"Tang... Tang Ji?"
"Dia masih hidup?"
"Kau ternyata bersamanya?"
"Kalian... kalian tidak memakan sesama manusia?"
Masalah, masalah, semuanya adalah masalah. Pikiran Will berputar cepat. Sebelumnya tak terbayang siapa yang mungkin bersama Monica. Sebagai satu-satunya wanita di sini, menurut Will, Monica sudah mustahil mempercayai siapapun. Sebelum Marlos mati, Monica hanya menunjukkan diri sejatinya saat berdua dengan Marlos. Di waktu lain, dia terkesan bergairah namun sangat sulit didekati.
Setelah kematian Marlos, ia menjadi individu yang terisolasi. Meski mengenal orang-orang di gedung ini, tak ada kepercayaan. Bahkan Tang Ji, yang dulu bisa duduk di kursi menyaksikan Monica hampir dipermalukan tanpa reaksi, tak pernah terlintas dalam pikiran Monica, bahkan setelah ia membunuh beberapa orang. Tak ada dendam sama sekali.
Ini membuktikan sebenarnya tak ada hubungan mendalam di antara mereka. Selain hubungan seks dulu, bagaimana mungkin Monica mempercayainya dalam waktu sangat singkat?
Meski cinta adalah hal ajaib, mungkin dalam beberapa hari dua orang bisa jatuh cinta.
Tapi jelas, hal ini mustahil terjadi pada Monica. Ucapan Will di koridor tadi hanyalah olok-olok karena kebingungan. Bencana katanya bisa mengungkap cinta sejati, tapi kenyataannya malah memperlihatkan sisi buruk manusia.
Dari tata letak di sini, jika bukan karena peringatan terakhir Monica dan kewaspadaan berlebihan Will, pasti sudah terjadi ledakan di sini. Ketiga orang itu akan mati. Artinya, persiapan Tang Ji tidak hanya bisa membunuh Will dan Monica, tapi juga dirinya sendiri.
Jika ada cinta, mungkinkah ia melakukan ini?
Maka hanya tersisa satu kemungkinan: kedua orang ini belum pernah memakan sesama manusia. Konflik di gedung ini berpusat pada "makanan". Karena tidak ada makanan, orang membunuh dan kanibal. Dua orang yang awalnya hubungannya biasa-biasa saja sebelum permainan dimulai - jika keduanya sudah jadi kanibal, mustahil secara fundamental untuk bersatu. Mereka akan saling berjaga-jaga, waspada terhadap serangan mendadak, pembunuhan, bahkan mungkin dimakan oleh lawannya. Mungkin bahkan tidur pun tidak berani.
Karena itu, hanya dua orang yang belum kanibal yang bisa bersatu. Alasan membunuh ya untuk dimakan. Kalau tidak mau makan, ngapain membunuh?
Selain itu, jelas bahwa jumlah pemakan manusia di gedung ini jauh lebih banyak daripada yang tidak memakan manusia. Menghadapi bahaya seperti ini, cukup untuk memaksa dua orang yang tidak memakan manusia bersatu.
……
Dalam keheningan kamar tidur kecil, cuaca di luar semakin terang. Will berdiri di hadapan Monica, menatapnya.
Tang Ji bisa selamat adalah hal yang tak disangkanya, karena Tang Ji adalah orang paling "lemah" di sini... Will terus berpikir, dari masalah pertama merembet ke masalah kedua, mempertimbangkan banyak hal. Ia tidak menganggap Monica menipunya, karena dia sudah tidak punya alasan lagi untuk melakukannya.
Sebenarnya ada satu poin lagi yang semakin meyakinkan Will setelah Monica menyebut nama Tang Ji — karena Tang Ji adalah dokter. Meski hanya dokter bedah, jauh sebelum akhir zaman Will pernah menyelidiki bahwa Tang Ji akan melakukan operasi pada Marlos. Ini prosedur wajib. Dia tahu Tang Ji memiliki latar belakang farmasi, bekerja di perusahaan farmasi pada siang hari.
Dokter selalu menguasai banyak hal terkait tubuh manusia, misalnya... benda apa yang bisa dimakan, apa yang tidak. Tentu tak selevel ahli biologi, tapi pasti melebihi orang biasa.
Kaktus memang bisa dijadikan obat, tentu bisa dimakan asal tidak berlebihan. Mayoritas jenis kaktus kecil juga bisa dimakan, umumnya yang berduri. Kaktus kecil tak berduri justru beracun—memakannya sama dengan bunuh diri. Di situasi sumber daya langka seperti sekarang, obat-obatan terbatas pada penanganan luka dan pereda nyeri. Reaksi alergi sekecil apapun dari kaktus kecil bisa jadi penyakit mematikan.
Tentu Will tak paham hal-hal ini. Tapi ia bisa menebak bahwa Tang Ji pasti menguasainya. Jika Tang Ji ingin bertahan hidup, ia harus makan. Tak mau kanibal? Maka ia harus mengonsumsi apa yang orang biasa tak berani atau tak tahu cara mengolahnya—karena stok makanan biasa sudah habis sejak lama.
“Tidak, kami tidak memakan, tapi kami masih hidup, kami masih manusia.” Monica berkomentar dengan wajah masam, kalimat ini diucapkan dengan nuansa kebutuhan superioritas. Monica memang memiliki alasan untuk merasa superior, relatif terhadap Will, dia belum kehilangan kemanusiaan.
“Kau bilang kami tidak punya kemanusiaan?” Will menangkap makna tersirat dalam dialog Monica.
“Kau benar-benar cerdas.” Pujian Monica terdengar tidak nyaman bagaimanapun didengarnya, seolah mengandung aroma ejekan.
“Kemanusiaan? Bisakah kemanusiaan mengenyangkan perut? Bisakah kemanusiaan dimakan seperti nasi?” Will segera membalas dengan ejekan, ucapannya seperti spontan ditujukan ke Monica, dari tatapannya terlihat dia masih memikirkan suatu masalah.
"Mampu, karena saya masih seorang manusia, jadi... Tang baru tidak membiarkan saya mati kelaparan." Monica mengulur suara panjang, baru mengucapkan kalimat terakhir itu. Matanya sedikit menyipit, menatap tajam wajah Will. Sudut bibir Monica menggambar lengkungan samar yang naik, seolah... kalimatnya ini bukan sekadar adu kata-kata, malah lebih mirip isyarat samar akan sesuatu.
"Apa maksudmu?" Ekspresi Will mengeras, pandangannya sepenuhnya terfokus pada wajah Monica.
"Menurutmu apa maksudku?" Monica membalas bertanya. Sangat aneh, saat mengucapkan ini wajah Monica justru sepenuhnya melunak, bahkan muncul senyum lebar yang aneh. Sepertinya dia baru memahami suatu logika tersembunyi.
Ada hal-hal yang tidak bisa diungkapkan langsung, karena akan terkesan terlalu dipaksakan sehingga sulit diterima. Sebaliknya, jika hanya memberi isyarat samar dan membiarkan lawan berpikir sendiri tentang maknanya, hal ini bisa menjebak mereka dalam spiral pemikiran sendiri, bahkan memperkuat keyakinan obsesif mereka.
Sebenarnya, secara objektif kanibalisme tidak ada hubungannya dengan kehilangan kemanusiaan. Paling-paling hanya melanggar batas toleransi moral masyarakat normal - memakan sesamanya sendiri. Baik menurut hukum sebelum akhir zaman maupun perasaan manusia pasca bencana, ini memang sulit diterima. Tapi... setiap aturan punya pengecualian. Jika benar-benar terdesak, memakan orang terdekat bukanlah hal yang mustahil, dengan satu syarat utama tentang hakikat kehilangan kemanusiaan: Bagaimana cara kematian orang yang dimakan itu?
Membunuh, lalu memakan manusia.
Membunuh dan memakan manusia!
Hanya ketika kedua hal ini menyatu, barulah benar-benar menandakan kehancuran kemanusiaan sejati.
"Tang Ji... Tang Ji... Si brengsek ini..." Will berbalik perlahan, matanya menyapu sekilas perabotan di kamar, bibirnya bergumam pelan. Tiba-tiba ia memalingkan wajah ke arah Monica: "Di mana dia bersembunyi?"
"Kalau aku tahu, tadi takkan hampir mati karena ulahmu." Monica mengangkat alis menanggapi. Ia membeku sesaat, tatapannya tanpa sadar juga menyapu sekilas ruangan. Pandangannya segera tertumbuk pada ranjang besar yang terbalik itu. "Aku juga ingin tahu bagaimana dia bisa meninggalkan kamar ini, ke mana perginya. Kita bisa mencari."
"Hm?" Will mengerutkan kening mengeluarkan suara dengus penuh tanya.
"Kita bisa mencari." Monica menatapnya, mengulang bagian terakhir kalimatnya tadi.
"Kita?"
"Kita."
Kita...
Sebuah kata yang sangat menarik.
