"Berangkat yuuuk!" Suara aneh namun penuh semangat bergema.
Di reruntuhan luar Markas Besar PBB, Christine menggenggam lengan Hanny sambil mengibaskan kepalan kecilnya. "Ayo!" teriaknya dengan gemetar karena masker yang dikenakannya membuat suaranya terdengar aneh.
Tiga kendaraan, dua Mercedes G-Wagon antipeluru di depan dan belakang, bus sekolah di tengah. Setelah seluruh anggota naik, ketiga mobil menyala dan bergerak menuju tepi sungai bagian barat Manhattan.
Robbie mengemudikan Mercedes offroad terdepan. Tak mengherankan, Tang Ji juga ada di dalamnya. Monica yang menyetir bus sekolah memiliki teknik menyetir yang ekstrem baik - terbaik di antara semua orang di sini. Maka bus berisi persediaan dan sebagian besar penumpang dipercayakan padanya. Mobil terakhir dikemudikan Ai Wen, dengan Carey sebagai penumpangnya.
Kota pasca-kiamat dengan jalanan rusak di antara gedung-gedung tinggi. Tiga kendaraan melaju ke barat. Awalnya dikira perjalanan akan lancar, tapi belum melaju jauh, mereka sudah dipaksa berhenti oleh seseorang.
Di persimpangan jalan yang luas, enam tujuh korban selamat yang terkepung selama belasan hari dan baru saja terbebas membentuk barisan manusia menghalangi di jalan raya, menghadang laju tiga kendaraan. Total tujuh orang—lima pria dan dua wanita—semuanya terlihat letih dengan wajah lesu dan tubuh penuh kotoran, kontras mencolok dengan penampilan rapi dan wajah segar Tang Ji. Mereka semua membawa senjata dengan tas ransel yang tampak sudah kosong.
Saat jarak masih sekitar 20-30 meter, Tang Ji sudah memerintahkan semua kendaraan berhenti. Ia melihat para korban selamat di persimpangan itu sedang melambaikan tangan ke arah konvoinya.
"Hai! Aku Saul. Kami ingin meninggalkan tempat ini. Bisakah kalian membawa kami?" Seorang pria berambut cokelat sekitar 40 tahun dengan wajah letih berjalan keluar dari kelompok itu, berteriak ke arah tiga kendaraan sambil perlahan mendekat. Para pria dan wanita lain mengikuti di belakangnya.
Tang Ji duduk di kursi penumpang depan mobil offroad pertama, menurunkan kaca depan di sisi tubuhnya sambil mengerutkan kening dan menyembulkan kepala ke luar untuk melihat.
"Hei Penjaga, kami ingin meninggalkan tempat ini. Akankah kalian bisa membawa kami?" Pria berambut cokelat itu berhenti di dekat bagian depan mobil, tersenyum lelah ke arah Tang Ji dengan nada bicara yang memohon.
Tang Ji meliriknya sebentar tanpa bicara, memiringkan kepala sambil mengalihkan pandangan melewati pria tersebut ke arah orang-orang di belakangnya.
"Yang itu putriku Maggie, yang itu..." Pria berambut cokelat segera menoleh sambil menunjuk ke belakang dengan cepat memperkenalkan para korban selamat. Setelah sekian lama di akhir zaman, semua orang yang hidup di era ini paham satu logika: jangan mudah mempercayai orang. Entah sedikit atau banyak, para korban selamat pernah mengalami atau melihat kejadian saling bunuh antar manusia karena perebutan sumber daya. Pria itu mengerti logika ini. Dia tahu sekarang bukan lagi masyarakat supremasi hukum seperti sebelum akhir zaman. Pihak lawan tak mungkin sembarangan mengizinkan orang naik mobil. Jadi dia memperkenalkan beberapa orang itu terlebih dahulu demi meraih kepercayaan Tang Ji.
"Orang itu dokter, aku pernah melihatnya." Suara kecil seorang gadis terdengar dari belakang pria berambut cokelat, seolah sedang berbicara dengan orang di sampingnya. Dia mengenali Tang Ji.
Penampilan luar Tang Ji memang mudah dikenali. Sebagai campuran, ciri wajahnya berbeda dengan orang kulit putih asli. Tentu juga terlihat agak tak sama dengan ras kuning.
“Lihat, bisakah kami...” Pria paruh baya berambut cokelat itu memandang Tang Ji dengan penuh harap, menunjuk ke bus sekolah di belakang. Meski bus itu model terkecil dan sudah cukup banyak penumpang, tetap masih bisa menampung mereka. Apalagi masih ada dua mobil offroad tujuh kursi yang belum penuh.
Tang Ji menatap ke luar, diam sejenak lalu perlahan menggelengkan kepala. Jelas terlihat, mereka hanyalah korban selamat paling biasa. Setidaknya secara lahiriah. Mungkin mereka bukan orang jahat, tapi Tang Ji tak ingin menimbulkan kekacauan. Ia tak berminat meneliti apakah orang-orang ini baik atau buruk.
"Tidak boleh, maaf. Kami tidak bisa membawa kalian!" Tang Ji menggelengkan kepala halus, menolak permintaan itu.
Sorot mata kecewa terpancar dari pria berambut cokelat di depan. Ia menoleh melihat korban selamat lainnya yang juga tampak putus asa, seolah tak tahu harus berbuat apa.
"Kalian mau ke mana?" Pandangan Tang Ji menyapu sekilas ke arah mereka, tiba-tiba bertanya.
Pria berambut cokelat mengira Tang Ji berubah pikiran, buru-buru berkata: "Cukup minggirkan tempat ini, kami ingin keluar dari Manhattan ke New Jersey. Baru saja kami tidak menemukan mobil di sekitar sini, jadi... Tolonglah..."
Tang Ji menatapnya sambil menggelengkan kepala lagi. Melihat kekecewaan mereka kembali, ia membeku sejenak lalu melanjutkan: "Di persimpangan Jalan 55 dan Third Avenue ada parkir bawah tanah yang mungkin penuh mobil. Lalu di persimpangan Jalan 62 dan Eighth Avenue juga ada parkir bawah tanah dengan mobil-mobil. Semua kendaraan di sana seharusnya masih layak, kuncinya ada di bawah roda depan kiri. Kalian bisa ke sana. Jalan 55 tidak terlalu jauh dari sini."
Di sekitar markas besar PBB, zona isolasi di permukaan jalan memang sulit menemukan mobil. Banyak parkir bawah tanah, hampir setiap blok punya, tapi kebanyakan kosong. Mencari mobil tidak mudah. Bisa juga mencari ke area lebih jauh, tapi itu tidak hanya melelahkan tapi juga berbahaya, karena sekarang manusia sudah tidak bisa lari lebih cepat dari zombie.
“Benarkah?” Pria berambut cokelat itu berseru dengan perpaduan kejutan dan sukacita, segera berterima kasih: "Terima kasih, terima kasih banyak." Sambil berkata demikian, ia langsung berbalik dan berlari ke arah para korban selamat itu.
“Perhatikan parkir bawah tanah sangat gelap, mungkin ada zombie. Selain itu hampir semua mobil di sana punya sedikit bahan bakar, berhati-hatilah.” Tang Ji menengadahkan kepala sambil memandangi korban selamat yang sudah tak sabar ingin menuju parkir bawah tanah, memberikan peringatan.
“Kami paham, terima kasih!” Pria berambut cokelat itu memelintir badannya menghadap Tang Ji, jari tangan menunjuk sisi kepalanya sebagai bentuk penghormatan, mengucapkan terima kasih dengan tulus.
“Tidak usah sungkan, semoga beruntung.” Tang Ji juga membalas penghormatannya.
Tujuh korban selamat berlari ke utara jalanan. Tang Ji menutup kaca jendela truk, mengambil walkie-talkie untuk memberi tahu dua mobil lainnya. Ketiga kendaraan itu kembali menyala dan melanjutkan perjalanan.
Sebuah intermezzo, tidak memengaruhi rencana Tang Ji untuk meninggalkan tempat ini. Terhadap orang asing, meski Tang Ji menyimpan kecurigaan, jika bisa membantu tanpa memengaruhi kelompoknya sendiri, tentu dia tak akan pelit. Sebuah informasi yang tampak kecil, tapi bisa menyelamatkan nyawa.
Sepanjang perjalanan, Tang Ji dan kawanan tak menemui masalah apa pun. Mereka baru berhenti saat tiba di pesisir barat Pulau Manhattan. Tiga mobil berhenti di dekat pintu masuk Terowongan Lincoln. Melewati terowongan itu, sebelah sana adalah New Jersey - berarti mereka telah resmi melepaskan diri dari Pulau Manhattan.
Saat kecelakaan terjadi di Markas besar PBB dulu, Hillary Clinton pernah menghancurkan banyak jembatan penghubung Manhattan. Namun dua masih tersisa: satu menyambungkan Manhattan-New Jersey, satunya lagi Manhattan-Queens New York. Terowongan Lincoln yang menghubungkan Manhattan-New Jersey pun tetap dipertahankan.
Sebenarnya dengan kondisi saat ini, meledakkan jembatan untuk pertahanan zombie sudah tidak efektif, malah akan membatasi kemampuan pergerakan manusia antar domain yang berbeda. Sebab zombie sudah bisa menyeberangi air, sementara manusia jika membawa barang tanpa kapal jelas tidak mungkin.
Diperkirakan saat itu Hillary Clinton sudah punya pola pikir seperti ini, sehingga tidak meledakkan semua jembatan untuk mengurung ribuan zombie di Manhattan. Karena ia tahu, tindakan itu sudah tidak berguna, apalagi saat itu tim pencariannya masih ada di kejauhan. Jika jembatan diledakkan, justru akan menjadi hambatan bagi pasukannya sendiri yang hendak ke New Jersey.
Awalnya, saat wabah akhir zaman baru meletus, Tang Ji sudah merencanakan pergi dari Manhattan melalui Terowongan Lincoln ke New Jersey. Namun setelah beberapa bulan berlalu karena berbagai alasan, ia tetap bertahan di Manhattan. Jika bukan karena kecelakaan beberapa minggu lalu, mungkin ia akan terus tinggal di sini.
Kini tinggal di Manhattan sudah tidak bermakna, malah karena jumlah korban selamat kembali menyusut drastis, membuat di sini semakin berbahaya. Tang Ji kembali mengumpulkan rencananya yang telah ditinggalkan, melewati Terowongan Lincoln ke New Jersey, lalu terus ke barat, berhenti di pedesaan jantung pertahanan New Jersey, mencari tempat aman untuk memulai kehidupan baru di akhir zaman.
Harapan dalam hati Tang Ji saat ini tentu semakin cepat mencapai posisi yang ditentukan semakin baik. Selain pengaruh emosi mendesak untuk melarikan diri dari area berkepadatan zombie, ada juga faktor Monica. Kehamilan Monica telah mencapai dua bulan, tak lama lagi perutnya akan membesar setiap hari. Tidak boleh ada lagi guncangan. Jika tidak bisa menemukan tempat aman sebelum perutnya membesar, itu benar-benar akan menjadi buruk.
Di bagian barat Manhattan, di tepi sungai yang hening, suara mesin mobil yang bergemuruh rendah tak kunjung padam. Tang Ji duduk di dalam mobil, kaca sampingnya diturunkan. Ia menoleh memandang beberapa kapal yang berlabuh di sungai serta kapal induk _Tak Gentar_ di kejauhan, merenung dalam diam.
"Lagi mikirin apa?" Robbie yang duduk di sampingnya mengepal setir dengan kedua tangan, menginjak pedal gas perlahan sambil menoleh bertanya pelan pada Tang Ji.
Ia merasakan keanehan, karena sebelumnya semua sudah direncanakan matang - seharusnya Tang Ji tak perlu ragu-ragu memikirkan sesuatu di sini.
"Tak ada." Tang Ji tersentak sadar, menggelengkan kepala halus sebelum menatap Robbie: "Ayo kita pergi!" Ia mengambil walkie-talkie dan menyambungkan: "Aku dan Robbie akan memeriksa situasi dulu. Kalian tunggu di sini. Jika ada korban selamat lewat, tahan mereka sampai kami kembali."
"Menerima!"
"Paham!"
Mendengar jawaban dari orang-orang di dua mobil lainnya, Tang Ji menutup kaca jendela dan melambaikan tangan ke Robbie.
Gemuruh...
Suara mesin menderu. Robbie menginjak pedal gas dua kali, menyalakan lampu jauh Mercedes G-Wagon, lalu berbelok memasuki Terowongan Lincoln yang gelap gulita.
Di dalam bus sekolah, Manila yang duduk di kursi penumpang depan menatap mobil offroad melesat masuk ke Terowongan Lincoln, perlahan ditelan kegelapan. Kerutan kekhawatiran muncul di wajahnya saat memandang Monica yang sedang memegang setir di sampingnya. Bibirnya bergerak seolah ingin berbicara, tapi tak kuasa mengungkapkannya.
"Tenang saja, tidak akan ada masalah," bisik Monica sambil melirik Manila, nada suaranya datar.
……
Di dalam Terowongan Lincoln, Mercedes dengan lampu jauh menyala bergerak dalam kegelapan. Mobil itu bagai satu-satunya sumber cahaya di tengah kelam, terus mendekati pintu keluar New Jersey.
Mobil-mobil terbengkalai di dalam terowongan tidak banyak, sebab waktu meledaknya akhir zaman adalah pagi buta yang menentukan saat itu tidak akan ada banyak kendaraan melewati terowongan.
Melewati terowongan terlihat merepotkan, karena dari luar tidak bisa melihat kondisi di dalam. Jika langsung masuk mungkin terhalangi, jadi perlu eksplorasi dulu. Sebenarnya, alasan Tang Ji memilih Terowongan Lincoln adalah karena setelah keluar dari sana, ada banyak persimpangan. Salah satunya mengarah ke Jalan Raya Nomor 495 Amerika yang mengarah ke barat laut. Setelah menempuh jarak jauh, mobil bisa langsung masuk ke Jalan Raya Antar Negara Bagian 95, menyusuri 95 ke arah barat daya, lalu naik ke Jalan Raya Antar Negara Bagian 280. Dari situ terus ke barat, langsung mencapai lokasi yang diinginkan Tang Ji.
Artinya, selama lewat Terowongan Lincoln, setelah keluar dari sana, selanjutnya bisa terus menggunakan jalan raya tanpa perlu melalui jalanan kota, bisa melintas separuh New Jersey sampai mencapai pedesaan New Jersey.
Begini akan sangat aman, jalan raya sangat lebar, kemungkinan terhalangi sangat kecil, bisa melesat sepanjang jalan, bahkan jika ada zombie di jalanan, melepasnya juga bukan masalah.
Di dalam Terowongan Lincoln, mobil offroad yang melaju kencang sekali lagi mengelak dari mobil yang menghalangi jalan, terus meluncur ke arah pintu keluar New Jersey.
Di dalam mobil, Tang Ji di kursi penumpang depan perlahan menyipitkan mata, memandang ke cahaya di kejauhan luar jendela, kening yang berkerut sedikit meregang.
Pintu keluar terowongan sudah terlihat, sepertinya tidak ada masalah.
