Dentuman senjata yang meredam, suara ubun-ubun kepala yang meledak. Merah dan putih menyembur deras bercampur, darah segar mengaliri lantai. Brooke meregang nyawa dengan mata yang tak mau terpejam.
Ia semula mengira ada kesempatan, bahkan sudah menyiapkan kata-kata pembelaan, yakin dirinya takkan mati. Namun Tang Ji tak memberinya peluang itu. Tang Ji hanya menyelesaikan semua yang ingin dikatakannya. Baginya, apapun yang akan diucapkan Brooke sama sekali tak relevan.
Perlahan menurunkannya, menyelipkan senjata di pinggang. Jari Tang Ji mengusap bagian bawah hidung. Tatapannya tertuju pada mayat Brooke, lalu meludah dengan keras sebelum menoleh ke arah Marlos.
Senyum mengembang di wajah Marlos. Kekagumannya pada Tang Ji kian membesar - sejak awal memang begitu. Ketegaran Tang Ji, ketenangannya dalam menghadapi perubahan, ditambah kemampuannya yang mumpuni, semua merupakan hal yang membuatnya kagum. Oh begitu, kali ini bahkan lebih dari sebelumnya.
Marlos memberikan kode mata kepada beberapa orang lain di kejauhan kamar, menganggukkan kepala ke arah mayat Brooke. Mereka segera memahami maksud, berjalan ke sisi mayat Brooke, mengangkat jasad berdarah itu dan menuju ke jendela kamar. Membuka jendela, melongok ke bawah sejenak untuk memastikan tidak ada orang, lalu melemparkan mayat ke bawah. Salah satu dari mereka mengambil walkie-talkie dan berbisik sesuatu. Tak lama kemudian, beberapa wanita masuk. Meski berpakaian bergaya militer dan membawa senjata, tangan mereka memegang kemoceng dan ember air seperti pelayan, membersihkan lantai aula hingga bersih berkilat.
"Keluar semua!" Marlos melambaikan tangan sambil berkata, kemudian mengangguk ke arah Sax sang anak angkat yang duduk di sofa samping. Tanpa sepatah kata pun bahkan ekspresi wajah yang berubah, Sax langsung berdiri dan berjalan keluar.
Perlahan-lahan sebagian besar orang di dalam kamar telah pergi. Hanya tersisa Marlos, Tang Ji, dan Monica.
Marlos jarang berduaan dengan orang luar. Sebelum akhir zaman sudah begitu, setelah akhir zaman bahkan lebih. Tang Ji belum bisa dibilang benar-benar orang dalam, juga belum mencapai level saling membuka hati. Meski sudah menyuruh penembak jitu legendaris Sax pergi, dia sengaja meninggalkan Monica.
Tentang kemampuan Monica, Tang Ji tidak punya wawasan jelas karena belum pernah menyaksikan langsung. Tentu saja selain teknik merayu pria di ranjang yang sudah dialaminya. Tapi bisa dibayangkan, Monica pasti bukan orang sembarangan. Seorang wanita bisa menjadi tangan kanan Marlos, kesetiaannya sudah tak perlu diragukan. Di bidang lain pastinya juga punya kelebihan yang menonjol. Tang Ji juga tahu, Marlos sama sekali tidak punya hubungan fisik dengan Monica. Artinya Marlos belum pernah menggauli makhluk menakjubkan yang seksi dan memikat ini. Marlos sangat tegas dalam memisahkan peran: pasangan seksual di ranjang ya tetap pasangan seksual, sementara anak buah... tetaplah anak buah!
Setelah sebagian besar orang keluar, pintu ditutup rapat. Monica semakin lancang. Tang Ji duduk di sofa, sementara wanita itu malah merebahkan tubuhnya di atas kursi sofa yang luas dan empuk. Kaki ramping nan indah berwarna gandumnya langsung menekan paha Tang Ji. Ia menarik tangan kiri Tang Ji, lalu tangannya sendiri mulai menggosok perlahan di atasnya.
"Kapan berangkat?" Marlos mencabut cerutu yang terselip di mulutnya, bertanya langsung tanpa basa-basi.
"Hari ini, semakin cepat semakin baik. Kota ini terlalu berbahaya." Tang Ji menggelengkan kepala halus sementara tangan kanannya tanpa sadar membelai paha Monica, matanya menatap Marlos.
“Tinggalkan! Bantulah aku di sini. Aku berencana membersihkan semua pasukan lain di Manhattan dalam satu bulan, menarik beberapa korban selamat, lalu meledakkan jembatan dan terowongan yang menghubungkan Pulau Manhattan, menjadikannya pulau terisolasi. Semua sumber daya dan manusia di sini milikku. Jika bisa menemukan bakat profesional, aku juga berencana pergi ke pangkalan Angkatan Laut sekitar untuk mencari peralatan, mendirikan negara kecil. Jika benar-benar bisa menyelesaikan kekuasaan di sini, kurasa akan ada korban selamat yang datang melalui jalur laut ke sini. Korban selamat di sini akan semakin banyak.” Marlos tertawa percaya diri.
“Negara?”
“Benar, negara. Di dunia sekarang ini siapa pun bisa menjadi penguasa, mengapa bukan aku?”
“Bagaimana dengan zombie?” Tang Ji mengajukan pertanyaan kunci, ternyata memang sesuai dengan dugaannya. Marlos berambisi menguasai Manhattan. Sebelum akhir zaman, hal ini bagaikan kemustahilan mutlak karena pemerintah AS masih eksis. Namun setelah akhir zaman, segala sesuatu tak bisa dipastikan. Inti Manhattan adalah Pulau Manhattan dengan luas puluhan kilometer persegi, memiliki fasilitas terbaik di dunia, dan berbentuk kepulauan. Jika benar seperti yang dikatakan Marlos tentang meledakkan terowongan dan jembatan penghubung pulau, maka zombie dari luar tak bisa menyeberang. Asal bisa menemukan cara untuk menghabisi zombie di dalam Pulau Manhattan, tempat ini akan menjadi surga.
“Zombie...” Marlos menunjuk posisi pelipisnya sendiri sambil tersenyum, “Mereka tak punya otak. Ancaman mereka hanya karena jumlahnya yang terlalu banyak. Sebenarnya selama ada strategi, menghabisi mereka bukanlah masalah.”
Marlos selalu sangat percaya diri. Sebelum akhir zaman, dia sudah meraih ketenaran dan kesuksesan, tapi ini sama sekali tidak meredam ambisinya. Jika bukan karena pemerintah AS terlalu kuat, siapa tahu apa yang akan dia lakukan. Kini, dia melihat peluang. Akhir zaman adalah bencana bagi sebagian besar umat manusia, tapi baginya, ini adalah kesempatan emas. Dia tahu batas kemampuannya - punya ambisi bukan berarti serakah. Untuk saat ini, dia hanya menginginkan Pulau Manhattan saja.
"Bagaimana? Tinggallah membantu saya. Ini adalah perang yang membutuhkan talenta sepertimu. Nanti kau juga bisa menikmati segala fasilitas di sini. Posisimu hanya akan berada di bawah saya." Marlos kembali mengajak. Melihat Tang Ji terlihat merenung, dia segera menambahkan sambil tersenyum: "Jika kau mau tinggal, dia akan menjadi milikmu!" Marlos menunjuk ke arah Monika. Monika dengan patuh menggenggam tangan Tang Ji, memasukkan salah satu jarinya ke mulut, perlahan mengisapnya sambil menatap tajam ke mata Tang Ji.
Tang Ji melirik Monica, kembali merenung, lama sekali baru menggelengkan kepala: "Maaf, aku tetap..."
"Mengapa? Ada apa yang kau khawatirkan?"
"Kau pasti tahu kekhawatiranku. Kau juga tahu aku tak suba diatur atau jadi pengurus. Bukan itu hidup yang kuinginkan." Tang Ji bicara blak-blakuan. Sebenarnya bisa lebih gamblang, beberapa hal sengaja tak diungkapkan. Tiongkok ada pepatah kuno: 'membuang kuda setelah penggilingan selesai'. Inilah sumber kekhawatiran terbesarnya. Marlos adalah penguasa kejam, para penguasa kejam selalu generasi berhati licik. Demi diri sendiri, ia bisa melepaskan segalanya. Belum lagi apakah Marlos benar-benar bisa menguasai Manhattan? Misal pun berhasil, masalah zombie terselesaikan, lalu apa?
Dokter yang selamat di seluruh dunia bukan hanya Tang Ji seorang. Di waktu mendatang, mustahil hanya ada Tang Ji sebagai satu-satunya dokter di sekitar Marlos. Tang Ji juga tidak mungkin memiliki kesetiaan terhadap Marlos. Lagipula tugas dokter adalah menyelamatkan nyawa. Nantinya prestasi Tang Ji pasti akan mengalahkan sang pemimpin. Banyak orang akan berterima kasih padanya. Bahkan jika Tang Ji tidak berniat jahat, Marlos mungkin takkan bisa menerima kehadirannya.
Sejarah telah membuktikan berkali-kali: mereka yang memiliki kemampuan luar biasa, meskipun menunjukkan kesetiaan tak tergoyahkan dan pengabdian total, seringkali berakhir dengan tragis.
Apakah Marlos memiliki kecurigaan yang sangat kuat terhadap orang lain?
Tanpa perlu menyelidiki pun bisa dipastikan - tentu ada. Jika tidak, mustahil ia bisa menguasai dunia bawah tanah selama dua dekade, atau bertahan hidup sampai hari ini.
Selain itu, Tang Ji adalah penganut teori konspirasi sejati. Daripada mengatakan Marlos penuh kecurigaan, lebih tepat mengatakan Tang Ji-lah yang lebih paranoid. Pikirannya selalu dipenuhi terlalu banyak skenario.
"Bos, gerombolan di kantor polisi mengintip kita dengan sembunyi-sembunyi." Suara Wilson tiba-tiba berbunyi dari walkie-talkie Marlos.
"Datang berapa orang?" Marlos mengangkat walkie-talkie sambil mengerutkan kening.
"Cuma dua, dia mau kabur... sudah ditembak mati saudara-saudara, sekarang aman." Lapor Wilson.
"Aku tahu." Marlos membalas, meletakkan walkie-talkie lalu menatap Tang Ji. Bibirnya berkerut-kerut, jarinya menggaruk-garuk bawah sadar. Lama kelamaan baru berujar perlahan: "Benar-benar tidak bisa?"
Tang Ji menggelengkan kepala dengan mantap. Penolakannya tegas. Dia tahu dengan menolak langsung seperti ini Marlos justru tidak akan membunuhnya. Sebab kelapangan dada Marlos belum sedemikian sempit. Tanpa konflik kepentingan, orang berstatus seperti Marlos takkan sembarangan membunuh.
"Kalau begitu... tinggallah beberapa hari. Hanya beberapa hari ini! Bantu aku. Tunggu sampai kuhabisi gerombolan polisi itu, baru kau pergi!" Marlos menatap Tang Ji dengan ekspresi serius.
“Bagus!” Tang Ji mengangguk.
Marlos tersenyum mengembang, menunjuk Monika sambil berkata: "Sebelum kamu pergi, dia milikmu."
Tepat pada saat itu.
GEMURUH!
Dentuman dahsyat mengguncang seluruh gedung Chrysler. Semua orang membeku kaget. Di luar jendela, terlihat di jalanan setengah kilometer jauhnya, gedung pencakar langit setinggi 60 lantai meledak dengan keras sebelum ambruk sepenuhnya.
Seseorang telah meledakkan gedung pencakar langit itu!
Kebisingan ekstrim ini cukup untuk menarik ratusan ribu zombie dari separuh Manhattan.
"Pantas mati! Apa yang terjadi?!" Marlos melompat marah sambil meraih walkie-talkie dan meraung.
