid di hadapannya.
Di mata mereka terlihat keheranan, keraguan, cibir, dan sikap senang melihat orang lain celaka...
Namun bola mata Lin Qiye tetap bagai kolam yang dalam, tak terselami.
Dalam pandangan Lin Qiye, mereka adalah kawanan domba yang akan diserahkan ke mulut serigala, berada di ambang bahaya namun tak sadar. Dari lebih dua ribu guru dan murid yang hadir, hanya Lin Qiye dan Li Yifei... yang masih sadar.
"Semua mabuk hanya aku yang terjaga", mungkin seperti inilah maksudnya.
"Kembali! Cepat kembali! Kamu dari kelas mana?!" Guru penanggung jawab di atas panggung mengaum!
Akhirnya, setelah menyelesaikan pemeriksaan terhadap semua murid, Lin Qiye berpura-pura terkejut lalu berbalik arah tergesa-gesa. Ia mendekati tiang bendera dan dengan cepat mengikat bendera tersebut.
Sang guru menatap tajam Lin Qiye, gemetar kesumat. Sepertinya ia ingin menuduh sesuatu, namun situasi saat ini tidak tepat.
Lin Qiye memilih mengabaikan kehadirannya. Saat ini, seluruh pikirannya sudah tak sempat mempedulikan perasaan guru tersebut.
Seiring pergantian musik dan nyanyian lagu kebangsaan, bendera pun mulai berkibar naik...
Tapi di bawah tiang bendera, setetes keringat dingin mengalir dari pipi Lin Qiye.
Dia tertegun memandang para atasan di sekelilingnya, lalu menunduk melihat lautan murid yang menghitam di bawah, hatinya seolah terjatuh ke dalam jurang!
"Kapten... lebih baik kau siapkan persiapan mental..."
Ia bergumam pelan.
