"Jiwa pedang?" Kihara Yoshiki seolah tertawa getir, "Jika aku bisa memasang jiwa pedang untuk pedang ini, apa bedanya dengan menciptakan pedang kotor baru?"
"Bukankah ini mimpimu selama ini?" balas Amemiya Haruki bertanya.
Dia menggelengkan kepala, "Dulu Okuninushi no Mikoto menggunakan segala kekuatan yang dimiliki Kunitsukami untuk menciptakan sembilan pedang kotor. Sekarang hanya dengan seorang pandai besi seperti aku yang bersembunyi di lembah, kamu pikir bisa membuat pedang kotor sesuka hati? Kau anggap apa pedang kotor ini?"
"Saat Okuninushi membuat pedang dulu, sebagian besar energinya dicurahkan untuk menempa bilah pedang dan atribut khusus. Hujan dari 【AmeKuzure】, bangau kertas dari 【Tsuru】, proyeksi jarak super jauh dari 【Kurozuna】... Tapi sekarang kamu bisa melewati proses ini sepenuhnya."
Amemiya Haruki menunjuk dua potongan 【Zhan Bai】, "Pedang ini sudah selesai ditempa, dan memiliki atribut khususnya sendiri. Baik bahan maupun kemampuannya, semuanya tidak kalah dengan pedang kotor. Yang kurang hanyalah jiwa pedang. Asal diberi jiwa pedang, ini akan menjadi pedang kotor kesepuluh di dunia."
"Kau pikir jiwa pedang itu apa? Sayur sawi? Bisa diberikan begitu saja?" Kihara Yoshiki berbicara dengan keseriusan:
"Menjadi jiwa pedang memiliki syarat yang sangat ketat."
"Pertama, jiwa tersebut tidak boleh terlalu lama terlepas dari pemeliharaan tubuh. Begitu kekuatan jiwanya berkurang, ia tidak lagi utuh. Keutuhan jiwa adalah syarat mutlak menjadi jiwa pedang."
"Kedua, jiwa tersebut semasa hidup harus memiliki performa yang luar biasa, mampu menanggung kekuatan pedang. Jika intensitas jiwanya tidak memadai, akan ambruk di bawah tekanan kekuatan bilah pedang dan lenyap total."
“Ketiga, jiwa harus memiliki kecerdasan tinggi, memiliki logikanya sendiri, bahkan jika pemilik pedang tidak ada di sisimu, dia bisa menggerakkan kekuatan pedang Magatsukami untuk bertindak sendiri.
Keempat, jiwa harus secara sukarela menjadi jiwa pedang Magatsukami. Jika tidak, meskipun sudah menyatu dengan bilah pedang, pemilik tidak bisa menggerakkan kekuatan pedang, malah akan membuat pedang Magatsukami ini benar-benar hancur.
Kelima, poin tersulit, kemampuan jiwa itu sendiri harus sangat sesuai dengan atribut khusus pedang tanpa fenomena penolakan. Jika atribut khusus pedangmu adalah hujan, maka kemampuan jiwa pedang juga harus terkait hujan.”
Setelah selesai berbicara panjang lebar, dia melirik Amemiya Haruki dan Lin Qiye, lalu berbicara perlahan:
“Dulu saat membuat sembilan pedang Magatsukami ini, para Kunitsukami mengerahkan jerih payah besar untuk mengumpulkan delapan jiwa pedang dari seluruh Jepang, ditambah Guru Kogetsu sendiri, baru bisa memaksakan terkumpulnya sembilan jiwa pedang ini. Jika tebakanku benar, atribut pedang ini seharusnya terkait dimensi. Untuk memasangkan jiwa pedang, pertama-tama butuh jiwa yang juga memiliki atribut dimensi, jiwa utuh, kekuatan luar biasa, kecerdasan tinggi, dan bersedia menjadi jiwa pedang... Masyarakat sekarang sudah tidak seperti dalam mitologi dan legenda. Sekarang kalian bahkan jika menginjak seluruh Jepang pun tidak akan menemukan jiwa seperti ini. Ini juga alasan mengapa pedang Magatsukami tidak bisa direplikasi di zaman modern. Jadi... Apakah kalian punya jiwa yang memenuhi syarat?”
Amemiya Haruki terdiam.
“Meski dia punya pemahaman tentang pedang kotor, tapi tidak menyangka syarat jiwa pedangnya begitu ketat. Seperti yang dia katakan, jiwa seperti ini tidak mungkin ada di seluruh Jepang... Artinya, memasang jiwa pedang pada pedang ini pada dasarnya adalah hal yang mustahil...”
Lin Qiye menghela napas dengan pasrah. Dia mendekati Amemiya Haruki, menepuk bahunya, dan menghibur:
“Tak apa, asalkan bisa diperbaiki, tidak ada jiwa pedang pun tak masalah.”
Melihat ini, Amemiya Haruki pun hanya bisa menyerah.
“Langit sudah gelap, kalian masuk saja ke dalam dan cari kamar sembarangan untuk istirahat. Aku mau mulai bekerja.” Kohara Yoshiki yang melihat percakapan telah berakhir, tanpa ragu mengeluarkan perintah untuk pergi. Dia mengambil dua potong pedang patah itu dan berjalan menuju area tempa.
Amemiya Haruki berdiri dari bangku kecil, menyusul Lin Qiye menuju rumah di belakang.
“Dia tidak perlu tidur?” Lin Qiye melirik jam, bertanya.
“Biasanya dia tidur siang, menempa di malam hari. Dan... umumnya hanya tidur empat jam sehari.” Amemiya Haruki menoleh memandang punggung gagah yang sibuk di belakang, “Karena bertahun-tahun tinggal di sini tanpa interaksi dengan manusia, sifatnya jadi agak... spesial.”
Lin Qiye mengangguk, dalam pikirannya muncul bayangan lingkaran mata hitam yang cekung itu. Hatinya pun paham.
Benar-benar gamer hardcore...
“Jiwa pedang tidak berhasil dipasang untukmu, maka janji kita sebelumnya tidak berlaku lagi.” Amemiya Haruki berbicara pelan, “Setelah pedang itu selesai diperbaiki, lebih baik kamu pulang dulu. Tempat itu akan kudatangi sendiri.”
Lin Qiye tidak lupa janjinya dulu dengan Amemiya Haruki. Jika dia bisa membuat 【Zhan Bai】 memiliki jiwa pedang, maka dia harus melindunginya ke suatu tempat. Sekarang ternyata jiwa pedang gagal dipasang, Amemiya Haruki berniat pergi sendiri tanpa melibatkan Lin Qiye.
Lin Qiye membuka mulut seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi setelah lama akhirnya menggelengkan kepala.
“Besok kita bicara lagi.”
Dia dan Amemiya Haruki masuk ke kamar masing-masing, menutup pintu. Di dalam kamar tidak ada seprai atau bantal, hanya tatami dan beberapa selimut. Tidak jelas bagaimana Kihara Yoshiki bisa hidup di sini.
Lin Qiye terbaring di atas tatami, pelan-pelan menutup kedua kelopak matanya.
……
Rumah Sakit Jiwa Para Dewa.
Lin Qiye yang mengenakan jas lab putih berjalan di dalam rumah sakit jiwa, merasakan suasana di sini jauh lebih meriah daripada sebelumnya.
Di halaman, beberapa perawat menggendong sprei yang baru dicuci untuk dijemur di rak kayu; Wangcai memimpin gerombolan anak buahnya sambil menggigit sapu dan pel, berjalan gagah ke toilet; Sorot api di dapur membara dengan aroma harum beterbangan keluar...
Lin Qiye berjalan di lorong, sesekali ada perawat yang melintas di hadapannya, serentak membungkuk sopan dan memberi salam, "Selamat siang, Direktur."
Tampaknya, kemampuan manajemen Li Yifei memang cukup baik... Lin Qiye diam-diam memikirkan hal itu.
Dia berjalan sampai ke ruang belajar, melihat Bragi dan Merlin sedang duduk di meja kecil menikmati makanan. Di depan mereka terpajang delapan masakan, bahkan ada dua kendi anggur buah di sampingnya, mereka makan dengan lahap.
"Direktur?" Bragi yang kebetulan melihat Lin Qiye mendekati pintu, langsung berdiri penuh semangat sambil melambai, "Direktur, mau ikut makan?"
"Selamat malam, Yang Mulia Direktur." Merlin tersenyum sambil berkata.
Lin Qiye masuk ke ruang belajar, melirik kursi kosong melompong di sebelah, bertanya dengan bingung:
"Hanya kalian berdua?"
"Iya." Bragi kembali duduk di kursi sambil mengangkat bahu, "Awalnya Li Yifei dan kawan-kawan juga menyiapkan makanan untuk penghuni Kamar Nomor Empat, tapi... sepertinya dia tidak berminat makan bersama kami."
Merlin mengangguk, "Jadi aku menyuruh mereka nanti mengantarkan makanan langsung ke kamarnya."
Lin Qiye mendekati tepi jendela, melirik Kamar Nomor Empat di lantai dua yang pintunya tertutup rapat, menghela napas panjang.
Chapter 0690 Baju Buddha di Balik Jubah
Cara menghukum Sun Wukong selalu menjadi soal sulit di hati Lin Qiye.
Dasheng ini entah mengalami apa sebenarnya, malah berubah menjadi bentuk seperti sekarang, sama sekali tidak bisa berkomunikasi normal, apalagi mengajaknya keluar untuk makan bersama...
“Ingin membuatnya membuka hati, tetap harus mengandalkan usaha bertahap sendiri.”
Lin Qiye menghela napas.
“Ngomong-ngomong Bragi.” Lin Qiye seolah teringat sesuatu, menoleh memandang Bragi yang sedang makan nasi dengan lahap, “Apa kamu baru-baru ini berhubungan dengan Idun? Bagaimana kabarnya?”
Bragi meletakkan mangkuk, tersenyum menjawab: “Tenang saja Direktur, kami saling berkirim surat setiap malam. Aku ceritakan kehidupan di sini, dia berbagi keseharian di Asgard. Kami juga sudah janjian untuk mengundangmu ke Asgard nanti, mempersilakanmu mencicipi buah masa muda hasil tanamannya sendiri. Dia sepertinya sangat berterima kasih padamu.”
Lin Qiye mengangkat alis sambil tersenyum, “Kalau begitu aku akan menantikannya.”
Dia mengangkat kepala melihat progress penyembuhan di atas kepala Bragi yang sudah mencapai 79%, kondisi pemulihannya terlihat sangat baik. Sementara Merlin di sampingnya mencapai 90%, jika mengabaikan volume rambut yang semakin menipis, tetap terlihat seperti Dewa Sihir yang energetik.
Namun, progres pemulihan Merlin yang terlalu cepat membuat Lin Qiye agak khawatir.
Khawatir tidak lama lagi, dia akan seperti Nyx yang terpaksa meninggalkan rumah sakit jiwa ini... Merlin adalah pasien keduanya, juga seorang sesepuh yang sangat merawatnya. Ucapan “Pujian untuk Dewa Sihir” yang sering diucapkan Lin Qiye bukan sekadar omong kosong—dalam beberapa aspek, bantuan yang diberikan Merlin tidak kalah pentingnya dengan Nyx.
Namun, memulihkan kondisi baik adalah hal yang baik, Lin Qiye tidak mungkin terus menyergap beberapa helai rambutnya dan memaksanya kambuh penyakitnya beberapa kali hanya untuk menahan dia di sini, kan?
“Kalian makan dulu, aku akan periksa Kamar Nomor Empat.”
Setelah memeriksa kondisi Merlin dan Bragi, Lin Qiye langsung menuju ke ruang rawat nomor 4 di seberang yang tertutup rapat. Dia mengetuk pintu dua kali pelan lalu mendorongnya perlahan...
Kera purba berjubah kasaya itu masih duduk bagai patung batu di tengah ruangan, tak bergerak sedikit pun.
Pandangan Lin Qiye menyapu sekeliling. Makanan yang diantarkan perawat sama sekali tidak disentuhnya. Tapi ketika kekuatan spiritualnya menyentuh teko anggur buah di samping, alisnya sedikit terangkat.
Anggur buah... sudah habis diminum.
Apakah dia diam-diam minum alkohol?
Lin Qiye melirik bagian kepala Sun Wukong. Progress penyembuhan melonjak ke 2%, meningkat satu persen sejak terakhir kali bertemu...
Sejak terakhir bicara dengan Sun Wukong yang memberinya 【Awan Somersault】, Lin Qiye sibuk mengurus segalanya di luar sehingga hampir tak sempat kembali memantau pemulihannya. Rupanya selama ini dia mulai berpikir jernih?
Ya, ini awal yang bagus.
Kali ini Lin Qiye membawa dua teko anggur buah. Dia duduk berseberangan dengan Sun Wukong dan meletakkan satu teko di hadapannya.
“Kak Kera, kali ini aku datang untuk mengucapkan terima kasih.” Lin Qiye tersenyum dan mulai berbicara, “Untung ada 【Awan Somersault】-mu, aku bisa terbang mendekati orang itu...”
Kedengaran kalimat itu, Kera Purba yang duduk di hadapannya gemetar, bola matanya perlahan membuka lebar-lebar menatap Lin Qiye.
Bibirnya yang kering merekah, suara beratnya terdengar:
“Orangnya, terselamatkan?”
Lin Qiye berhenti sejenak, “Tidak... Tapi, masih ada secercah harapan.”
Kera Purba terdiam beberapa saat, “Lumayan.”
“Iya, setidaknya aku sudah berusaha maksimal.”
Lin Qiye tersenyum mengangkat anggur buah di tangannya, menyentuhkan perlahan dengan teko alkohol di depan Kera Purba, “Kak Kera, ayo minum!”
Kera Purba memandangi teko alkohol di hadapannya, setelah ragu sejenak, akhirnya mengulurkan tangan mengambilnya lalu meneguk habis.
Sorot mata Lin Qiye berkedip samar menampakkan kilau kegembiraan.
“Kak Kera, bukannya orang Buddha dilarang minum alkohol?” tanyanya seolah tak sengaja.
“Orang Buddha?” Kera Purba mencemooh, “Apa urusannya denganku?”
“Bukannya kau ini Buddha Pejuang?”
Kera Purba menggenggam teko kosong, menunduk memandang kasaya bercahaya yang melekat di tubuhnya, kedua bola matanya menyipit.
“Buddha Pejuang...” gumamnya lirih, “Sialan.”
Dia meletakkan teko alkohol di tangannya dengan keras di lantai, menatap mata Lin Qiye, lalu berbicara pelan: "Anak bawang, alkohol ini... terlalu encer, lain kali beri aku yang lebih keras."
"Tidak masalah." Lin Qiye langsung berjanji, "Tapi... minuman keras di sini semuanya disimpan dalam tong besar."
Dia mengulurkan tangan, menunjuk ke arah pintu kamar rawat, "Pintu ini terlalu sempit, tidak bisa masuk."
Alis kera purba berkerut, dia memperhatikan pintu kamar yang sempit itu beberapa saat, setelah lama, kembali berbicara:
"Kalau begitu letakkan di luar pintu, aku akan keluar minum."
"Baik."
Senyum mengembang di wajah Lin Qiye.
Akhirnya, langkah pertama untuk mengeluarkan Sun Wukong dari ruang rawat pun terlaksana.
Asalkan dia bisa berkomunikasi dan keluar rumah, Lin Qiye yakin bisa menyembuhkannya sedikit demi sedikit.
Dia mengambil dua teko alkohol kosong lalu berdiri, berjalan menuju pintu. Begitu melangkah keluar, setelah ragu sejenak, langkahnya akhirnya terhenti.
"Kak Kera." Lin Qiye yang berjubah lab putih berdiri di situ, menoleh dengan sorot mata penuh makna, "Kalau ingin menyobek jubah Buddha ini... minum alkohol saja takkan cukup."
Setelah selesai berbicara, dia melangkah keluar sambil menutup pintu kamar erat-erat. Ruang rawat kembali tenggelam dalam kegelapan.
Dalam kegelapan, sorot mata dalam nan sunyi milik kera purba itu mulai bergejolak halus.
……
Lin Qiye keluar dari ruang rawat, menarik napas lega panjang.
“Setelah kontak kali ini dan kunjungan sebelumnya, Lin Qiye sudah kira-kira menebak kondisi Sun Wukong.
Tidak sulit melihat dari perkataannya bahwa dia tidak mengakui identitasnya sebagai Dewa Perang Buddha, dan seperti dirinya sendiri, di kedalaman hatinya tersimpan rasa bersalah yang mendalam. Sepertinya ada seseorang penting yang mati di tempat yang bisa dijangkau olehnya, membuatnya menjadi sosok lesu seperti sekarang.
Tapi, siapakah sebenarnya orang itu?
Lin Qiye bisa melihat bahwa di balik jubah Buddha yang gemerlap itu, tersembunyi hati iblis yang geram dan marah.
Progres penyembuhan sebelumnya meningkat justru karena dia menyobek sebagian kasaya. Artinya, kunci untuk menyembuhkan Sun Wukong terletak pada kemampuannya sendiri merobek jubah Buddha dan sepenuhnya melepaskan hati iblis itu?
Robek topeng, temukan diri sejati...
Sambil berspekulasi, Lin Qiye berjalan menuju dapur.
Dia berjanji memberikan minuman keras pada Sun Wukong, tapi saat ini rumah sakit jiwa hanya punya anggur buah. Membuat minuman keras membutuhkan usaha ekstra.
Untungnya sekarang dia tak perlu repot memikirkan hal remeh begini. Setelah tujuh departemen besar Rumah Sakit Jiwa Para Dewa berdiri, pasukan melimpah dengan pembagian tugas jelas. Urusan pembuatan alkohol cukup serahkan ke Departemen Kuliner...
Saat Lin Qiye mendekati pintu dapur, hanya terlihat dua sosok di dalam: A Zhu yang imut bertubuh mungil dan Beruang Putih tinggi besar.
