Kamar mayat rumah sakit di Shangjing.
Tetesan air dari balok es yang meleleh menetes di atas meja kamar mayat yang rata, mayat seorang gadis remaja berkulit pucat terbaring tenang di atas meja. Wajah pucatnya bagai patung es yang sunyi. Di sisinya, An Qingyu yang mengenakan jubah lab putih menggenggam pisau operasi, melakukan prosedur medis dengan serius.
Di belakangnya, seorang gadis hantu berbaju putih duduk di atas peti mati hitam legam, matanya berkedip-kedip menatap profil wajah An Qingyu.
Seandainya ada staf rumah sakit yang turun ke kamar mayat saat ini, pasti akan ketakutan sampai hampir pingsan menyaksikan pemandangan ini. Lagipula situasi ini benar-benar tidak masuk akal... Tentu saja, An Qingyu sudah melakukan persiapan sebelumnya sehingga tak ada orang yang bisa memasuki kamar mayat ini.
Tiba-tiba, An Qingyu seperti menyadari sesuatu.
"Eh?"
Dia mengangkat kepala memandang ke suatu arah.
"Shangjing... Ternyata begitu." Setelah berpikir sejenak, sorot mata An Qingyu menunjukkan pemahaman.
"Ada apa?" Suara Jiang Er terdengar dari headphone bluetooth.
"Tidak apa-apa. Banjir tikus-ku di Shangjing menemukan banyak 'misteri' yang bersembunyi. Awalnya aku masih bingung, tapi sekarang sudah mengerti." An Qingyu tersenyum tipis. "Langkah catur Kapten Shao Pingge benar-benar jenius... Menciptakan tatanan di wilayah kekuasaannya sendiri seperti seorang raja, menggunakan ancaman tak kasat mata untuk menekan musuh yang nyata. Pantas saja timnya bisa berjaga di Shangjing."
An Qingyu berhenti sejenak, melanjutkan gumamannya, "Tapi, untuk mencapai ini, persyaratan performa 'Raja' harus sangat tinggi. Begitu 'Raja' yang menjaga Shangjing tidak bisa mengintimidasi para 'misteri' pemberontak dengan kekuatannya sendiri, Kota Shangjing akan terjebak dalam kekacauan... Tapi kalau begitu..."
Sambil memodifikasi tubuh Jiang Er, alis An Qingyu berkerut seolah memikirkan soal yang sulit.
Jiang Er tidak mengerti apa yang An Qingyu katakan, hanya mengedipkan matanya.
An Qingyu menggelengkan kepala, sementara tidak memikirkan hal-hal ini. Bagaimanapun, keselamatan Shangjing bukan tanggung jawabnya.
Beberapa menit kemudian, An Qingyu mengangguk melihat mayat sempurna di hadapannya, menyimpan alat operasi sambil menoleh ke Jiang Er:
"Sudah, medan magnetmu telah aku perkuat. Ke depannya, gangguan medan magnet luar tidak akan memengaruhimu lagi."
Jiang Er melayang turun dari peti hitam, mengangguk sambil tersenyum.
An Qingyu membekukan mayat Jiang Er, memasukkannya ke peti hitam yang kembali dipikul di punggungnya. Tiba-tiba banjir tikunya menyampaikan informasi.
"Menemukan dia?" An Qingyu tertegun, menoleh ke suatu arah dengan bola mata menyipit, "Di arah sana ya..."
……
Taman.
Fang Mo dan Li Zhenzhen saling membelakangi dengan waspada, mata mereka menyapu sekeliling.
"Jadi kita sudah memasuki wilayah 'misteri'?" Sorot mata Fang Mo mengamati sekitar, "Kalau pergi sekarang, masih bisa?"
“Kamu masih bisa menemukan jalan pulang?” Li Zhenzhen melirik sekeliling yang terselimuti kabut pekat, berkata.
“Kamu harus percaya pada penciuman kucing.” Fang Mo berbicara dengan tenang, hidungnya mengendus udara, lalu cepat-cepat mengunci sebuah arah, “Di sana!”
Tubuh Fang Mo menyelinap cepat, melesat lincah menerobos kabut menuju arah itu. Li Zhenzhen tertegun sejenak, lalu mengeratkan giginya dan berlari menyusul.
Keduanya sprint sepanjang jalan kecil yang tertutup kabut. Fang Mo di depan, Li Zhenzhen di belakang. Setelah sekitar dua menit berlari, langkah Fang Mo pelan-pelan berhenti...
“Kenapa berhenti lari?” Li Zhenzhen hampir menabrak punggung Fang Mo, sambil mengerutkan alis bertanya.
“Tidak bisa kabur...”
Sorot mata Fang Mo menatap kabut pekat di hadapannya, berkata dengan tak berdaya.
Li Zhenzhen hendak berbicara lagi ketika pandangan sampingnya menangkap siluet sebesar gunung palsu yang perlahan mendekat dari kabut. Itu adalah pria gemuk berkepala tiga biru dengan perut menggembung seperti bisul. Dua lengannya yang kekar, satu menggenggam pentungan duri lebih besar dari tubuh Li Zhenzhen, satunya lagi memegang pedang kasar penuh celah.
Setiap langkahnya menginjak tanah, getaran halus merambat di sekitarnya. Aura level puncak "Kolam" semakin memancar keluar.
“Mengapa bisa seperti ini？”Li Zhenzhen melihat siluet itu perlahan mendekati mereka, bertanya bingung, “‘Misteri’ dengan tingkatan seperti ini, seharusnya tidak berani mengambil inisiatif menyerang manusia... Dia tidak takut mati?”
Fang Mo berdiri diam di hadapan Li Zhenzhen, mengawasi sosok raksasa yang semakin mendekat, perlahan mengangkat pisau pendek yang digenggam secara terbalik.
“Dia mengejarku...” dia menghela napas.
“Mengejarmu? Apa yang kau bicarakan?”
“Tidak apa-apa... Aku akan menahannya, kau larilah terus menyusuri jalan ini. Kau akan segera keluar.”
Li Zhenzhen mengerutkan alis sambil memandang Fang Mo di hadapannya, seolah merenungkan sesuatu.
“Krak——！”
Di depan mereka, tiga raksasa biru gemuk yang memikul pentungan bergerigi dan pedang kayu menatap tajam Fang Mo, seperti menemukan harta karun langka, menggelegar penuh emosi sambil melesat seperti peluru meriam.
Fang Mo menggenggam balik pisaunya, bola matanya menyipit, tubuhnya menerjang ke arah raksasa biru.
Kecepatannya luar biasa, setiap langkahnya menyentuh tanah tanpa suara, lincah bagai kucing putih anggun yang dalam sekejap sudah sampai di bawah kaki raksasa.
Pentungan raksasa menghantam lantai, puing batu menyiprat, tapi dihindari Fang Mo dengan lompatan lincah. Pisau di tangannya menggoreskan sabit bulan di kabut, menebas pergelangan tangan raksasa hingga meninggalkan garis darah memanjang.
Lan Pang menahan sakit, senjata pedang sederhana di tangannya yang lain menebas dengan cepat. Fang Mo memutar tubuhnya, pisau pendek di tangannya menyilang di depan dada, menahan sabetan pedang tersebut secara langsung.
Tapi kekuatan "misteri" ini benar-benar terlalu mengerikan. Fang Mo hanya merasakan kedua lengannya mati rasa, pisau pendek di tangannya hampir terlepas. Dia terhempas oleh kekuatan sabetan pedang tersebut, melayang-layang di udara.
Salah satu kepala Lan Pang membuka mulut, api menyala-nyala mengalir di tenggorokannya. Pada momen berikutnya, bola api tiba-tiba melesat keluar!
Pada detik genting, sebuah panah berbulu keemasan dengan hiasan hati baik membelah udara, menembus bola api, dan langsung meluncur ke tubuh Lan Pang.
Panah ini menusuk masuk ke perut Lan Pang.
Tubuh Lan Pang gemetar tiba-tiba. Kepala yang paling tengah tiba-tiba membelalakkan mata, menatap tajam Fang Mo yang baru saja dihempaskannya. Sorot matanya dipenuhi hasrat cinta yang membara!
Ia melangkah, ingin memeluk siluet itu dalam dekapan. Tapi dua kepala lainnya masih sadar, berjuang merebut hak kendali atas tubuh.
Maka, Lan Pang si Gemuk yang kejam ini mulai menggerak-gerakkan tangan di tempatnya berdiri.
Di kejauhan, di antara pepohonan taman, siluet seseorang yang menggendong peti hitam muncul tanpa suara.
“Apakah itu Li Zhenzhen?” Sorot mata An Qingyu mengunci gadis remaja yang memegang busur panah emas, setelah mengonfirmasi dia adalah orang di foto, pandangannya pun beralih.
Beberapa saat kemudian, dia memandang Fang Mo yang berada di samping.
“Ya?” Kilau abu-abu muncul di sorot mata An Qingyu, langsung setelah itu alisnya berkerut rapat...
“Apa...makanan itu?”
Chapter 0800: Kita Orang Baik Kok
Lengan Fang Mo yang menggenggam balik pisau pendek bergetar halus. Saat hendak menerjang Lan Pang lagi, tiba-tiba seperti menemukan sesuatu, dia menoleh ke hutan di sampingnya.
“Dia menemukan kita?” Suara Jiang Er yang heran terdengar dari headphone bluetooth, “Seharusnya tidak, dia paling-paling Tingkat 'Kolam', bagaimana mungkin bisa menyadari kehadiran kita?”
“Indra penciumannya.” An Qingyu berkata sambil menganalisis Fang Mo, “Penciumannya sangat tajam, sudah melampaui batas pemahaman manusia...Tepatnya, dirinya sendiri sudah bukan manusia lagi...”
Saat mereka berbisik-bisik, Fang Mo menatap hutan itu. Entah mengapa, rasa takut yang tak masuk akal menyergapnya...
Ketakutan ini muncul begitu tiba-tiba. Penciumannya sudah memberitahu ada seorang manusia dan mayat di hutan itu. Dia juga bukan tak pernah melihat manusia kuat, tapi tepat di momen ini, nalurinya berteriak: manusia itu...sama sekali tidak boleh diganggu.
Beberapa saat kemudian, seolah telah mengambil tekad, dia mengalihkan pandangan dari kedua orang itu dan kembali menerjang Si Gemuk Biru.
Saat siluetnya melintas di sisi Li Zhenzhen, dia berbisik lembut:
“Terima kasih, aku mau pergi dulu. Mungkin kita akan segera bertemu lagi...”
Ucapan itu bercampur dengan angin, terdengar samar-samar. Li Zhenzhen tertegun, belum sempat bereaksi, Fang Mo sudah lincah menerjang ke bawah tubuh Lan Pang, pisau pendeknya menebas kaki lawan dengan cepat.
Lan Pang menggelegar, mengayunkan tongkat berduri dari bawah ke atas, melontarkan Fang Mo beserta pisaunya ke udara.
Tubuh Fang Mo bergetar di udara, berubah menjadi kucing putih bermata heterokromia yang melayang ringan sejauh ratusan meter, jatuh ke hutan jauh dan menghilang tanpa jejak.
“Dia kabur?” An Qingyu tak menyangka pemuda itu bisa lari secepat itu, seperti tikus ketakutan melihat kucing...
Apakah aku semenyeramkan itu?
An Qingyu menghela napas, akhirnya memilih tidak mengejar pemuda misterius itu. Lagipula targetnya hanya Li Zhenzhen.
Dengan peti hitam di punggung, dia melangkah dan tubuhnya menghilang dari tempatnya berdiri.
Melihat Fang Mo pergi tanpa alasan, Li Zhenzhen tertegun lama sebelum menerima kenyataan, sorot matanya dipenuhi amarah!
“Aku saja tidak kabur mesupun kau suruh, malah membantu. Sekarang kau malah meninggalkanku?!”
“Benar-benar sampah masyarakat!”
Lan Pang menggenggam pisau sederhana, dua kepala di kiri-kanannya sama-sama melotot ke Li Zhenzhen. Setelah Fang Mo pergi, kepala tengah yang sebelumnya dibutakan cinta itu kembali sadar, sorot matanya memerah darah, mengaum marah dan dengan aura mengintimidasi menerjangnya.
Li Zhenzhen memegang busur panah emas di tangannya, mengerutkan alis sambil memandang Lan Pang yang mengamuk di hadapannya, ekspresinya tegang luar biasa.
Sebelum sempat melepaskan panah berbulu di tangannya, suhu sekitar tiba-tiba turun drastis. Embun beku menyapu udara, langsung menghantam tubuh Lan Pang yang sedang berlari, seketika membeku menjadi patung es!
Li Zhenzhen membeku di tempat.
Seorang pria berpeti hitam di punggungnya muncul dari hutan dengan langkah santai, lensa kacamatanya memantulkan cahaya bulan yang pucat. Dengan gerakan acak, ia menunjuk patung es itu, tubuhnya langsung remuk berantakan, menyisakan tiga kepala yang terbekukan terpisah, berguling-guling ke bawah kakinya.
Benang tak kasat mata merangkai tiga kepala beku itu, melayang sendiri ke atas peti hitam. Seperti hiasan, mereka berayun-ayun diterpa angin di jalan setapak hutan yang remang-remang.
Mengalahkan semua!
Di bawah cahaya bulan, sosok pria berpeti hitam dengan tiga kepala beku mengerikan yang tergantung itu, dengan tenang menoleh memandangnya...
Menyaksikan pemandangan ini, Li Zhenzhen refleks mundur beberapa langkah. Ujung panahnya langsung mengarah ke An Qingyu, tatapannya dipenuhi kewaspadaan!
“Pria ini... bagaimana pendapatmu tidak seperti orang baik ya!”
Saat itu, Li Zhenzhen tiba-tiba merasa, dibandingkan dengan pria aneh ini, si Biru Gendut yang tadinya mengerikan dan jelek tiba-tiba terlihat polos dan imut...
“Adik kecil, jangan takut, kami orang baik kok～”
Di belakang Li Zhenzhen, siluet anggun berbaju putih melayang keluar perlahan. Suaranya terdengar melalui speaker bluetooth di pinggang An Qingyu, agak terdistorsi bergema di persimpangan kecil yang sunyi maut...
Tubuh Li Zhenzhen bergetar!
Dengan kaku ia menoleh, memandang hantu yang melayang di belakangnya, mulutnya menganga lebar karena terkejut...
……
“Apa? Zhenzhen ketemu?”
Di pos Tim 006, Zhang Zhengting mendengar telepon ini, wajahnya langsung bersinar kegembiraan, “Gimana? Dia baik-baik saja?”
“……”
“Hah? Pingsan ketakutan?” Zhang Zhengting tertegun.
“……”
“Oh... Ternyata begitu, tak apa, yang penting selamat.”
Beberapa saat kemudian, Zhang Zhengting mematikan telepon dengan ekspresi aneh.
“Bagaimana kabar Zhenzhen?” Seorang anggota Tim 006 bertanya.
“Tak apa, sudah ditemukan Tim 【Malam】, cuma... kena shock sedikit, pingsan, sebentar lagi akan diantar pulang.”
“Ketakutan?” Anggota itu tertegun, “Zhenzhen kan biasanya pemberani, kok bisa sampai ketakutan?”
“Detilnya aku juga tak paham, yang penting dia kembali dengan selamat.” Zhang Zhengting berbalik menuju dapur, “Aku masak dulu, nanti saat Tim 【Malam】datang, harus berterima kasih baik-baik.”
“Baik.”
……
Rumah Sakit Jiwa Para Dewa.
“Direktur, maksudmu di sini?”
“Ssst！！！”
Di samping pohon besar di halaman, Lin Qiye mengulurkan tangan, membuat isyarat tangan diam kepada rakun kecil yang bingung di sebelahnya.
Rakun kecil itu segera mengulurkan cakarnya menutupi mulut sendiri, mengedipkan mata seperti permata hitam sambil bertanya dengan suara tertahan, “Direktur… mengapa kamu bersembunyi di sini?”
Lin Qiye yang berjubah jas lab putih tidak menjawab, hanya diam-diam menjulurkan kepala dari balik pohon untuk mengintip ke arah lantai dua ruang rawat di seberang.
Di tepi lorong lantai dua, seekor kera purba berjubah kasaya sedang duduk santai di atas pagar, kedua tangan menggendong tempayan anggur buah yang nekat diminumnya sampai habis.
Rembesan anggur buah mengalir dari mulutnya, menyusuri bulu-bulu yang berantakan dan menetes ke kasaya. Setelah waktu yang lama, ia mendongakkan kepala dengan cepat, meletakkan tempayan yang sudah kosong melompong di sampingnya, lalu menyeka sudut mulutnya sambil mengeluarkan sendawa panjang.
Rakun kecil itu melirik ke arah Sun Wukong, merenung sejenak sebelum tersadar, “Direktur, kamu juga mau minum alkohol? Di dapur masih ada sisa curianku semalam, mau aku ambilkan sekarang?”
“Minum apa?” Lin Qiye mengetuk kepalanya dengan pasrah, “Masak saja nasi mu. Urusan masyarakat, jangan terlalu banyak ikut campur.”
“Oh…”
Rakun kecil mengusap kepalanya, lalu berjalan patuh menuju arah dapur.
Lin Qiye menoleh kembali, memandang ke lorong lantai dua. Sun Wukong yang habis minum alkohol tidak langsung kembali ke ruang rawat, melainkan duduk sendirian di pagar sambil melamun memandang kejauhan. Kasaya basah kuyup oleh alkohol itu membungkus tubuhnya, memancarkan lingkaran cahaya samar di bawah sinar matahari kekuningan.
"Progress penyembuhan Sun Wukong：23%"
Chapter 0801 Pasien Kelima
Lin Qiye memandang progress bar itu, tiba-tiba rasa bangga tak terduga menggelayut di hatinya.
Akhirnya... tembus 20%!
Berkat ketekunannya dalam membaur dan membujuk, sosok yang awalnya teguh bagai batu karang dan acuh tak acuh ini, mulai dari sesekali membalas sapaan hingga mampu berdialog sederhana. Lalu dengan umpan anggur buah, akhirnya berhasil dibujuk keluar dari ruang rawat...
Perlahan, dia mulai melangkah keluar dari kurungan itu.
Meski jarak menuju 50% berikutnya masih jauh, selama dia mau keluar dan berkomunikasi, Lin Qiye yakin bisa segera membuka simpul psikologisnya.
Langkah tersulit sudah terinjak. Selanjutnya, bergantung pada kemampuan Lin Qiye dalam memahami psikologi Sun Wukong.
Melihat siluet yang berjubah kasaya duduk di atas pagar, Lin Qiye ragu sejenak sebelum akhirnya tak mau memilih untuk mengobrol dengannya, karena dia bisa merasakan sorot mata Sun Wukong yang memancarkan kesedihan dan kerinduan yang dalam...
Saat dia sedang mengenang masa lalu, lebih baik aku tak mengganggunya secara gegabah. Lagipula dia sudah bisa keluar dari ruang rawat, masih banyak kesempatan ke depannya.
Lin Qiye berbalik pergi dari pohon besar.
Dia naik ke ruang rawat lantai dua melalui lorong di sisi lain, akhirnya berhenti di depan pintu ruang rawat kelima.
Setelah memasuki "Wu Liang", Lin Qiye memperoleh hak untuk membuka pintu kelima. Di balik pintu ini tersimpan dewa kelima yang ditahan di Rumah Sakit Jiwa Para Dewa!
Lin Qiye menatap ke puncak ruang rawat ini. Pada kartu identitas dewa yang tertera di sana, tergambar mahkota emas penuh retakan.
Mahkota...
Lin Qiye menatap kartu itu, terjebak dalam perenungan mendalam.
Mahkota melambangkan posisi tertinggi dan kekuasaan mutlak seorang raja.
Namun dalam mitologi berbagai negara di dunia, sangat jarang ada dewa yang terkait dengan kekuasaan kerajaan. Lagipula simbol seperti mahkota umumnya digunakan kaisar duniawi, sementara bagi para dewa, tongkat kekuasaan atau takhta suci lebih sering menjadi lambang status tertinggi. Mahkota terlalu langka ditemukan.
Bahkan jika itu mahkota... Mengapa bentuknya retak-retak?
Dewi Malam Nyx dari Yunani, Dewa Sihir Merlin dari mitologi Inggris, Dewa Musik dan Puisi Bragi dari Nordik, Raja Kera Sun Wukong dari Da Xia... Seandainya tujuh pasien di rumah sakit jiwa ini, seperti yang diduga Lin Qiye, masing-masing adalah dewa dari negara yang berbeda, maka sebenarnya tidak banyak lagi hierarki mitologi yang tersisa untuk tiga kamar rawat terakhir ini.
Namun meski begitu, Lin Qiye sama sekali tidak memiliki petunjuk tentang dewa di kamar rawat kelima ini.
Lin Qiye menarik napas dalam-dalam, mengulurkan tangan untuk menggenggam gagang pintu kamar. Beberapa saat kemudian, dengan sekuat tenaga mendorongnya pergi!
Grak——!
Tanpa hambatan sedikit pun, seiring dorongan Lin Qiye, pintu kamar rawat kelima perlahan terbuka...
Di pagar lorong tak jauh, Sun Wukong yang sedang melamun memandang kejauhan tiba-tiba menyadari sesuatu. Ia menoleh ke arah ini sambil mata menyipit.
Saat pintu terbuka, sinar matahari dari luar bertebaran masuk ke dalam ruangan. Di tengah ruangan kosong, seorang pria berjubah abu-abu duduk di kursi lipat bagaikan patung yang tak bergerak.
Ketika seberkas cahaya menyinari tubuhnya seketika, bola mata ungu tua itu perlahan membuka lebar-lebar. Bersamaan itu, aura tak terucapkan mulai memancar dari dirinya!
Sinar senja kekuningan memproyeksikan bayangannya di dinding putih di belakang. Jubah abu-abu yang menyampir di tubuhnya bagai sosok yang duduk tegak di singgasana di ujung dunia...
“Raja yang angkuh dan kesepian.”
Saat dia membuka matanya, Lin Qiye membeku.
Refleks, dalam pikirannya muncul dorongan kalut untuk setengah berlutut dan mempersembahkan kebebasan serta nyawanya pada kaisar kuno yang tak seharusnya ada ini.
Tapi niat itu langsung ditekan oleh Lin Qiye. Inti kegelapan dalam tubuhnya beroperasi sendiri, aura redup memancar dari seluruh tubuhnya. Aura kekaisaran yang datar menyebar dari dalam, menetralkan tekanan aura pria itu.
“Ya?”
Pria yang duduk di kursi lipat itu tampak heran melihat Lin Qiye berhasil melepaskan diri dari cengkeraman auranya.
Bersamaan, di Rumah Sakit Jiwa Para Dewa, Merlin dan Bragi yang sedang asyik main catur tiba-tiba berbalik arah memandang ke lantai dua ruang rawat.
“Itu...” alis Bragi berkerut halus.
“Sepertinya Yang Mulia Direktur akan memberi kita tetangga baru lagi.” Merlin mengintip melalui jendela lantai satu, menatap siluet samar pria itu. Kilauan bintang takdir berputar di sorot matanya, sekejap menembus lubang kebenaran...
“Aneh.” Bragi merasakan aura ini, bertanya bingung, “Ini... hanya setengah dewa?”
“Secara akurat, dia hanya dua pertiga dewa, sepertiga sisanya... masih manusia. Dia memiliki kekuatan dan kecerdasan dewa, tapi tidak punya umur panjang seperti dewa. Ini adalah dewa yang memiliki umur sama dengan manusia.” Merlin menghela napas pelan, “Tetangga baru ini... juga kasihan nasibnya.”
……
Lin Qiye menenangkan siasat hatinya, menatap panel yang melayang di belakang pria itu.
“Kamar pasien Nomor Lima.
Pasien: Gilgamesh.
Tugas: Bantu Gilgamesh diobati penyakit mentalnya. Saat progress penyembuhan mencapai nilai yang ditentukan (1%, 50%, 100%), bisa mengambil secara acak sebagian kemampuan Gilgamesh.
Progress penyembuhan saat ini: 0%”
Melihat nama ini, informasi tentang dewa ini langsung teringat dalam pikiran Lin Qiye.
Gilgamesh, adalah dewa dalam mitologi Sumeria. Di masyarakat modern yang dilanda kabut mistis, informasi tentang hierarki mitologi ini sangat langka. Pengetahuan Lin Qiye juga terbatas. Dalam kesannya, dia hanya tahu Gilgamesh adalah makhluk setengah manusia setengah dewa, sekaligus raja kelima Uruk, seorang tiran yang kejam dan jahat.
“Berlutut.”
Saat Lin Qiye sedang berpikir, pria berjubah abu-abu yang duduk tegak di kursi lipat itu berbicara dengan nada datar.
Lin Qiye tertegun.
Sorot mata ungu Gilgamesh menatap tajam ke Lin Qiye, tanpa ekspresi dia bersuara lagi: “Aku menyuruhmu... berlutut!”
Lin Qiye: ......
“Orang ini Bukan sakit jiwa?”
Oh iya... Dia memang sakit jiwa.
“Mengapa aku harus berlutut?” Lin Qiye bertanya dengan datar.
Lin Qiye tak akan mempermasalahkan Gilgamesh, lagipula dia adalah dokter gangguan jiwa profesional. Tidak mempermasalahkan pasien, baginya yang terpenting adalah menyimpulkan kondisi pasien melalui dialog semacam ini.
“Semua rakyatku, melihat sang raja wajib berlutut.” Gilgamesh mengerutkan alis, “Kalau tidak berlutut, mati.”
Suaranya berhenti. Gilgamesh tak memberi kesempatan Lin Qiye bicara lagi, langsung mengangkat jari dan menyentuh lembut ke arah Lin Qiye.
Pada momen berikutnya, kilatan ungu menyilaukan menyembur deras dari ruang rawat, membelok tajam menembus langit Rumah Sakit Jiwa Para Dewa!
Chapter 0802: Gilgamesh
Cahaya ungu pelan-pelan menghilang di langit, gelombang penghancuran menakutkan pun mereda.
Sun Wukong duduk di pagar, membawa kendi anggur. Sorot matanya menyapu debu yang masih berputar namun ruang rawat yang utuh, lalu tenang menoleh dan melanjutkan lamunannya ke kejauhan.
Debu dunia berhamburan.
Lin Qiye berjubah putih berdiri di pintu, tak ada secercah luka di tubuhnya. Kedua tangan di saku, ia memandang Gilgamesh di hadapannya dengan ekspresi pasrah.
Baru satu kalimat tak cocok langsung berkelahi?
Lagi-lagi keras kepala yang sulit dihadapi...
“Melihat Lin Qiye mampu menahan serangan seperti itu tanpa luka sedikit pun, alis Gilgamesh berkerut halus. Ia menatap Lin Qiye beberapa saat, seolah menyadari sesuatu, "Ternyata hukum yang mengatur di sini yang melindungimu? Sungguh... beruntung."
Gilgamesh perlahan bangkit dari kursi lipat, pandangan dinginnya menyapu tubuh Lin Qiye. Ia melangkah menuju pintu ruang rawat, merapikan jubah abu-abunya dengan gerakan halus. Seolah itu bukan sekadar jubah biasa, melainkan jubah kerajaan yang menyimbolkan kekuasaan tertinggi.
Dia langsung berjalan sampai di depan pintu ruang rawat, lalu menghentikan langkahnya.
"Minggir," kata Gilgamesh dengan nada datar.
Lin Qiye yang masih berdiri di depan pintu sama sekali tak menunjukkan niatan untuk mengalah, "Anda belum boleh keluar."
"Kamu yang membukakan pintu ini, tapi melarangku keluar?" Sorot mata ungu tua Gilgamesh menyipit tajam, "Kamu... sedang mempermainkan raja?"
"Jika Anda keluar, itu terlalu berbahaya."
"Dengan perlindungan hukum di sini, aku tak bisa melukaimu. Lalu apa yang perlu ditakutkan?"
"Anda salah." Lin Qiye menghela napas, "Yang kumaksudkan bukan bahaya untukku... melainkan untuk Anda."
Gilgamesh menatap mata Lin Qiye dalam-dalam, senyum sinis mengembang di wajahnya, "Bahaya untukku? Rakyat jelata, tahukah kau siapa aku sebenarnya?"
"Pasien gangguan jiwa."
"......" Suara Gilgamesh bergetar dingin, "Andai bukan karena hukum di tempat ini, kau sudah kuhukum mati sepuluh ribu kali......"
Suaranya berhenti, Lin Qiye hanya merasa pandangannya berkunang-kunang. Tubuh Gilgamesh menghilang begitu saja di hadapannya. Ketika dia menoleh, barulah menyadari Gilgamesh sudah berdiri di lorong luar ruang rawat.
Raja kuno berjubah abu-abu ini mendekati pagar lantai dua. Cahaya senja kekuningan menyelimuti jubah kelabunya dengan pinggiran emas. Seketika, dia seolah benar-benar kembali ke ujung waktu yang lain, menyampirkan jubah kerajaan tertinggi sambil menatap kota bawahannya dari atas.
Di bawah mentari senja, sorot mata ungu tua itu tampak kabur, mengalirkan kepedihan zaman dan kebingungan yang tak berujung...
Brak!
Suara ledakan keras memotong kenangannya.
Gilgamesh mengerutkan alis, wajahnya memerah tanda kemarahan. Ia menoleh dan melihat di pintu kamar sebelah, seekor monyet berjubah kasaya sedang membuang tempayan alkohol kosong ke lantai dengan acuh, lalu turun dari pagar.
Sun Wukong seperti menyadari pandangan Gilgamesh. Dengan memiringkan kepala sedikit, ia meliriknya sekilas lalu melanjutkan langkah ke ruang rawatnya seolah tak ada orang.
"Berdirilah." Gilgamesh mengangkat kepala dengan kesombongan. "Melihat sang raja, mengapa tidak bersujud?"
Kaki setengah masuk ruangan Sun Wukong tiba-tiba terhenti.
Perlahan ia menarik kembali kaki yang telah melangkah itu. Memutar badan, ia memicingkan mata memandang Gilgamesh yang berjubah abu-abu.
“Kamu……suruh siapa berlutut?” Suara Sun Wukong yang menyeramkan bergema di udara.
Lin Qiye yang berdiri di sampingnya menghela napas.
Ternyata……
“Kau.” Gilgames mengulangi.
Sun Wukong memandangnya dengan tenang, ekspresinya tak berubah, namun kasaya yang menyampirkan tubuhnya mulai melayang-layang tak terkendali.
Melihat pemandangan ini, Lin Qiye mulai merenung.
Mengombinasikan pengalaman sebelumnya di Ruang Rawat Nomor 4, Lin Qiye memprediksi bahwa kasaya yang dikenakan Sun Wukong seharusnya adalah alat para Buddha untuk menekan jati dirinya. Kasaya ini menyegel sifat iblisnya sekaligus menekan fluktuasi emosinya. Setiap kali kasaya itu bereaksi, itu membuktikan emosi Sun Wukong mulai mengamuk...
Dia marah.
“Kau ini makhluk apa? Berani-beraninya menyuruhku berlutut?” Niat membunuh Sun Wukong terasa menusuk, “Selain guru tua, aku tak akan berlutut pada siapapun...”
“Aku ini makhluk apa?” Gilgames berbicara dengan tenang, “Sungguh menggelikan. Kapan monyet pertunjukan pantas sekamar dengan raja sepertiku?”
Duum——!!
Di lorong lantai dua rumah sakit jiwa, sosok Sun Wukong berjubah kasaya emas langsung menghilang dari tempatnya. Suara menusuk ledakan sonik langsung bergema.
Bersamaan, kekuatan ilahi yang mengamuk dan kuat seperti air pasang menerobos keluar. Sebuah kepalan tangan berpendar cahaya emas menghancurkan udara kosong, melesat menghantam dada Gilgames!
Pupil Gilgamesh menyempit tajam！
Dor——！！
Nuansa ungu meledak dari hadapan Gilgamesh, namun tetap gagal menahan kepalan tangan yang tak tergoyahkan itu. Pukulan Sun Wukong langsung menghantam dada Gilgamesh, melontarkannya seperti peluru meriam dari lantai dua rumah sakit jiwa, dan menghujamkannya ke halaman di bawah.
Tabrakan kekuatan ilahi yang singkat namun ganas ini membuat para perawat di rumah sakit jiwa terkejut. Li Yifei berteriak sambil berdiri di samping memimpin evakuasi perawat lain, dengan cepat mengosongkan halaman tersebut.
Merlin dan Bragi keluar dari ruang belajar, berdiri di ambang batas halaman, mengamati siluet yang terbenam ke dalam tanah.
"Duri kepala bertemu duri kepala, mulai sekarang... rumah sakit jiwa ini tak akan tenang." Merlin menghela napas pasrah. Ia mengulurkan tangan, memasang beberapa lapisan formasi sihir pengisolasi gelombang aura di sekitar halaman, mencegah pertempuran nanti melukai para perawat tak bersalah.
Bragi menggaruk kepalanya, setelah berpikir sebentar, langsung mengeluarkan harpa dari kamar dan duduk di tepi halaman.
"Apa maksudmu?" Merlin bertanya dengan ekspresi mengerut.
"Daripada menganggur, lebih baik kubuatkan musik latar pertarungan untuk mereka." Bragi menunjukkan ekspresi penikmat keributan, ujung jarinya memetik senar. Musik cepat yang penuh semangat langsung bergema di atas rumah sakit jiwa.
Halaman.
Debu dunia bergulung-gulung di tanah, dari dalam lubang di hamparan rumput, siluet seseorang perlahan bangkit...
Sorot mata ungu yang mengamuk terbuka lebar-lebar, aura raja yang tak tertandingi meledak dari tubuhnya, jubah abu-abu berkibar-kibar diterpa gelombang kekuatannya. Meski ada formasi sihir Merlin yang mengisolasi, aura penguasa yang terpancar ini tetap nyaris membuat para perawat terjatuh berlutut.
Di seberangnya, seekor kera purba berjubah kasaya meluncur lincah dari lantai dua, bola mata keemasannya menyala bagai mentari terik, kekuatan ilahi yang ganas mengamuk di udara, berdiri sejajar dengan wibawa raja.
Lin Qiye berdiri di lorong lantai dua, membungkuk mengamati gelombang aura menakutkan yang saling bertarung di halaman. Setelah berpikir sejenak, dia memilih untuk tidak turun tangan menghentikan.
Pertama, dia ingin meminjam kekuatan kejam Sun Wukong untuk meredam kesombongan Gilgamesh;
Kedua, karena dia benar-benar penasaran...
Qitian Dasheng Sun Wukong si Raja Kera, dengan Tiran Gilgamesh dari Babilonia Kuno – siapakah yang sebenarnya lebih kuat?
