Zuo Qing menghela napas lega.
Fakta bahwa Wang Mian dan Lin Qiye masih bisa terdeteksi berarti mereka masih selamat. Selama mereka masih hidup di dunia ini, Lu Wuwei pasti bisa menemukan mereka.
“Kalau begitu kami serahkan padamu.” Zuo Qing berkata serius, “Mereka berdua sangat penting bagi Da Xia.”
“Tenang saja.”
Lu Wuwei tersenyum tipis, memasukkan dua tiket pesanan antar ke saku dalam jasnya. “Dalam hal mengantar makanan, aku profesional.”
Dia berbalik badan dan berjalan keluar dari kantor.
Baru melangkah dua kali, tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu, diam-diam mundur kembali.
“Ada apa?” Zuo Qing mengerutkan kening bingung.
Lu Wuwei membuka tangannya, berkata dengan ekspresi datar: “Tolong bayar ongkos kirimnya, terima kasih.”
“……”
……
Dengan mengenakan seragam dan helm, Lu Wuwei melangkah keluar dari pintu gerbang markas Penjaga Malam.
“Perilakunya terlalu natural, ditambah dengan setelan ini yang dalam arti tertentu sangat memiliki kemampuan menghilang, semua orang sepertinya tidak sadar bahwa seorang langit-langit manusia telah melewati mereka dengan diam-diam.”
Bahkan di tempat yang berjarak kurang dari 100 meter darinya, ada seorang kurir yang baru saja mengantarkan pesanan, mengenakan topi dengan bebek karet kuning di kepala, tersenyum dan melambaikan tangan padanya, lalu mengendarai skuter listriknya mendekati Lu Wuwei untuk mengajak bicara: "Kamu juga mengantar pesanan ya?"
“Ya.” Lu Wuwei mengangguk.
“Aku juga baru selesai mengantar, pesanan hari ini tidak banyak... Ei, Saudara, pesananmu ini tujuannya ke mana?”
Lu Wuwei merenung sejenak, “Tidak jelas, sepertinya ke luar negeri.”
Kurir: ……？？？
Lu Wuwei mengabaikan pandangan aneh si kurir, mengaktifkan skuter listriknya. Baru saja melaju 20 meter dari markas Penjaga Malam, sebuah mobil mendengung kencang dari kejauhan dan berhenti mendadak di depan markas.
Bai Li Pangpang membuka sabuk pengaman, melompat dari mobil, lalu langsung menerjang ke pintu markas tanpa menengok.
Setelah turun dari mobil, An Qingyu melirik sekilas dan melihat kurir yang berdiri di samping pintu markas. Ia tertegun sejenak, lalu segera tersadar dan berteriak pada Bai Li Pangpang: “Jangan lari! Dia di sini!”
Bai Li Pangpang berbalik dengan kasar dan kembali menerjang ke arah mereka.
“Apakah dia？”Bai Li Pangpang menyapu pandangannya ke kurir di depannya yang terlihat bingung, wajahnya tersadar,"Aku mengerti, Qingyu. Kau ingin mencari legenda 'Langit-langit Manusia' yang dijuluki Arwah Penjelajah Sejuta Li. Sungguh cerdik!"
An Qingyu mengangguk,"Saat ini hanya Tuan Lu yang bisa membantu kita menemukan Qiye dan Jia Lan."
"Tapi, pernahkah kalian melihat wajahnya? Dengan begitu banyak kurir, bagaimana kalian bisa memastikan itu dia?" Jiang Er tidak tahan bertanya.
"Tidak pernah. Tapi katanya, di atas topinya ada bebek karet kuning." Bai Li Pangpang menatap bebek di topi kurir itu, lalu memandangi pintu markas Penjaga Malam di hadapannya, tersenyum tipis,"Lagipula, kurir biasa mana mungkin bisa keluar-masuk markas Penjaga Malam?"
Cao Yuan mendekati kurir yang masih bingung itu, bertanya dengan serius:
"Tuan Lu, kami dari Tim Khusus Kelima Penjaga Malam Da Xia, anggota tim 【Malam】. Kami ingin meminta bantuan Anda mencari seseorang..."
"Apa yang...kalian bicarakan?" Kurir itu memandangi mereka seperti melihat orang gila,"Apa kalian salah orang?"
"Tuan Lu..."
Cao Yuan hendak melanjutkan ketika Shen Qingzhu di sampingnya menepuk bahunya diam-diam.
"Kalian memang salah orang."
Cao Yuan mengerutkan kening sambil menoleh.
Shen Qingzhu mengulurkan tangan, menunjuk ke kejauhan:
"Di sana...ada kurir lain yang baru saja pergi..."
"Lalu?"
“Bebek karet kuning di atas kepalanya……akan terbang.”
“……Kejar!!”
……
Takamagahara.
Kereta perak melaju cepat melalui dunia yang dipenuhi darah.
Pilar-pilar raksasa yang runtuh terlihat di mana-mana, kuil-kuil yang hancur tak lagi menunjukkan kejayaan masa lalu. Di bawah bulan merah, potongan-potongan tubuh mayat berserakan di tanah, memancarkan kilau merah yang tidak beres.
Lin Qiye menatap pemandangan di luar jendela, seolah menyadari sesuatu. Kerutan muncul di dahinya saat ia menoleh ke Merlin:
“Yang Mulia Merlin, mengapa selama perjalanan kita tidak ada satu pun mayat utuh yang kita temui?”
Secara logika, bahkan dalam perang dewa yang kejam seharusnya masih ada beberapa jenazah dewa yang relatif utuh. Namun selama perjalanan, Lin Qiye hanya melihat tangan atau kaki yang terputus, bahkan bagian tubuh pun jarang ditemui.
Merlin menyapu pandangannya ke luar jendela, berkata dengan tenang: “Karena mayat-mayat utuh itu sudah dikumpulkan di area terdalam Takamagahara.”
“Dikumpulkan?” Lin Qiye langsung menangkap poin krusial, “Maksudmu ada... bukan manusia, tapi dewa yang mengumpulkan jenazah para dewa ini?”
“Kurang lebih.”
“Kukira semua dewa di Takamagahara sudah mati...” Sebelum kalimatnya selesai, Lin Qiye tiba-tiba tersadar, “Susanoo-no-Mikoto?”
Merlin mengerutkan kening heran melihatnya langsung menebak jawaban, “Bagaimana kamu tahu?”
“Ada seorang senior di timku yang mati di tangannya beberapa tahun lalu. Jika hanya tersisa satu dewa di Takamagahara, pastilah dia.” Lin Qiye teringat rahasia yang didengarnya dari pelatih saat di kamp pelatihan, lalu menjawab.
Merlin mengangguk ringan, “Tebakanmu benar. Di seluruh Takamagahara, hanya dia satu-satunya dewa yang tersisa. Mayat-mayat ini juga dikumpulkan olehnya.”
“Diakah pengkhianat yang Anda maksud?”
“Tidak, aku tidak pernah bilang dia pengkhianat.”
Mendengar jawaban itu, Lin Qiye tertegun.
Awalnya dia mengira punahnya para dewa Takamagahara adalah ulah si pengkhianat. Jika mengikuti logika ini, Susanoo-no-Mikoto yang bertahan hidup besar kemungkinannya sebagai pengkhianat... Tapi setelah dipikir ulang, ada yang janggal.
Seandainya Susanoo-no-Mikoto si pengkhianat, tak perlu dia membunuh semua dewa Takamagahara. Sebaliknya, dia harus menunggu para dewa kehilangan akal sepenuhnya, lalu membuka pintu penerima lebar-lebar untuk melepas semua dewa gila ke dunia luar. Baru itu rasional.
“Tapi kalau Susanoo-no-Mikoto bukan pengkhianat, lalu siapa? Sebenarnya apa yang terjadi di Takamagahara dulu?”
Pertanyaan di benak Lin Qiye semakin menumpuk. Tak tahan lagi dia bertanya.
Merlin tidak menjawab. Matanya menyapu jendela sekilas, lalu telapak tangannya diangkat. Kereta perak pun berhenti perlahan.
Merlin mengulurkan tangan, menunjuk ke arah istana retak berlumuran darah di luar jendela, “Kebenaran yang kau rindu tahu, semua tercatat di sana. Pergilah lihat sendiri...”
Lin Qiye mengikuti pandangan Merlin, tampak agak bingung mengapa Merlin tidak memberitahunya langsung, namun setelah ragu sejenak, akhirnya melompat dari kereta dan langsung menuju istana itu.
Jia Lan berdiri, membungkuk hormat pada Merlin dengan sopan, lalu menyusul Lin Qiye.
Setelah keduanya pergi, bola mata Merlin menyipit. Ujung jarinya terangkat perlahan, tiga mantra pikiran di tubuhnya lenyap bersamaan. Kilatan merah sesaat muncul di matanya sebelum menghilang...
Merlin menarik napas dalam-dalam, ekspresinya kembali tenang.
Dia turun dari kereta, menggunakan tongkat sihir di tangannya untuk menggambar sesuatu di lantai. Kilau biru tua menyusup ke bawah tanah seolah tak pernah ada.
Chapter 0911 Lukisan Darah
Lin Qiye dan Jia Lan tiba di pintu istana yang retak. Yang pertama menghentikan langkahnya setelah ragu beberapa saat.
"Ada apa?" tanya Jia Lan dengan bingung melihat Lin Qiye berhenti.
"Jia Lan." Lin Qiye berbalik, tatapannya menembus mata sang gadis, "Berjanjilah padaku."
"Janji... janji apa?"
Jia Lan tertegun, pipinya tiba-tiba memerah seolah tersadar sesuatu.
"Ke depannya, tanpa izinku, jangan pernah menyelundupkan 【Abadi】 ke tubuhku lagi." Sorot mata Lin Qiye dipenuhi ketegasan.
Jia Lan yang penuh harap mendengar kalimat ini, kilauan di matanya mulai meredup, seolah menunjukkan kekecewaan.
“Selain itu, bahkan jika kemampuan 【Abadi】 sudah dipindahkan ke aku, kalau aku menyuruhmu menariknya kembali... kamu harus patuh... Paham?”
Ekspresi Lin Qiye terlihat sungguh-sungguh serius.
Meski sudah keluar dari desa nelayan, bukan berarti Lin Qiye melupakan kejadian saat pembunuhan waktu dimulai...
Lin Qiye bisa menerima gugur di medan perang, tapi tak rela hidup sendirian dengan mengorbankan rekan satu tim. Dia sama sekali tak memperbolehkan Jia Lan memindahkan 【Abadi】 kepadanya saat krisis, menyelamatkan nyawanya sementara dirinya sendiri terancam bahaya.
Dia tak mau orang terdekatnya mengorbankan kesempatan hidup demi dirinya.
Dia harus membuat Jia Lan berjanji tiga hal.
Jia Lan menatap sorot mata tegas Lin Qiye, dengan hati-hati bertanya: “Kalau... aku menolak?”
“......” Lin Qiye tertegun, terbata-bata menjawab, “Kalau kamu menolak, aku... aku akan...”
Sungguh belum terpikir olehnya konsekuensi jika Jia Lan benar-benar menolak.
Mengeluarkannya dari 【Malam】? Terlalu kejam... Memukulinya? Jangan bercanda, kalau berkelahi, yang babak belur pasti dirinya sendiri...
Setelah lama berpikir, Lin Qiye tetap tak menemukan cara hukuman yang tepat.
Setelah terbata-bata lama, Lin Qiye seakan telah bulat tekad, menatap mata Jia Lan dan berkata dengan tegas: "Seandainya kamu tidak setuju, mulai hari ini... aku tidak akan inisiatif berkomunikasi denganmu, tidak akan membalas ucapanmu, dan tidak akan merespons perilakumu sama sekali."
Jia Lan mengedipkan mata, memproses perkataan itu cukup lama sebelum akhirnya menjawab:
"Apa maksudmu... kalau aku tidak setuju, kamu akan mengabaikanku?"
"...Ya."
Jia Lan: ヾ（？？▽？）ノ
Jia Lan memandang Lin Qiye yang sangat serius di hadapannya, entah mengapa tiba-tiba merasa dia terlihat sangat imut.
"Baiklah, aku setuju." Jia Lan menjulurkan lidah.
Melihat respon itu, Lin Qiye baru mengangguk ringan dan berbalik melangkah menuju reruntuhan istana.
Disebut istana, tapi yang berdiri di hadapan Lin Qiye hanyalah beberapa reruntuhan tembok yang nyaris membentuk lingkaran, pilar-pilar raksasa yang runtuh dan kubah pecah berserakan menjadi batu-batu. Berdiri di dalam reruntuhan, mengangkat kepala akan langsung terlihat bulan merah di langit tanpa penghalang.
"Sepertinya tidak ada apa-apa di sini..." Mata Jia Lan menyapu sekeliling, "Mengapa Paman Merlin menyuruh kita ke sini?"
Pandangan Lin Qiye juga menyapu lingkungan sekitar. Setelah ragu sejenak, dia memancarkan kekuatan spiritualnya.
Tak lama, tatapannya tertuju pada pecahan-pecahan batu raksasa di bawah kakinya.
"Di sini."
“Sebuah sapuan kegelapan malam merambat dari dalam tubuh Lin Qiye, bagaikan secercah tinta yang dengan cepat mengecat semua pecahan batu putih di sekitarnya menjadi hitam. Ujung jarinya terangkat, puluhan puing batu melayang di udara.”
“Di atas tanah istana yang retak, lukisan-lukisan religius yang digambar dengan goresan pena merah darah terpapar mengerikan di hadapan mata mereka, seolah terbentuk dari darah yang digoreskan.”
“Ini…” Jia Lan membeku di tempat.
“Lukisan dinding tentang Perang Dewa Takamagahara lebih dari lima puluh tahun lalu.” Pandangan Lin Qiye menyapu area di bawah kakinya, lalu berbicara sambil termenung, “Sepertinya di tengah kekacauan para dewa, ada dewa yang berhasil mempertahankan kesadarannya di bawah bulan merah, mencatat segala sesuatu dengan darah ilahinya…”
Lin Qiye berjongkok, mulai mengamati dengan serius dari titik awal lukisan tersebut.
“Pada lukisan pertama, coretan darah yang acak-acakan membentuk siluet-siluet dewa yang memenuhi langit, seolah sedang mendongak ke angkasa. Tepat di atas mereka, sebuah bulan merah tergantung diam di langit. Di antara siluet dewa yang berantakan ini, tiga sosok di posisi paling atas terlihat sangat mencolok.”
“Satu siluet memiliki gambar matahari di dahinya, satu bergambar bulan, dan satunya lagi bergambar ombak.”
“Siapa mereka?” Jia Lan menunjuk ketiga siluet itu sambil bertanya dengan bingung.
Lin Qiye merenung sejenak, "Dalam mitologi Jepang, dewa ayah Izanagi pertama kali melahirkan tiga anak: Amaterasu-Ōmikami yang menguasai matahari, Tsukuyomi-no-Mikoto yang menguasai bulan, dan Susanoo-no-Mikoto yang menguasai lautan. Ketiga dewa ini memimpin Takamagahara, posisi mereka menguasai para dewa lainnya. Seandainya tebakanku tidak salah, tiga siluet ini merujuk pada mereka."
Pandangan Lin Qiye beralih ke lukisan religius berikutnya.
Pada lukisan ini, siluet dewa yang melambangkan bulan tiba-tiba mengubah arah hadapannya. Ia berdiri di bawah Bulan Merah, tangan menggenggam senjata yang menusuk tubuh Amaterasu-Ōmikami yang melambangkan matahari. Lukisan ini sengaja memperbesar matanya, darah merah darah di bola matanya dilapisi beberapa lapisan cat pekat yang agak menghitam, terlihat sangat tidak beres.
"Pengkhianatnya adalah dia?" Lin Qiye berkata dengan heran.
Jia Lan memeriksa teliti lukisan itu, "Maksud lukisan ini adalah Tsukuyomi-no-Mikoto yang melambangkan bulan berpihak pada Bulan Merah, lalu menusukkan senjatanya secara mengejutkan ke tubuh Amaterasu-Ōmikami?"
"Benar." Lin Qiye berpikir serius sejenak, lalu melanjutkan, "Ini masuk akal, seharusnya aku menyadari lebih awal... Di antara tiga dewa tertinggi Takamagahara, Tsukuyomi sangat mengagumi kekuatan bulan, kekuatan ilahinya juga terkait erat dengan bulan. Kalau bulan terkontaminasi oleh para dewa Cthulhu, pasti dialah yang pertama terkena pengaruh."
Jia Lan merenung, "Seperti Chen Yangrong di desa nelayan?"
“Seharusnya.” Lin Qiye mengulurkan jarinya menunjuk mata aneh Tsukuyomi dalam lukisan dinding, “Matanya, serta ekspresi wajah yang penuh kegilaan, sangat mirip dengan Chen Yangrong... Jika tebakanku tidak salah, dia pasti juga mendengar bisikan Bulan Merah dan benar-benar terjebak dalam cuci otak para dewa Cthulhu. Sebelumnya aku selalu bertanya-tanya, mengapa di antara begitu banyak kerajaan dewa di dunia, Cthulhu memilih Takamagahara... Ternyata selain karena kerajaan dewa Takamagahara yang tertutup sehingga kemunculan Bulan Merah tidak menarik perhatian kerajaan lain, keberadaan Tsukuyomi juga faktor kunci. Lagipula di kerajaan dewa lain tidak ada dewa tertinggi yang memuja bulan. Dengan Tsukuyomi sebagai kartu as yang bisa dikontrol kapan saja, berarti mereka bisa mengendalikan dewa tertinggi lain secara tak terduga. Hambatan mereka dalam menyerang Takamagahara akan jauh berkurang.”
Lin Qiye berjalan mendekati lukisan dinding ketiga dan kembali menunduk melihat.
Chapter 0912 Perubahan Takamagahara
Konten lukisan ini cukup rumit. Seluruh dewa Takamagahara terbagi menjadi dua kelompok, masing-masing berada di bagian atas dan bawah lukisan.
Di medan perang bagian atas, Amaterasu Omikami yang melambangkan matahari tertancap pedang Tsukuyomi di dadanya, sedang bertarung sengit dengan Tsukuyomi yang telah terkikis Bulan Merah. Tangan kanannya menghalangi serangan Tsukuyomi, sementara tangan kiri melemparkan sebilah pedang dan sebuah magatama merah ke bagian bawah lukisan.
Di medan perang di bawah, para dewa Takamagahara telah kehilangan akal sehat dan saling bertarung. Hanya Susanoo-no-Mikoto yang melambangkan lautan yang menginjakkan kaki, mengulurkan tangan untuk mengambil pedang dan magatama itu.
Isi lukisan dinding ini jelas: Setelah Tsukuyomi-no-Mikoto berkhianat, dia bertarung sengit dengan Amaterasu-Omikami. Sementara Amaterasu-Omikami melemparkan Pedang Ame-no-Murakumo dan Yasakani no Magatama kepada Susanoo-no-Mikoto...
Pandangan Lin Qiye jatuh pada lukisan dinding terakhir.
Sorot matanya menyempit tajam.
Dalam lukisan ini, Amaterasu-Omikami dan Tsukuyomi-no-Mikoto saling menusukkan senjata ke tubuh lawannya, lalu terjatuh dari langit. Di bawah, Susanoo-no-Mikoto memegang dua artefak suci itu mulai memburu para dewa yang sudah kehilangan akal dengan gila-gilaan, mayat berserakan di mana-mana.
Lukisan dinding berakhir di sini.
Setelah melihat semua lukisan, Lin Qiye menarik napas dalam-dalam.
"Ternyata begitu..."
"Jadi setelah Amaterasu-Omikami dan Tsukuyomi-no-Mikoto tewas bersama, Susanoo-no-Mikoto membantai semua dewa Takamagahara yang gila?" Jia Lan tersadar, "Pantasan tidak ada satu pun dewa gila yang kabur meskipun Takamagahara jatuh."
"Tapi aku masih bingung." Lin Qiye memandang sosok Susanoo-no-Mikoto yang sedang memburu dewa-dewa lain dalam lukisan keempat, "Sebenarnya bagaimana dia bisa tetap waras di bawah bulan merah itu?"
Begitu suara Lin Qiye terdengar, tanah di bawah kakinya langsung bergetar hebat!
Mengaum——！！！
Raungan menggelegar bagai guntur menggema dari kedalaman Takamagahara, gelombang kejut yang menakutkan menerjang, membuat gendang telinga Lin Qiye perih.
Dia menoleh ke arah sumber raungan tersebut.
"Susanoo-no-Mikoto?" Lin Qiye tertegun sejenak, menarik tangan Jia Lan, lalu berlari secepat kilat keluar istana!
Begitu kembali ke tempat kereta kuda berhenti, aroma daging panggang yang harum langsung menyergap hidung.
Merlin telah melepas jubah sihirnya, berubah menjadi koki bertopi tinggi yang sedang duduk tenang di samping kereta. Sebuah pemanggang telah berdiri di depannya, beberapa tusuk daging domba berputar perlahan di atas bara, sumber aroma lezat itu.
Sambil menaburkan jintan pada daging, Merlin memandang Lin Qiye dan Jia Lan yang tercengang, mengangkat alisnya. "Sudah selesai dilihat? Dagingku belum matang..."
Lin Qiye mempatung di tempat.
"Yang Mulia Merlin, Anda ini..."
"Mempersiapkan makan malam." Merlin meletakkan bubuk jintan di samping. "Makanan di rumah sakit jiwa sudah kubosan. Setelah susah payah keluar, aku ingin mencoba sesuatu yang berbeda."
Lin Qiye memandangi daging kambing di pemanggang, mulutnya berkedut halus, "Dewa-dewa Barat... juga suka makan sate kambing Xinjiang?"
"Ratusan tahun lalu saat aku berkelana ke Da Xia, kebetulan belajar sedikit." Merlin tersenyum tipis.
Lin Qiye: ……
Terlalu banyak hal yang ingin dicurahkan, Lin Qiye bingung harus mulai dari mana, akhirnya langsung mengalihkan topik dan bertanya:
"Yang Mulia Merlin, apakah Anda mendengar suara tadi?"
"Dengar." Merlin tetap tenang sambil membalik daging panggang, "Polusi skala besar dari jatuhnya Kary mulai menggerogoti kesadaran Susanoo-no-Mikoto, bahkan Yasakani no Magatama pun tak bisa menyelamatkannya... Dia hampir gila."
Dentuman suara menderu yang terus bergema dari kejauhan membuat alis Lin Qiye semakin berkerut.
Merlin meliriknya, diam-diam menyodorkan dua tusuk sate kambing yang baru matang ke tangan Lin Qiye dan Jia Lan, lalu bertanya sambil tersenyum: "Jadi, tadi kamu buru-buru lari keluar, khawatir tentang apa?"
Lin Qiye menerima tusukan sate, terdiam sejenak sebelum menjawab jujur: "Khawatir Yang Mulia meninggalkan kami, sendirian pergi membunuh Susanoo-no-Mikoto."
"Mengapa aku harus membunuhnya?"
"Bukannya Yang Mulia datang ke Takamagahara untuk menghentikan bencana ini? Bukannya Yang Mulia datang untuk membunuhnya?" Lin Qiye membalas bertanya.
Merlin, senyum di sudut mulutnya semakin lebar, ia menggelengkan kepala, "Sudah lama kukatakan, penyihir tidak ahli dalam pertarungan frontal. Dibanding pertumpahan darah, aku lebih tertarik pada kebenaran dan kebijaksanaan... Apalagi, pasti ada yang akan menghentikan bencana ini."
"Ada yang akan menghentikan? Siapa?" tanya Lin Qiye dengan bingung.
Saat ini para dewa Takamagahara sudah dibantai oleh Susanoo-no-Mikoto. Begitu Susanoo kehilangan akal sehat, pasti akan menerjang keluar Takamagahara dan mengancam Da Xia. Untuk menghapus bencana ini, Susanoo-no-Mikoto harus dibunuh.
Dalam ingatan Lin Qiye, hanya segelintir orang yang bisa menebas dewa. Selain para dewa Da Xia yang masih hilang, hanya Zhou Ping yang memiliki hak ini... Tapi bukankah dia masih di luar negeri?
Jangan-jangan Zhou Ping akan kembali?
Merlin berbicara datar, "Di balik takdir yang telah digariskan, ada rencana tersendiri... Tunggu saatnya tiba, kau akan tahu."
Melihat Merlin enggan bicara, Lin Qiye hanya bisa mengangkat bahu, membungkuk menggerogoti sate kambing di tangannya dengan ekspresi tak fokus.
Grr...!
Suara jernih menelan ludah terdengar dari samping.
Lin Qiye tertegun, menoleh dan melihat Jia Lan yang tak diketahui sejak kapan sudah menghabiskan satenya. Bola matanya menatap tajam tusukan daging panggang di tangan Merlin, air liur nyaris menetes dari pandangannya.
Gadis yang tertidur selama ribuan tahun ini baru pertama kali mencicipi sate kambing... Dari ekspresinya, dia sudah sepenuhnya tertawan.
“Lin Qiye masih pertama kali melihat Jia Lan menunjukkan kecintaan yang begitu kuat pada suatu makanan, tak bisa menahan diri mengangkat alis dengan heran.”
Merasakan pandangan Lin Qiye, tubuh Jia Lan gemetar nyaris tak terlihat, seolah menyadari bahwa tindakannya mungkin merusak citra, diam-diam memalingkan kepala sambil berkata dengan pipi kemerahan:
“Aku... Aku sudah kenyang.”
Lin Qiye: ……
Bagaimana kalau kamu membersihkan air liur dulu sebelum berbicara?
Melihat pemandangan ini, Merlin tersenyum sambil mengambil beberapa tusuk sate kambing dan mengulurkannya ke hadapan Jia Lan.
“Nona kecil, mau tambah lagi?”
Jia Lan melirik sate kambing yang harum, tatapannya goyah. Setelah melirik sekilas ke Lin Qiye, ia kembali memalingkan kepala dan berbisik, “Aku benar-benar tidak bisa makan lagi...”
Merlin menghela napas sambil menarik kembali sate itu, “Tidak bisa lagi? Sayang sekali, sudah memanggang begitu banyak sisa ini terpaksa dibuang...”
Merlin mengambil segenggam sate dan bersiap melemparkannya ke kejauhan.
Prak——!
Saat itu juga, bayangan samar melesat. Jia Lakejang mengulurkan tangan dan menekan pergelangan tangan Merlin dengan kuat.
Jia Lan batuk ringan, menyisir rambut hitam di pelipisnya, lalu berkata dengan suara tak pasti, “Kalau sudah terlanjur banyak... tidak ada jalan lain. Mubazir kalau dibuang. Aku akan makan sedikit lagi... benar-benar sedikit saja!”
Chapter 0913 Mendengarkan
Setengah jam kemudian.
“Lin Qiye memandangi tumpukan tusuk sate yang menumpuk seperti gunung di hadapan Jia Lan, terjebak dalam keheningan.
“Gadis kecil, masih mau?”
Merlin tersenyum memandang Jia Lan, mengulurkan tangan ke dalam formasi sihir dan menggenggam, beberapa piring daging kambing langsung muncul di meja. Dengan mengenakan seragam koki, postur tegapnya yang agung di mata Jia Lan seolah bukan lagi Dewa Sihir yang mulia, melainkan Dewa Kuliner yang menguasai hidangan lezat dunia.
“Aku benar-benar tidak bisa makan lagi.” Jia Lan duduk di tanah dengan wajah puas, mengelus-elus perutnya yang bulat sambil menarik napas lega.”
Merlin mengangkat kepala melihat bulan merah, menghantamkan tangan untuk menghilangkan panggangan dan pakaian koki, lalu menyampirkan kembali jubah sihir biru tua itu. Berkata kepada dua orang itu:
“Langit sudah mulai gelap, hari ini kita istirahat di sini saja.”
Mendengar kalimat ini, Lin Qiye tertegun.
Dia mengangkat kepala melihat langit yang kelam dan tak jelas, sama sekali tidak ada pergantian siang dan malam. Dengan bingung bertanya: “Yang Mulia Merlin, kita tidak perlu istirahat...”
Sejak memasuki Takamagahara sampai sekarang, baru berlalu enam atau tujuh jam. Sebelumnya mereka sudah beristirahat cukup lama di perut Kaige, setelah datang ke sini terus-menerus naik kereta, sama sekali tidak ada kelelahan yang berarti.
“Tidak, kamu perlu istirahat.” Merlin berbicara dengan nada tak terbantahkan, “Setelah bangun, kamu harus menerima hadiah yang sudah aku siapkan... Kondisi mentalmu harus benar-benar berada di puncak.”
Lin Qiye termenung sejenak, rasa penasarannya semakin memuncak, “Yang Mulia Merlin, hadiah yang Anda siapkan untukku sebenarnya apa?”
“Besok kamu akan tahu.”
Tongkat sihir di tangan Merlin terangkat, mengetuk lantai perlahan. Sebuah formasi sihir gemilang langsung terbentang. Beberapa saat kemudian, tanah di bawah kaki ketiganya mulai mengalir seperti air, naik ke udara, dan membentuk sebuah istana sederhana.
Istana ini jauh lebih sederhana dibanding istana Takamagahara, tapi cukup untuk tiga orang. Dari jendela istana, cahaya hangat temaram menyembul keluar. Di dalam terlihat sofa, ranjang besar, karpet, bahkan meja panjang bercahaya lilin yang penuh alat makan ala Barat.
Mulut Lin Qiye terkanga lebar tak terkendali...
Kemampuan ini jauh lebih hebat dari 【Dimensi Bebas】 si Gemuk, pasti skill wajib buat traveling!
“Tiga kamar, masing-masing satu... Tapi kalau kalian mau berdua sekamar, aku bisa pura-pura tidak lihat.” Pandangan Merlin menyapu kedua orang itu, senyum tipis mengembang di mulutnya sebelum ia masuk ke istana tanpa menoleh, menuju kamar paling kanan.
Lin Qiye berdiri di luar istana, batuk ringan. Baru saja menoleh untuk berbicara sesuatu pada Jia Lan, namun yang terakhir sudah berlari kembali ke ruangan pusat dengan wajah memerah.
Braak——!
Jia Lan menutup pintu kamar dengan keras.
Melihat ini, Lin Qiye menghela napas lega, tapi entah mengapa hatinya merasa sedikit kecewa...
Dia membuang pikiran rumit dari pikirannya, melangkah langsung menuju ruangan paling kiri.
Belum sempat menutup pintu kamar, tiba-tiba terdengar suara gerakan. Pintu ruangan pusat terbuka tiba-tiba, Jia Lan menggendong seprai dengan cepat menerjang keluar dari dalam, berpacu masuk ke ruangan Lin Qiye.
Lin Qiye berdiri di pintu, hanya melihat bayangan biru melesat lewat. Aroma wangi menerobos masuk ke lubang hidungnya, membuatnya mempatung di tempat dengan ekspresi bingung.
Setelah beberapa saat, dia baru sadar. Menoleh memandang Jia Lan yang masih menggendong seprai di tepi ranjang, hendak berbicara sesuatu...
"Jangan salah paham!" Jia Lan memeluk seprai, pipinya merah padam. "Aku... Aku cuma takut tidur sendiri di tempat yang penuh potongan tubuh dan mayat ini... Kamu tidur di ranjang, aku tidur di lantai saja. Aku tidak akan mengganggu istirahatmu! Jangan... Jangan usir aku..."
Suara Jia Lan semakin kecil. Dia memalingkan kepala, pipinya merah seperti apel matang.
Lin Qiye menatap mata Jia Lan yang berkedip-kedip, tersenyum tak berdaya. Dia mendekati Jia Lan dan mengulurkan tangan untuk menerima seprai dari tangannya.
Melihat ini, Jia Lan menundukkan kepala sedikit. Bibirnya terkunci rapat tak terkendali, wajahnya dipenuhi tulisan "kekecewaan".
Saat itulah suara Lin Qiye terdengar.
“Kamu tidur di ranjang...”
Lin Qiye menunjuk lantai di tepi ranjang, “Aku tidur di lantai.”
……
“Masa muda memang indah...”
Di dalam ruangan, Merlin yang menyampirkan jubah biru tua duduk bersila di ranjang, tersenyum penuh kekaguman.
Tiba-tiba, secercah kilau merah darah merayap ke mata kirinya. Bisikan-bisikan yang selama ini ditekan membanjiri pikirannya bagai ombak! Alisnya langsung berkerut!
Daripada menggunakan sihir mental untuk meredam kegelisahan hatinya, dia meremas kedua kepalan tangan dengan erat, menarik napas dalam-dalam. Di mata kanannya yang dalam, beberapa coretan bintang berkedip samar.
Cahaya Bulan Merah menyorot dari balik jendela, menerpa jubah biru tua Merlin hingga tubuhnya terendam nuansa kemerahan...
Dia duduk diam di situ, memiringkan kepala perlahan seolah sedang menyimak sesuatu.
……
Da Xia.
Di bawah langit biru, siluet kuning mengendarai skuter listrik melayang tenang di antara lapisan awan.
Seberkas cahaya emas melesat tajam dari lantai menuju langit, goyah-goyahan menyusul di belakang skuter listrik, langsung setelah itu, sebuah suara berteriak keras dari belakang terdengar.
“Tuan Lu!! Berhentilah!”
Lu Wuwei yang sedang bersenandung kecil tertegun, menoleh ke belakang, melihat seekor bayangan pedang berkumpulnya cahaya emas di belakangnya, di atasnya berdiri memaksakan empat orang dan sebuah peti mati, bayangan pedang itu bergoyang-goyang di udara, seolah pada momen berikutnya akan terjatuh.
Bobot lima orang ini bagi 【Yaoguang】 jelas merupakan kelebihan muatan mutlak, kalau bukan karena Bai Li Pangpang mengeratkan gigi memakai kekuatan spiritual bertahan, pedang ini sama sekali tidak bisa terbang setinggi ini.
“Kalian adalah...” Lu Wuwei bertanya dengan bingung.
“Tuan Lu, kami adalah Tim Khusus ke-5 Da Xia Night Watch, saya Wakil Kapten An Qingyu.” An Qingya menggendong peti mati, tenang berdiri di paling depan.
“【Malam】? Aku tahu kalian.”
Lu Wuwei memperlambat kecepatan skuternya sedikit, membuat Bai Li Pangpang di belakang lebih hemat tenaga, melanjutkan bertanya, “Ada urusan apa denganku?”
“Kami ingin meminta Anda mencari seseorang.” An Qingyu membuka mulut dengan serius.
“Siapa?”
“Lin Qiye.”
Lu Wuwei: ……
Lu Wuwei menghela napas, mengeluarkan tiket dari dekapan yang diberikan Zuo Qing padanya, “Kali ini, aku menerima tugas Zuo Qing untuk mencarinya.”
Mendengar kalimat ini, mata semua orang di atas 【Yaoguang】 langsung berbinar terang!
"Lu Wuwei bisa menemukan Lin Qiye, membuktikan bahwa An Qingyu ternyata tidak salah menebak, Lin Qiye dan Jia Lan masih selamat!"
"Kita akan ikut dengan Anda!" Bai Li Pangpang langsung menambahkan.
Lu Wuwei menggelengkan kepala, "Sampai mana akhir pengejaran ini, bahkan aku sendiri tidak tahu. Kalian ikut aku terlalu berbahaya, pulanglah dan tunggu kabar dariku."
Chapter 0914 Tabu yang Tak Boleh Dilanggar
Bai Li Pangpang dan yang lain saling bertatapan, lalu menggelengkan kepala dengan tegas.
"Tidak, kita harus pergi. Kapten sudah hilang, bagaimana mungkin kita masih tenang menunggu kabar di rumah... Biarkan kami ikut. Meski Anda adalah langit-langit manusia, tapi Anda hanya sendiri. Kehadiran kami mungkin bisa membantu."
Lu Wuwei memandangi sorot mata penuh harap mereka, lalu melirik pedang terbang 【Yaoguang】 yang limbung di bawah kaki mereka, "Tapi... sepertinya kalian akan terjatuh..."
"Tidak masalah!" Bai Li Pangpang berkata dengan gigitan geraham, "Kalau terjatuh, aku bisa terbang lagi! Masalah kecil ini tidak akan menghentikanku!"
An Qingyu mendorong kacamatanya, "Jika kekuatan spiritualmu habis, kita bisa ganti orang. Kita akan bergantian mengendalikan pedang."
Shen Qingzhu menambahkan, "Aku bisa mengubah kecepatan udara di sekitar untuk menghemat tenagamu."
Jiang Er merenung sejenak, "Bagaimana kalau aku langsung menyita pesawat pribadi di sekitar sini?"
Cao Yuan mengingatkan, "Peralatan elektronik biasa tidak bekerja di kabut. Pesawat tidak bisa terbang."
"Oh... Kalau begitu bagaimana kalau kita buang papan peti matiku untuk mengurangi berat?"
“……”
Melihat semua orang yang sedang berdiskusi dengan akrab di 【Yaoguang】, Lu Wuwei menghela napas dengan pasrah. Dia mengeluarkan dua bebek karet kuning dari laci skuternya dan melemparkannya ke arah mereka.
"Ini dua terakhir, pakailah... Ikuti aku dekat-dekat, aku tidak akan menunggu kalian."
Setelah selesai berbicara, dia pergi mengendarai skuter listriknya menuju kejauhan tanpa menengok ke belakang.
An Qingyu menangkap kedua bebek karet itu, tertegun sejenak. Senyum tipis mengembang di sudut bibirnya...
"Terima kasih Tuan Lu." Dia membungkuk dalam-dalam ke arah Lu Wuwei yang perlahan menjauh.
Setelah berdiskusi, Bai Li Pangpang dan Cao Yuan memakai bebek karet itu di kepala mereka. Baling-baling di atas bebek berputar kencang, mengangkat tubuh mereka meninggalkan permukaan 【Yaoguang】 dan segera mengejar Lu Wuwei.
Meski bebek karet Jinxu ini ajaib, konsumsi kekuatan spiritualnya cukup besar. Cao Yuan dan Bai Li Pangpang sudah naik ke level "Wu Liang", cukup untuk menopang penerbangan jarak jauh. Sementara An Qingyu, Jiang Er, dan Shen Qingzhu yang cadangan spiritualnya terbatas harus bergantian mengoperasikan 【Yaoguang】 untuk mengikuti rombongan.
Melihat Bai Li Pangpang dan Cao Yuan sudah jauh, Shen Qingzhu sambil mengendalikan 【Yaoguang】 memandang An Qingyu di sebelahnya, "Sekarang, bisakah kau jelaskan?"
"Apa?" An Qingyu yang sedang memotong kuku mengangkat kepala.
“Cao Yuan, dan siluet hitam raksasa yang mengalirkan api kemarahan...” Bayangan dahsyat yang pernah dilihat Shen Qingzhu di desa nelayan muncul kembali dalam pikirannya. Saat itu situasi genting, dia tidak sempat mendengar penjelasan An Qingyu. Tapi sekarang dengan waktu yang cukup, dia ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi.
“Oh, maksudmu ini.”
An Qingyu menepuk tangan, merenung sejenak, “Ceritanya berawal dari saat kami di 'Lingkaran Manusia' Jepang. Aku dan Jiang Er menemukan rekaman video...”
An Qingyu menjelaskan seluruh rangkaian peristiwa kepada Shen Qingzhu.
Setelah mendengarkan, Shen Qingzhu terpaku cukup lama sebelum akhirnya sadar kembali.
“Jadi, Cao Yuan sebenarnya adalah 'penjara' yang mengurung Raja Gelap di tubuhnya? Jika sangkar ini hancur, Raja Gelap akan lahir?” Alis Shen Qingzhu berkerut rapat, “Apakah dia sendiri tahu hal ini?”
“Tidak tahu, Qiye menyuruhku untuk tidak memberitahunya.”
“...Kalian khawatir kalau dia tahu, akan takut menyakiti kita?”
“Ya.”
“Aku paham. Aku juga tak akan bicara.” Shen Qingzhu mengangguk, lalu ragu-ragu bertanya, “Tapi bagaimana kalau dia bertanya?”
An Qingyu berpikir serius sejenak, sudut mulutnya mengembang tipis, “Kalau dia bertanya, kita akan menjawab seperti ini...”
……
Takamagahara.
Lin Qiye yang baru terbangun dari tidur, perlahan membuka kelopak matanya.
Dia berdiri, melirik ke ranjang tempat Jia Lan masih terlelap, lalu membuka pintu kamar dengan lembut dan keluar.
“Bulan merah darah masih tergantung tinggi di langit, memenuhi sebagian kecil langit, cahaya merah tidak beres bertebaran di atas tanah yang berantakan. Pandangan Lin Qiye menyapu sekeliling, tiba-tiba berhenti pada mayat cacat makhluk raksasa di kejauhan.
Pada detik ini, sebuah pikiran tiba-tiba melintas di kepalanya.
Meski para dewa Takamagahara telah punah, jasad mereka masih ada. Walau hanya potongan tubuh, semasa hidup mereka bagian dari dewa yang masih menyimpan sisa kekuatan ilahi. Seandainya mayat-mayat ini dijadikan persembahan ritual, bisakah panggilan dimensi lain dilakukan?
Begitu ide ini muncul, pikiran Lin Qiye langsung gelisah. Jika ini mungkin, maka Takamagahara yang dipenuhi mayat ini jelas menjadi harta karun raksasa baginya.
Setelah ragu sejenak, dia melangkah mendekati mayat makhluk raksasa itu, mengulurkan tangan pelan ke arah jasad yang sudah dingin...
Tiba-tiba, sebuah telapak tangan menepuk bahunya.
Lin Qiye tertegun, menoleh dan melihat Merlin dengan wajah lesu sudah berdiri diam-diam di belakangnya, mengenakan jubah sihir.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" Merlin mengangkat alisnya sedikit.
Lin Qiye menjelaskan idenya. Merlin menggelengkan kepala pelan.
"Lebih baik jangan."
"Mengapa?" Lin Qiye bertanya sambil mengerutkan kening.
“Sihir panggilan dimensi, adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan makhluk dimensi lain melalui energi yang terkandung dalam persembahan ritual.” Merlin mengulurkan tangannya menunjuk mayat makhluk raksasa dengan bola mata merah di tanah, “Meski mayat-mayat ini mengandung energi besar, jiwa mereka telah terkontaminasi Bulan Merah. Jika kau menggunakannya sebagai persembahan, aura Bulan Merah ini akan meresap ke dalam formasi sihir, membuka komunikasi dengan dimensi lain... Dengan cara ini, sangat mungkin kita akan menyentuh keberadaan-keberadaan terlarang.”
“Keberadaan terlarang?”
“Di antara banyak dimensi di luar dunia ini, selalu ada entitas yang melampaui imajinasi kita. Di mata mereka, kemunculan kekuatan kontaminasi ini tak ubahnya provokasi. Jika mereka murka, urusannya tak lagi sekadar mencari makhluk panggilan dan menandatangani kontrak. Mereka mungkin akan langsung mengunci formasi sihir ini, melintasi dimensi untuk menghancurkan semua persembahan. Dan kau sebagai penghubung jiwa formasi sihir, akhir terbaikmu mungkin hanya jadi idiot akibat guncangan dampak balik sihir.”
Mendengar ini, Lin Qiye segera menarik kembali telapak tangannya yang terulur, hati dipenuhi sisa ketakutan.
Andai saja Merlin tidak menghentikannya, mungkin dia sudah melakukannya.
“Yang Mulia Merlin, wajah Anda terlihat kurang sehat?” Lin Qiye memperhatikan keletihan di wajah Merlin.
“Tak apa, hanya sedikit lelah.” Merlin melambaikan tangannya.
“Dia menoleh melihat ruangan tak jauh, mengalihkan topik, ‘Gadis kecil itu sepertinya sangat menyukaimu.’”
“Lin Qiye tertegun, setelah ragu sebentar, akhirnya mengangguk, ‘Ya.’”
“‘Kalau begitu bagaimana denganmu? Apa kau menyukainya?’”
“Bab 0915 Kekuatan Keyakinan”
“Lin Qiye terjebak dalam keheningan.”
“‘Kenapa? Kau sampai tidak tahu apakah dirimu menyukai seseorang atau tidak?’ Alis Merlin sedikit terangkat.”
“Lin Qiye menatap arah ruangan, berpikir lama, lalu menarik napas dalam-dalam:”
“‘Aku menyukainya, hanya saja...’”
“‘Hanya saja apa?’”
“‘Hanya saja, aku tidak yakin apakah rasa suka ini berasal dari hati nuraniku, atau... ilusi palsu.’ Lin Qiye mengulurkan tangan, menunjuk dadanya sendiri, menghela napas pasrah, ‘Sebelumnya, dia pernah menusukkan Panah Cinta Cupid ke jantungku dengan tangannya sendiri.’”
“‘Panah Cinta Cupid?’”
“Merlin tertegun, memandang dada Lin Qiye, bola matanya menyipit sambil mengamatinya lama, ekspresinya semakin canggung, ‘Ya... aku paham.’”
“Merlin tersenyum samar pada Lin Qiye, lalu berbalik menuju kereta kuda, ‘Pergilah bangunkan gadis itu. Kita harus segera melanjutkan perjalanan.’”
……
Di bawah Bulan Merah, sebuah kereta perak melesat cepat di antara puing-puing reruntuhan. Roda-rodanya yang berat menindih tanah, meninggalkan jejak-jejak dalam bak goresan tinta merah di kanvas bumi, membentuk garis lengkung elegan yang penuh misteri dan irama tersembunyi.
“Yang Mulia Merlin, kenapa kita kembali lagi ke sini?”
Lin Qiye menatap pemandangan di luar jendela yang terasa familiar, bertanya dengan bingung.
Merlin yang duduk berseberangan dengannya masih menutup rapat kelopak matanya, menjawab tenang, “Benarkah?”
“Iya, bangunan di area ini sepertinya baru saja kulihat...”
Merlin perlahan membuka mata, kerutan di dahinya semakin dalam. Ia menggosok sudut matanya, “Arsitektur Takamagahara memang seragam. Pasti kau salah lihat.”
Lin Qiye tertegun.
Saat hendak berbicara lagi, jari Merlin sudah bergerak halus. Kereta perak pun berhenti perlahan.
“Turunlah. Hadiahmu ada di dalam.”
Merlin menunjuk ke luar jendela.
Lin Qiye menoleh. Di lereng gunung tak jauh, sebuah torii merah terang berdiri megah. Di baliknya, siluet raksasa keemasan samar-samar terlihat.
“Apa itu?” Lin Qiye menyipitkan mata, berusaha menatap lebih jelas.
“Kau akan tahu saat kita sampai.”
Merlin tersenyum misterius, membawa Lin Qiye berdua turun dari kereta, menyusuri tangga marmer putih di pusat puncak gunung, melangkah mantap menuju torii di lereng gunung.
Puncak ini seharusnya merupakan titik tertinggi di seluruh Takamagahara. Saat Lin Qiye mendekati torii merah terang itu, ia menoleh ke belakang. Di bawah langit berdarah, tanah gersang dan runtuh membentang tak terbatas ke kejauhan. Di dekat ujung pandangannya, ia bisa melihat samar-samar tumpukan mayat yang menggunung...
Samar-samar, Lin Qiye masih bisa mendengar teriakan menyakitkan yang bergema dari arah gunung mayat itu.
Itukah area terdalam Takamagahara?
Lin Qiye menatap arah itu beberapa saat, lalu mengalihkan pandangan, menyusul ketat di belakang Merlin melewati torii merah terang.
Baru sekarang Lin Qiye melihat jelas siluet raksasa berwarna emas itu.
Sebuah kuil emas megah berdiri gagah. Meski sudut-sudutnya rusak, ini tetap bangunan paling utuh yang pernah dilihat Lin Qiye. Atap berlapis emas memancarkan aura sakral di bawah sinar bulan merah, beberapa windchime tergantung di ujung atap kuil, berdentang jernih dalam hembusan angin berbau darah.
Merlin mendekati kuil ini, tangannya melambai ringan. Pintu kuil pun terbuka sendiri, memperlihatkan ruang luas di dalamnya.
Begitu menginjakkan kaki di kuil, Lin Qiye langsung membeku di tempat.
Ruang internal kuil ini jauh lebih luas dari yang terlihat dari luar. Kubah hitam yang tinggi tergantung di puncak, dengan bintang-bintang berkelap-kelip di dalamnya, seolah langit malam yang tak terjangkau.
Di aula utama yang kosong, cermin perak yang pecah di sudutnya melayang diam-diam di udara. Puluhan sungai aurora berkilauan mengalir keluar dari cermin, menjalin diri dan menghubungkan bintang-bintang di langit, bagai mimpi.
Sungai-sungai aurora ini...
Lin Qiye seakan teringat sesuatu, bola matanya menyempit perlahan.
Dari pikirannya muncul kembali istana di awan yang ada di reruntuhan itu, beserta tatami misterius itu.
Di reruntuhan "Lingkaran Manusia" di Jepang, Lin Qiye menyusuri sungai aurora di langit hingga menemukan Bai Li Pangpang yang duduk tegak di ujung sungai. Ia ingat betul, tatami di bawah Pangpang saat itu juga mengalirkan sungai aurora serupa.
"Ini apa?" Lin Qiye mengulurkan tangan menunjuk sungai aurora yang melayang.
"Keyakinan." Merlin melangkah tenang di antara sungai-sungai aurora yang bersilangan, "Keyakinan yang terus lahir dari 'Lingkaran Manusia' selama lebih dari lima puluh tahun ini."
Lin Qiye membeku di tempat.
Keyakinan yang lahir dari "Lingkaran Manusia"?
Pandangannya mengikuti arah langkah Merlin, tertuju pada cermin di pusat yang melayang di udara dan terus mengalirkan sungai aurora.
"Jadi, itu adalah..."
“Artefak suci Takamagahara yang digunakan untuk menanggung 'Lingkaran Manusia', Yata no Kagami.”
Wajah Lin Qiye memancarkan keterkejutan, dia mendekati cermin itu dan mulai mengamati dengan teliti.
"Lingkaran Manusia" yang mereplikasi sempurna wilayah Jepang dan dihuni puluhan juta penduduk, ternyata berada dalam cermin kecil ini?
“Permukaan Yata no Kagami terbagi menjadi yin dan yang. Yang kita lihat sekarang adalah bagian yang, sedangkan bagian yin berada di bawah perairan Jepang, memantulkan seluruh Jepang. Inilah sumber sebenarnya dari 'Lingkaran Manusia' Takamagahara.”
Merlin melanjutkan penjelasannya, “‘Tujuan keberadaan Lingkaran Manusia adalah untuk menyediakan keyakinan. Kuil ini dibangun untuk mengumpulkan dan menyimpan keyakinan tersebut. Lebih dari lima puluh tahun lalu setelah kekacauan di Takamagahara, para dewa punah dan 'Lingkaran Manusia' ditinggalkan, tetapi produksi keyakinan tidak terhenti. Kekuatan keyakinan yang dihasilkan dari 'Lingkaran Manusia' selama lima puluh tahun terakhir semuanya terkumpul di sini.”
Merlin mengulurkan tangannya, menunjuk ke bintang-bintang berkilauan di atas kepala mereka.
“Ternyata begitu...” Lin Qiye terdiam lama, lalu bertanya dengan bingung, “Sebenarnya, apa gunanya keyakinan ini?”
“Bagi para dewa, kekuatan keyakinan memiliki banyak kegunaan. Yang paling krusial adalah untuk menguatkan hukum yang mengatur diri mereka sendiri.”
“Menguatkan hukum?”
“Setelah menjadi dewa, performa juga ada perbedaan kekuatan. Dengan memperkuat hukum yang mengatur melalui kekuatan keyakinan, itu adalah jalan pintas tercepat bagi dewa untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri. Tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk mengakumulasi dan mematangkan diri. Asalkan memiliki kekuatan keyakinan yang melimpah, mereka bisa dengan mudah meningkatkan kekuatan hukum yang dimiliki sampai ke tingkat yang menakutkan. Di antara berbagai sistem kepercayaan yang masih ada di dunia saat ini, sebagian besar dewa kuat yang berada di tier pertama sistem masing-masing, mencapai posisi itu berkat peningkatan besar dari kekuatan keyakinan. Ini juga alasan mengapa para dewa suka meninggalkan legenda di dunia, dan sistem kepercayaan dengan warisan budaya yang lebih kaya cenderung lebih kuat.”
