Di jalanan tua yang terasa tak selaras dengan keseluruhan Manhattan, darah segar serta mayat-mayat membusuk berserakan terlihat di mana-mana. Dua tiga mobil yang ditinggalkan terparkir sembarangan, satu di antaranya bahkan menabrak masuk ke toko kecil tepi jalan, hanya menyisakan setengah badan kereta yang terlihat dari luar.
Kelompok Tang Ji sebelumnya telah berhasil melepaskan diri dari gerombolan zombie raksasa itu, diperkirakan kini mereka setidaknya berada setengah kilometer di kejauhan. Meski tak ada zombie di jalan ini, Tang Ji tetap memerintahkan semua orang turun dari kendaraan. Ban truk yang tidak bisa diperbaiki tidak boleh melanjutkan perjalanan. Jadi jika benar-benar datang gerombolan zombie besar sementara ban truk belum terganti, semua terpaksa harus berdesak-desakan masuk Grand Cherokee untuk kabur.
Barang-barang di dalam truk sebanyak apapun tidak lebih penting dari nyawa orang. Apalagi melihat kondisi aneh di area Manhattan ini, jika sekelompok zombie datang, pasti jumlah gerombolan zombie itu akan sangat besar - mengingat ini wilayah dengan kepadatan populasi ekstrem. Banyak lokasi yang tidak ada zombienya justru membuktikan zombie pasti berkumpul begitu padat di suatu tempat. Jika bertemu gerombolan zombie di sini dan tidak bisa lari tepat waktu, maka tidak perlu lari lagi. Bunuh diri dengan menelan pistollah satu-satunya jalan keluar.
"Christine, Manila, Laura, Jason berjaga-jaga. Semua pakai pistol."
Saat Jason menggelindingkan ban baru mendekat, Tang Ji memberikan perintah.
Truk mengalami ledakan ban belakang kanan, penyebabnya tidak jelas. Old Mike juga tidak mencari tahu alasan, setelah memasang dongkrak hingga bodi truk bagian belakang kanan sedikit terangkat, ia mengambil kunci pas dan dengan cepat memutar baut ke bawah. Robbie membantu di samping. Keduanya termasuk orang yang berpengalaman hidup, mengganti ban lebih familiar bagi mereka dibanding orang lain. Jika yang membantu adalah orang lain seperti Jason, mungkin akan terjadi kepanikan.
Udara dipenuhi bau busuk menyengat, namun semua sudah terbiasa. Meski masih terasa sangat tidak enak, tubuh tidak menunjukkan gejala ketidaknyamanan.
Tang Ji memanfaatkan waktu ini untuk merapikan peluru di kursi belakang mobil offroad yang tumpah dari kantong kain akibat guncangan tadi.
Dengan cepat, ban berhasil dilepas. Jason menggelindingkan ban yang sudah dicopot ke samping.
Persis di momen ini.
Tiba-tiba.
"Whoosh!" Suara pintu roll di lantai satu gedung yang berjarak belasan meter sebelah kanan dua mobil tiba-tiba terbuka. Dari papan nama yang tergantung di luar gedung terlihat bahwa lantai satu adalah toko kecil yang sangat biasa.
Sekejap mata, semua orang seperti tersentak bangun lalu berdiri tegak sambil berbalik menghadap arah toko kecil itu, mengangkat senjata api di tangan mereka.
Pintu roll itu hanya terbuka setengah. Pertama-tama muncul sebuah lengan bertato hitam dari dalam, tangan itu memegang tombak panjang secara menyamping. Sangat jelas terlihat bahwa yang akan keluar dari dalam adalah seorang manusia.
“Hei, jangan panik, jangan panik, aku manusia.” Pria itu menyusul keluar dari dalam. Tampak seorang pemuda kulit hitam yang terus memegang senjata panjang secara horizontal sebagai isyarat tak berniat jahat. Di belakangnya, tujuh pria lain menyusul keluar—campuran usia tua dan muda. Yang paling tua kira-kira seusia Mike, sementara yang paling muda seumuran Jack. Ada pula pria paruh baya berperut buncit. Semua membawa senjata, namun ujung laras tak satupun yang mengarah ke arah Tang Ji dan kawanan.
Jelas, kelompok Tang Ji bertemu dengan sekelompok korban selamat.
Secara perlahan, Tang Ji dan yang lain mulai menurunkan senjata mereka. Tanpa menutup pintu mobil offroad, Tang Ji langsung berjalan mendekati kelompok ini dari samping kendaraan.
“Mobil kalian?” Seorang pemuda kulit putih tinggi kurus yang awalnya berdiri di belakang barisan korban selamat mendorong dua orang di sampingnya, lalu maju cepat sambil bertanya. Matanya tak berhenti menyapu sekeliling jalan untuk memastikan tak ada zombie yang mendekat—gerakan yang terkesan seperti kebiasaan rutin.
“Milik kami.” Tang Ji mengangguk sambil menatap pria itu, tatapannya menyapu sekilas tubuh beberapa orang lain—tiga pria kulit hitam dan lima kulit putih yang sedang berjaga-jaga ke segala arah. Dua di antaranya berjalan ke belakang kontainer. Pintu mobil yang terbuka membuat mereka melihat ke dalam, ekspresi wajah mereka berubah drastis sebelum berbisik-bisik sesuatu.
“Brooke!” Pria tinggi kurus itu tersenyum sambil mengulurkan tangan.
“Tang Ji.” Tang Ji cepat-cepat menjabat tangannya, sambil memberi kode mata pada Robbie dan Old Mike untuk mempercepat langkah.
“Kau pemimpin mereka?” Brooke melirik beberapa anggota kelompok Tang Ji, sambil berjalan mengelilingi truk yang sudah dimodifikasi dengan tampang mengerikan. Pertanyaannya terdengah santai.
Tiba-tiba Tang Ji merasakan keanehan, tapi belum sempat menelusuri sumbernya. Dengan santai ia menjawab, “Bisa dibilang begitu!” Sementara tatapannya menyapu kelompok ini lagi, berusaha menemukan dari mana datangnya kesan aneh tadi.
Tidak jauh dari situ, Jason sedang berbincang dengan seorang pemuda kulit hitam yang usianya seumuran dengannya. Di wajah Jason terpancar senyum khasnya yang mudah akrab, mungkin sedang memperkenalkan diri lagi. Dua orang lainnya juga sudah menyapa Christine dan Manila.
"Wah!" Brook tiba-tiba berbisik penuh kekaguman. Ia melihat isi bagasi - senjata api, butir peluru, dan "makanan", lalu memalingkan wajah ke Tang Ji: "Kalian mau ke mana?"
"Meninggalkan New York, ke desa..." Tang Ji kembali menjawab sambil meraba janggutnya, tiba-tiba bertanya: "Apa yang terjadi di sini? Tidak terlihat zombie?"
"Semua berkumpul jadi satu di tempat lain... Aku juga tidak tahu alasannya!" Brook mengangkat bahu sambil tersenyum, matanya kembali menjelajah sekeliling. Saat itu ban mobil hampir selesai dipasang. Brook mengusap ubun-ubunnya sendiri lalu menatap Tang Ji: "Bisakah kami ikut?"
"Apa?" Kening Tang Ji berkerut sedikit.
"Maksudku, bawa kami pergi dari sini." Brooke menatap Tang Ji kembali berkata.
"Mengapa? Kalian bisa pergi sendiri, ambil senjata dan 'makanan' yang cukup, ke mana saja bisa!" Tang Ji menolak dengan halus.
"Kalian punya ini..." Brooke menunjuk truk, mengangguk sambil tersenyum: "Ini bagus sekali, kalian modifikasi sendiri ya? Bawa kami ikut, lebih aman kalau banyak orang."
"Hanya kalian segini?" Tang Ji merenung sambil menjawab. Jika bisa membantu dalam batas kemampuannya, Tang Ji mungkin bersedia - asalkan tidak mempengaruhi keselamatan kelompoknya. Lagipula mereka sudah di depan mata, tidak perlu diselamatkan, cuma minta tumpangan saja. Bisa dibilang, jika cuma satu orang, Tang Ji pasti langsung setuju. Tapi jumlah mereka terlalu banyak, Tang Ji ragu.
"Masih ada yang lain, semua di dalam!" Brooke menunjuk gedung tempat mereka baru saja keluar. Ia berhenti sebentar lalu menambahkan: "Termasuk kami, total sekitar lima belas enam orang!"
“Tidak boleh, terlalu banyak!” Tang Ji langsung menolak. Bagasi truk sudah termodifikasi dan dipenuhi banyak barang, sama sekali tidak bisa memuat banyak orang. Ditambah Tang Ji tidak tahu seperti apa karakter orang-orang ini - apakah mereka baik? Jahat? Berwatak ganas? Ia sama sekali tidak paham. Sesuai prinsipnya yang mengutamakan keselamatan diri sebelum membantu orang lain, ia jelas tak bisa membawa sekelompok orang ini.
“Hei bro, jangan begitu... Tolong bantu... Kami ada perempuan dan anak-anak. Kami tidak bisa tinggal di sini. Kau pasti bisa membawa kami... Jangan langsung menolak!” Pria tinggi kurus itu gusar sambil memperagakan gerakan tangan. Ia menunjuk ke arah lantai tujuh gedung samping, seolah tak sengaja menepuk bahu Tang Ji agar melihat: “Lihat sana! Perempuan. Kau tidak mungkin membiarkan kami mati, kan?” Ucapannya ini jelas memaksa secara moral, seolah Tang Ji tega tak menolong orang yang sedang kesusahan.
Tang Ji mengikuti arah tunjukannya. Ternyata di jendela lantai tujuh gedung tersebut memang ada dua wanita berdiri. Melihat Tang Ji memandang, mereka langsung melambai ke arah luar.
……
Di gedung tua tempat toko kecil tempat Brook dan yang lain menerobos keluar, tepat di kamar lantai tujuh yang menghadap jalan.
Permukaan kamar dipenuhi bungkus makanan, kondom bekas, tisu toilet, dan sampah lainnya. Dua tempat tidur terlihat di dalamnya, di salah satunya terlihat sesosok tubuh pria kekar sedang menindih wanita telanjang berusia sekitar 40 tahun. Pria itu terus-menerus menggerakkan pinggulnya sambil sesekali mencambuk tubuh wanita itu. Sang wanita yang seluruh tubuhnya dipenuhi luka hijau-ungu, dengan payudara bengkak kemerahan, mulut tertutup lakban, dan kedua tangannya diikat di kedua sisi kepala tempat tidur, berusaha melepaskan diri namun sama sekali tak berdaya. Air matanya terus mengalir deras menahan perlakuan hina ini.
Di dalam kamar, di dekat jendela yang menghadap ke jalan, berdiri dua wanita. Satu berusia awal dua puluhan dan satu lagi tiga puluhan, keduanya berkulit putih. Mereka menggerakkan lengan ke arah luar jendela secara berirama. Dari luar, karena jarak yang cukup jauh, Tang Ji tidak bisa melihat detail penting - seperti wajah pucat dan mata bengkak akibat sering menangis pada kedua wanita itu.
Dari belakang terlihat rambut kedua wanita itu kusut. Mereka mengenakan kemeja pria, sementara bagian bawah tubuh... sama sekali telanjang. Dua pria berdiri di belakang masing-masing wanita, menggenggam pistol yang ditempelkan di pinggang belakang mereka. Salah satu pria bahkan asyik memain-mainkan pantat tegap wanita yang lebih muda dengan tangan besarnya yang kasar.
……
Di luar, Tang Ji mengangkat kepala sambil menyipitkan mata menghalau cahaya keemasan. Ia melihat dua wanita berdiri di jendela lantai tujuh.
Tepat pada momen ini.
Tiba-tiba Tang Ji merasakan kekuatan dahsyat datang dari bahunya, bawah sadar ingin membalas serangan. Namun Tang Ji memang tidak ahli dalam pertarungan, tubuhnya juga tidak kekar. Sama sekali bukan tandingan si penyerang mendadak, hampir sekejap langsung dijatuhkan. Tangan yang memegang pistol dipelintir ke belakang, senjata itu direbut. Bersamaan, Tang Ji merasakan moncong senjata lain menekan kepalanya.
Meski tidak melihat jelas, Tang Ji tahu siapa penyerangnya. Pasti Brook, yang sejak tadi berdiri di diagonal belakang Tang Ji. Bahkan sempat menepuk bahu Tang Ji saat ia menengadah melihat para wanita di jendela.
Tepat saat Brook bertindak, ketujuh orang lainnya juga serentak bergerak. Pemuda kulit hitam yang sedang berbincang hangat dengan Jason secepat kilat mengarahkan pistolnya. Jason bereaksi dengan kecepatan ekstrem, serentak mengacungkan senjatanya ke arah si pemuda.
Mengarahkan senjata dengan sangat cepat pasti menghasilkan suara berisik, sedangkan mental Tang Ji dan kawanannya tidak pernah rileks meski bertemu korban selamat lain. Hampir bersamaan ketika satu orang mulai menyerang, yang lain juga langsung bereaksi dengan mengacungkan senjata saling mengarahkan. Yang paling mengenaskan adalah Christine, yang berhasil dicengkeram pria yang tadi berusaha mendekatinya dari jarak sangat dekat, dengan belati menempel di lehernya.
Old Mike dan Robbie tidak sempat mengeluarkan senjata. Keduanya yang sedang berjongkok membelakangi semua orang sambil memasang ban, ketika menyadari situasi sudah terlambat - setidaknya tiga laras senjata mengarah ke mereka.
"Jangan ada yang bergerak! Kepala kalian ada di tangan saya!" Brook menarik tubuh Tang Ji berdiri, menjadikannya tameng hidup sambil mengaitkan lengan di leher Tang Ji. Belati diarahkan ke pelipis Tang Ji, sambil mundur beberapa langkah sambil melirik sekilas situasi di sekitar.
Terlihat jelas bahwa kondisi ini sangat merugikan Tang Ji dan kawanannya.
"Brook" dan kawanannya mengangkat senjata, perlahan berkumpul. Tang Ji dan Christine yang sudah sepenuhnya dikendalikan diseret ke tengah. Manila, Laura, dan Jason mengarahkan senjata sambil bergerak perlahan mendekati Old Mike dan Robbie.
Mike dan Robbie masih mengangkat tangan, perlahan-lahan berdiri. Gerakan cepat dilarang saat ini. Keduanya tidak mencoba mengambil senjata dari pinggang belakang untuk menghindari reaksi berlebihan lawan.
"Wah, kalian memang bandel! Mengabaikan orang dalam bahaya pasti berakhir buruk," desis Brook sambil menyandera Tang Ji. Senyumnya menghilang saat menggeram: "Turunkan senjata!" Kepalanya dimiringkan ke arah Laura, Manila, dan Jason.
