Di antara gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang rusak dipenuhi bau anyir darah dan mesiu yang menyelimuti udara, bercampur dengan aroma busuk membentuk kombinasi yang memicu pingsan. Dengan rangsangan yang sangat kuat, untungnya orang-orang yang berada di lokasi sudah mengalami lebih dari dua puluh hari di akhir zaman dan terbiasa dengan bau busuk. Saat itu mereka hanya merasakan ketidaknyamanan ringan. Lagipula, tak ada seorang pun yang memusatkan perhatian pada hal ini sekarang.
Zombie-zombie itu mengerikan, wajah garang, pipi mengurus seperti terpahat pisau, pakaian compang-camping, bahkan beberapa sudah telanjang bulat dengan kulit keabu-abuan memudar. Seluruh tubuh mereka dipenuhi kotoran merah gelap. Mereka menderu, mengaum, melotot dengan mata merah gelap yang penuh kegembiraan, bergerak membentuk gelombang mengerikan yang menyapu kerumunan.
Di sekitar Marlos hanya tersisa dua puluh tiga orang. Jika ditambah dirinya sendiri, total dua puluh empat orang. Sebagian besar dari mereka dilengkapi persenjataan lengkap sambil menggendong tas ransel besar dengan model identik yang diambil dari bagasi mobil offroad Mercedes. Sebagai orang yang kesadaran bahayanya sangat tinggi, Marlos sudah mempersiapkan rencana pelarian dan perpindahan markas sewaktu-waktu bahkan sebelum peristiwa hari ini terjadi.
Semua orang berkumpul bersama, karena kecepatan pergerakan zombie hampir konstan, sehingga dalam waktu singkat gerombolan zombie masih belum mungkin sepenuhnya mengurung mereka. Marlos sedang menengadah melihat gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya. Karena tidak bisa lari, secara alami harus mencari bangunan yang bisa menangkal zombie. Bangunan di sekitarnya sangat banyak, dengan fungsi dan efek yang berbeda sejak sebelum akhir zaman - ada yang berupa gedung perkantoran, ada pula apartemen. Saat ini tidak boleh panik dan sembarangan memilih, jika tidak masuk ke gedung dengan struktur bangunan yang terlalu terbuka, sama sekali tidak bisa bertahan melawan zombie, masuk ke sana berarti jalan buntu kematian.
Marlos sedang membuat keputusan, gerombolan zombie semakin mendekat. Tiba-tiba Tang Ji berlari menuju sebuah mobil Mercedes. Mobil-mobil offroad Mercedes di sekeliling terparkir secara berantakan. Tang Ji mencapai mobil offroad terdekat, pintu belakangnya terbuka lebar. Tang Ji melirik ke dalam, tidak ada tas ransel. Dengan sangat cepat ia berlari ke mobil Mercedes lain, membuka pintu belakang dan menarik keluar sebuah tas ransel yang langsung digendongnya.
Tas ransel ini telah dipersiapkan sebelumnya oleh Marlos. Setiap mobil memuat tujuh delapan tas berisi air jernih, makanan, senjata api, botol obat dan berbagai perlengkapan. Satu tas ransel penuh mungkin tidak berarti banyak bagi kelompok besar, tapi bagi korban selamat yang terkepung, persediaan ini bisa memperpanjang nyawa selama tujuh delapan hari bahkan belasan hari.
Tas ini sangat berat, sekitar tiga puluh kilogram. Berat utama berasal dari senjata dan peluru. Jika seorang wanita lemah menggendong tas seperti ini, pasti sangat kesulitan. Mustahil berjalan jauh apalagi berlari. Tapi tidak satu pun anak buah Marlos bisa disebut lemah, bahkan para wanitanya sekalipun.
Kondisi fisik Tang Ji selalu prima. Pengaruh pekerjaan membuatnya tidak merokok, hampir tidak minum arak kecuali saat pesta, lari setiap hari, dan melakukan latihan anggota gerak sederhana. Selain lari, gerakannya tidak terlalu keras. Ini aktivitas yang bisa dilakukan siapa pun sehari-hari, bahkan oleh orang tersibuk sekalipun. Tapi banyak yang enggan melakukannya, apalagi bertahan konsisten.
Menggendong tas ransel seberat 30 kilogram tentu menjadi beban bagi Tang Ji, dan bagi siapa pun. Namun beban ini tidak terlalu berat. Meski demikian, Tang Ji tetap mengerutkan kening. Sebab meski berlari masih memungkinkan dengan beban seberat ini, jika terjatuh atau harus memanjat tangga, beban ini akan meningkat secara eksponensial. Entah bagaimana Marlos saat itu mempertimbangkannya. Atau jangan-jangan tubuhku sendiri yang terlalu lemah?
Sebelum akhir zaman, meski Tang Ji rutin berolahraga, latihan itu hanya untuk menjaga kondisi kesehatan optimal. Ia tidak menyukai otot yang berlebihan. Jika bukan karena sifat kekanak-kanakannya, menjadi pria berotot murni tidak akan memakan waktu lama. Namun kini, ia mulai iri pada para pria berotot tersebut. Setelah akhir zaman, dalam kondisi yang setara di bidang lain, semakin kuat tubuh seseorang, semakin besar kemungkinannya untuk bertahan hidup.
Tang Ji berpikir cepat. Hanya dirinya yang masih punya waktu luang memikirkan hal-hal seperti ini di situasi seperti sekarang. Setiap orang yang pernah mengalami akhir zaman pasti punya pengalaman dikejar dan dikepung zombie. Beberapa orang menjadi semakin penakut setelah berhasil lolos dari maut berkali-kali, karena mereka sangat memahami kengerian zombie. Bahkan mungkin hasil akhirnya adalah mental collapse total saat suatu kali dikepung zombie. Tentu ada juga tipe orang lain yang justru semakin santai, dan pola pikir mereka semakin tajam setiap kali menghadapi situasi seperti ini.
Tang Ji termasuk dalam kategori yang terakhir. Meskipun gerombolan zombie yang siap menelan hidup-hidup sedang mendekat dengan mengalir deras dari kejauhan, Tang Ji tahu bahaya mematikan yang sebenarnya belum datang. Krisis mati kelaparan-lah yang merupakan ancaman sesungguhnya.
Hampir separuh gerombolan zombie Manhattan akan berkumpul di tempat ini. Jumlahnya diperkirakan minimal melebihi 400.000.
"Rumit sebenarnya," Tang Ji hanya berpikir sejenak, mengagumi para pria berotot sambil menggendong tas perjalanan. Ia berbalik untuk berlari ke arah Marlos dan yang lain, jaraknya sekitar tujuh delapan meter.
Saat Tang Ji berbalik, cahaya menyilaukan menerpa matanya. Refleks ia menyipitkan mata dan memiringkan kepala. Seketika ia menyadari sumber cahaya itu berasal dari kaca spion mobil Mercedes, ekspresi wajahnya berubah drastis!
"Ada sniper!" Tang Ji berteriak histeris. Tanpa pikir panjang ia berlari ke mobil terbengkalai di sebelah, berjongkok dan bersembunyi sepenuhnya di balik bodi sepeda.
Tang Ji berteriak, ia menyadari pantulan cahaya matahari dari bidikan teleskop senapan sniper yang masuk ke kaca spion mobil offroad Mercedes-Benz. Karena sudut tertentu, cahaya itu persis menyinari mata Tang Ji. Seandainya ia penembak jitu, pasti akan memilih balas menyerang diam-diam. Target lawan jelas bukan Tang Ji. Ia bisa menyimpulkan, bidang pandang dalam bidikan teleskop terbatas. Bahkan jika Tang Ji berbalik menyerang, lawan takkan melihatnya sampai suara tembakan terdengar.
Tapi Tang Ji bukan penembak jitu. Selama ini ia punya kesadaran diri. Keberhasilannya bertahan hidup sepenuhnya mengandalkan otak, bukan kemampuan bertarung atau menembak. Maka Tang Ji memilih segera mengingatkan semua orang sembari berlindung. Marlos punya penembak jitu di anak buahnya. Jika berjalan lancar, dengan melakukan penekanan tembakan terlebih dulu, menghindari tembakan mematikan sama sekali bukan masalah. Tapi...
Plak... Braak!
Pada detik setelah Tang Ji berteriak, orang-orang lain baru menyadari situasi, kepala Marlos meledak seperti semangka, diikuti suara senapan sniper yang menggema di langit. Karena jaraknya dekat, kedua suara ini hampir bersamaan walau masih bisa dibedakan urutannya.
Seiring cipratan materi merah dan putih, dua orang di belakang Marlos berturut-turut dijatuhkan dengan cepat, lubang darah sebesar kepalan tangan menembus tubuh mereka.
Tang Ji yang bersembunyi di belakang mobil menoleh tajam, matanya membelalak kaget seketika.
Ia sudah mendengar tembakan, tahu mungkin ada yang terluka atau tewas, tapi tak menyangka yang mati justru Marlos.
Marlos, sudah lama mati!
