"Mereka hendak melakukan apa?" Manilla bertanya pelan sambil menatap ke luar jendela.
"Tidak tahu, lihat lagi…" Tang Ji menggelengkan kepala perlahan, tiba-tiba menoleh ke samping. Hampir semua orang sudah berkumpul di dekat jendela. Tang Ji segera berkata: "Matikan lampunya, cepat!"
Christine dan Jason memutar tubuh lalu berlari ke meja kopi, mematikan kedua lampu meja. Ruangan langsung terhisap masuk ke dalam kegelapan total. Keduanya meraba-raba kembali ke tepi jendela, memandang keluar lagi dengan pandangan yang lebih jelas.
Saat ini total pasukan bersenjata di Markas Besar PBB telah melebihi seribu orang. Karena Gedung Sekretariat menampung penghuni terbanyak, penjaga hariannya juga paling banyak - lebih dari 300 orang. Selain itu, dua gedung lain selain perpustakaan masih memiliki lebih dari 150 penjaga. Ditambah sisa personel keamanan di seluruh kompleks, total kekuatan bersenjata yang tersisa berkisar antara 500 hingga 600 orang.
Artinya, saat ini di luar Gedung Sekretariat hampir berkumpul seluruh sisa pasukan bersenjata yang ada di sini, dan itu dilakukan secara diam-diam. Para korban selamat yang tinggal di sini tidak mendapat pemberitahuan apa pun. Tentu saja, pasti ada yang menyadari aktivitas mereka seperti kelompok Tang Ji, namun sepertinya mereka tidak khawatir ketahuan oleh beberapa orang saja.
Seiring kilatan cahaya senter yang terus-menerus, secara samar-samar para pengamat masih bisa melihat bahwa semua orang di bawah telah bersenjata lengkap. Mereka memanggul senapan semi-otomatis sambil berbaris rapi dengan postur militer standar dan ekspresi wajah yang masam.
"Apa yang akan mereka lakukan?"
"Hillary, ada juga David di sana." Manila menempelkan wajahnya di jendela sambil terus mengamati ke luar, berbicara pada Tang Ji tanpa menoleh. Saat senter berkedip tadi, cahayanya sempat menyorot wajah Hillary dan David.
Tang Ji seolah teringat sesuatu, mengerutkan keningnya. Dengan cepat ia melepas walkie-talkie di pinggangnya, menunduk sejenak dalam keraguan, lalu menekan tombol alat tersebut.
“Sssrr... Sssrr... Sssr...” Desis listrik sangat kacau terdengar dari walkie-talkie.
“Ada apa?” Mani mengangkat wajah dari jendela, menatap Tang Ji sambil berbisik bertanya.
“Komunikasi walkie-talkie terputus.” Tang Ji melepas tombol lalu menekannya lagi, mencoba dua kali bolak-balik, namun yang keluar tetap desis kacau. Alasan ia teringat ini karena Robbie - yang sudah bergabung dengan organisasi Hillary - seharusnya memberi tahu jika ada operasi khusus hari ini, tapi tak ada kabar sama sekali.
“Ini gangguan radio,” suara berat Jenderal Qiang dari sisi jendela lain sambil menoleh, terhenti sejenak lalu menambahkan: “Sengaja dilakukan.”
Dengan mempertimbangkan adegan iblis di luar gedung saat ini, sudah bisa dispekulasikan bahwa sinyal gangguan radio yang dilepaskan oleh kelompok Hillary Clinton menggunakan peralatan tertentu, kemungkinan telah mengganggu seluruh kompleks Markas besar PBB. Jelas terlihat, alasan mereka melakukan ini adalah untuk mencegah personel bersenjata yang diam-diam memberi tahu pihak lain. Bukan karena tingkat ketidakpercayaan yang ekstrim terhadap mereka, melainkan karena jika satu orang saja membocorkan kejadian malam ini kepada keluarga sendiri atau teman - dan jika situasi ini benar-benar parah - mungkin akan menyebar bak rantai domino. Akhirnya membuat semua orang mengetahuinya.
“Apakah ini aksi yang menargetkan korban selamat di sini?” Kening Tang Ji tiba-tiba berkerut. Ia sudah menyadari, semua aksi lain mereka tidak perlu disembunyikan dengan sengaja dari korban selamat di sini, kecuali memang khusus menarget mereka. Saat tenggelam dalam pikiran ini, tiba-tiba ekspresi wajah Tang Ji berubah. Ia teringat percakapannya dengan Hillary Clinton sore tadi.
Hillary Clinton benar-benar berniat melakukan itu!
"Mengapa menarget mereka?" Manila berbisik. Dalam alam bawah sadarnya, ia mengkategorikan korban selamat yang tinggal di sini sebagai "mereka". Karena hubungan khusus Tang Ji dengan Hillary Clinton serta perhatian Hillary padanya, meski kelompok Tang Ji belum bekerja untuk Hillary, dari perspektif Hillary, mereka sudah bisa dianggap sebagai anak buahnya - berbeda dengan korban selamat lainnya.
Setelah Manila bertanya, yang lain juga menoleh ke arah Tang Ji. Karena gelap gulita, mereka sama sekali tidak bisa melihat wajahnya. Tapi berdasarkan percakapan sebelumnya, mereka tahu posisi Tang Ji.
"Mereka akan menyita senjata secara paksa." Tang Ji menyipitkan mata memandang ke luar, nada bicaranya agak berat.
Budaya senjata api di Amerika telah berlangsung lama, Konstitusi secara jelas menetapkan hak warga negara untuk memiliki senjata. Tentu sekarang adalah akhir zaman, menggunakan Konstitusi sebagai dasar argumen sangat tidak realistis. Namun dalam alam bawah sadar semua orang Amerika, mereka akan merasa berhak memiliki senjata - senjata digunakan untuk perlindungan diri, terlebih di akhir zaman yang penuh bahaya ini. Jika Hillary tidak menggunakan cara paksa, tapi mengumumkan seruan agar korban selamat yang tinggal di sini menyerahkan senjata, ini sulit untuk berhasil. Senjata yang bisa disita diperkirakan sangat sedikit. Hanya dengan taktik kejutan menggunakan cara paksa.
Periode waktu yang dipilih ini sangat tepat - saat langit paling gelap, ketika para korban selamat berada di kamar masing-masing. Satu kamar maksimal tidak melebihi sepuluh orang. Menghadapi personel bersenjata dalam jumlah besar yang tiba-tiba muncul di koridor, siapapun yang masih punya akal sehat pasti akan menghindari konflik dengan mereka. Proses penyitaan senjata akan jauh lebih lancar dibandingkan jika diumumkan terlebih dahulu lalu dipaksakan ketika tidak efektif. Tentu mungkin juga bertabrakan dengan karakter keras kepala sehingga memicu meletusnya konflik.
"Jadi personel bersenjata ini baru bisa bergerak diam-diam, membuat para korban selamat tidak bisa mendeteksi, atau bahkan jika tahu pun tidak mengerti tujuan mereka."
Ternyata, seperti yang diperkirakan Tang Ji, tak lama setelah Hillary Clinton berbisik mengelilingi mereka memberi pengarahan, personel bersenjata itu memperlambat langkah menembus hamparan rumput dan mengalir deras masuk ke Gedung Sekretariat.
Kelompok Tang Ji menjauhi jendela, kembali duduk melingkar di sekitar meja kopi sambil menyalakan lampu meja. Tapi sepertinya tak ada yang berminat makan. Manila mengangkat mangkuk lalu meletakkannya kembali, matanya tertuju pada pintu yang tersembunyi dalam kegelapan di balik cahaya.
"Makanlah. Kita takkan kenapa-napa," kata Tang Ji dengan percaya diri. Ia yakin Hillary takkan berani menyentuh kelompoknya sekalipun sedang membersihkan pihak lain.
Belum juga beberapa detik setelah Tang Ji bicara, penghuni kamar mendengar dentang langkah kaki kacau bergema di koridor. Suara itu semakin mendekati pintu kamar dari arah utara, lalu melintas cepat menuju selatan.
Cahaya senter yang terus berkedip-kedip masuk ke kamar melalui celah pintu.
"Aku akan melihat." Tang Ji meletakkan sendok di tangannya, berdiri sambil berjalan pincang perlahan menuju pintu.
Semua orang menatap Tang Ji. Baru beberapa langkah, Duke tiba-tiba melesat dari kegelapan mendekati kaki Tang Ji, menundukkan kepala sambil terus mengendus-endus kaki Tang Ji.
"Duke, kembali!" Christine di samping sofa berbisik penuh urgensi, lalu bangkit dari kursinya. Ia bergegas menuju Tang Ji, membungkuk memeluk Duke, sedikit mengangkatnya lalu menariknya ke meja kopi. Setelah mengangkat Duke ke pangkuannya, ia mengambil sepotong sosis yang sudah tergigit dari piringnya, menyelipkannya ke mulut Duke. Sambil memalingkan wajah, tatapannya menunjukkan kekhawatiran ke arah Tang Ji yang sudah sampai di pintu.
Di Gedung Sekretariat, koridor panjang lantai tiga kini telah dipadati lebih dari seratus personel bersenjata. Setiap orang membawa senter yang sudah dinyalakan. Sebagian kecil berjaga di depan pintu dan jendela tiap kamar, sementara sebagian lainnya membentuk kelompok belasan orang. Mereka mulai mengetuk pinti satu per satu dari arah utara.
Tang Ji membuka pintu kamar dan menemukan dua orang berjaga di depan pintunya. Keduanya ia kenali sebagai anggota personel bersenjata yang memang bertugas di lantai ini - anak buah Kim si Berjanggut. Saat melihat Tang Ji keluar, keduanya menatapnya. Salah satunya menyapa dengan sopan: "Tuan Tang Ji."
"Ini ada acara apa?" Tang Ji menganggukkan kepala sambil matanya menyapu sekilas koridor.
"Perintah bos, penyitaan senjata." Personel bersenjata yang tadi menyapa mendekatkan diri ke telinga Tang Ji. Tangan menutupi mulutnya saat berbisik: "Operasi pengamanan khusus."
Tang Ji mengangguk perlahan, alisnya berkerut sementara tatapannya masih tertuju pada personel bersenjata lain di koridor.
Ia telah memperkirakan jumlah kasar personel bersenjata di lantai ini. Dari situ bisa disimpulkan bahwa cara Hillary Clinton menyita senjata mungkin dengan menguasai beberapa lantai terlebih dahulu—sekitar lima lantai—lalu memulai penyitaan dari lantai terbawah. Setelah penyitaan di lantai terbawah selesai, sebagian besar personel bersenjata akan mundur dan pindah ke lantai enam. Mereka akan menguasai area tapi belum menyita senjata, karena jika terlalu banyak keributan di lantai enam, korban selamat di lantai tujuh mungkin akan menyadari apa yang terjadi. Personel yang telah menyelesaikan penyitaan di lantai dua akan naik ke lantai tujuh, sementara yang di lantai tiga ke lantai delapan. Dengan metode "bergulir" yang dilakukan secara vertikal ini, mereka bisa memastikan daya intimidasi yang cukup selama proses penyitaan, sekaligus mencegah korban selamat di lantai atas—yang belum dipenuhi personel bersenjata—untuk mendeteksi kejadian di lantai bawah.
Kening Tang Ji yang berkerut perlahan mulai mengendur. Jika Hillary benar-benar melakukan penyitaan senjata dengan cara seperti yang dia bayangkan, masalahnya sepertinya tidak terlalu serius. Ia menoleh sambil menunjukkan senyum samar di wajahnya, menatap personel bersenjata yang sedang berbicara dengannya. Dengan tangan kiri terkepal, ia mengulurkan ibu jari ke arah pintu kamar di belakangnya: "Kita... mau tidak..."
"Tidak perlu. Tuan Tang Ji adalah orang dalam, sudah ada perintah bos." Personel bersenjata itu memahami maksud Tang Ji, segera berbisik sebelum Tang Ji menyelesaikan kalimatnya.
"Hm, baguslah." Tang Ji kembali mengangguk sambil tersenyum. Ia mengulurkan tangan dan menepuk bahu personel bersenjata yang tampak seusia dengannya itu, lalu berbalik hendak kembali ke kamar.
Tepat pada saat itu, di kamar 317 seberang Tang Ji, pintu tiba-tiba terbuka menyisakan celah selebar dua telapak tangan. Seorang pria menyembulkan kepalanya hendak melihat situasi luar, namun disambut oleh ujung laras hitam pekat. Penjaga bersenjata di depan pintu 317 yang sedang memanggul senapan berkata dengan muka masam: "Kembali, malam ini ada misi penting." Ia tak menjelaskan detail misi tersebut.
Pria itu segera mengkerutkan kepala kembali dan membanting pintu kamar dengan keras hingga terkunci rapat.
Saat pintu terbuka, perhatian Tang Ji langsung tertarik. Ia menoleh tajam mengamati - penghuni kamar itu bukan lagi kelompok Fina... Baru setelah pintu seberang tertutup, ia berbalik dan hendak mengetuk pintunya sendiri. Namun sebelum sempat, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka memperlihatkan Manila yang berdiri di ambang pintu.
"Bagaimana?" Manila tertegun melihat Tang Ji sambil menyembulkan kepala sebentar ke koridor, lalu cepat-cepat menariknya kembali. Tampaknya ia khawatir sehingga keluar untuk memastikan keadaan Tang Ji.
“Bahas di dalam.” Tang Ji mengangkat tangan mencengkeram bahu Mani, mendorongnya kembali ke kamar.
……
Operasi penyitaan senjata ini berlangsung hingga tengah malam. Personel bersenjata pertama-tama menyita mayoritas senjata dari korban selamat yang tinggal di Gedung Sekretariat, kemudian melanjutkan ke Aula Majelis Umum dan Gedung Dewan Perwalian. Karena saat operasi di Gedung Sekretariat dimulai, semua pintu keluar langsung terkunci dan komunikasi radio juga terputus, meski ada yang mendeteksi keanehan di Gedung Sekretariat, mereka tetap tidak tahu situasi sebenarnya.
Seluruh operasi berjalan lancar tanpa konflik terbuka, tentu saja tidak ada yang terluka atau menemui ajal. Namun sempat muncul beberapa orang yang berdemo keras protes HAM dilanggar. Tapi ketika Hillary Clinton mengancam "Tidak menyerahkan senjata berarti meninggalkan tempat ini!", para pengunjuk rasa itu pun diam seribu bahasa.
Sebenarnya di sini, selain personel bersenjata, semua Korban selamat memiliki senjata api, atau menyimpan sedikit persenjataan di kamar masing-masing seperti kelompok Tang Ji. Namun setelah operasi penyitaan, berdasarkan jumlah penghuni dan hubungan interpersonal setiap kamar, hanya disisakan beberapa tombak panjang. Paling banyak tiga tombak panjang per kamar. Senjata pendek seperti pistol semuanya disita, dan setiap kamar telah diperiksa.
Bersamaan itu Hillary Clinton juga mengeluarkan perintah: Korban selamat biasa dilarang membawa senjata api keluar kamar. Jika memiliki senjata, harus ditinggalkan di kamar saat bekerja di siang hari. Kecuali ada yang memutuskan meninggalkan tempat ini, baru boleh membawa senjata dengan pengawalan ketat personel bersenjata keluar dari Markas besar PBB.
Pagi hari berikutnya, matahari terbit seperti biasa. Bagi orang-orang di sini, hari ini seharusnya menjadi hari yang sibuk lagi. Namun di pagi hari, semua Korban selamat yang seharusnya bekerja menghentikan aktivitas mereka.
