Teriakan, jeritan histeris, umpatan, dentuman senjata... Markas besar PBB tenggelam dalam kekacauan dahsyat. Tekanan zombie terhadap korban selamat sangat besar. Satu orang yang mentalnya collapse total bisa menularkan kepanikan ke orang di sekitarnya.
Awalnya ada tiga hingga empat ribu orang di lapangan depan Gedung Sekretariat. Emosi mereka terkontaminasi dalam sekejap napas, semua berdiri dan berlari gila-gilaan ke tempat yang mereka anggap aman - aula konferensi, aula majelis umum, perpustakaan, parkir bawah tanah. Bagi mereka, salah satu tempat ini lebih aman daripada berjongkok di bawah cahaya menyilaukan. Mereka sudah tak peduli apapun, keriuhan besar menggema di seluruh kompleks Markas PBB.
Sniper serta personel bersenjata dengan kemampuan menembak baik sudah tidak bisa memberikan efek mengintimidasi. Membunuh dengan tembakan pun menjadi tidak berguna. Meski beberapa orang tewas, mereka tetap berlari, melarikan diri dengan gila-gilaan.
"Oh Tuhan..." Di depan pintu perpustakaan, Hillary Clinton menutup mulutnya dengan tangan sambil bergumam pilu. Segera dia menurunkan tangan dan menarik napas dalam-dalam, lalu berseru lebih keras: "Angkat senjata! Jika ada yang mendekat dalam 30 meter, tembak!"
Seiring perintahnya, lebih dari dua ratus personel bersenjata yang membentuk tembok manusia setengah lingkaran di hadapannya serentak mengarahkan ujung laras senjata mereka ke arah para korban selamat yang sedang berlari ke gedung perpustakaan.
Para korban selamat berlari dengan gila-gilaan. Mereka semua tahu perpustakaan adalah lokasi teraman di seluruh Markas Besar PBB. Karena itu mereka berusaha masuk, namun jelas Hillary tak mungkin mengizinkan. Orang-orang di dalam perpustakaan memiliki kepentingan sangat dahsyat, sementara dia tak tahu siapa di antara korban selamat yang membawa luka. Meski menyadari situasi sudah di luar kendali, setidaknya dia harus membeli waktu untuk keluarga sendiri serta keluarga anak buah dekatnya.
"Kumohon, biarkan kami masuk! Kumohon!"
Tak-tak-tak-tak-tak...
Sebagian korban selamat yang mendekat melontarkan teriakan memelas. Menghadapi ujung laras hitam pekat, mereka tetap memilih mendekat. Mungkin karena jumlah mereka yang banyak, mereka mengira penjaga bersenjata di depan Hillary tak berani menembak. Namun sebenarnya, mereka keliru.
"Rekan Tao yang mati lebih baik daripada Hamba Tao yang mati, siapa yang tak paham logika ini? Bukan Hillary tak ingin menyelamatkan mereka, tapi syarat utamanya adalah menjamin keselamatannya sendiri. Dia takkan membiarkan bahaya benar-benar mendekat ke sampingnya. Ini adalah batas toleransinya. Dari awal dia memang bukan pahlawan, takkan berduka atas nasib langit dan manusia. Dia hanyalah seorang ambisius, perempuan yang sedang giat mengejar hak dan posisi terpandang."
"Oh Tuhan, mereka menembak!"
"Sialan, harus bagaimana kita?"
Banyak korban selamat terjatuh tertembak di tanah. Sebagian langsung menemui ajal di tempat. Yang tersisa meneriakkan raungan panik, segera menghindari perpustakaan dan berlarian ke berbagai arah. Dari langit terlihat jelas gerombolan manusia yang mendekati perpustakaan itu berpencar seperti air pasang. Sebagian berlari ke Aula Majelis Umum, sebagian lain malah langsung menuju tembok kontainer.
"Raungan!"
Zombie muncul, lokasi tidak bisa dipastikan, mungkin di sudut bangunan tertentu. Karena terhalang struktur bangunan, banyak area yang redup. Orang-orang bisa mendengar raungan tajam zombie.
Di selatan Markas Besar PBB, di bawah tembok kontainer, beberapa korban selamat berlari ke sana. Tembok setinggi hampir 7 meter dengan tangga tali yang berjarak jauh satu sama lain - awalnya untuk personel bersenjata naik ke atas. Kini tangga-tangga itu menjadi tali penyelamat. Banyak korban selamat berdesakan di depan satu tangga tali, memegang tangga tali dan berusaha keras memanjat ke atas. Dalam kepanikan, kecepatan mereka melambat dan malah ditarik ke bawah oleh korban selamat di belakang.
Semua ingin menjadi yang pertama mendaki. Naik berarti sementara aman. Mereka saling tak mau mengalah, memaki-maki bahkan saling pukul. Tak ada keteraturan sama sekali. Hasilnya, dalam waktu singkat tidak ada satu orang pun yang berhasil memanjat ke atas.
"Buka pintu gerbang, cepat!" Hillary Clinton meraung ke walkie-talkie. Pintu gerbang telah terkunci dengan rantai besi sejak ia masuk. Setelah krisis meletus, Hillary tidak mengerahkan orang untuk membukanya karena hanya akan mempercepat kekacauan para korban selamat. Jika pintu terbuka, mereka pasti akan berpikir untuk kabur. Tapi sekarang sudah tidak masalah lagi - kekacauan memang telah terjadi.
Meski membuka pintu gerbang belum tentu efektif, sebab manusia tak bisa mengalahkan kecepatan zombie. Dengan laju infeksi mereka, bahkan tanpa pintu ini, para korban selamat yang panik ini mungkin tetap tak banyak yang selamat dalam gelapnya malam. Namun membuka pintu sekarang adalah keharusan. Hillary Clinton harus memberi mereka kesempatan menyelamatkan diri. Harapan sudah tak ada lagi di sini.
Tang Ji yang masih berdiri di samping Hillary Clinton menoleh meliriknya. Ia bisa melihat lingkaran merah di mata Hillary - tanda kesedihan yang wajar. Sudah pasti ia sedih. Terlalu banyak pengorbanan yang telah diberikannya untuk tempat ini, namun kini semuanya akan berakhir.
Mungkin hanya dalam satu dua hari krisis di sini akan sepenuhnya berakhir, mayoritas orang akan mati, namun barak militer ini akan tetap bertahan. Selama zombie bisa dialihkan, tempat ini masih cukup baik mengingat sudah banyak pembangunan pertahanan yang diselesaikan. Tapi... Tidak berguna, Hillary sangat paham, tidak berguna lagi.
Sebuah basis pengumpulan korban selamat yang pernah mengalami bencana internal hingga mayoritas korban selamat tewas... Tak akan ada lagi korban selamat yang menganggap tempat ini sebagai tanah harapan, juga tak akan mengambil risiko datang ke sini. Selalu akan ada yang selamat kembali, mereka akan menyebarkan kabar ini, korban selamat lain akan tahu tempat ini tidak aman, mereka tak lagi percaya.
Artinya, setelah krisis berlalu, sudah bisa diprediksi tak akan banyak lagi korban selamat yang datang ke sini. Tanpa jumlah korban selamat yang cukup, mimpi Hillary tak mungkin terwujud. Ia gagal, setidaknya di tempat ini.
"Bos, bos, sial! Roger lenyap, kita tidak punya kunci, tidak bisa membuka pintu gerbang!" Teriakan geram terdengar dari walkie-talkie Hillary.
“Aku mengerti… Hmm…” Ekspresi Hillary penuh kepedihan, matanya merah dengan gejolak emosi yang tertahan. Setelah merenung sejenak, ia melanjutkan: “Pergilah kalian mencari keluarga dan teman-temanmu. Tempat ini sudah berakhir. Masalah pintu gerbang akan kucarikan solusinya.”
Hillary tak mengenal siapa Roger, mungkin hanya anggota kecil dalam kelompok yang bertugas menjaga pintu malam hari dengan kunci di tubuhnya. Namun Hillary bisa menebak kemana Roger pergi – ke ruang rapat atau Aula Majelis Umum.
Banyak personel bersenjata di sini yang menyendiri, keluarga mereka telah tiada sebelum direkrut Hillary. Tapi sebagian masih membawa keluarga atau memiliki saudara seperjuangan yang selamat. Kekacauan mulai merambat – dapat dibayangkan dalam waktu singkat, selain perpustakaan, dua bangunan lain akan jatuh ke tangan zombie. Bahkan perpustakaan pun tak akan luput jika waktunya diperpanjang. Karenanya, Hillary paham, saat ini banyak prajurit yang berubah menjadi “desertir” untuk menyelamatkan orang-orang tercinta.
"Hillary tahu dirinya sama sekali tidak bisa mengendalikan orang-orang yang memiliki keterikatan, jadi lebih baik langsung memerintahkan mereka untuk mencari keluarga mereka."
"Ban, kau sudah sampai?" Hillary menarik napas dalam-dalam lagi, lalu mengambil walkie-talkie sambal memanggil.
"Huff... huff... Lantai 32, hampir sampai!" Suara pria berkumis tipis yang terengah-engah segera terdengar dari walkie-talkie, seolah sedang melakukan aktivitas berat.
Hillary segera meletakkan walkie-talkie, menengadah ke arah Gedung Sekretariat di kejauhan. Tang Ji juga mengikuti pandangannya. Keduanya bisa melihat siluet orang yang bersenjata lengkap sedang mencengkeram tali dan mendaki dinding luar lantai 32 gedung.
"Setelah sampai atap, segera ledakkan pintu gerbang tembok!" Hillary kembali mengambil walkie-talkie. Tidak ada respon dari Ban, tapi Hillary yakin pasti dia mendengar.
"Sis, kau ada di bawah?" Hillary menyesuaikan saluran walkie-talkie lalu memanggil lagi.
"Aku di sini Bos, Oh sial, mereka menerobos masuk, sedang merampas 'makanan', merebut senjata, menjarah mobil... Terlalu banyak orang." Suara respon salah satu anak buah dekat Hillary, Xisi, terdengar dari walkie-talkie. Dari suara latar belakang, terdengar parkir bawah tanah dalam kekacauan hebat.
Personel bersenjata di parkir bawah tanah sudah tidak banyak. Saat ini total personel bersenjata Markas Besar PBB telah melebihi dua ribu orang. Pada saat ini ada lebih dari seribu orang di dalam Gedung Sekretariat, Perpustakaan dijaga sekitar tiga empat ratus pengawal di dalam dan luar, ditambah pengawal di dua gedung lainnya, serta personel bersenjata yang tersebar di berbagai lokasi untuk melaksanakan misi tembakan sniper terhadap zombie. Jumlah total sudah mencapai sekitar 1.600 hingga 1.700 orang. Di zona isolasi masih ada beberapa orang, dan masih ada regu ekspedisi yang belum kembali. Kini jika ada 150 orang di parkir bawah tanah saja sudah patut bersyukur langit dan bumi.
Sedangkan orang-orang ini masih harus tersebar secara terpisah-pisah untuk melindungi senjata, 'makanan', kendaraan. Menghadapi korban selamat yang jumlahnya mungkin mencapai ribuan, berlari liar histeris, mereka sama sekali tidak mampu mengatasi.
"Muat makanan dan senjata ke kendaraan sebanyak mungkin. Abaikan hal lain. Biarkan mereka merebut apa yang ingin direbut. Kamu punya waktu maksimal sepuluh menit untuk membawa cukup kendaraan, senjata, dan makanan pergi dari sini. Jangan pedulikan saya. Keluarlah, hubungi saya lagi setelah sampai di tempat aman." Hillary memberi perintah.
"Bos, Anda mau menyerah di sini?" Suara Xis di walkie-talkie terdiam sejenak sebelum bertanya.
"Ya. Cepat lakukan. Tempat ini sudah menjadi wilayah sial. Dan..." Hillary juga terdiam, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia menjauhkan walkie-talkie dari mulutnya, menyesuaikan saluran frekuensi, lalu menekan tombol sambatan sambil berbicara perlahan: "Semua orang... dengarkan perintah. Carilah keluarga kalian. Yang tidak punya keluarga... larilah juga."
"Kamu belum pergi?" Hillary meletakkan walkie-talkie sambil menoleh memandang Tang Ji.
"Bersiap pergi..." Tang Ji mengerutkan kening sambil menatap Hillary, pandangannya tak lepas dari wajah wanita itu. Ia merasakan kesedihan mendalam yang menghinggapi Hillary. Mungkin seharusnya ia tetap menemaninya, tapi jelas itu tidak mungkin - masih ada orang yang ia rindukan.
Mundur selangkah ke dalam perpustakaan, Tang Ji tak henti memandangi Hillary. Tiba-tiba ia menekan jari ke bibirnya sendiri, lalu melemparkan cium udara cepat ke arah Hillary sebelum berbalik dan lari sekencang-kencangnya.
Hillary terus mengikuti gerak Tang Ji dengan pandangannya sampai sosok itu hilang dari penglihatan. Barulah ia menoleh kembali ke arah puluhan pengawal di hadapannya. Sebagian sudah kabur segera setelah perintahnya, mencari orang-orang yang lebih penting dari Hillary dalam hati mereka. Sebagian lain masih ragu, menoleh-noleh memandangi majikan mereka.
"Pergilah!" Hillary melambaikan tangan lesu. Tubuhnya yang terhuyung berbalik arah, melangkah masuk ke dalam perpustakaan yang sunyi.
Orang-orang itu tak lagi ragu, membawa senjata berlari kencang menuju dua gedung aula konferensi dan majelis umum. Saat itu kondisi di dalam kedua bangunan tersebut sudah kacau balau.
Tentu saja, masih banyak personel bersenjata yang tak punya ikatan keluarga tetap bertahan. Mengikuti gerakan Hillary yang berbalik, mereka pun mundur mengikuti langkahnya masuk ke perpustakaan, sesekali menembak zombie yang mendekat.
Seluruh kompleks markas besar PBB telah porak-poranda. Gedung Sekretariat telah sepenuhnya jatuh... Lebih tepatnya, pasukan keamanan sengaja menyerah. Mereka semua paham bahwa perlawanan sia-sia belaka di kegelapan malam tanpa area terbuka - mustahil mengalahkan zombie.
Seiring mundurnya pasukan keamanan, ribuan zombie telah membanjir keluar dari Gedung Sekretariat. Makhluk-makhluk itu berlari dengan kecepatan mengerikan, menyebar ke segala penjuru, mulai menyerbu korban selamat yang panik.
Luas markas besar PBB tidak bisa dibilang kecil maupun besar, namun jelas terlalu sempit untuk menampung 10.000 orang. Terutama ketika semua orang berlarian keluar mencoba menyelamatkan diri, pemandangan ini semakin terlihat nyata - manusia dan zombie berlarian ke segala penjuru, dentuman senjata, jeritan kesakitan, dan raungan maut... Kekacauan ada di mana-mana!
Tak lama setelah Hillary masuk ke perpustakaan, sekitar dua-tiga menit kemudian, nyala api tiba-tiba muncul di atap Gedung Sekretariat. Asap tebal menyertai kobaran api itu saat dengan cepat terlepas dari atap dan melesat seperti meteor ke arah gerbang tembok kontainer.
BOOM! Percikan api beterbangan. Rantai baja sebesar lengan yang mengunci gerbang itu pun terputus oleh ledakan dahsyat.
Di atas atap, angin menerbangkan rambut Ban yang berdiri di tepi pagar pengaman. Dengan kebiasaannya, pria berjanggut tipis itu mengusap kumisnya, lalu mengangkat peluncur roket yang tadinya terpasang di pagar. Senjata berat itu ia sandarkan di bahu sambil berbalik menuju helikopter yang sudah menunggu.
Di samping helikopter sudah ada dua orang yang menunggu Ban. Saat Ban berjalan setengah perjalanan, dia memasukkan satu tangan ke dalam saku dan mengeluarkan seikat kunci yang dilemparkannya. Kunci ini awalnya berada di tangan Hillary, yang baru saja memberikannya kepada Ban agar Ban bisa memanjat dinding luar gedung menuju atap Gedung Sekretariat.
……
Tang Ji menghabiskan waktu lebih dari dua menit berlari sekencang-kencangnya kembali ke tempat tinggalnya. Setelah masuk, dia mendapati semua orang masih berada di ruang tamu, dan tak bisa menahan helaan napas lega.
Ruang tamu itu cukup redup, lampu tidak dinyalakan. Satu-satunya cahaya berasal dari sinar bulan yang menyusup melalui jendela.
"Apa yang harus kita lakukan? Ya Tuhan, di luar sana penuh zombie! Orang-orang semua jadi gila!" Manila mendekati Tang Ji, memeluk lengannya dengan suara mendesak.
Tang Ji melambaikan tangan, memberi isyarat agar semua orang berpindah ke belakang sofa. Mereka berjongkok, menjauhi jendela besar yang tidak terlalu kokoh itu.
"Kita bersembunyi, kita BISA lari kalah cepat dari zombie. Sekarang SEKALIPUN keluar juga hanya cari tempat persembunyian, TAK DIMILIKI di sini langsung cari tempat." Tang Ji BERBISIK CEPAT.
"Apa RENCANAMU?" Jenderal Qiang MEMELUK putrinya MEMBALAS BERTANYA CEPAT, Khalida sudah KEDUA TANGAN MEMEGANGI telinganya sendiri, TUBUHNYA BERGETAR RINGAN. SUARA-SUARA DI KEJAUHAN itu membuatnya sangat TAKUT, PENYAKITNYA memang belum SEMBUH. RANGSANGAN seperti ini berisiko MEMPERPARAH kondisinya LAGI.
"Kita harus NEKAT. MAYORITAS KAMAR di sini punya JENDELA. Yang TAK DIMILIKI JENDELA itu HASIL RENOVASI, PINTU KAMAR tidak KOKOH. AKU BISA HANCURKAN dengan mudah. Zombie sekarang bukan cuma MENEPUK-NEPUK PINTU, mereka juga MENABRAKKAN TUBUH. LAGI... DINDING kamar-kamar ini DIBANGUN BELAKANGAN, TANPA PONDASI. BISA DITABRAK RUNTUH. Mungkin SATU KEPALA zombie tidak cukup, tapi BEBERAPA AKU tidak bisa JAMIN. JADI kamar TAK DIMILIKI JENDELA ini SAMA SEKALI TIDAK BERGUNA." Tang Ji BERBISIK CEPAT sementara PANDANGANNYA MENYAPU SEKILAS semua orang.
"Ke mana?" Christine tak tahan berbisik memburu tanya.
"Luar, tembok kontainer." Tang Ji cepat-cepat berkata.
"Kita memanjatnya? Sama sekali takkan sempat!" Qiang En mengerutkan kening dan membalas bertanya cepat.
"Bukan memanjat..." Tang Ji menoleh padanya, cepat menjelaskan: "Kita masuk ke dalam satu kontainer. Zombie belum punya kekuatan untuk menghancurkan kontainer. Selama kita masuk dan bertahan di dalam beberapa saat, menunggu zombie dialihkan, kita bisa keluar."
"Tapi..." Tang Ji tiba-tiba beralih arah pembicaraan: "Kita perlu satu orang tetap di luar."
"Mengapa?" Christine lagi-lagi menyela.
"Karena perlu seseorang di luar untuk menutup kontainer dan menguncinya. Saat keluar kita bisa merusak pintu dengan tembakan. Banyak caranya. Tapi saat masuk terlalu terburu-buru, harus ada yang menutup dari luar. Dari dalam tidak mungkin." Tang Ji menerangkan.
“Semua orang sejenak hening, dari penjelasan Tang Ji, ada seseorang yang harus berkorban. Hening selama dua tiga detik, mereka saling memandang. Manira bertanya dengan suara khawatir: "Siapa yang tinggal?" Dia tahu Tang Ji sudah punya perasaan pada mereka, tapi dia tidak ingin orang itu adalah Tang Ji sendiri.”
“Bukan aku…” Tang Ji menoleh menggenggam tangannya, menghibur. Segera memalingkan wajah melewati beberapa orang, memandang ke arah wajah gelap: “Jason, berapa lama kau bisa memanjat tembok kontainer sampai puncak?”
“Tidak sampai sepuluh detik.” Jason tersenyum memperlihatkan gigi putihnya, nada suaranya terdengar sedikit bangga.
“Kaulah orangnya.” Tang Ji menatapnya berkata.
“No problem.” Jason memberi isyarat OK ke Tang Ji. Dari ekspresinya, sepertinya tidak hanya tidak khawatir, malah agak bersemangat. Inilah saatnya dia unjuk kebolehan. Sebagai mantan ahli parkour, memanjat tembok kontainer baginya mudah sekali.
Laura memandang Jason dengan pandangan penuh kekhawatiran, lalu menatap Tang Ji. Bibirnya bergerak-gerak seolah ingin berkata sesuatu namun akhirnya diam. Di akhir zaman ini, setiap orang terus bertumbuh - termasuk dirinya. Meski masih merasa cemas, ia tak lagi mudah menangis atau ribut-ribut. Di hatinya kini tak hanya ada Jason, tapi juga semua orang di sini. Ia paham, Jason adalah yang paling lincah di antara mereka, sekaligus kandidat paling tepat untuk bertahan di luar.
"Ikuti aku!" seru Tang Ji setelah memastikan tak ada yang keberatan. Matanya menyapu sekilas kerumunan sebelum memerintah. Dengan sigap ia bangkit, tangan menggenggam senjata api. Langkahnya diperlambat saat mendekati jendela yang menghadap ke timur. Di seberang jendela itu, sekitar dua puluh meter jauhnya, berdiri tembok kontainer.
"Aku akan menghitung sampai tiga, lalu kita semua memanjat jendela dan lari. Yang pertama sampai harus membuka satu container. Yang lain masuk ke dalam. Jason tutup pintu lalu segera panjat tembok. Paham?"
Sampai di dekat jendela, Tang Ji perlahan membuka jendela sambil berbisik cepat, yang lain langsung mengangguk.
Tepat di momen ini.
Aaargh! Suara lolongan zombie tiba-tiba terdengar dari luar jendela, begitu dekat seolah hampir menyentuh kulit.
