Albert, pria kulit putih berkepala botak. Lingkaran matanya dalam, hidung bengkok seperti paruh elang, bibir tipis. Usia 38 tahun dengan postur 1,85 meter dan berat badan 92 kilogram. Seluruh tubuhnya kecuali kepala dipenuhi tato yang begitu padat hingga terlihat seperti hamparan hitam besar. Bagi yang tidak terbiasa, tampilannya sangat menjijikkan. Sebelum akhir zaman, dia adalah pelatih bela diri untuk anak buah baru Marlos.
Albert memiliki tubuh yang sangat kokoh dengan kemampuan bela diri bebas yang sangat dahsyat. Dibandingkan dengan orang kepercayaan lainnya, ia belum lama mengikuti Marlos - hanya sekitar lima enam tahun. Awalnya merupakan petinju ilegal di arena tinju bawah tanah, kemudian direkrut Marlos. Berkat kemampuan bertarung luar biasa dan karakter pendiam yang lebih banyak bertindak daripada bicara, ia cepat meraih kepercayaan Marlos.
Saat ini, di dalam gedung perkantoran yang sepenuhnya dikepung zombie, Albert termasuk ancaman yang sangat berbahaya. Seperti pepatah "anjing menggigit tidak menggonggong", Albert ahli dalam menjebak lawan secara licik dengan cara kotor. Karakter ini terbentuk dari pertarungan hidup-mati tanpa aturan di arena tinju bawah tanah. Musuh yang tak mengikuti logika umum memang sangat mengerikan.
Hari ini, pria dengan kemampuan bertarung mematikan layaknya ular berbisa ini akhirnya membayar mahal karakternya yang gemar melancarkan serangan tak terduga.
Pukul lima subuh, merupakan waktu yang sangat melelahkan. Karena di dalam gedung ini, semua orang yang masih hidup tidak akan tidur atau beristirahat di siang hari, itu terlalu berbahaya. Manusia adalah makhluk yang terbiasa beraktivitas di siang hari, sekaligus karena faktor sinar, siang hari lebih cocok untuk aktivitas manusia. Perburuan juga umumnya terjadi di siang hari. Tapi kali ini, Albert justru melakukan sebaliknya. Tentu tidak bisa sepenuhnya di malam hari, karena di malam hari ia pun tidak bisa melihat jelas apapun. Maka ia memilih pukul lima subuh sebagai waktu untuk aksi memburunya.
Pada periode waktu ini, manusia pada dasarnya sedang tidur. Langit belum terang, tapi sudah ada cahaya lemah yang menyelimuti Manhattan. Mata manusia bisa memanfaatkan cahaya ini untuk melihat sekeliling secara dipaksakan, sangat samar-samar.
Mulai pukul empat, Albert memulai pencarian hari ini. Satu kamar demi satu kamar, perlahan tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Ini adalah permainan berburu dan diburu. Ia tak tahu akan bertemu siapa, tapi siapapun yang ditemui, selama tak bersuara dan tak membangunkan lawan, membunuh mereka bukanlah hal yang sulit.
Dunia ini tak ada superman. Manusia memang ada yang kuat dan lemah, tapi itu terbatas. Ahli bela diri top pemegang 100 sabuk emas pun bisa mati oleh sebutir peluru. Sniper ulung yang bisa mengenai target dua kilometer juga bisa dibunuh dengan golok.
Imajinasi indah, realita kejam. Albert ingin menjadi orang terakhir yang tertawa. Untuk itu ia terus berusaha. Dari subuh pukul empat hingga lima, ia menyisir beberapa lantai, menjelajahi kantor-kantor dan koridor, tak menemukan sedikitpun.
Sekitar pukul lima, ia tiba di lantai 44, menemukan perusahaan iklan tempat Tang Ji bersembunyi.
Dalam redupnya cahaya, Albert menembus aula perusahaan yang sepi, lalu melewati koridor internal perusahaan. Sampai di bagian tengah koridor internal perusahaan, tepat di depan pintu kantor Creative Director. Ia tidak menggunakan senter - pilihan yang tidak bijak karena cahaya akan memberi petunjuk pada orang lain tentang kedatangannya. Hanya mengandalkan mata telanjang untuk membedakan pemandangan sekitar, ia dipaksakan melihat sekeliling dengan samar.
Kantor ini sangat luas, memiliki jendela kaca besar yang menempel di koridor. Namun tirai venetian menghalangi pandangan ke dalam. Meski demikian, pintu kamarnya juga terbuat dari kaca sehingga tetap terlihat interiornya - ruang yang lapang terlihat agak sepi. Perabotan tersusun rapi, permukaan lantai ditutupi karpet yang seolah menunjukkan belum ada yang pernah datang.
Pertama-tama ia mencoba mendorong pintu, namun gagal membukanya. Setelah mendekat dan mengamati, ia menyadari pintu harus digeser untuk dibuka. Dengan hati-hati dan perlahan, ia menggeser pintu kaca kantor, menghabiskan waktu sepuluh detik. Saat menyembulkan kepala untuk melihat, dalam kabut samar ia melihat ada pintu lain di sisi dalam ruangan. Mungkin ada orang bersembunyi di sana, mungkin juga tidak. Karena itu ia tetap berhati-hati.
Langkahnya pelan saat memasuki ruangan, lalu... tiba-tiba terdengar jeritan kesakitan dan umpatan kemarahannya.
Karena cahaya yang redup, penglihatan tidak begitu jelas. Ia tidak menyadari karpet di ruangan ini memiliki kemiringan - perbedaan ketinggian antara titik tertinggi di depan pintu dan titik terendah mencapai lima sentimeter. Dekorasi logam di bawah pintu kaca menyembunyikan fakta bahwa karpet terangkat. Saat menarik pintu, posisinya yang berdiri di ambang pintu plus sudut pandang dan pencahayaan membuatnya tak bisa melihat karpet yang mengambang itu.
Maka... kakinya menginjak paku!
Sakit perih membuatnya melompat dengan satu kaki, tanpa sengaja menginjak paku lagi lalu terjatuh. Beberapa paku menembus karpet dan langsung menusuk tubuhnya. Karena berguling-guling kesakitan, tubuhnya menekan kawat baja yang melayang di bawah karpet. Benar, itu kawat baja super tipis yang menjadi penopang utama karpet melayang. Satu ujungnya diikatkan pada kaki meja kerja mewah berat di kejauhan, sementara ujung lainnya terikat pada kaki lemari kayu berdesain unik.
Lemari kayu ini terletak tak jauh dari pintu kaca. Awalnya ditopang empat kaki kayu, namun entah sejak kapan hanya tersisa tiga. Dua kaki kayu yang menempel tembok masih utuh, sementara dua di bagian luar: satu sudah dibongkar, satunya lagi meski sempat dibongkar namun dipasang kembali di posisi tengah luar bawah lemari. Dengan formasi tripod seperti ini, strukturnya tetap stabil.
Ujung lain kawat baja itu terikat pada kaki lemari yang mulai goyang ini.
Ketika kawat baja yang melayang dan hampir tidak elastis ditekan oleh seorang pria berotot dengan berat lebih dari 90 kilogram, pasti akan tertekan ke tanah. Pada sekejap itu, kawat baja tertarik dan kaki kayu yang tidak stabil di bawah lemari itu tercabut.
Lemari kayu solid setinggi dua meter ini rubuh dengan gemuruh, menghantam tubuh seorang pria yang sedang sangat sial dengan keras.
Kaki tertusuk paku, badan tertusuk paku, ditambah lemari berat yang menghantam - orang ini benar-benar tak bisa dipulihkan.
……
Di dalam kamar tidur, dua orang terbangun dengan kaget. Monica dalam sekejap meraih pisau berburu dan pistol, membalikkan badan dan turun dari ranjang. Tubuhnya sepenuhnya merunduk, menggunakan ranjang sebagai tameng sambil menatap ke arah pintu. Kursi berada di dekat jendela bagian dalam kamar. Setelah turun dari ranjang, Tang Ji yang duduk di kursi itu berada di belakang Monica.
"Ada apa di luar?" Monica bertanya dengan tetap saja tegang sambil menoleh tajam. Ia tidak tahu persiapan apa yang telah dilakukan Tang Ji di luar, sebab selama dua tiga hari ini pintu kamar tidur sama sekali tidak pernah dibuka. Keduanya terus bersembunyi di sini tanpa keluar.
"Lindungilah ia." Ekspresi Tang Ji saat terbangun juga terkejut, namun secepat itu gejolak tegangnya meredup. Setelah Monica bertanya, bibirnya melengkung secara iblis. Alih-alih menjawab pertanyaan frontal, ia malah mengucapkan kalimat penuh keanehan:
"Mari kita sambut teman ini." Tang Ji bangkit berdiri. Ia mencabut pistol dari samping pinggang lalu memiringkan kepala ke arah Monica.
Tang Ji langsung membawa Monica menuju pintu kamar.
……
"Oh, pantas mati, oh... Tuhan!" Teriakan kemarahan di luar telah berhenti, suara berubah menjadi ratapan sedih dengan nada tangisan. Seorang pria dewasa menangis seperti ini, bukan karena rasa sakit, tapi karena ketakutan. Dia tahu, luka seberat ini terutama di kakinya, bahkan jika bisa melarikan diri hari ini, hampir pasti mati. Apalagi, segala sesuatu di sini jelas merupakan sistem pertahanan yang disusun seseorang, mustahil orang itu tidak berada di sekitar.
Sakit, sangat sakit. Seolah bisa merasakan benda-benda yang tertancap di tubuhnya telah diolesi sesuatu, mungkin garam.
Kaki tertindih lemari. Karena tubuh sudah terluka, ditambah rasa sakit, dalam waktu singkat dia tidak bisa mendorong lemari yang menindihnya. Dua paku hampir menembus langsung betisnya, bagian terberat lemari sepenuhnya menekan area itu.
Ia tak bisa melepaskan diri, awalnya marah, kemudian berjuang dalam kesakitan, lalu tiba-tiba mengangkat kepala dengan kasar menatap pintu kamar di bagian dalam ruangan. Ada penyusunan di sini, pasti untuk mencegah orang menerobos masuk, pastinya ada orang di dalam kamar itu!
Ia menggenggam senapan semi-otomatis yang baru saja jatuh di sebelahnya, mengarahkan ke pintu kamar itu, dan mengencangkan pelatuk.
Tak-tak-tak-tak-tak-tak-tak-tak!
"Aaaaaaaaah, kalian semua pantas mati, sialan, mati semua!" Teriaknya histeris seperti orang gila, tertindih lemari di lantai, memanggul senapan semi-otomatis dengan postur tubuh yang aneh, menyapu sekilas gila-gilaan ke arah pintu kamar itu.
Butir-butir peluru mencabik udara, sekejap napas menembus langsung pintu kamar, menembus masuk ke dalam ruangan. Pintu itu segera menjadi seperti saringan berlubang akibat hujan peluru.
……
Tang Ji menyuruh Monica mengikuti di belakangnya, perlahan membuka pintu kamar tidur. Di luar terhampar kantor besar yang luas. Selain sofa tamu, meja kopi, kursi kerja, dan lemari arsip, tidak ada benda lain di ruang ini sehingga terlihat sepii. Tempat ini... bukan kantor direktur kreatif, melainkan kantor direktur utama.
Dari dalam kamar tidur, keduanya sudah mendengar dentuman senjata yang berdatangan dari kamar sebelah. Namun setelah tiba di sana, mereka tidak melihat siapa pun. Suara itu justru semakin keras, sebenarnya berasal dari luar gedung.
"Ikuti aku!" Dalam kantor yang redup, Tang Ji berbisik sambil berjalan memimpin. Ia menghindari meja kerja, merambat sepanjang tembok hingga sampai di jendela. Dengan gerakan perlahan, ia membuka kaca jendela...
Di koridor kosong dalam perusahaan periklanan, berjalan ke utara dari aula masuk ke koridor, bagian tengahnya adalah kantor direktur kreatif. Berjalan 4-5 meter lebih dalam, di seberang diagonal kantor direktur kreatif, terletak kantor presiden direktur.
Karena ini perusahaan periklanan yang sangat memperhatikan kreativitas, bisa dibilang kreativitas ada di mana-mana. Misalnya, struktur kantor setiap eksekutif berbeda-beda - ada yang menggunakan desain jendela kaca dari lantai ke langit-langit sepenuhnya, ada yang semi-terbuka, ada juga yang bergaya klasik.
Tiba-tiba jendela kantor presiden direktur yang menghadap koridor terbuka lebar. Dua sosok melompat keluar dengan hati-hati masuk ke koridor. Mereka melihat pintu kamar di seberang diagonal terbuka, dengan kilatan cahaya dari ujung laras senjata yang sedang menembak.
Tanpa suara, dua sosok muncul di depan pintu kantor direktur kreatif, dengan raut wajah penuh keanehan menatap ke dalam. Pria malang itu masih terus menembak ke arah dalam ruangan, peluru senapan otomatis telah habis, kini beralih menggunakan pistol sambil terus berjuang mati-matian. Di tengah aksi menembaknya, ia berusaha mendorong lemari yang menindih tubuhnya.
Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran dua orang di pintu, atau mungkin, tak disangkannya bahwa dalang di balik semua jebakan ini ternyata tidak berada di ruangan dalam tersebut.
