Area parkir bawah tanah yang redup, deru mesin perlahan menjauh hingga akhirnya menghilang. Berdiri di samping pintu truk dengan lengan tergantung perban di leher, Manila baru menarik kembali tatapan kayunya. Ia memutar tubuh sambil bersandar di pintu kendaraan, menyapu sekilas pandangan ke orang-orang di sekitarnya dengan ekspresi wajah yang masih menyisakan kekhawatiran.
Tang Ji pergi sendirian, tidak membawa serta Robbie maupun Basong. Berkelana seorang diri di akhir zaman sudah sangat berbahaya, apalagi kali ini Tang Ji harus membunuh Brooke seorang diri. Meski sebelum berangkat dia sudah memberikan penjelasan tentang hubungannya dengan pihak lawan, Manila tetap tidak bisa menenangkan hatinya. Kebaikan di masa sebelum akhir zaman belum tentu masih berlaku sekarang. Belum lagi sifat manusia yang sudah berubah drastis pasca bencana - hati manusia tak lagi bisa ditebak.
"Pasti tidak apa-apa." Christine yang masih menempelkan kasa di dahinya membaca kegelisahan Manila, berusaha menghibur.
"Hm, aku percaya Tuhan akan melindunginya." Wajah pucat Manila meregangkan senyum dipaksakan sambil menjawab.
……
Gedung Chrysler, terletak di persimpangan Lexington Avenue dan 42nd Street di Manhattan bagian timur. Sekitar pukul tujuh lebih empat puluh menit pagi itu, sebuah mobil offroad BMW X6 memasuki area dari persimpangan selatan 42nd Street, melaju langsung menuju Gedung Chrysler.
Mobil melaju dengan stabil tanpa terburu-buru. Jalan yang bergelombang sesuai dengan ucapan Robbie - mayat zombie di sekitar Gedung Chrysler sangat banyak, namun zombie yang masih hidup hampir tidak terlihat. Sepanjang jalan besar terlihat sepi dan kosong.
Teknik menyetir Tang Ji hanya bisa dibilang biasa. Tentu ia tidak mampu melakukan manuver ekstrim. Untungnya performa mobil offroad ini cukup baik - perusahaan BMW memang dikenal sebagai contoh berintegritas industri. Hal ini membuat Tang Ji yang sedang mengemudikan kendaraan tidak merasa terlalu tidak nyaman meski jalanan bergelombang.
Pada jarak 150 meter dari Gedung Chrysler, Tang Ji melihat beberapa orang keluar dari gedung. Bagian luar gedung telah dilengkapi dengan pertahanan sederhana menggunakan mobil terbengkalai. Dari gedung tersebut muncul lima enam orang pria botak bertubuh besar bersenjata lengkap. Sebagian bersembunyi di balik pertahanan darurat, hanya satu yang benar-benar maju ke depan.
Tang Ji tahu Marlos menyukai gaya botak, sehingga anak buahnya yang ingin memenuhi sifat psikopatnya pun kebanyakan bercukur gundul. Tidak salah lagi, ini pasti anak buah Marlos.
Satu-satunya yang maju ke depan bertubuh sangat tegap, secara fisik tidak kalah dengan Jenderal Qiang meski usianya jauh lebih muda. Pria kulit putih berusia tiga puluhan ini (hampir 40 tahun) memiliki hidung mancung dan mata yang dalam. Yang paling mencolok adalah tato berwarna hijau pekat yang menutupi kepalanya yang gundul - pola rumit yang bisa membuat mereka yang tak suka tato merasa tidak nyaman.
"Berhenti!" Saat mobil offroad BMW masih berjarak lima puluh meter dari Chrysler Building, pria kulit putih berpostur besar yang membawa Desert Eagle di tangan menggerakkan tangannya ke depan dengan ekspresi serius sambil berkata.
Orang-orang di belakang barikade pertahanan telah bersiap siaga. Dua di antaranya membawa pistol, sementara sisanya memegang submachine gun berpemadam suara. Karena desain struktural submachine gun berpemadam suara yang unik, meski Tang Ji tak bisa mengenali model persisnya, ia tahu itu adalah senjata jenis tersebut. Suara tembakannya tidak sepelan yang dibayangkan - dalam radius tertentu masih terdengar cukup keras, namun di luar jangkauan itu intensitas suaranya akan turun drastis. Selain itu, toko senjata biasa tidak menjual jenis ini karena memang tidak ada versi sipil yang diproduksi.
Melihat kesiagaan penuh dari pihak lawan, bisa disimpulkan bahwa jika Tang Ji tidak mematuhi perintah mereka - baik berbelok, mundur, maupun kabur - semuanya akan berujung pada hujan peluru dari senjata mereka.
Dan, Tang Ji juga bisa membayangkan bahwa di bangunan-bangunan lain sekitar Chrysler Building, Marlos pasti telah menyusun personel. Jika benar-benar ada yang sampai di sini tanpa mengikuti aturan mereka, pasti akan mendapat masalah. Bahkan Robbie kemarin di sini terkena beberapa tembakan, kalau bukan karena rompi antipeluru yang dipikulnya, mungkin sudah mati. Jika orang lain benar-benar melanggar pantangan, hasilnya bisa dibayangkan.
Tang Ji perlahan menghentikan mobilnya. Ekspresi lawan tetap serius. Pria kekar bertato memegang "Desert Eagle" di tangan kiri, sementara tangan kanannya bawah sadar memutar perlahan peredam suara khusus di ujung laras. Tatapannya tajam seperti elang mengamati BMW yang berhenti puluhan meter jauhnya. Karena badan mobil memantulkan cahaya, dia tidak bisa melihat siapa orang di dalamnya.
Di dalam mobil, Tang Ji sebelumnya telah mencabut semua barang berantakan dari tubuhnya, hanya menyisakan satu pistol dan satu pisau berburu. Pisau berburu selalu diikat di paha, sedangkan pistol diletakkan di kursi penumpang depan saat menyetir agar mudah diambil.
Saat itu Tang Ji menghentikan mobil namun mesin tetap menyala, mengambil pistol M9 yang terletak di kursi penumpang depan dan menyelipkannya di pinggang, lalu mendorong pintu dan melompat keluar mobil.
Pria botak bertato besar menunjukkan perubahan ekspresi yang sangat jelas ketika melihat Tang Ji menyembul dari dalam mobil, perlahan menurunkan tangan kiri yang memegang senjata, sudut bibirnya merekah perlahan menunjukkan senyum terkejut.
"Tang? Kau masih hidup? Tuhan, ini sangat menggembirakan." Pria botak itu dengan cepat menyelipkan senjatanya di pinggang, melambaikan tangan ke orang di sampingnya sebagai isyarat untuk menurunkan senjata, sambil berkata penuh keheranan dan berjalan menghampiri Tang Ji. Jelas, ia mengenal Tang Ji.
"Will!" Tang Ji juga tersenyum sambil berjalan mendekati pria botak bertato itu. Sesampainya di dekatnya, ia berjabat tangan erat sambil berkelakar: "Kau juga belum mati, masih kekar begini." Sambil mengatakan itu, ia meninju dada Will. Keduanya terlihat tidak hanya sekadar saling mengenal.
Will, dijuluki Beruang Putih, salah satu kepercayaan tangan kanan Marlos, merupakan "prajurit garang" dengan kemampuan menembak yang baik dan poin fisik luar biasa. Telah mengikuti Marlos selama lebih dari lima belas tahun, sebelum akhir zaman memiliki posisi terpandang dalam geng kriminal. Konon pernah berlatih karate hingga mencapai level sabuk hitam, namun Tang Ji tak pernah menyaksikannya turun tangan secara langsung sehingga detailnya tetap misteri.
Sebelum akhir zaman, Tang Ji pernah melakukan tiga kali kunjungan medis untuk Marlos. Satu kali untuk Marlos sendiri, dua kali sisanya untuk anak buah yang sangat dihargainya - Will termasuk salah satunya. Luka Will saat itu berada di kepala sendiri, meninggalkan jaringan parut pasca operasi sehingga ia menutupinya dengan pola tato mencolok. Pertemanan Tang Ji dan Will mulai terjalin sejak masa itu. Sebenarnya bukan hanya Will, banyak anak buah Marlos yang akrab dengannya. Karena pernah menyelamatkan nyawa Marlos, Tang Ji sangat diterima di kalangan grup ini.
Meskipun setelah 3 kali kunjungan medis Tang Ji menerima total 200.000 dolar AS dari Marlos yang termasuk dalam kesepakatan, hal ini tidak menghalangi dirinya membangun persahabatan dengan mereka.
"Ayo masuk, Lao Da sudah berkali-kali menyebut-nyebutmu. Pasti sangat senang bertemu. Jika kau muncul lebih awal, mungkin Vista tidak akan mati." Will menepuk bahu Tang Ji sambil membawanya masuk ke gedung.
"Vista... Bagaimana bisa?" Tang Ji bertanya dengan keraguan sambil berjalan. Ia tahu Vista sama seperti Will, termasuk anak buah kepercayaan Marlos yang bertanggung jawab atas perlindungan Marlos.
"Beberapa hari lalu, kami pergi ke kantor polisi untuk mengambil beberapa barang. Terjadi konflik terbuka dengan sekelompok orang di sana. Saat kami mundur, baru menyadari Vista kena getah. Lalu... Kami tidak punya dokter, akhirnya dia mati." Will mengedipkan bibir saat menceritakan ini. Ekspresinya tidak bisa dibilang senang, juga tidak sedih. Hubungannya dengan Vista memang tidak terlalu harmonis—tidak sampai bermusuhan, tapi jelas tidak baik. Dari sudut pandangnya sendiri, Will cukup acuh tak acuh dengan kematian Vista. Tapi kalau dilihat dari perspektif Marlos, pasti sangat tidak ingin kejadian ini terjadi.
Sambil terus berbincang, kedua pria itu perlahan memasuki Gedung Chrysler. Tang Ji menanyakan kabar terbaru Marlos secara santai, lalu menjelaskan kondisinya sendiri secara singkat. Tiba-tiba dia mengubah topik: "Kemarin sore, apakah ada kejadian apa-apa di sini?"
“Mengapa bertanya seperti itu?” Kening Will berkerut sedikit. Keduanya telah sampai di pintu lift gedung. Ia mengangkat tangan menekan tombol lift sambil menoleh ke Tang Ji bertanya.
“Kemarin anak buahku datang ke sini, seolah terjadi konflik dengan kalian.” Tang Ji berbicara blak-blakan. Pandangannya menyapu sekeliling. Sebelum masuk lift, terlihat seluruh lobi lantai satu Gedung Chrysler dipenuhi personel Marlos. Jika dihitung penjaga di pintu masuk, koridor, dan pintu tangga, total lebih dari 20 orang - semuanya pria muda perkasa. Entah bagaimana Marlos bisa berkumpul begitu banyak personel dalam waktu singkat di akhir zaman ini.
“Anak buahmu?” Ekspresi Will terlihat bingung. Ia tidak tahu kejadian kemarin sore karena kebetulan sedang membawa sekelompok orang keluar saat itu.
“Monica, apa yang terjadi kemarin sore?” Will mengambil walkie-talkie di kantong pinggangnya sambil bertanya. Pintu lift terbuka, tapi mereka masih berdiri di depan pintu. Will menahan pintu dengan tangan, tidak masuk karena sinyal walkie-talkie akan terganggu di dalam.
“Kemarin sore...” Suara wanita matang terdengar dari walkie-talkie. Suaranya terhenti sejenak, seolah sedang bertanya pada orang di sekitarnya. Setelah jeda, dia melanjutkan: “Tidak ada yang istimewa. Hanya ada korban selamat baru yang bergabung dengan kami, kenal Billy. Dia terluka dan sedang dikejar-kejar saat itu... Menurut mereka, orang yang mengejarnya punya kemampuan bertarung bagus. Kena tembak tapi berhasil kabur.”
“Orangmu?” Will menatap Tang Ji sambil bertanya, lalu masuk ke lift bersama sang Godfather.
Tang Ji mengangkat alis sambil mengangguk. Setelah jeda singkat, dia tersenyum dan bertanya: “Billy itu siapa?” Nama itu tidak familiar baginya, seharusnya bukan orang kepercayaan dekat Marlos.
"Billy..." Ekspresi Will kembali bingung, ia menggelengkan kepala pelan. Dengan ragu ia menatap Tang Ji yang terlihat canggung, "Sepertinya juga korban selamat yang baru bergabung belakangan ini. Kau tahu urusan anggota baru bukan tanggung jawabku. Banyak yang tewas saat akhir zaman meledak, sekarang Monica yang mengurus ini."
"Pendatang baru?" Senyum Tang Ji semakin berkilauan.
"Pendatang baru." Will menegaskan, lalu teringat tujuan pertanyaan Tang Ji. Senyumnya mengandung keanehan, "Kenapa? Yang terluka kemarin... si pendatang baru itu menyakitimu?"
"Salah satu orangku mati karena dia." Wajah Tang Ji mendung.
"Balas dendam?" Will bertanya lagi.
"Hm." Tang Ji mengangguk, melirik angka penunjuk lantai lalu menatap Will, "Ada masalah?"
"Tidak." Will menggeleng sambil tersenyum.
Ding!
Suara bel yang jernih berbunyi, angka penunjuk lantai terbekukan di 22. Pintu lift terbuka.
