Apa maksud ucapan Will...?
Apakah ia mencurigai keberadaan orang lain? Atau sesuatu yang lain?
"Mereka saling bunuh, aku hanya membunuh orang terakhir." Monica berbisik menjelaskan. Di situasi dimana semua orang sudah terbiasa berkomunikasi dengan suara rendah, jika dia menggunakan nada yang sedikit lebih tinggi, akan mudah membuat orang lain merasakan bahwa dia sedang memberi petunjuk pada seseorang di sekitar. Kamar tidur tempat Tang Ji bersembunyi sebenarnya bukan jalan buntu sepenuhnya, karena masih bisa kabur melalui jendela. Tapi dengan kondisi fisik Tang Ji yang jelas tidak memungkinkan untuk melakukannya, memberi peringatan padanya pun tidak berguna, malah berisiko membuatnya terekspos.
Sambil menjelaskan, tatapan Monica menyipit ke arah pria paruh baya dengan luka di leher. Luka sayatan pisau berburu itu sangat jelas, dan hanya tubuh pria inilah yang memiliki bekas senjata tajam. Jadi sesuai dengan cerita Monica, orang yang dibunuhnya seharusnya adalah pria paruh baya ini. Memandangnya adalah reaksi yang paling wajar.
“Sungguh sangat tidak beruntung.” Will bersuara dengan nada penuh keanehan menghela napas, jelas yang ia maksud sebagai "tidak beruntung" adalah ketiga pria ini. Sambil berbicara, ia berjalan ke sisi Monica yang sedang bersandar di tembok, menundukkan kepala memandanginya dari jarak sangat dekat.
“Mengapa kau menjelaskan?” Will tiba-tiba meremas dagu Monica, matanya menyipit. Ia paham, sesuai karakter Monica, wanita ini pasti takkan mau menjelaskan hal-hal seperti ini. Dia mengenal Monica, juga tahu Monica mengenal dirinya. Monica tahu, mustahil baginya mengubah pikiran Will terhadap dirinya hanya dengan bahasa.
Will telah mengikuti Marlos selama belasan tahun. Setelah akhir zaman, jika Marlos adalah bos, maka dialah wakil pemimpin. Dalam situasi di mana posisi dan pengaruhnya hampir melampaui sang pemimpin, ia tetap mendapatkan kepercayaan mutlak dari Marlos. Di antara orang-orang kepercayaan Marlos pasca akhir zaman, hanya Will satu-satunya yang bisa membawa tim mencari persediaan sendiri. Dari seluruh anak buah Marlos, hanya dia yang memiliki kemampuan ini.
Penampilannya seperti berotak kosong berotot kuat, padahal kenyataannya, ototnya memang sangat kuat, tapi otaknya sama sekali tidak sederhana. Inilah alasan mengapa Sax tetap berdiri di belakangnya setelah kematian Marlos. Yang bijak adalah yang bisa menyesuaikan diri dengan situasi. Marlos mengajarkan hal ini kepada Sax, membuatnya membuat pilihan terbaik setelah kematian sang pemimpin.
Monica menyadari dalam-dalam, ia tak mungkin menyentuh hati Will dengan kata-kata, juga tak bisa menggoda dengan memamerkan daya pikat. Sesuai karakternya, pilihan terbaik saat ini seharusnya diam. Biarkan Will bertindak semaunya, semakin banyak bicara justru kontraproduktif.
Namun ia justru menjelaskan. Mungkin karena ada kepanikan dalam hatinya. Will tak tahu apa yang dipikirkan Monica, keraguan juga menggelayuti pikirannya.
Dua jari menjepit rahang bawah Monica, memaksanya menengadahkan kepala. Postur Will jauh lebih tinggi, lengan bajanya bahkan lebih besar dari paha Monica. Posisi menggeser ke tembok ini menciptakan kontras mencolok: tinggi vs pendek, kekar vs kurus - siapa ahli sejati dan siapa yang lemah terlihat jelas.
Tapi pandangan Monica dingin membeku, tanpa mundur sedikit pun. Menghadapi pertanyaan Will, ia diam sejenak lalu menjawab dengan kalimat yang tak berkaitan.
“Mengapa kau tidak membunuhku.” Monica tiba-tiba melemparkan kepalanya ke samping, melepaskan diri dari genggaman Will yang mencengkeram rahangnya.
Tangan Will masih menggantung di udara, memandangi wajah dingin Monica dengan penuh minat. Ekspresi seperti ini jarang terlihat, sebelumnya Monica selalu terlihat memikat dengan senyum menggoda di sudut bibirnya.
Jari telunjuk dan ibu jarinya saling meremas beberapa kali perlahan sebelum Will menurunkan tangannya. Dengan nada mengolok-olok ia berbisik: "Aku selalu mengagumi keberanianmu. Di usia semuda ini sudah mendapatkan kepercayaan bos, hampir sejajar dengan para Lao touzi seperti kami..." Tiba-tiba Will membeku, menyadari ucapannya sia-sia. Setelah diam sejenak, dengan gerakan cepat ia kembali mencengkeram rahang Monica sambil berbisik: "Alasan tak kubunuh kau... tentu karena kau perempuan, haha..." Tawa Will menggema sebelum Monica sempat menoleh melepaskan diri, tangannya sudah terlebih dulu melepas cengkeraman.
Komunikasi dengan Monica benar-benar bisa disebut sebagai membuang waktu. Berbeda dengan orang lain yang selalu berhati-hati sepanjang hari, Sax dan Will tampaknya adalah satu-satunya orang di gedung ini yang berani mempertahankan keadaan tanpa rasa khawatir di tempat terbuka. Meskipun sebelumnya ada dentuman senjata yang sangat dahsyat di sini, dan mungkin kapan saja orang lain datang, mereka tetap tak peduli. Karena mereka selalu menjadi pemburu, tak pernah diburu, dan sepertinya juga sangat mustahil untuk diburu.
Berlomba kecepatan menembak dengan Sax bagaikan negara kecil yang menantang pemerintah AS dulu. Benar-benar siapa yang mati akan tahu, ini adalah hal yang sangat bodoh.
Will berbalik dan mendekati beberapa mayat, berjongkok lalu membalik-balik jasad tersebut. Monica menggerakkan pandangannya, melirik Sax yang diam tak bergerak di sampingnya. Tiba-tiba ia menyadari, meski terlihat sebagai pengikut Will, sebenarnya Sax lebih sering berperan sebagai pelindung. Ia tak melakukan apa-apa kecuali meletakkan tangan di kantong pinggangnya, mengawasi situasi sekitar, sementara urusan lain diserahkan pada Will.
Hubungan mereka seharusnya berbentuk kolaborasi timbal balik, tanpa ada yang benar-benar bergantung. Sax membutuhkan seseorang dengan kemampuan bertarung jarak dekat dan kecerdasan taktis, sedangkan Will memerlukan partner dengan kemampuan menembak lebih unggul.
Kemampuan bertarung jarak dekat Sax sebenarnya tidak buruk, tapi kurang menonjol di antara anak buah Marlos. Contohnya Monica yang bertubuh kurus ini, dalam pertarungan jarak dekat bersenjata pisau hampir bisa menjamin membunuhnya. Meski kemampuan menembaknya luar biasa, serangan mendadak dari jarak dekat tetap berbahaya. Kehadiran Will membuat semua risiko itu terkendali.
Di sini, keduanya telah menjadi pasangan sempurna.
Will mulai membalik-balik beberapa mayat, menimbulkan suara yang tidak terlalu keras namun cukup jelas. Monica tak bisa menahan pandangannya untuk mengikuti gerakan punggung Will. Perasaan "benda masih sama tapi manusia sudah berbeda" membuncah di hatinya. Dulu... hubungan mereka cukup baik.
Sayangnya, sejak Permainan Pembantai ini dimulai, sesuatu yang disebut kepercayaan telah menemui ajal bersama kematian siluet-siluet yang berguguran, bahkan telah dimakan orang.
Monica mustahil mempercayai Will. Tentu saja Will juga tidak bisa tenang terhadap ular wanita cantik bernama Monica ini. Ketidakpercayaan mutual ini membuat mereka tak perlu lagi menyembunyikan apapun. Dalam keadaan hubungan yang sudah terkoyak, Will bisa tanpa ragu memberitahu Monica: Alasan tidak membunuhnya adalah karena ingin "membuat permainan" dengannya di ranjang. Monica pun tentu bisa terus menatapnya dengan pandangan "Awas kugigit kau sampai mati!".
Setelah membuang-buang kata dengan Monica, Will mulai "membersihkan" beberapa mayat, mengambil senjata dan amunisi, membalik-balik tas ransel, mencari barang berguna lainnya, lalu memilah-milah tubuh beberapa orang seperti membalikkan babi mati, memotong daging yang tidak terlalu gemuk atau kurus, beberapa potongan berdarah segar, dibungkus dengan baju.
“Ckck, Ah… Sudah hampir, kita pergi.” Will mengangkat tas ransel dan bungkusan dari baju sambil menggeretakkan giginya, menggelengkan kepala sambil menghela nafas, lalu menoleh ke Monica dan menyeringai ke arahnya.
Monica tidak banyak bicara, tidak ragu, langsung menuju pintu masuk koridor. Will dan Sax mengikuti dari belakang.
Ketiga orang ini akan segera pergi.
Tepat pada saat ini…
“Ahem... ahem...” Suara batuk keras yang tak terkendali muncul dari suatu arah, melayang-layang di dalam koridor.
Suara itu sudah sangat pelan, namun tetap terdengar oleh semua orang di koridor.
Will menghentikan langkahnya, terbahak-bahak sambil tersenyum.
