Senja, hamparan rumput di Markas besar PBB terasa hening. Tak banyak hiruk pikuk, hanya segelintir orang yang masih sibuk. Mereka sedang mengubah arah jalan setapak di Markas besar PBB, sebagian lagi sibuk mengurug kembali fondasi galian untuk pembangunan rumah yang kini dibatalkan. Karena sudah tak ada rencana membangun di sini, seluruh fondasi akan diurug ulang lalu ditanami rumput kembali.
Saat ini populasi di Markas besar PBB telah mencapai hampir enam ribu orang. Permasalahannya, lowongan pekerjaan jauh lebih sedikit dibanding jumlah korban selamat yang menganggur. Banyak korban selamat yang setiap harinya tidak mendapat pekerjaan, otomatis juga tidak menerima "makanan". Namun untuk sementara mereka tidak akan mati kelaparan. Selama tinggal di Markas besar PBB, selama bekerja mereka selalu mendapat jatah makanan cukup. Sekalipun sekarang tidak diberi, mereka masih bisa memakan persediaan makanan yang mereka simpan.
Makanan yang diberikan Hillary kepada mereka ibarat gaji tetap, mustahil jumlah yang diberikan Hillary sama persis dengan yang mereka habiskan. Selalu ada yang tersisa, jadi meski posisi kerja langka saat ini, mereka tidak akan kelaparan. Dalam jangka pendek, Markas besar PBB masih stabil, tidak akan terjadi peristiwa kekerasan akibat persoalan "makanan".
Hillary tidak punya kewajiban merawat siapapun, sebab itu di sini juga tidak muncul keluhan terhadapnya. Keluhan terbanyak masyarakat adalah datang terlambat di pagi hari sehingga tidak mendapat pekerjaan.
Tang Ji menyuruh para pengawal berdiri menjauh. Dengan tali anjing di tangan, ia berjalan perlahan di hamparan rumput bersama Monica sambil memandang senja di kejauhan, sunyi sejenak.
Monica menghentikan langkahnya. Tangannya yang sudah melepaskan lengan Tang Ji kini masuk ke saku celana jeans ketat. Ia menengadah memandang ke arah luar Markas besar PBB, di antara dua gedung pencakar langit nun jauh di sana, matahari yang terus menyusut dan berangsur menghilang. Ekspresinya penuh fokus.
Tang Ji berhenti di sampingnya, berjongkok dan mengusap tubuh Duke dengan kedua tangan. Duke langsung membalikkan badan ke tanah, menjulurkan lidahnya sambil memandang Tang Ji dengan riang. Begitu Tang Ji mencengkeramnya, ekspresi puas langsung terpancar di wajahnya, enggan bangkit dari tanah.
Tang Ji mengusap kepala Duke, lalu meraba telinganya. Baru setelah itu ia berdiri dan menatap Monica di sampingnya. Monica masih memandang senja di kejauhan. Cahaya kekuningan samar menyelimuti tubuhnya, mengaburkan kontur profil wajahnya yang sempurna dan memesona.
Tang Ji menoleh mengikuti arah pandangan Monica. Matanya juga tertuju pada mentari senja. Setelah lama terdiam, akhirnya ia berbicara perlahan: "Indahkah senja ini?"
"Tentu saja." Monica menjawab dengan nada datar.
“Jika kau bisa melepaskan kebencian dalam hati, setiap hari akan melihat senja seperti ini. Hidup akan semakin membaik, bagaimana menurutmu?” Tang Ji menoleh memandang Monica. Ini pertama kalinya selama ini ia membahas masalah ini dengannya.
“Senja bisa dilihat tiap hari. Setelah terbenam masih bisa terbit lagi. Tapi manusia?” Monica juga menoleh memandang Tang Ji. Tang Ji paham maksudnya - Marlos sudah mati, tak mungkin hidup kembali.
Tang Ji sedikit menundukkan kepala, meraba kepalanya yang gundul. Setelah beberapa saat, ia mengangkat kepala lagi memandang Monica: “Bisakah kau ceritakan kisahmu dengan Marlos?”
Terkait peristiwa ini, Tang Ji selalu tidak memahami sepenuhnya. Jika dikatakan Will setia pada Marlos dan ingin membalas dendam untuknya, itu karena Will telah mengikuti Marlos selama lima belas tahun penuh. Bagi Will, Marlos bukan hanya bos, tapi juga kakak yang patut dihormati. Perasaan antara mereka berdua mustahil terhapuskan dengan mudah. Sedangkan kesetiaan Sax pada Marlos lebih mudah dimengerti - karena Marlos adalah ayahnya, meskipun statusnya sebagai ayah angkat, secara emosional hubungan mereka tidak kalah dari pasangan ayah dan anak kandung manapun.
Sekarang hanya Monica, gadis muda cantik ini yang berusia 24 tahun. Berdasarkan informasi yang dimiliki Tang Ji, Monica baru bergabung dengan keluarga mafia selama lima tahun terakhir. Dari lapisan terbawah, ia merangkak naik pelan-pelan hingga ke puncak, menjadi pembunuh bayaran wanita andalan Marlos. Tidak ada hubungan fisik maupun perasaan cinta antara mereka. Secara logika, seharusnya Monica tidak menunjukkan kesetiaan ekstrem seperti ini pada Marlos. Tapi kenyataannya justru demikian.
Marlos sangat tegas membedakan anak buah dan wanita. Wanita hanya untuk menemani ranjangnya, sedangkan anak buah bertugas membantu rencana besarnya. Kedua peran ini tak boleh dicampur. Karena itu Marlos tak pernah mengizinkan anak buahnya menjadi kekasihnya. Di sisi lain, para wanita yang pernah menjadi miliknya akan selamanya tetap demikian, takkan bisa naik pangkat menjadi asisten kepercayaannya.
Mendengar pertanyaan Tang Ji, Monica memalingkan wajah kembali ke arah senja yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Ia diam membisu.
“Tidak mau bicara ya sudah, mari kita jalan-jalan ke sebelah sana.” Tang Ji berkata sambil menundukkan kepala menarik-narik tali anjing. Duke yang tadinya berbaring di tanah melompat tiba-tiba lalu berdiri.
“Aku lahir di Los Angeles...” Monica tiba-tiba bersuara. Tang Ji yang baru saja melangkah segera menarik kembali kakinya. Ia memutar tubuh menatap Monica, “Silakan lanjutkan!”
“Aku berasal dari keluarga yang oleh orang lain dianggap bahagia. Ayah... Ibu... Saat kecil, kuingat Ayah selalu sibuk, sering pulang pagi dan pulang malam. Setiap pulang, hal pertama yang dilakukannya adalah mengangkatku dan mencium pipiku. Semua ini kuingat jelas... Saat berusia tujuh tahun, dia memberikanku sebilah pisau... Sejak hari itu, aku mulai mengetahui beberapa hal. Ayahku saat itu adalah seorang kepala kecil dalam geng kriminal Los Angeles. Belakangan aku tahu, dia bertanggung jawab atas perdagangan narkoba dalam organisasi...” Monica memandang Tang Ji sejenak, lalu menoleh lagi ke arah senja dan melanjutkan ceritanya.
"Saat aku berusia tujuh belas tahun, tahun itu aku baru saja lulus SMA. Ayahku yang telah berjuang selama belasan tahun, akhirnya naik pangkat dari kepala kecil geng kriminal menjadi kepala besar. Ambisinya mulai mengembang. Tepat sebulan setelah kelulusan SMA-ku, dalam sebuah konflik geng, tangannya dan kakinya dipatahkan paksa. Peristiwa itu sengaja menargetnya. Ia tak bisa lagi bermain golok, statusnya di dunia hitam langsung jatuh ribuan zhang. Akhirnya... ia memutuskan mundur dari geng."
"Dua tahun berikutnya, ia mulai kecanduan arak, sering memaki dan memukulku bersama ibu. Pada akhirnya, ia mulai menyalahgunakan narkoba... Ironis bukan? Padahal dulu ia sendiri yang menjual barang haram itu. Ketika tak lagi berjualan, malah jadi pengguna." Monica menoleh ke Tang Ji sambil tersenyum getir. Tang Ji bisa merasakan duka yang tersembunyi di balik senyumannya.
"Tak tahu." Tang Ji mengatupkan bibirnya sambil menggelengkan kepala, menunjukkan ekspresi diplomatis. Itu adalah ayah Monica - ia merasa tidak pantas memberi komentar. Bagaimanapun tanggapannya, pasti akan terasa tidak tepat bagi perasaan Monica.
"Lalu? Kamu belum cerita tentang hubunganmu dengan Marlos..." Tang Ji tidak melanjutkan pertanyaan.
"Setelah itu... tabungan kami habis, dia mulai meminjam uang untuk beli narkoba. Kami menjual rumah di kawasan perkotaan Los Angeles, pindah ke desa. Kecanduannya tidak pernah sembuh, utang semakin menumpuk... Akhirnya, dia dibunuh..." Monica membeku, diam cukup lama, menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan: "Yang mati bersamanya, ada juga ibuku. Dua orang bersama... Lalu grup itu menculikku, mengurungku bersama puluhan gadis sekitar dua puluh tahunan di dalam truk. Setelah berguncang dalam kegelapan berhari-hari, ketika kereta dibuka, baru kami tahu sudah sampai di New York."
"Kami dipaksa menjadi wanita penghibur... maksudku WTS, jenis yang bahkan mati dibunuh pun tak ada yang tahu. Di sebuah klab malam besar, aku menyambut klien pertamaku." Monica kembali berhenti, menoleh ke arah Tang Ji.
"Marlos?" Tang Ji ragu sejenak, mencoba menebak.
"Tepat. Marlos. Aku yang tercantik di antara gadis-gadis baru. Beruntungnya, aku bertemu bos klab... Lalu bos ingin mencoba hal-hal menyimpang. Kau tahu... selera seksual beberapa orang memang aneh. Saat itu aku tak tahu identitas sebenarnya, masih muda dan polos. Aku memilih melawan. Kami berkelahi. Aku kalah dan dijinkanakkan. Dia bertanya beberapa hal, lalu tiba-tiba memujiku cantik, berbakat, dan menawarkan untuk membinaku. Bahkan berjanji akan menyelamatkanku dari sana."
“Aku pergi dengannya. Sebenarnya saat itu aku tidak berterima kasih padanya. Yang paling sering kupikirkan di hati adalah kabur, mencari cara untuk lapor polisi. Aku pernah kabur dua kali, namun selalu tertangkap kembali. Ia tidak memukulku, tidak memakiku. Hanya bertanya, bagaimana caranya bisa berubah menjadi orangnya. Kukatakan padanya, balas dendam untuk orangtuaku. Selama ia bisa mewujudkannya, mulai saat itu aku akan menjadi orangnya. Bisa melakukan apapun untuknya.”
“Lalu… dia berhasil melakukannya. Geng kriminal yang memperdagangkan wanita dan mengontrol prostitusi itu dibasmi sepenuhnya olehnya. Beberapa orang bahkan dibawa ke hadapanku untuk kubunuh dengan tangan sendiri. Sejak saat itu, aku resmi menjadi orang Bos. Dia tidak langsung menempatkanku sebagai anak buah kepercayaan di sampingnya, melainkan menaruhku di lapisan terdalam. Seperti katanya, dalam keluarga, jika langsung berdiri di posisi tinggi sejak awal, beberapa hal tak akan pernah kupahami. Aku belum cukup matang. Jika sejak pertama kali berdiri terlalu tinggi, mungkin akan terjatuh mati. Jadi dia berencana membuatku merangkak naik langkah demi langkah dari lapisan terbawah, memahami segala seluk-beluk keluarga, mengerti intrik-intrik licik, dan mengetahui apa arti memakan orang tanpa menyisakan tulang…”
Monica terdiam, merenung cukup lama sebelum kembali menarik napas dalam-dalam. “Aku rasa kau sudah tahu kelanjutannya. Bos bagiku adalah penolong hidup. Jika bukan karena kecelakaan ini, mungkin aku akan mengikutinya seumur hidup sampai dia meninggal.” Ekspresi Monica tampak muram setelah mengakhiri ceritanya.
"Maksudmu... Saat pertama kali Marlos bertemu denganmu, dia langsung membasmi sebuah geng kriminal demi kamu? Maaf, aku tidak bermaksud meragukanmu, tapi apa kamu yakin tidak salah bicara?" Pikiran Tang Ji terlalu cepat. Jika orang lain mendengar cerita Monica, mungkin akan berdecak kagum. Tapi Tang Ji tidak. Dia menangkap kejanggalan. Dia sangat paham, Marlos bukanlah tipe orang yang gegabah dalam masalah perasaan. Untuk seorang gadis asing berusia sembilan belas tahun, membasmi seluruh geng kriminal?
"Dia memang membasmi geng itu, tapi bukan hanya untukku. Tak lama setelah secara resmi bergabung dengan keluarga, kudapati bahwa geng tersebut telah berselisih dengan bos, mengganggu bisnisnya. Jadi bos membasmi mereka, sekaligus membalaskan dendamku... Apa ini penting?" Monica dengan cepat menoleh ke Tang Ji, mengerutkan kening: "Bos adalah penyelamat hidupku. Alasan dia membantuku balas dendam adalah urusannya sendiri. Apa ini penting? Dia berjanji menolongku, dan benar-benar melakukannya."
“Aku tidak bilang... Kamu sendiri yang mengatakannya.” Tang Ji mengangkat bahu sambil berkata, membeku sejenak lalu melanjutkan: “Kisah yang sangat menarik. Sudah larut, mari kita kembali.”
“Baik!” Monica menyelipkan kedua tangannya di dalam saku celana jeans, mengangguk setuju sebelum berbalik menuju perpustakaan. Tangji menarik tali anjingnya, bergegas melangkah dua langkah hingga sejajar di sampingnya, lalu berjalan berdampingan perlahan ke arah perpustakaan.
Di bawah cahaya senja yang keemasan, kota metropolitan ini seolah diselimuti aura mistis. Di hamparan rumput depan markas besar PBB, tiga siluet - anjing, pria, dan wanita - bergerak lambat dalam pantulan mega merah senja. Fragmen waktu yang terbekukan ini meninggalkan siluet indah yang sepadan dengan iri para korban selamat yang masih sibuk bekerja di kejauhan!
