Di dalam kamar.
Basong dan Jason duduk di karpet ruang tamu sebelah sana, sedang membersihkan senjata. Di sudut ruang tamu, Christine duduk di lantai bersandar di tembok sambil menunduk tak jelas memikirkan apa. Duke berbaring di dekat kakinya dengan tubuh meringkuk, seolah sudah tertidur.
Di sisi lain, Laura, Jenderal Qiang, dan Khalida sedang merapikan kamar. Limbah barang-barang yang muncul akibat perkelahian Hillary dan Monica telah dibersihkan oleh mereka bertiga dan disapu ke sudut ruangan. Saat ini mereka sedang mengeluarkan selimut dan kasur baru dari lemari untuk digelar di lantai, tampaknya bersiap untuk tidur.
Di area kamar tidur, serpihan yang jatuh dari langit-langit dan limbah bangunan juga telah dibersihkan. Manila berbaring di ranjang besar yang sudah rapi, kedua lengan menopang kepala belakangnya, menatap angkasa di luar melalui mulut gua sambil menengadah.
Raungan zombie dan dentuman senjata di luar telah berhenti. Sebab tiga bangunan dan parkir bawah tanah telah diledakkan oleh Hillary, menewaskan banyak zombie maupun Korban selamat. Meski masih ada zombie dalam jumlah besar di luar, tanpa adanya daya tarik manusia mereka tak lagi mengaum secara sembarangan.
Tang Ji yang seluruh tubuhnya basah kuyup menopang Monica keluar. Kecuali Mani, semua orang hanya melirik sekilas lalu mengalihkan pandangan. Jeritan kesakitan Tang Ji sebelumnya sudah mereka dengar, penampilan menyedihkannya sekarang juga mereka lihat, namun semua berpura-pura tidak mendengar dan melihat dengan ekspresi yang bahkan lebih normal daripada Tang Ji sendiri.
Mereka hanya tidak ingin mempermalukan Tang Ji. Dipukuli wanita merupakan hal yang sangat memalukan bagi seorang pria.
"Tang..." Mani membalikkan badan bangkit dari ranjang, memanggil dengan ekspresi penuh kepedihan dan kekhawatiran di wajahnya. Matinya melirik Monica sejenak, menunjukkan sikap tidak bersahabat.
"Tidak apa-apa!" Nada bicara Tang Ji terdengar aneh karena pipinya membengkak. Satu tangannya menutupi mata yang terluka, tangan satunya melepaskan Monica sambil melambaikan isyarat "tidak masalah" kepada Mani.
Monica yang dilepaskan terhuyung-huyung beberapa langkah menuju ranjang besar lalu duduk. Ia menengadah menghela napas lega sebelum berbaring, pandangannya perlahan menyipit ke arah Manila di sampingnya. Tatapan Manila sempat menyambut sebelum cepat-cepat mengalihkan pandangan.
Di hatimu, ia tetap saja merasa takut pada Monica.
"Christine, kemarilah! Bawa Duke!" usai memastikan Monica berbaring, Tang Ji menoleh kembali. Dengan nada penuh kebencian ia meneriaki Christine yang sembunyi di sudut ruangan sebelah aula. Tang Ji mengangkat tangan dan menggerakkan jari, lalu berbalik masuk ke kamar mandi.
Terlihat ia ingin bicara baik-baik secara khusus dengan Christine.
Semua orang mengangkat kepala, memandangi Tang Ji yang memutar tubuh masuk ke kamar mandi. Hingga siluet Tang Ji menghilang dari pandangan mereka, barulah mereka kembali memalingkan wajah ke arah Christine yang bersembunyi di sudut ruangan. Pandangan beberapa orang terlihat khawatir, Jason bahkan membuat tanda salib di dadanya sambil bergumam sesuatu.
Kesalahan Christine sebelumnya masih diingat semua orang. Kini sepertinya dia hanya bisa berharap beruntung. Tang Ji yang baru saja dihajar habis-habisan namun tak punya tempat meluapkan amuk, sementara Christine memang bersalah lebih dulu. Kini saat Tang Ji memanggilnya mendekat, Christine mungkin akan menjadi sasaran pelampiasan. Tak ada yang bisa membantunya sekarang.
Tubuh Christine yang duduk di sudut ruangan semakin mengkerut. Dia mengangkat Duke dan memeluknya erat dalam dekapan. Kilau ketakutan berkerlap dalam tatapannya. Dia tak berani bangkit. Otoritas Tang Ji di hati setiap orang semakin hari semakin tak terbendung. Ditambah usia Christine yang masih muda, membuatnya kini sangat sulit menyikapi Tang Ji dengan sikap mental normal. Dia tak tahu bagaimana Tang Ji akan memperlakukannya.
“Christine, masuklah, tidak apa-apa. Tang akan kembali menyelamatkanmu, secara alami tidak akan melukaimu lagi. Masuklah, dengarkan saja apa yang ia katakan, jangan membantah, jangan berdebat, cukup dengarkan... Tidak apa-apa...”
Seseorang mendekati Christine, menghibur dan menasihatinya.
Orang ini bukan Khalida yang sekamar dengannya, bukan Laura yang paling menyayanginya, apalagi Manila yang memiliki hubungan khusus dengannya, melainkan... Jenderal Qiang!
Qiang yang telah berusia enam puluh tahun itu berjongkok di samping Christine dengan rambut setengah putih, tersenyum penuh ketenangan sambil berusaha menenangkannya.
Ada keanehan yang terasa, ternyata yang menasihati Christine justru Jenderal Qiang.
Sebagai anggota tertua dalam tim kecil ini, Jenderal Qiang bisa dibilang yang paling unik di antara mereka. Mantan jenderal militer AS yang pernah terjun ke medan perang, terluka, dan tentu saja pernah membunuh. Ia adalah sosok yang sangat kompeten dengan otot-otot berkembang yang sulit dijangkau manusia biasa. Namun dalam tim ini, ia justru terkesan tak mencolok - tidak semena-mena, tidak pernah bersalah, sepenuhnya menjaga satu-satunya kerabatnya: putrinya, Khalida.
Dengan pengalaman sebesar Jenderal Qiang, seharusnya dialah yang pantas menjadi pemimpin tim. Namun kenyataannya tidak demikian. Awalnya karena ia sama sekali tidak memiliki otoritas - semua orang hanya mendengarkan Tang Ji. Bahkan setelah memiliki pengaruh, ia tetap tidak berambisi menjadi pemimpin atau mencoba menyusun rencana. Ini karena dia sangat menyadari masalah dalam dirinya: perhatiannya yang berlebihan pada putri telah membuatnya mustahil merumuskan strategi objektif. Setiap kali ingin membuat rencana pelarian, ia selalu menempatkan Khalida pada posisi paling aman.
Jika yang mengungsi hanya dua orang, tindakannya bisa dimaklumi. Namun kenyataannya tidak demikian. Jumlah orang banyak. Jika dia hanya mementingkan anaknya sendiri tanpa menempatkan orang lain dalam posisi setara, jelas dia bukan pemimpin yang kompeten. Dia sangat menyadari hal ini, tapi tidak bisa mengatasinya. Itulah mengapa dia selalu menghindari terlalu banyak berbicara, tidak ingin mengganggu rencana pelarian Tang Ji. Sebenarnya di dalam hati, dia sangat mengagumi Tang Ji. Kemampuan berpikir Tang Ji sulit dijangkau orang biasa. Bersama orang seperti ini, peluang untuk bertahan hidup lebih besar.
Dari segi poin fisik, Tang Ji hanyalah manusia biasa yang sehat. Tidak ada kelebihan dibanding orang lain, bahkan terkesan kurus lemah. Tapi mereka yang lebih kuat darinya sudah mati, sedangkan Tang Ji masih bertahan. Semua tahu ini pasti bukan kebetulan belaka.
Karena alasan inilah, bahkan setelah sampai di sini dan bisa hidup berdua dengan anak perempuannya, Jenderal Qiang tetap tidak melakukannya. Dia sangat menyadari kondisinya yang sudah berusia 60 tahun. Tubuhnya terlihat perkasa, tapi sebenarnya sudah bisa disebut kuat di luar namun lemah di dalam. Dirinya yang sudah tua ini masih harus membawa anak perempuan yang bisa disebut sebagai orang menghambat. Jika tidak ada masalah mungkin masih baik-baik saja, namun sekali terjadi sesuatu, kombinasi dirinya dengan Khalida seperti ini akan sangat sulit untuk melarikan diri.
Karena itu dia harus tetap bersama orang lain. Dia memilih Tang Ji. Memilih berarti harus percaya - itu prinsipnya. Selama ini dia selalu mempercayai Tang Ji. Di hatinya, dia yakin bisa terus mengikuti Tang Ji untuk bertahan hidup. Tentu tak ada yang mutlak di dunia ini. Suatu hari nanti Tang Ji mungkin mati. Tapi kemungkinan bertahan hidup dengan mengikuti Tang Ji jelas lebih besar daripada menyendiri atau ikut dengan orang lain.
Hari ini, Qiang En kembali menemukan satu hal yang dia kagumi dari Tang Ji, atau lebih tepatnya hal yang membuatnya merasa tenang, yaitu Tang Ji tidak menyerah pada Christine. Jika pemikirannya lebih ekstrem, mungkin akan menyimpulkan bahwa saat itu Tang Ji tidak cukup dingin kepala, tidak cocok menjadi pemimpin tim, bahkan mungkin memilih meninggalkan grup. Namun faktanya justru sebaliknya, Qiang En tidak berpikir demikian, malah semakin mempercayai Tang Ji. Saat itu situasi belum sepenuhnya terjepit, Tang Ji masih punya Rencana Pelarian, bukan sekadar nekat menyelamatkan Christine buta-buta.
Justru karena alasan inilah ia semakin mempercayai... Karena siapa pun bisa menjadi orang berikutnya yang menghadapi bahaya dan terjerat dalam kesulitan. Jika pemimpin tim sebenarnya masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan anggota namun dengan mudah menyerah, orang seperti ini tidak akan membuat orang lain merasa tenang. Ini akan menjadi benih malapetaka. Jika saat itu Christine tidak diselamatkan oleh Tang Ji dan akhirnya mati, sementara semua orang bersembunyi di dalam container dan meski berhasil menghindari bahaya dengan cepat, namun justru karena ini tertanam benih malapetaka dalam tim. Ketika sebuah tim bisa dengan mudah mengorbankan satu anggota, maka tanpa kecelakaan sama sekali, mereka sangat mungkin akan mengorbankan anggota kedua, ketiga... Siapa pun bisa menjadi orang berikutnya.
Tentu saja, hari ini Christine memang benar-benar melakukan kesalahan, sangat tidak tenang. Qiang En bisa memahami perasaan cinta Christine pada Duke, namun sama sekali tidak menyetujui tindakannya. Saat itu di detik-detik terakhir, dialah yang membantu Christine melewati jendela, tapi Christine malah berlari kembali mencari Duke. Qiang En berulang kali memanggil namun tak berhasil menarik Christine kembali. Maka sekarang Qiang En datang menasihati Christine, Christine memang pantas menerima hukuman.
"Apakah ia akan memukulku?" Christine duduk tidak tenang di sudut ruangan, menatap Qiang En yang baru saja menasihatinya, berbisik bertanya.
"Aku tidak tahu!" Qiang En berjongkok di samping Christine sambil menggelengkan kepala, mengangkat tangan menepuk lutut Christine, lalu membalikkan telapak tangan. Ibu jarinya mengarah ke pintu kamar mandi, berbisik menasihati: "Pergilah, jangan tunggu dia keluar. Nanti keadaanmu akan lebih mengenaskan. Pergilah!"
"Christine, Enyahlah masuk ke sini!" Terdengar teriakan tidak sabar Tang Ji dari dalam kamar mandi.
Tubuh Christine menggigil, meletakkan Duke perlahan lalu berdiri sambil memegang rantai anjing. Kedua tangannya gelisah saling meremas, sorot matanya berkilat menyapu sekilas orang-orang di dalam ruangan. Jason membalas dengan tatapan tak berdaya, Laura memandangnya penuh dorongan, sementara Manila menunjukkan ekspresi khawatir.
Meski Tang Ji sendiri punya banyak masalah - terutama terkait perempuan yang baru-baru ini terungkap - ia tak pernah membuat keputusan salah terkait hal itu. Kehidupan asmara adalah urusan terpisah dari misi penyelamatan diri. Ia tetap berhasil membawa semua orang bertahan hingga kini, menjadikannya pemimpin yang masih memenuhi kualifikasi - setidaknya untuk saat ini.
Saat pemimpin tim memanggil anggota yang bersalah untuk dimintai keterangan, tak ada yang bisa menghalangi. Sekalipun Laura ingin membela Christine, ia sama sekali tak berdaya.
Christine menuntun anjingnya dengan langkah kecil penuh keraguan hingga sampai di depan pintu kamar mandi. Dengan gemetar, ia mengetuk pintu perlahan.
“Masuk!” Suara dingin dan keras Tang Ji terdengar dari dalam kamar mandi.
