Kamar tidur kecil dekat jendela, tidak terlalu luas namun cukup terang. Jendela tertutup rapat karena letak lantainya tinggi, bau dari jalan besar sulit naik ke atas. Ditambah adanya jendela yang menghalangi, bau hampir tidak mungkin masuk ke dalam kamar.
Namun tetap ada bau busuk samar-samar di dalam ruangan, sangat halus hingga sulit dideteksi. Orang yang hidup di masa kini sudah terbiasa dengan aroma semacam ini.
Sebuah ranjang besar bersandar di tembok, menempel pada jendela tertutup itu. Sprei memiliki sedikit kerutan tapi masih terbilang bersih. Perabotan diatur rapi dengan gaya minimalis, nuansa dominan biru muda. Tak ada jejak darah, bekas tembakan, apalagi barang-barang yang berantakan. Kamar ini tidak berada di lapisan keempat puluh empat.
Melainkan... lapisan keempat puluh satu.
Di bawah ranjang, dalam kegelapan total, hanya seberkas sinar yang menempel rapat di permukaan lantai masuk ke dalam. Sulit melihat apa yang ada di bawah ranjang.
"Ahem, ahem..." serangkaian batuk tak terkendali terdengar dari bawah ranjang, sangat keras. Suara di belakang jelas terdengar seperti suara muram yang ditahan dengan menutup mulut. Sang Tuan pemilik suara berusaha keras menekannya.
Setelah itu, suara batuk kembali terdengar dua kali. Kemudian selama hampir lima jam, tidak ada suara apa pun di dalam kamar.
Lima jam kemudian, pukul sebelas siang. Matahari terik menyengat, hawa panas yang membakar menyelimuti Manhattan pascakiamat. Cuaca terasa panas menyengat.
"Ahem..."
Masih di kamar tidur kecil yang sama, suara batuk kembali terdengar dari bawah tempat tidur. Batuk itu segera diredam, keheningan menyelimuti kamar untuk waktu yang cukup lama. Sekitar lima menit kemudian, gemeresik suara muncul. Tirai biru muda di sisi ranjang tersibak, memperlihatkan Tang Ji yang wajahnya pucat pasi merangkak keluar. Bajunya sudah basah kuyub oleh keringat. Selain kondisi fisiknya yang sangat lemah, cuaca panas menyengat dan keputusannya bersembunyi di bawah ranjang tanpa membuka jendela membuat mustahil baginya tidak berkeringat.
Di tangan kanan Tang Ji tergenggam erat sebuah belati, sementara tangan kirinya mencengkeram sudut selimut bernoda darah. Dengan gerakan asal, ia melemparkan belati itu lalu melepaskan cengkeramannya pada selimut—sebagian kain masih tersangkut di bawah ranjang. Dengan susah payah ia merangkak naik ke tempat tidur. Kesulitan ini bukan hanya karena luka di paha yang menghambat gerakannya, tapi juga lengan kirinya yang jelas-jelas terluka—terlihat dari caranya menghindari penggunaan anggota tubuh tersebut untuk menopang berat badan.
Naik ke ranjang, dengan susah payah ia bangkit membuka jendela. Setelah berbalik, tubuhnya limbung jatuh di atas kasur. Karena ada tas ransel di belakang, Tang Ji terpaksa berbaring miring. Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela, membawa seberkas kesejukan bagi pria di ranjang itu.
Profil wajah Tang Ji menempel erat pada permukaan kasur yang lembut. Matanya terpaku menatap pola bunga di seprai. Perlahan, senyum pahit merekah di wajah pucatnya.
Penampilannya terlihat aneh. Seluruh tubuhnya penuh cap darah. Kaki kiri celananya tercabik, bagian paha tengah terikat perban berlapis-lapis yang sudah membengkak. Meski tebal, bercak darah masih merembes keluar.
Punggung membawa tas ransel, di kantong pinggang terikat dua tali identik. Kedua tali seukuran ibu jari ini persis sama dengan yang terikat di tepi jendela lantai 44. Tali pendek sekitar dua meter lebih panjangnya, melilit pinggang dua kali lalu membelit lengan kiri hingga mencapai pergelangan tangan. Diikat dengan simpul mati dan masih tersisa sekitar sepuluh sentimeter.
Tali panjang juga terikat di pinggangnya, panjangnya hampir 20 meter. Sebagian besar masih tersembunyi di bawah tempat tidur, hanya sedikit yang terbawa saat ia naik. Dua tali dengan panjang berbeda ini sulit mengungkap kejadian sebenarnya pada tubuh Tang Ji.
Dalam gedung perkantoran setinggi 50 lantai, bagaimana seorang yang terluka parah bisa turun dengan cepat dari ruang dekat jendela di lantai 44 yang jalur keluarnya sudah diblokir, menuju lantai 41?
Banyak orang bisa memikirkan, yang paling mungkin adalah melalui tali, memanjat keluar dari jendela lantai 44, memegang tali turun ke lantai 41. Ini jawaban paling mungkin, namun tidak berlaku untuk Tang Ji. Tang Ji belum tentu punya kemampuan bertarung itu. Sebelum akhir zaman, dia hanya orang biasa, kondisi fisiknya cuma bisa disebut "sangat sehat". Kata "luar biasa" atau "kuat" tidak cocok untuknya, itu untuk menggambarkan orang yang terlatih, misalnya pasukan khusus.
Namun, ada poin lebih penting: dia terluka, luka yang sangat parah.
Sebagai orang dengan kesadaran bahaya yang sangat tinggi, tali-tali itu sudah dia persiapkan sejak lama. Menemukan tali jenis ini di gedung ini bukan hal sulit. Dia menyiapkan tali-tali ini dengan pikiran "jika benar-benar terdesak akan kabur lewat jendela". Tapi dia tak pernah berpikir untuk merayap turun perlahan. Pertama, dia memahami diri sendiri: jika memegang tali dan mendorong tembok lalu turun perlahan, itu tidak masalah. Dia tahu dirinya bisa.
Namun, kalau sudah memanjat jendela, pasti itu saat genting. Akankah lawan memberinya waktu untuk merangkak perlahan?
Tang Ji tidak tahu. Tak ada yang bisa meramal masa depan. Bagaimana situasi saat itu? Ia hanya bisa membuat persiapan terburuk. Ia tak bisa mengambil risiko, karena itu berarti mempermainkan kehidupannya sendiri.
Sama sekali belum pernah terpikir olehnya untuk merangkak turun dari jendela.
Kembali ke pertanyaan: Bagaimana seseorang dengan luka parah di kamar dekat jendela lapisan keempat puluh empat yang jalur keluar-nya terhalangi bisa cepat mencapai lapisan keempat puluh satu?
Jawaban yang terpikir oleh Tang Ji sangat berani dan memiliki tingkat keberhasilan lumayan, tapi banyak orang tak berani melakukannya, yaitu... melompat!
Ini metode tercepat: melompat turun. Gila-gilaan, tapi begitulah yang dilakukannya.
……
Waktu mundur ke lima jam lebih sebelumnya, saat itu Tang Ji baru selesai operasi, terbaring di ranjang penuh darah. Setelah batuk itu, ia sudah berniat meninggalkan kamar karena mengira Monica telah pergi. Jika sudah pergi, mustahil membersihkan cap darah. Jika dibayangkan terus, bila ada yang datang, melalui cap darah bisa mendeteksinya. Maka ia berencana pergi, diam-diam mulai membereskan barang.
Lalu, ia mendengar suara dari luar.
Ia menyadari datangnya bahaya. Sebenarnya, ia tidak tahu apakah Monica ada di luar, tapi kemungkinan besar tidak. Manusia punya pola pikir konvensional, Tang Ji juga. Sebelumnya ia mengira Monica sudah pergi, maka kini saat berpikir, pertama yang terlintas adalah Monica pergi tanpa membersihkan cap darah. Ada yang datang, melihat cap darah, akan masuk ke kamar tidur. Pemikiran ini sesuai logika.
Ia tahu saat ini mustahil bertarung frontal dengan siapapun. Hanya bisa melarikan diri. Opsi yang tersisa cuma satu: melalui jendela.
Dari segi fisik dan pola pikir, Tang Ji sebelum akhir zaman hanyalah orang biasa - tidak cukup kuat, kemampuan menembak biasa-biasa saja, juga tidak memiliki kecerdasan fundamental yang luar biasa dalam bisnis. Kalau tidak, dia tidak akan memilih bekerja untuk orang lain. Dari sepuluh juta dokter di seluruh jagat, yang memiliki kemampuan medis baik bukan hanya dia seorang. Tapi dokter yang bisa bertahan hidup dengan gigih di akhir zaman, pasti tidak banyak.
Satu-satunya keunggulan yang dimilikinya adalah sikap dingin kepala yang cukup. Hanya dengan analisis mendalam dia bisa membedakan benar salah, lalu membuat pilihan. Tang Ji mampu melakukan ini - inilah kelebihannya. Dan kelebihan ini diperbesar dengan cepat setelah akhir zaman.
Sebelum akhir zaman, meski dunia tidak bisa dibilang sepenuhnya damai, yang menderita hanyalah sebagian kecil. Mayoritas masyarakat manusia masih berjalan normal. Tang Ji hidup dalam masyarakat yang berfungsi normal ini, sibuk bekerja setiap hari sampai tak punya waktu untuk hal lain.
Setelah akhir zaman, segalanya berubah. Dunia ini sedang menghabisi sebagian orang, sekaligus memaksa sebagian lainnya untuk tumbuh. Tang Ji adalah yang tumbuh, dan pertumbuhannya sangat cepat. Ia dingin kepala, mulai berpikir untuk menanggapi situasi akhir zaman ini. Ia semakin terampil dalam berpikir, terbiasa dengan analisis tenang. Kecepatan pola pikirnya semakin melesat. Inilah pertumbuhannya, sekaligus alasan ia bisa bertahan sampai sekarang di dunia pasca bencana.
Lewat jendela, merangkak turun pasti tidak cukup waktu. Jadi hanya bisa melompat. Tentu tak mungkin melompat tanpa persiapan - itu bunuh diri. Tang Ji sebelumnya telah membuat berbagai persiapan. Ia mengeluarkan rencana paling ekstrem yang pernah disiapkannya.
Sebenarnya pelaksanaannya tidak terlalu rumit, tapi sangat berisiko. Orang pengecut sama sekali takkan berani melakukannya.
Pertama-tama, ikat kedua ujung tali panjang yang telah diukur jaraknya sebelumnya di pinggang. Kemudian ikat sebagian tali di struktur luar jendela - bukan tepat di tengah, melainkan agak melenceng sedikit. Saat mengikat, buat simpul hidup dengan cara melengkungkan satu ujung dan mencengkeramnya bersama ujung lain hingga membentuk ikatan. Dengan demikian, tali akan terbagi menjadi dua bagian: satu bagian yang sama sekali tidak bisa ditarik, sementara bagian lainnya akan terlepas dari struktur jendela jika ditarik keras.
Persis seperti itulah yang dilakukan Tang Ji. Tali pendek yang tidak bisa ditarik dililitkannya di lengan kiri hingga pergelangan tangan lalu diikat. Sedangkan tali panjang yang bisa ditarik memiliki selisih panjang sekitar satu meter dengan yang pendek.
Tang Ji dengan cepat menyelesaikan semuanya. Meski terdengar rumit, sebenarnya tidak terlalu kompleks. Setelah melakukan persiapan kecil di dalam kamar, ia mengambil selimut dari ranjang dan membungkus tubuhnya sebentar. Tangan kiri mencengkeram tali sementara tangan kanan memegang belati, lalu ia melompat langsung dari jendela dengan segenap tenaga seluruh tubuhnya, berusaha melompat sejauh mungkin mengingat satu kakinya masih bisa digunakan. Saat melompat, tangan kirinya tetap mencengkeram tali sehingga tubuhnya menjauh dari jendela, melayang di udara membentuk garis lengkung. Ketika telah terjun sekitar delapan sembilan meter, tali yang lebih pendek itu tiba-tiba menjadi tegang.
Tali pendek yang tidak bisa ditarik itu ujungnya terikat di jendela lapisan keempat puluh empat. Karena pengaruh gravitasi, Tang Ji yang telah berada empat lima meter dari gedung mulai terayun menuju dinding bangunan seperti bermain ayunan. Lagi-lagi karena gravitasi, lengan kirinya mengalami luka.
Tangan kiri mencengkeram tali yang masih melilit lengan, akhirnya terikat di pinggang. Bisa dibilang perlindungan berlapis. Namun Tang Ji adalah pria dewasa dengan berat badan 65 kilogram, ditambah tas ransel menjadi 75 kilogram. Dari ketinggian 8-9 meter, gaya jatuh saat melompat turun benar-benar mengguncang. Lengan kirinya terluka dengan otot tertarik, telapak tangan terkikis hingga darah segar mengalir.
Badan Tang Ji berayun kembali menghantam lantai 41 gedung. Di posisi jendela yang sama dengan lantai atas, jendela di sini sudah terbuka lebar sejak awal. Tali pendek yang telah diukur sebelumnya memungkinkannya menerobos masuk melalui jendela itu. Ranjang besar di dalam kamar persis berada di tepi jendela.
Menabrak masuk ke kamar tidur kecil di lantai 41 melalui jendela, sebagian tali terhalang oleh struktur di bagian atas jendela. Tubuh Tang Ji berayun masuk dengan jarak yang sangat pendek sebelum gaya inersia menghilang. Saat masih melayang di udara, dengan cepat ia menggunakan belati di tangan kanannya untuk memotong tali yang dicengkeram tangan kiri. Belati yang tajam ini berhasil memutuskan tali dengan lancar tepat saat ia memasuki kamar tidur kecil. Tubuhnya terjatuh di ranjang lalu berguling-guling turun.
Jarak gulungannya pasti melebihi satu meter, namun selisih panjang antara tali panjang dan pendek hanya sekitar satu meter. Dengan demikian tali panjang tertarik, sementara ujung satunya yang terikat pada struktur logam di luar jendela lantai 44 membuat simpul hidup terbuka. Seluruh tali pun terlepas dan jatuh dari atas.
Tang Ji terjatuh di ranjang, lalu menggelinding turun dari tempat tidur. Meski tidak terlalu parah, ia tidak berusaha bangkit. Sebaliknya, dengan cepat menarik-narik tali hingga seluruhnya berhasil ditarik. Menahan sakit yang luar biasa dengan keringat dingin membasahi kening, ia merangkak naik ke tempat tidur. Dengan susah payah mencapai meja samping ranjang, ia menutup jendela rapat-rapat.
Kemudian menggelinding lagi ke bawah tempat tidur. Kehilangan banyak darah sebelumnya membuatnya sangat kelelahan. Ia tahu tubuhnya butuh istirahat. Setelah tidur, fungsi regeneratif tubuh akan memulihkan sebagian tenaganya.
Begitulah caranya menghilang dari kamar di lantai 44, sekaligus meninggalkan jebakan untuk lawan. Jebakan yang terlihat mengerikan saat terungkap, padahal hanya seutas tali yang diikat di luar jendela. Efek sesungguhnya justru untuk menyesatkan musuh, membuat mereka mengira Tang Ji turun ke lantai 43 atau 42.
Hanya mereka yang terlalu banyak berasumsi yang akan terjebak. Sementara Tang Ji yang telah menghilang, tidak meninggalkan celah sedikit pun bagi mereka.
Tang Ji tahu kondisi fisiknya saat ini tidak akan bertahan lama. Ia bisa mengelak sekali, tapi belum tentu bisa menghindari kali kedua. Sebab kondisi tubuhnya sekarang sudah tidak memungkinkan untuk menyusun terlalu banyak persiapan. Namun ia tak pernah ingin menyerah.
Selama masih ada harapan, ia harus tetap hidup. Bertahan hidup dengan kekuatan sepenuh jiwa.
