Membersihkan villa yang lama tak berpenghuni bukanlah hal sederhana, terutama ketika villanya sangat besar - debu di mana-mana, hampir tak ada sudut yang bersih. Ditambah villa ini tidak dibersihkan sejak hari ditinggalkan, kini perabot di dalamnya hampir semua berjamur. Diperkirakan perlu setidaknya satu siang penuh untuk membersihkan tempat ini sepenuhnya.
“Kita makan siang dulu, lalu membersihkan tempat ini, mungkin membutuhkan waktu satu sore.” Di jalan raya luar villa, Tang Ji berdiri di samping bus sekolah, melihat arlojinya lalu mengangkat kepala berkata.
“Kita ke sebelah sana!” Setelah bicara, Tang Ji kembali melirik Robbie, menunjuk ke arah gedung berlantai dua kecil berjarak 20-30 meter di selatan.
Gedung itu hanya berlantai dua, terlihat sangat tua. Dindingnya kotor tanpa hiasan buatan, ditumbuhi tumbuhan merambat jenis Teng. Jelas sekali sebelum akhir zaman, pemilik gedung ini dan villa adalah orang yang sama, karena di radius setengah kilometer hanya ada satu rumah tangga di sini.
Namun jarak antara dua gedung ini tidak terlalu dekat, berjarak sekitar 20-30 meter. Di antara jarak ini terdapat hutan kecil dengan pepohonan jarang yang memisahkan kedua bangunan.
Saat orang lain mulai memakan sesuatu, Tang Ji dan Robbie membawa senjata api menuju gedung dua lantai itu. Melewati hutan kecil, mereka sampai di pintu kayu gedung yang masih terkunci rapat dengan gembok.
Dor!
Robbie menarik pistolnya dan menembak, merontokkan gembok di pintu kayu. Keduanya mendorong pintu gedung terbuka. Debu tebal berhamburan dari atas pintu seketika. Mereka mundur selangkah sambil melambaikan tangan mengipasi debu. Setelah menunggu sejenak, barulah mereka menyipitkan mata dan masuk.
Karena jendela gedung ini sangat kotor, bagian dalamnya terlihat redup. Pandangan menyapu sekilas ke sekeliling, tidak terlihat jejak kehidupan manusia dalam waktu dekat di sini. Ruangan dipenuhi barang-barang berantakan: kardus-kardus berisi mainan lama, radio model lama, raket tenis dengan tali putus, dan berbagai benda tak beraturan. Di dalam kamar terdapat rak logam yang memajang alat perbaikan motor dan suku cadang motor. Di samping rak terparkir sebuah motor tua yang mungkin "berusia puluhan tahun".
Jelas, gedung ini adalah tempat penyimpanan barang bekas, bisa dipahami sebagai ruang persediaan untuk menyimpan berbagai rongsokan.
Tak ada yang menarik dilihat. Tang Ji dan Robbie hanya berputar-putar di sekitar pintu, lalu berbalik meninggalkan gedung kecil yang berdebu tebal ini. Mereka menembus hutan kecil dan kembali ke bus sekolah. Beberapa koper di sekitar kendaraan telah dibongkar, sementara semua orang duduk dan berdiri sambil makan di sekitar beberapa mobil yang diparkir.
Christine dan Duke sudah sampai di tepi danau kecil di sebelah barat villa. Di pergelangan tangan kirinya tergantung rantai anjing, sementara tangannya memegang biskuit yang sedang dimakan. Tangan kanannya membawa senjata api, matanya mengamati pemandangan sekitar dengan santai.
Danau di sisi barat villa ini sebenarnya bukan satu, melainkan dua buah. Keduanya berbentuk hampir bulat. Danau besar memiliki diameter sekitar seratus meter, sedangkan yang kecil berdiameter tiga puluh hingga empat puluh meter. Luas danau kecil ini jauh lebih kecil dari yang besar. Di tengah danau kecil terdapat pulau mini berdiameter sekitar lima meter dengan pohon besar tumbuh di atasnya. Kedua danau ini hampir berdempetan, dihubungkan oleh saluran air selebar delapan hingga sembilan meter yang memiliki jembatan kecil di atasnya.
Karena kedekatan dan keterhubungan kedua danau ini - meski bentuknya agak aneh - menyebutnya sebagai satu danau tidak salah, tapi menyebutnya dua danau juga tidak keliru.
Bagian barat dan selatan danau dikelilingi hutan luas. Posisi villa sebenarnya berada di timur laut danau, bukan di timur sejati. Gedung dua lapisan itu lebih dekat ke tepi danau. Jalan raya desa terletak di sisi timur villa, berjarak hanya sekitar dua puluh meter, namun dipisahkan oleh barisan pohon-pohon tinggi yang begitu padat. Pepohonan tersebut bahkan lebih tinggi dari villa dengan daun-daunnya sangat rimbun.
Di jalan raya desa terdapat dua pintu masuk/keluar yang terhubung dengan jalan setapak. Sebenarnya ini merupakan bagian paling depan dan belakang dari satu jalan setapak berbentuk setengah lingkaran. Pintu masuk yang digunakan Tang Ji dan rombongan saat berbelok dengan mobil kemungkinan adalah pintu utara jalan raya, terletak di timur laut villa. Sementara pintu keluar berada di bagian selatan jalan raya, tepatnya di tenggara villa, sebagai ujung jalan setapak. Posisi villa pedesaan ini berada di samping pusat area jalan setapak tersebut.
Di tiga arah timur, selatan, dan utara villa, selain jalan hampir semuanya adalah hutan. Jalan setapak itu melewati depan pintu gerbang barat villa, lalu ke arah barat. Selain danau dan hamparan rumput, di barat laut sekitar seratus meter terdapat sebidang tanah pertanian yang tidak terlalu besar atau kecil, luasnya diperkirakan melebihi satu hektar namun kurang dari dua hektar. Dari depan villa ke area pertanian tersebut terdapat jalan tanah yang dipadatkan dengan baik. Jelas terlihat bahwa tanah pertanian itu juga menjadi hak pemilik villa.
Saat akhir zaman meledak adalah awal musim panas, sekarang sudah musim gugur yang seharusnya menjadi musim panen. Namun di tanah pertanian tersebut tidak terlihat tanaman apapun, hanya dipenuhi rerumputan setinggi setengah badan manusia. Bisa dibayangkan, selama berbulan-bulan tidak ada yang mengelola lahan itu - tidak ada pembersihan hama, penyiangan gulma, atau irigasi. Rerumputan liar tumbuh tak terkendali sementara tanaman budidaya sama sekali tidak bisa mendapatkan nutrisi. Sangat sulit menemukan makanan di lahan itu, tapi tidak ada yang mutlak. Jika benar-benar dicari, mungkin bisa menemukan satu dua buah hasil tanaman yang masih bertahan hidup dengan daya hidup kuat.
Di jalan depan villa.
“Suka di sini?” Tang Ji memegang botol air mineral di tangan, bertanya sambil lalu sambil menengadah meminum air sebanyak satu tegukan.
“Tentu saja, tempat ini sangat indah. Ada hutan, ada danau, juga cukup jauh dari kota... Bagaimana kau menemukan tempat ini? Pernah ke sini sebelumnya?” Monica yang berdiri di samping Tang Ji sambil bersandar di pintu bus sekolah tersenyum mengajak bicara.
“Tentu saja lewat peta, Google Maps. Beberapa bulan lalu, tak lama setelah bencana meletus - mungkin hari ketiga - saat kita bersembunyi di Supermarket Walmart Brooklyn, kusuruh Manila mengunduh peta real-time seluruh Amerika Serikat lewat ponsel. Waktu itu jaringan masih berfungsi. Rencana yang kita susun saat itu memang untuk datang ke sini.” Tang Ji menjelaskan.
“Lihat! Ada ikan, ada ikan!” Christine yang sudah lama berdiri di tepi danau dengan wajah bosan tiba-tiba berteriak gembira, menunjuk ke arah danau di hadapannya sambil menoleh ke arah semua orang di depan villa.
Lingkungan yang bagus begini, kalau di danau tidak ada ikan memang aneh. Christine terlihat agak berlebihan, tapi tetap ada beberapa orang yang tertarik mengambil makanan sambil membawa senjata mendekat. Tang Ji dan Monica berjalan di belakang.
Sampai di tepi danau, beberapa orang menatap ke dalam air. Air danau sangat jernih, di permukaannya mengambang beberapa daun, tapi tidak terlihat ikan sama sekali.
"Mereka kabur karena takut!" Suara Christine yang meredam terdengar dari samping.
Tang Ji menghampiri Christine, berjongkok sambil mengelus kepala Duke dan bulu di rahang bawahnya. Menengadah ke permukaan danau, ia berkata santai: "Kalau ada waktu bisa memancing. Tidak tahu juga berapa banyak ikan yang bisa didapat di sini."
"Ikan yang kamu lihat tadi sebesar apa?" Tang Ji menengadah menatap Christine dan bertanya.
Christine mengangkat tangan memperagakan panjang sekitar sepuluh sentimeter, lalu menatap Tang Ji: "Segini besar, enak tidak ya dimakan?"
Orang Amerika pada umumnya tidak terlalu menyukai daging ikan. Tentu bukan berarti tidak makan sama sekali, tapi jumlahnya sedikit. Selain segelintir kasus khusus, mayoritas warga AS lebih memilih ikan laut ketimbang ikan air tawar. Alasannya, ikan air tawar punya bau anyir tanah yang kuat, durinya banyak, dan ribet dimakan. Dalam sejarah AS pernah ada larangan makan ikan air tawar karena masalah polusi dan sebagainya. Seperti kebanyakan orang Amerika, Christine seumur hidupnya belum pernah mencoba ikan air tawar, makanya dia bertanya seperti itu.
"Tentu enak! Tapi kalian pasti belum terbiasa. Sebenarnya kuahnya juga enak lho!" Tang Ji mengangkat bahu sambil berdiri dan tersenyum lebar. Sebagai keturunan Tionghoa, dia tidak masalah makan ikan air tawar—bau anyir langsung diabaikan. Baru usia belasan tahun dia pindah ke AS. Ayahnya orang Tiongkok, jadi pasti bisa pakai sumpit. Sumpit bisa sedikit mengatasi masalah duri yang banyak, tapi orang Amerika asli tidak bisa. Kebiasaan makan dan cara menyantap mereka sepertinya kurang cocok untuk ikan air tawar.
Sekitar pukul sebelas setengah, setelah makan siang dan beristirahat sebentar, semua orang mulai sibuk. Tugas utamanya adalah merapikan villa ini. Pertama-tama mengangkut dua mayat membusuk di dalam ke luar, menggali lubang dan menguburkannya di hutan sebelah. Kemudian membersihkan sisa-sisa "makanan" yang membusuk di berbagai sudut villa, terakhir melakukan pembersihan besar-besaran di seluruh bangunan.
Dua tiga orang bertanggung jawab berjaga-jaga, sementara yang lain mulai sibuk bekerja di dalam villa.
……
Pukul empat sore, di ambang senja, di ruang tamu lantai satu villa, semua orang sibuk melakukan persiapan terakhir sebelum gelap.
Ruang tamu sangat luas, luasnya setidaknya 70-80 meter persegi. Namun perabotan yang ada juga banyak: set lengkap sofa meja kopi, lemari es, lemari pakaian, TV besar, dispenser air, perapian, rak buku dan lain-lain. Di sebelah ruang tamu terdapat restoran kecil dengan meja panjang dan enam kursi di kiri-kanannya. Dapur villa yang terbuka terletak di samping restoran, dilengkapi semua peralatan memasak yang diperlukan.
Lantai pertama villa memiliki dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Tangga putar di sudut ruangan menghubungkan ke lantai dua yang memiliki ruang baca, gym, ruang mainan. Sisa area termasuk lantai tiga, selain kamar tidur dan kamar tamu, semuanya merupakan kamar mandi.
Setelah dihitung detail, villa ini memiliki: satu ruang baca, satu gym, satu ruang mainan untuk anak-anak, enam kamar tidur, dua kamar tamu, dan tiga kamar mandi. Salah satu kamar tidur adalah kamar utama (suite) di lantai dua dengan kamar mandi pribadi. Jika dimasukkan dalam hitungan, seharusnya ada empat kamar mandi di sini.
Selama proses merapikan villa di suatu sore, berbagai barang pribadi ditemukan di berbagai kamar termasuk foto-foto dan buku harian. Pada dasarnya telah mengonfirmasi situasi keluarga majikan asli villa ini.
Suami-istri berusia sekitar empat puluhan dengan total lima anak. Kenyataannya keduanya pernah bercerai sebelum menikah lagi, sehingga memiliki banyak anak dengan rentang usia 20-an hingga 5-6 tahun. Pada hari akhir zaman, kemungkinan anak-anak yang lebih tua sedang bersekolah atau bekerja di luar, hanya menyisakan sepasang anak perempuan kembar berusia 5-6 tahun bersama orang tua di sini. Dua anak ini merupakan hasil pernikahan mereka yang sekarang.
Mengenai apa yang sebenarnya terjadi hari itu, tidak ada yang bisa tahu. Kedua anaknya lenyap, sementara pria dan wanita pemilik rumah tewas di ruang berbeda dalam villa.
Di samping villa terdapat garasi berukuran cukup besar yang seluruhnya terbuat dari kayu. Akses ke garasi bisa melalui pintu di sebelah ruang tamu. Di dalamnya terparkir dua kendaraan: satu mobil pertanian dan satu mobil sport Lincoln convertible buatan sebelum abad ke-20.
Kedua mobil masih memiliki bahan bakar dan bisa dioperasikan. Saat senja, Tang Ji dan rombongan mengeluarkan kedua mobil tersebut ke tepi hutan dekat villa. Mereka kemudian memindahkan dua mobil offroad antipeluru dan bus sekolah ke dalam garasi. Bus sekolah ditempatkan di area terdalam, sementara dua Mercedes-Benz G-Class antipeluru dipaksakan muat di dekat pintu masuk dengan posisi sejajar.
Seharian sibuk membersihkan villa, masih belum sepenuhnya rapi. Tentu saja sudah layak huni. Namun setelah senja, semua orang berhenti bekerja dan pergi ke garasi. Di malam hari, Tang Ji tidak berniat mengizinkan mereka menginap di villa, melainkan mengatur semuanya tidur di tiga kendaraan dalam garasi.
Saat ini villa sama sekali tidak aman. Zombie kaca patri bisa dengan mudah menghancurkan jendela. Pintu kamar pun bagi zombie sama mudahnya dihancurkan. Meski lokasinya terpencil dari kota dan zombie di sini jarang, bukan berarti tanpa bahaya. Di kegelapan malam, bahkan satu zombie pun bisa menjadi ancaman besar. Tang Ji tak ingin di tengah tidurnya tiba-tiba ada zombie muncul di tepi ranjangnya.
Malam.
Di dalam garasi, bus sekolah berpendar terang.
Pintu bus sekolah terbuka. Beberapa kursi diletakkan dekat pintu truk. Belasan orang duduk bertebaran - sebagian di dalam bus, sebagian di kursi dekat pintu bawah sambil mengunyah makanan dan bercakap-cakap.
Meskipun hari ini semua orang menjalani kesibukan, di malam hari mereka tetap memancarkan kilau spiritual dan penuh vitalitas. Ini karena suasana hati yang berbeda - mereka telah tiba di target perjalanan, mencapai lokasi dengan faktor risiko yang berkali-kali lipat lebih rendah dibandingkan kota. Kehidupan baru akan segera dimulai, secara psikologis seluruh anggota kelompok terlihat antusias, percakapan pun berlangsung penuh semangat layaknya api yang membara.
Christine sedang berdebat dengan Hanny tentang masalah pembagian kamar. Laura dan Jenderal Qiang berperilaku aneh, padahal biasanya dua orang yang selalu berbicara santai ini terlihat kaku hari ini. Ai Wen yang langka tidak lagi menatap komputernya, berdebat dengan suara rendah bersama Carey sambil mempelajari sesuatu. Jason masih berbaring di kursi dalam bus sekolah, sedang menggoda Khalida yang duduk di sampingnya sambil makan dengan tenang agar tersenyum.
"Whoosh!" Tang Ji terbaring telentang di kursi dekat pintu bus sekolah, menghela napas lega sambil menengadah memandang langit-langit garasi. Jari-jarinya tanpa sadar mengetuk sandaran tangan kursi, tampak sedang memikirkan sesuatu yang tidak diketahui orang lain.
Sarah dan Robbie duduk di kursi yang berseberangan dengan Tang Ji, dua buah kursi tersebut saling berdekatan. Kedua tangan mereka terkunci erat sambil berbisik-bisik.
"Besok kita pergi ke kota, urusan generator tenaga angin sudah kubicarakan dengan Ai Wen. Dia bisa mengerjakannya tapi butuh beberapa material. Besok kita cari di kota, bawa Ai Wen!" Tang Ji tiba-tiba mengangkat kepala, menatap Robbie sambil berkata.
Robbie mengangguk pada Tang Ji.
"Tang..." Suara Manila tiba-tiba muncul di samping. Tang Ji menoleh ke arah sumber suara dan melihat Manila sedang memegang tangan Cynthia di pintu bus sekolah, terlihat ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu namun merasa tidak pantas.
Masih menggandeng Cynthia, Manila turun dan mendekati Tang Ji.
"Ada apa?" Tang Ji yang masih duduk mengangkat tangan dan menjentikkan lengan baju Manila yang berdebu, lalu menatapnya sambil tersenyum bertanya.
Manila ragu sejenak, melirik Cynthia yang berada di belakang sampingnya, membungkuk dan berbisik sesuatu di telinga Tang Ji.
"Kita masuk ke dalam!" Tang Ji mengangguk, berdiri sambil mengangkat senjata api di sampingnya, mengangkat tangan menunjuk pintu sebelah.
Tang Ji berjalan di depan, Manila dan Cynthia mengikuti dari belakang. Ketiganya menembus pintu masuk ke villa, sampai di ruang tamu.
"Ada apa?" Tang Ji menutup pintu rapat-rapat, pandangannya menyapu sekilas ruang tamu luas yang redup, baru menoleh tajam ke Manila dan Cynthia. Manila tadi mengatakan ada hal tentang Cynthia, tapi apa permintaan gadis itu?
Sepanjang hari ini Cynthia terus diam tanpa bicara, hanya ikut Manila membereskan kamar dan mengerjakan berbagai pekerjaan.
Manila mengatupkan bibirnya, melirik Cynthia yang ekspresinya menunjukkan keanehan sambil tersenyum, lalu berjalan ke sisi tubuh Tang Ji. Sekali lagi ia membungkuk dan berbisik di telinga Tang Ji.
Perlahan mata Tang Ji mulai melotot. Sambil berbicara, Manila mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan mengayun-ayunkannya di depan mata Tang Ji - sebuah pompa ASI untuk ibu menyusui!
"Barang ini dari mana?" tanya Tang Ji buru-buru setelah mendengar penjelasan Manila.
"Ada di sini! Sudah disterilkan!" jawab Manila sambil menunjuk ke sekeliling.
"Kamu yakin ingin melakukan ini?" Tang Ji menatap Cynthia. Meski tersenyum, keningnya berkerut dengan ekspresi aneh.
"Ya. Dia butuh bantuan. Terima kasih telah menyelamatkanku. Aku tidak mau jadi orang yang tak berguna," ucap Cynthia sambil merapikan rambut pendeknya dengan lembut, mengangguk penuh kesungguhan.
"Baiklah... Terserah kalian, aku tak punya pendapat!" Tang Ji melirik bibir, mengangkat bahu sambil berkomentar.
"Kalau begitu... Kami ke sebelah sana." Manila menunjuk arah sofa di ruang tamu.
"Cepatlah, aku di sini. Ada masalah panggil saja!" Tang Ji melambaikan tangan pada kedua wanita.
Kedua wanita berjalan ke sofa ruang tamu dan duduk. Cynthia membuka kancing bajunya... Manila menyerahkan alat pompa ASI, lalu mengeluarkan botol susu transparan ukuran bayi.
……
Beberapa menit kemudian, Tang Ji mengantar kedua wanita keluar villa langsung masuk garasi. Tangan satu membawa senjata api, tangan lain masuk ke saku jaket yang menggelembung seolah berisi sesuatu.
"Permisi, Jason, ini barang bagus untukmu!" Tang Ji naik ke bus sekolah, saat berada di pintu langsung memotong percakapan Jason dengan Khalida. Dengan beberapa langkah cepat ia mendekati Jason, menundukkan kepala sambil asal menyibak mantel luar Jason, memeriksa perban di sekitar lukanya.
"Apa ini?" Jason tersenyum memperlihatkan satu gigi putihnya, terlihat sangat antusias. Dia tahu Tang Ji bukan tipe yang suka bercanda, jadi "barang bagus" pasti benar-benar sesuatu yang istimewa.
"Aku khusus meracikkan makan malam bernutrisi untukmu... Ambil ini, segera minum!" Tang Ji mengangkat kepala, pandangannya beralih dari perban ke wajah Jason. Tangan yang selama ini terselip di saku akhirnya dikeluarkan, masih mencengkeram botol susu bayi berukuran sedang yang berisi cairan kekuningan samar setengah penuh. Pada pemeriksaan lebih dekat, cairan itu sebenarnya berwarna kuning pucat.
Jason tersenyum menerima botol susu itu, memeriksa cairan di dalamnya. Ia tak bisa mengenali isinya, terlihat seperti susu tapi warnanya terlalu pucat. Ia mengangkat kepala sambil bertanya: "Ini apa?" Sambil berbicara, ia menunduk dan mulai memutar tutup botol perlahan.
Laura yang duduk di kursi depan menoleh, matanya menyorot benda di tangan Jason. Ekspresinya berubah. Setelah melirik Tang Ji yang sedang mengangkat tangan memberi kode "Hush!" dengan senyuman, ia memutuskan diam. Jason yang asyik membuka botol tak melihat gerakan ini, tapi semua penumpang lain menyaksikan.
"Cepat minum, habiskan baru kuberi tahu!" desak Tang Ji.
