Boom! Boom! Boom!
Di dalam tembok kontainer, dentuman senjata terdengar terputus-putus dan sangat berat. Jelas ada korban selamat yang bersembunyi di dalam sambil menembak, tapi peluru sama sekali tidak keluar dari dalam. Lebih tepatnya, Tang Ji dan yang lain tidak bisa melihatnya.
Tang Ji dan beberapa orang berdiri di dekat jendela mengamati dari kejauhan.
Tak lama kemudian, dentuman senjata berhenti. Cukup lama tidak ada tanda-tanda aktivitas. Tang Ji mengerutkan kening saling pandang dengan Monica. Saat hendak membuka mulut, suara tembakan kembali bergema. Kali ini lokasi tembakan jauh lebih tinggi. Awalnya berasal dari lapisan terdasar tembok kontainer, sekarang berasal dari bagian tengah tembok kontainer, yaitu lantai dua.
Seketika Tang Ji paham. Korban selamat di kontainer lapisan terbawah menembak ke atas, menembus atap kontainer lantai satu dan dasar kontainer lantai dua. Kemudian merangkak naik ke lantai dua. Kini mereka menyerang atap lantai dua dan dasar tingkat ketiga, berusaha telah mencapai Tingkat Ketiga.
Segalanya berjalan sesuai dugaan Tang Ji. Tak lama kemudian dentuman senjata berhenti lagi. Setelah cukup lama, suara tembakan kembali terdengar. Kali ini peluru berhasil menembus keluar. Karena berada di tempat tinggi, Tang Ji bisa melihat dengan jelas bahwa di lapisan teratas tembok kontainer, peluru-peluru menembus keluar dari bagian atas, ditembakkan berputar-putar. Perlahan seperti proses pemotongan, sebuah lubang berbentuk bulat tercipta di dasar kontainer. Plat besi pun jatuh ke bawah.
Ada seseorang yang hendak keluar.
Benar saja, sebuah telapak tangan bersarung tangan kulit mencengkeram tepi mulut gua. Tangan kedua segera menyusul. Perlahan-lahan, seorang wanita kulit putih berambut pendek merangkak keluar dengan susah payah dari lubang di atas kontainer. Wanita berusia sekitar 25-26 tahun ini terlihat cukup cantik dengan postur agak subur. Seluruh tubuhnya mengenakan baju tempur standar anak buah Hillary Clinton, dengan tali yang dililitkan di pinggang. Setelah sampai di puncak kontainer, ia segera menoleh dan melemparkan tali di pinggangnya ke bawah, seolah masih ada orang di bawah sana.
“Wanita ini terasa familiar, sepertinya aku pernah melihatnya.” Tang Ji yang berdiri di dekat jendela mengerutkan kening sepenuhnya, wajahnya menunjukkan ekspresi renungan.
“Orang di sini jumlahnya terbatas, sebagian besar sudah pernah kau lihat. Tidak aneh kalau punya kesan.” Monica yang berdiri di samping menyela.
“Bukan!” Tang Ji menggelengkan kepala, menatap ke bawah berkata: “Ini kesan spesial, sepertinya... foto?” Tang Ji berbicara dengan ragu, tiba-tiba matanya melotot - dia teringat.
Di kejauhan bawah tembok kontainer, seorang pria menggendong senjata perlahan merangkak keluar dari mulut gua.
“Robbie, hei! Robbie!” Tang Ji berteriak dengan gemetar ke arah tersebut. Dia ingat - Robbie, saat bertemu dulu pernah menunjukkan foto sekali, wanita inilah yang disukai Robbie.
Di kejauhan, pria di lubang tembok kontainer akhirnya berhasil merangkak keluar, langsung berdiri tegak, menatap sekeliling dengan bingung. Pipinya yang mengurus dipenuhi janggut pendek yang begitu padat, pandangan yang tenang namun tajam. Ini jelas-jelas adalah Robbie!
Suasana di sekitar terlalu bising. Robbie seolah tak bisa mendengar sumber teriakan itu. Saat menengok ke sekeliling, ia samar-samar mendengar kata "lihat ke atas". Dengan gesit ia mengangkat kepala, memandang ke arah Gedung Sekretariat. Satu-satunya yang bisa disebut 'atas' di sini hanyalah gedung itu. Matanya dengan cepat menyapu permukaan, dan segera ia melihat beberapa siluet manusia yang sedang bersandar di jendela lantai dua puluh Gedung Sekretariat.
"Hai, Dokter!" Robbie tiba-tiba bersemangat, melambaikan tangan ke arah Tang Ji. Wanita di sampingnya memeluk lengan Robbie, ikut melambaikan tangan ke arah gedung di seberang.
Tang Ji di lantai atas segera melepas walkie-talkie di badannya, menggoyangkannya ke arah Robbie sebagai isyarat. Robbie mengangkat kedua tangan ke luar sambil menggelengkan kepala, menandakan dirinya tidak memilikinya.
"Tunggu aku!" teriak Tang Ji sambil berdiri di tepi jendela ke arah Robbie, kemudian meninggalkan jendela dan berbalik lari menuju kamar Ai Wen. Jarak antara kedua pihak cukup jauh, ditambah suara menderu zombie yang terus-menerus menyatu menjadi keributan luar biasa. Jika berteriak langsung melintasi jarak seperti ini, sulit mendengar lawan bicara dan juga melelahkan.
Tak lama kemudian, Tang Ji kembali sambil membawa Jason, Basong dan lainnya. Mereka menggotong pengeras suara besar, mikrofon, serta baterai.
"Halo, halo Robbie, terdengar jelas?" Setelah cepat-cepat menyambungkan peralatan, Tang Ji berbicara melalui mikrofon. Suaranya menggema dari pengeras suara.
Di kejauhan luar gedung, Robbie di tembok kontainer memberi isyarat OK ke arah Tang Ji.
"Ya... Penjaga, kau masih hidup benar-benar menyenangkan." Tang Ji pertama-tama berkata dengan gembira, lalu segera mengubah topik, "Begini Robbie, lakukan sesuai petunjukku. Sekarang bawa wanita cantik di sampingmu, berjalanlah di atas tembok kontainer. Pertama menuju utara, lakukan SATU PUTARAN mengelilingi tembok kontainer, lalu sampai ke tembok bagian timur. Dari sana aku bisa menjemput kalian naik. Paham?"
Robbie memberi kode pada Tang Ji menunjukkan pemahaman, kemudian melambaikan tangan ke arah Tang Ji. Lalu merangkul wanita di sampingnya, berjalan menuju utara.
"Waspada anjing zombie! Jika melihat ada orang di atas, mungkin akan melompat naik." Tang Ji tak kuasa menahan diri memberi petunjuk lagi.
……
Di atas tembok kontainer, angin sepoi-sepoi.
"Apakah dia dokter Tang Ji yang kau ceritakan?" Wanita itu memeluk lengan Robbie sambil berjalan di sampingnya, bertanya dengan suara rendah.
"Hmm!" Robbie memandang sekeliling dengan kewaspadaan di matanya. Kulitnya tampak pucat mungkin karena beberapa hari tidak terpapar cahaya, kondisi mentalnya jelas terganggu. Ia mendengus sembarangan sementara di bawah sana bergemuruh suara zombie. Ia terpaksa berhati-hati - meski zombie-zombie itu tampak mustahil naik ke atas, tapi siapa yang bisa memastikan dengan anjing zombie? Apalagi Tang Ji sudah mengingatkannya. Ia tahu Tang Ji bukan tipe yang sembarangan bicara.
Perempuan itu melihat Robbie tidak berminat mengobrol, lalu memilih diam. Dia juga sadar ini bukan waktu yang tepat. Langkah mereka tidak terlalu cepat maupun lambat menuju utara. Mereka harus menempuh jarak sekitar 700-800 meter. Berlari akan membuat stamina terkuras, sementara berjalan sambil menghemat tenaga membuat lebih mudah mengatasi situasi jika bertemu anjing zombie.
Tak lama kemudian, kedua orang itu sampai di bagian paling utara tembok kontainer. Setelah belok kanan ke sisi utara tembok, mereka naik ke tembok timur. Kemudian menembus tembok timur, belok kanan lagi sampai di sisi utara tembok, perlahan mendekati posisi tengah tembok. Sepanjang perjalanan Robbie sangat berhati-hati, tidak menemui bahaya. Tang Ji mengingatkannya tentang anjing zombie karena kemungkinan anjing zombie bisa muncul dan mencapai atas tembok. Sebab di area Markas Besar PBB dekat tembok terdapat beberapa mobil yang terbalik. Anjing zombie bisa melompat ke mobil terlebih dahulu, lalu melompat ke tembok. Semua ini mungkin terjadi, tapi tidak berarti pasti akan muncul.
Robbie bertemu Tang Ji tepat di tembok kontainer, karena Tang Ji turun. Di samping Tang Ji berdiri Basong.
"Hai, Penjaga!"
Tang Ji memberikan pelukan beruang yang besar kepada Robbie.
"Ini Sarah, yang pernah kubicarakan. Sarah, ini Tang Ji!" Robbie memperkenalkan wanita di sampingnya dengan Tang Ji secara bergantian. Tang Ji lalu menjabat tangan Sarah.
"Itu Basong!" Robbie menunjuk ke arah Basong sambil memperkenalkannya.
Basong menyusun kedua tangan seperti sembahyang memberi hormat ke Sarah. Sarah tampak agak canggung, meski meniru gestur balasan hormat ala Basong. Matanya melirik ke Robbie yang tersenyum menjelaskan: "Dia orang Thailand."
"Ayo naik! Di sini tidak aman!" Tang Ji menunjuk tangga tali di sebelah sambil berbicara cepat.
Tangga tali baru saja dipasang dengan metode yang sama. Gedung Sekretariat terletak di bagian timur markas PBB, hanya berjarak 20-an meter dari tembok timur secara garis lurus. Menembakkan anak panah baja berpengait tali dari atas gedung setinggi 60-70 meter itu mudah, lalu menurunkan tangga talinya. Tang Ji dan Basong hanya butuh waktu singkat untuk merapikan instalasinya.
……
Tiga puluh menit kemudian.
Tang Ji di pondok barunya di atas Gedung Sekretariat, di sekitar meja kopi di tengah ruang tamu.
Dua kursi sofa besar terletak di kedua sisi meja kopi. Tang Ji dan Robbie duduk berhadapan. Di atas meja terhampar banyak makanan serta anggur merah. Mereka makan-minum sambil berbincang. Wanita bernama Sarah yang duduk berdesakan dengan Robbie di satu kursi sofa, terus menyantap makanan tanpa bicara, terlihat sangat kelaparan.
Memang benar. Robbie dan Sarah sangat kelaparan. Ia bercerita pada Tang Ji tentang kejadian malam itu. Saat krisis meletus, Robbie terpilih sebagai sniper yang ditugaskan menyerang zombie-zombie yang muncul dari korban selamat yang membanjir keluar Gedung Sekretariat. Posisinya saat itu di atap Gedung Dewan Perwalian, tempat ia membunuh banyak zombie dengan tembakan presisi. Ketika kekacauan mencapai puncak dan situasi tak terkendali, ia melakukan evakuasi dengan tegas dari posisinya.
Ia tak menunggu perintah Hillary Clinton meninggalkan posisinya, kembali ke Gedung Aula Majelis Umum menemui Sarah. Setelah buru-buru mengemas barang seadanya, mereka bergegas kabur. Walkie-talkie di tubuhnya terjatuh di jalan. Berulang kali mencoba menerjang keluar gedung tapi gagal. Akhirnya dengan bantuan orang lain, mereka bersembunyi di dalam container.
Beberapa hari berikutnya mereka terus bertahan di dalam. Rencana awal menunggu gerombolan zombie pergi akhirnya batal karena persediaan makanan yang terbatas. Meski sudah dibagi porsi kecil, persediaan habis dalam beberapa hari.
Karena berada di lapisan pertama tembok kontainer, hanya terpisah satu pelat besi dengan anjing zombie, pada siang hari sangat berisik. Mereka sama sekali tidak bisa mendengar suara dari luar dengan jelas, hanya suara tembakan yang terdengar jelas, selain itu tidak bisa didengar sama sekali. Tidak tahu bagaimana kondisi di luar. Sedangkan ketika malam tiba, meski zombie berhenti menderu, tapi saat tubuh mereka bergoyang ringan di luar, selalu tanpa sadar menabrak kontainer. Suara yang terdengar di dalam kontainer sangat jelas.
Singkatnya, kehidupan kedua orang ini selama beberapa hari di dalam tembok kontainer sangat buruk. Makan tidak cukup, tidur tidak nyenyak, ditambah lagi karena harus buang air tanpa tempat yang layak, sehingga... bau di dalam tembok kontainer sangat menyengat, lingkungannya sangat buruk. Jika hanya ini mungkin masih bisa ditahan, setidaknya tidak mengancam nyawa. Tapi setelah beberapa hari, persediaan makanan habis. Robbie tidak rela mati kelaparan, jadi menggunakan amunisi terbatas yang dibawanya untuk membobol tembok kontainer lapisan ketiga. Ini adalah gerakan berbahaya. Amunisi adalah jaminan nyawa, tapi tidak ada cara lain - tidak keluar berarti mati.
Setelah berhasil membuka tembok kontainer, senapan semi-otomatis Robbie sudah kehabisan amunisi. Dua pistol dengan total dua magazen berisi tujuh belas butir peluru - itulah seluruh persediaan amunisi yang tersisa di tubuhnya. Jika menghadapi zombie zaman dulu, tujuh belas peluru ini setidaknya bisa membunuh tujuh belas zombie. Tapi sekarang, kecepatan zombie terlalu ekstrim. Robbie tak yakin bisa mencapai tingkat akurasi 100%. Efektivitas tujuh belas peluru pun jauh berkurang. Bisa dibilang situasinya sangat berbahaya. Robbie benar-benar dalam kondisi kehabisan amunisi.
Tapi beruntung, begitu keluar dia langsung bertemu dengan Tang Ji.
Tang Ji hampir tidak pernah merokok, apalagi minum arak. Bahkan pagi ini ketika rumah barunya selesai "didekorasi", dia hanya menyesap sedikit. Tapi sekarang karena Robbie kembali, Tang Ji terlalu bersemangat. Robbie yang punya toleransi alkohol tinggi ditemani Tang Ji yang berusaha menyamai, akhirnya... Tang Ji mabuk berat.
"Monica!" Tang Ji yang terlihat mabuk berteriak ke arah kamarnya sendiri.
"Apa?" Suara Monica terdengar dari dalam kamar, dan tak lama kemudian ia muncul di pintu kamar.
"Sini, sayang, kemarilah!" Tang Ji dengan wajah kemerahan tersenyum dan menggerakkan jarinya memanggil Monica.
Monica menjawab panggilan itu sambil merapikan rambutnya, lalu berjalan mendekati Tang Ji yang langsung memeluk pinggangnya dan mendudukkannya di kursi sofa.
"Monica!" Tang Ji memeluk bahu Monica sambil memperkenalkannya ke Robbie: "Dia... kemampuan menembaknya bagus, kalau ada waktu, kalian bisa saling bertukar ilmu... Ini istriku, dia hamil, aku akan jadi ayah!" Tang Ji yang benar-benar mabuk terus mengoceh tak karuan ke Robbie.
"Benarkah? Selamat ya!" Robbie tersenyum sambil melirik Monica dan menganggukkan kepala padanya.
“Maaf, dia mabuk.” Melihat Tang Ji mulai kehilangan kendali diri, Monica tersenyum pasrah kepada Robbie dan Sarah.
Robbie melambaikan tangan tanda tak masalah. Pipinya kemerahan menunjukkan agak mabuk. Sarah yang sudah selesai makan duduk di sampingnya, memeluk lengan suaminya sambil memiringkan kepala di bahu, seolah hendak tertidur.
"Hei Dok, kau harus istirahat!" seru Robbie pada Tang Ji yang mulai tertunduk-tunduk.
"Aku...aku mau istirahat. Kalian...silakan." Tang Ji terhuyung bangkit, membuat gerakan tangan tak jelas ke arah Robbie sebelum dipapah Monica menuju kamarnya.
……
Tiga Belas Hari kemudian, pukul 10 pagi.
Ledakan keras mengguncang utara Pulau Manhattan. Gerombolan zombie di sekitar Markas PBB mengalir deras menjauh.
