24 Juni 2015, hari ke-35 setelah akhir zaman meledak, hari ke-14 Tang Ji dan kawanan terkepung.
Karena kemarin ada yang meninggal, dan yang mati bukan hanya satu orang, persediaan daging melimpah, sehingga hari ini seluruh penghuni asrama tampak tenang. Tidak ada dentuman senjata, tidak ada pembantaian. Bahkan ketika berpapasan, mereka memilih mundur dengan kecocokan hati. Bahkan ada yang baik hati memberi tahu di mana mayat berada. Bagaimanapun, jika bukan karena kelaparan, semua orang di sini bisa disebut teman.
Sore itu, Manhattan yang sudah lama terpanggang diguyur hujan lebat. Air hujan membersihkan kotoran kota ini dengan deras. Bau busuk yang memualkan banyak terhapuskan. Korban selamat yang bersembunyi di gedung-gedung tinggi bahkan mencium kesegaran yang menyentuh jiwa di udara, sesuatu yang sudah lama tak mereka rasakan.
Saat hujan turun, di masa sebelum akhir zaman, banyak orang akan memikirkan: apakah anggota keluarga yang di luar sudah membawa payung? Apakah hujan akan mempengaruhi bisnis keluarga? Apakah kekasih akan masuk angin lalu mengingatkan pasangan untuk menambah lapisan baju, dan lain-lain. Hujan membawa perasaan yang berbeda-beda - ada yang frustasi, ada yang merasa nyaman. Manusia memang selalu aneh, menghadapi fenomena yang sama bisa muncul dua sikap yang bertolak belakang. Tapi semua ini bicara tentang manusia di masa sebelum akhir zaman.
Akhir zaman, sekarang, hujan turun.
Banyak orang berpikir: hujan telah menurunkan suhu udara, mayat bisa disimpan lebih lama.
……
Tang Ji tiba di tempat persembunyian barunya, sebuah kamar tidur kecil dengan desain unik yang terletak di dalam kantor Presiden Direktur sebuah perusahaan asuransi. Sama seperti sebelumnya, ada dua pintu: satu menuju kantor Presiden Direktur, sedangkan pintu lainnya menuju kantor Direktur Administrasi di sebelahnya.
Struktural semacam ini... jelas, ini hasil modifikasi perusahaan asuransi sendiri yang menyewa bangunan ini. Mengapa diubah seperti ini? Tang Ji membuat teori berbeda dengan niat jahat: Jika diungkapkan dengan bahasa lapisan kedua yang lebih sopan - untuk mempermudah komunikasi antara Direktur Eksekutif dan Presiden Direktur, ini merupakan jalan pintas. Tapi jika diungkapkan secara polos - biar lebih mudah bagi Direktur Eksekutif dan Presiden Direktur untuk berhubungan intim di ranjang.
Di dalam kamar tidur terdapat kursi sofa mewah berbahan kulit asli buatan tangan. Di era sebelum akhir zaman, ini pasti barang yang hanya bisa dibeli para tajir. Sekarang, siapa yang melihat dialah pemiliknya. Tang Ji bukan hanya memilikinya, duduk dengan manis di atasnya, tapi juga berencana... memakannya. Tentu ini memerlukan pemeriksaan ulang sederhana - merebus bahan kulit dengan air. Dengan begitu Tang Ji bisa memastikan apakah bisa dimakan. Jika muncul warna atau aroma menyengat, sudah pasti tidak boleh. Bahan kimia yang disalahgunakan sekarang membuatnya pusing. Jika bukan karena ini, pasti akan banyak sekali materi yang bisa dimakan di gedung ini.
Memindahkan kursi sofa ke dekat jendela, Tang Ji duduk dengan postur nyaman sambil memandang hujan deras di luar. Suasana hati yang muram seolah membaik.
Hari ini berlalu dengan tenang, seolah seluruh dunia mendapat secercah kedamaian. Namun Tang Ji tahu, di balik kedamaian itu tersembunyi ombak besar yang bergelora, pertumpahan darah, dan kejahatan. Pembantaian takkan berhenti, hanya masalah waktu.
……
Hujan reda. Senja kembali menyelimuti langit dan bumi yang berkabut. Manhattan yang langka mengeluarkan kabut putih, menyamarkan metropolis megah ini bagai fatamorgana ilusif - pemandangan yang mustahil terlihat sebelum akhir zaman. Dulu Manhattan dipenuhi aktivitas manusia, tak seperti sekarang. Bukan cuma Manhattan, seluruh alam semesta sedang kembali ke alam dengan kecepatan tak terbayangkan. Fenomena alam yang selalu tersembunyi di balik hiruk-pikuk kota besar, akhirnya terungkap.
Pukul tujuh malam, dentuman senjata menggema di gedung perkantoran. Suara ini seharusnya tidak muncul karena hari ini tidak ada yang kekurangan makanan. Tanpa listrik, senja mulai menyelimuti hingga seluruh interior gedung menjadi sangat redup. Jika tidak bersandar di dekat jendela, di koridor bahkan benda berjarak dua tiga meter pun tak bisa dilihat jelas. Diperkirakan dalam waktu setengah jam, gedung akan sepenuhnya gelap gulita - kondisi yang merugikan baik bagi musuh maupun diri sendiri.
Tak seorang pun akan memilih periode ini untuk melakukan pembantai, namun dentuman senjata takkan muncul... kecuali karena ada yang menemukan "makanan" bertekstur lembut dan berair itu - Monica!
Monica, pekerja seks kelas tinggi di masa sebelum akhir zaman yang sebenarnya jarang menjemput tamu. Sang pembunuh bayaran andalan Marlos si godfather geng kriminal, makhluk menakjubkan yang memikat dengan pisau berburu di tangan. Sosok yang bahkan Will si Beruang Putih tak berani hadapi dari dekat, kini compang-camping melarikan diri bagai anjing kehilangan rumah.
Alasannya sederhana: karena senjata api!
Roma tidak dibangun dalam sehari, kemampuan menembak pun demikian. Tidak ada penembak jitu legendaris yang terlahir langsung. Tidak bisa dipungkiri sebagian orang berbakat alami, tetapi tanpa meneteskan keringat yang cukup, mustahil menjadi penembak jitu sejati.
Kemampuan menembak Monica memang bagus, sungguh-sungguh bagus. Setidaknya demikian menurut penilaian Tang Ji, karena skill menembaknya sangat payah dibandingkan para ahli sejati. Namun di antara anak buah Marlos, kemampuan Monica hanya tergolong biasa. Dibandingkan anggota lain, ia masih relatif muda dan bukan pembunuh yang dibina Marlos sejak kecil. Waktu kontaknya dengan senjata api juga terbilang singkat - hanya beberapa tahun. Lagipula waktunya terbatas untuk latihan menembak, karena ia masih harus belajar merayu pria, mengasah wawasan selera, serta memperhalus cara bicara agar bisa berinteraksi dengan pria berstatus tinggi.
Yang benar-benar menimbulkan ketakutan darinya tentulah pisau. Baik golok panjang maupun belati, selama ada senjata tajam di tangan, kemampuan pembantaian yang meledak darinya cukup membuat orang terdiam tak berkutik. Tak ada yang tahu mengapa dia menguasai ini. Selain Marlos, tak ada yang pernah menyelidiki: Mengapa dia bergabung dengan geng hitam? Mengapa kesetiaannya pada Marlos begitu tak tergoyahkan? Semua ini adalah rahasia. Dan rahasia ini, setelah kematian Marlos, seolah menjadi misteri abadi - karena Monica takkan pernah bicara.
Kemampuan bertarung jarak dekat yang dahsyat membuat Monica dipercayai Marlos. Tapi golok tetaplah golok. Di era kejayaan senjata api modern, di sebagian besar waktu, kemampuan bertarung sehebat apapun takkan mengalahkan sebuah senjata api.
Lantai 47 gedung perkantoran, di koridor yang sangat redup, dentang langkah kaki dan desahan tergesa terdengar. Monica berlari seperti kesetanan menuju ujung koridor, diikuti dua pasang langkah kaki yang sama tergesanya. Benar, dua orang - Monica bertemu dengan dua pengejar.
Dua pria itu mengejar dengan gila-gilaan. Mereka hanya bisa menentukan arah Monica melalui suara langkah kakinya, karena koridor yang gelap gulita. Sesekali mereka menembak membabi buta ke depan, peluru yang menggeser dinding menyemburkan percikan api yang terang menyala.
Tiba-tiba, dua berkas cahaya putih terang menyala, berkedip-kedip mengikuti ritme larian mereka, menerangi jalan di depan. Jelas terlihat kedua pria itu telah menyalakan senter portabel, menyoroti koridor. Kadang cahaya itu berhasil menangkap siluet Monica yang berlari.
Mereka tidak berteriak mencoba menghentikan Monica, karena tahu pasti dia tidak akan berhenti—itu hanya membuang-buang tenaga saja.
Dari lapisan 47 hingga 45, Monica terus berlari tanpa henti. Dia tak berani berhenti atau memasuki ruangan manapun, karena setiap kamar bisa jadi jalan buntu. Begitu masuk, tak ada jalan mundur. Menghadapi dua pria dengan kemampuan menembak yang lebih unggul, peluang menangnya nyaris nihil.
Kecepatannya mulai melambat. Dibanding yang lain, kondisi fisik Monica jauh lebih buruk. Karena tak bisa melampaui batasan diri, dia tak pernah memakan daging manusia. Selama ini dia bertahan dengan "makanan" dari tas ransel saat memasuki gedung. Dengan porsi makan kecil khas wanita, ditambah upaya sengaja makan sedikit-sedikit, hingga hari ini persediaannya masih tersisa.
Tinggal beberapa batang cokelat dan bungkus biskuit. Monica tahu bahan itu paling hanya cukup untuk dua hari. Dua hari kemudian, kelaparan akan mulai menghampiri.
Wanita karena alasan struktural tubuh lebih tahan lapar daripada pria, namun malnutrisi parah membuat kondisi tubuh Monica saat ini sangat buruk. Dia hampir tidak bisa berlari lagi.
