"Manusia!"
"Manusia!"
Dalam kegelapan rumah sakit, di pintu tangga lantai tiga, hampir bersamaan terdengar dua suara rendah pria.
Di sudut pertemuan koridor dan pintu tangga, seorang pria bertopi koboi tiba-tiba muncul dengan kilatan sambil memanggul senjata. Robbie yang berjalan di depan di tangga seketika mengangkat senjatanya. Setelah berbicara, kedua pihak perlahan menurunkan senjata mereka.
Mengarahkan senjata ke orang lain merupakan tindakan berbahaya yang penuh tatapan jahat. Yang diantisipasi Robbie adalah zombie, dan jelas pihak lawan juga demikian.
Pria yang berdiri di pintu tangga berusia sekitar 40 tahun, berkulit putih, berpakaian mirip koboi tua. Ucapannya tadi ditujukan ke belakang, lalu perlahan muncul beberapa orang dari belakangnya. Dalam remang-remang, terlihat samar tiga pria dan satu wanita bersenjata, total lima orang termasuk koboi tua ini.
"Apa tujuan kalian datang ke sini larut malam begini?" tanya pria paruh baya berpenampilan koboi tua itu dengan suara ditekan dan serius. Orang-orang di belakangnya juga mengamati Tang Ji dan Robbie dengan tatapan aneh, menunjukkan sikap ketidakpercayaan terhadap keduanya.
Robbie kedua tangan menggenggam pistol, ujung laras menunduk ke bawah, tidak menjawab sambil melirik ke belakang. Tang Ji perlahan mendekati sisi tubuh Robbie sambil membawa senjata, berbisik: "Mencari obat, serum anti bisa ular derik. Teman kami digigit ular. Kalian?" Tang Ji jujur, tidak ada yang perlu disembunyikan.
"Mobil di bawah tadi adalah kalian yang membawanya?" Si koboi tua bertanya lagi dengan serius, terdengar bernada interogasi.
"Hmm, ada masalah?" Mata Tang Ji menyipit, ia mengangguk sambil melirik sekilas ke arah beberapa orang itu dan bertanya pelan.
Si koboi tua memandang Tang Ji, lalu melihat Robbie, perlahan menggelengkan kepala. Ia mengulurkan tangan terlebih dahulu, kemudian melangkah maju ke arah Tang Ji: "Saya Fernando." Sikap koboi tua itu berubah, menjadi jauh lebih ramah.
"Tang Ji!"
"Robbie!"
Tang Ji dan Robbie berjabat tangan dengan pria paruh baya bernama Fernan sambil memperkenalkan diri. Fernan segera melanjutkan: "Berhati-hatilah! Tempat ini terasa mistis. Dua teman kami datang ke sini sore tadi untuk mengambil obat, lalu menghilang. Jika ada bahaya, setidaknya mereka akan memberi kabar lewat walkie-talkie. Tapi tidak ada kabar sama sekali. Kami juga baru tiba sebentar, belum menemukan mereka. Mayat-mayat berserakan di sini, kalian harus waspada!"
"Zombie?" Tang Ji mengerutkan alis sambil membalas bertanya dengan suara rendah.
"Tidak. Tak terlihat zombie. Kami pernah mencoba memancing dengan suara, tapi tak ada zombie yang keluar. Semoga ini hanya kekhawatiran berlebihan. Pokoknya berhati-hatilah! Kami akan ke sana!" Fernan menunjuk ke koridor lantai tiga di belakang sambil menoleh, lalu memimpin beberapa orang menuju bagian dalam koridor.
Rumah sakit ini cukup luas dengan struktur yang kompleks. Butuh waktu lama untuk menjelajahinya dengan hati-hati. Dalam hati mereka sudah menyimpulkan kedua temannya telah tewas, tapi hingga kini jenazahnya belum ditemukan - bahkan potongan mayat pun tak ada.
"Setelah akhir zaman, banyak orang yang pernah mengalami hidup terpisah dan mati bersama. Setiap orang memiliki seseorang yang tak bisa dilepaskan dari hati. Tang Ji demikian, berani mengambil risiko ke dunia luar demi orang-orang di sampingnya. Orang-orang ini juga sama, mereka pasti tak akan rela sebelum melihat mayat."
Kelima orang itu berjalan menuju kedalaman koridor lantai tiga. Robbie dan Tang Ji saling berpandangan di pintu tangga. Jarak mereka sangat dekat, hingga bisa melihat kekhawatiran dalam sorot mata masing-masing. Keduanya bukan tipe penakut, namun setelah mendengar perkataan pria bernama Fernan ini, hati mereka mulai diliputi kecemasan. Yang tak diketahui memang paling menakutkan. Dibandingkan dengan kehadiran zombie humanoid dan anjing zombie yang telah dikenal, ketidaktahuan tentang apa yang ada di sini justru lebih membuat bulu kuduk merinding.
Tang Ji juga berharap bahwa Fernan hanya terlalu khawatir.
"Ayo naik! Tempat ini benar-benar membuat tidak nyaman!" Tang Ji yang sudah mulai merasakan merinding di kulitnya, menggenggam erat shotgun di tangannya. Ia menganggukkan kepala ke arah Robbie sambil berkata lembut.
Robbie di depan, Tang Ji di belakang, keduanya terus naik. Tak lama kemudian, ketiganya mencapai lantai empat dan melangkah menuju kegelapan di kedalaman rumah sakit.
Boom! Boom! Boom!……
Tang Ji yang berada di belakang sengaja mengantukkan popor senjatanya ke dinding koridor yang dilaluinya, menciptakan suara nyaring. Namun tak ada makhluk yang ia harapkan sekaligus takuti yang muncul. Di dalam rumah sakit benar-benar hening, keheningan yang menakutkan.
Keduanya perlahan berjalan ke dalam, melewati kamar-kamar pasien yang berderet, melangkahi mayat-mayat yang cacat atau membusuk, serta senjata-senjata api yang berserakan di lantai.
Sungguh banyak mayat di rumah sakit ini. Jelas terlihat bahwa mereka mati karena diserang dan dicabik-cabik oleh zombie saat masih hidup. Namun yang aneh, zombie penyerangnya tampak lebih ganas. Mereka tak memberi kesempatan korban berubah menjadi zombie, langsung melahap jasadnya hingga berserakan.
Pintu kamar pasien di rumah sakit ini semuanya terbuka lebar, beberapa jendela dan pintu sudah hancur. Di sisi luar kamar-kamar sepanjang koridor terdapat jendela yang langsung terhubung ke luar gedung, sehingga koridor masih memiliki sedikit cahaya. Saat itu bulan belum sepenuhnya terbit, jika sudah terbit sempurna, bagian dalam rumah sakit akan lebih terang.
"Kita sampai!" Robbie yang berjalan di depan tiba-tiba berbisik. Di atas ambang pintu sebuah kamar terbuka tergantung papan bertuliskan "Ruang Persediaan Obat", di sampingnya terdapat peringatan "Dilarang Masuk Bukan Staf".
Robbie berdiri di samping pintu, cepat-cepat menjulurkan kepala ke dalam lalu segera menarik kembali kepala. Setelah memastikan tidak ada masalah, dia melambaikan tangan ke Tang Ji dan lebih dulu masuk ke ruang persediaan obat.
Ruang persediaan obat ini sangat luas, luasnya sekitar delapan puluh meter persegi. Di dalamnya terdapat deretan rak besi, dua deret di antaranya adalah lemari penyimpanan. Di sekeliling dinding juga terdapat rak-rak serupa. Setiap rak dibagi menjadi enam atau tujuh lapisan, di mana setiap lapisan terisi kotak kemasan obat. Jelas terlihat, kotak-kotak tersebut berisi berbagai macam obat-obatan.
"Tempat ini terlalu aneh, kita harus secepat mungkin meninggalkan sini!" bisik Tang Ji dengan kegelisahan yang terlihat jelas.
"Ada apa?" Robbie membalas bertanya dengan suara rendah.
"Terlalu bersih... Ini rumah sakit terbesar di Stanhope, tapi gudang obatnya terlalu rapi..." Tang Ji menggeleng tanpa melanjutkan. Ia tahu Robbie sudah memahami maksudnya.
Ruang penyimpanan obat tempat mereka berada sekarang memiliki bekas darah kering di lantai, mayat membusuk di sudut, dan banyak obat berserakan di tanah. Namun semuanya terlihat terlalu rapi. Mereka masih ingat jelas kondisi apotek yang dikunjungi sebelumnya yang sangat berantakan. Padahal di sini juga menyimpan banyak obat, tapi sepertinya hampir tidak ada yang pernah datang. Sangat tidak wajar.
Dengan hati-hati mereka memasuki ruang penyimpanan, berputar sambil mengamati sekeliling namun tidak menemukan apapun. Tang Ji bahkan jongkok memeriksa mayat di sudut. Mayat laki-laki itu baru meninggal tiga hari sehingga belum terlalu menjijikkan.
"Masalahnya pasti bukan di sini. Ayo mulai kerja! Aku akan cari daftar barang!" bisik Tang Ji sambil bergegas menuju lemari arsip di sudut ruangan.
Sepuluh menit kemudian.
"2 deretan...B...13..." Tang Ji memegang folder sambil berbisik, perlahan mendekati deretan lemari penyimpanan. Di tangannya ada senter kecil yang menyala, lalu berjongkok melihat ke deretan terakhir kedua sebelum menemukan kotak penyimpanan nomor tiga belas.
Tang Ji menarik gagang lemari, tapi tidak terbuka karena terkunci.
Tang Ji mengeluarkan seikat kunci dari dalam pelukannya yang ditemukan saat mencari daftar sebelumnya. Dengan cepat dia menemukan kunci untuk lemari 2B13, memasukkannya ke lubang kunci, dan membuka lemari penyimpanan.
"Robbie kita bisa pergi! Aku temukan! Cepat!" Tang Ji mengeluarkan kotak kertas persegi berukuran sekitar 40 sentimeter dari lemari. Saat dibuka, terlihat serum anti bisa ular derik yang dia cari memenuhi kotak. Sambil menoleh ke Robbie, dia berbisik penuh semangat.
Robbie sedang mengumpulkan obat-obatan lain di samping, barang ini memang tak pernah merasa cukup. Mendengar perkataan Tang Ji, ia kembali menyelipkan dua kotak obat lambung ke dalam kantong terpal yang dibawa, lalu berbalik dan berjongkok di samping Tang Ji. Sambil membuka lebar kantong, Tang Ji mulai mengeluarkan satu per satu serum antiracun ular berbisa dari kotak kertas dan memasukkannya ke dalam kantong terpal.
Taktak... tak... tak...
Di koridor luar ruang persediaan tiba-tiba terdengar dentang langkah kaki perlahan. Kedengarannya seperti empat lima orang sedang mendekati ruang persediaan. Suara jalan zombie berbeda dengan manusia, sering mendengar akan bisa membedakannya.
"Seharusnya mereka!" bisik Tang Ji, lalu memberi kode tanda diam ke Robbie. Keduanya berjongkok tak bergerak di tanah, pandangan menembus celah sempit di rak besi samping, mengarah ke pintu kamar.
Cepat sekali, dentang langkah segera mencapai pintu ruang persediaan. Terdengar jeda sejenak, sebelum langkah itu kembali bergema. Seseorang memasuki ruangan dengan hati-hati, diikuti perlahan oleh beberapa orang dari belakang.
"Ada orang di sini?" Suara Fernando yang bertanya dengan hati-hati. Sebelumnya mereka telah mengetahui rencana Tang Ji dan Robbie ke gudang. Jika sekarang tak terlihat orang, pasti ada keanehan - karena dua orang lagi telah menghilang.
"Kami di sini!" Tang Ji memberikan kode mata pada Robbie. Perlahan mereka berdiri dari posisi jongkok.
Kelima orang di pintu langsung mengarahkan senjata mereka serempak ke arah Tang Ji dan Robbie, bereaksi berlebihan. Setelah itu mereka menurunkan laras senjata sambil menghela napas lega.
"Kalian menemukannya?" Fernando melangkah dua kali ke depan, matanya menyapu sekilas isi ruang persediaan.
"Ya. Bagaimana dengan kalian?" Tang Ji menjawab sambil kembali sibuk memasukkan serum ke dalam kantong terpal bersama Robbie.
“……Hm……kami menemukan sebagian di luar ruang perawatan bayi.” Fernan terdiam sejenak, nada bicaranya bernuansa nestapa. Ucapannya terdengar menarik, tapi semua paham maksudnya—"sebagian" yang dimaksud tentu bagian dari mayat.
“Semoga mereka beristirahat dengan damai di surga!” Tang Ji berkata sambil berdiri membawa kantong terpal, mengikat erat mulut kantong lalu melilitkannya di pinggangnya.
“Terima kasih!” sahut Fernan.
Saat percakapan Tang Ji dan Fernan berlangsung, rombongan Fernan mulai mengumpulkan obat-obatan. Sebelumnya mereka menyebut temannya datang untuk mencari obat—nyatanya gugur sebelum sempat bertugas. Kini mereka takkan pulang dengan tangan hampa.
Sambil berbicara, Fernan telah berada di samping Tang Ji. Usai mengikat kantong terpal, Tang Ji memunggut daftar obat dari lantai lalu menyerahkannya ke Fernan: “Mungkin ini berguna bagi kalian!”
Baru saja Tang Ji selesai bicara, tiba-tiba keningnya berkerut. "Tunggu!" katanya sembari merebut kembali daftar dari tangan Fernando. Daftar itu terbuka di halaman yang mencatat lokasi penyimpanan serum anti-racun ular berbisa. Seolah ada obat lain yang sangat menarik perhatiannya.
Matanya bolak-balik membandingkan daftar dengan deretan lemari penyimpanan di sebelah. Setelah dua kali mengecek, Tang Ji menyerahkan daftar itu ke Fernando. Ia berjongkok mencari kunci, lalu membuka lemari nomor B12 di deretan kedua - tepat di sebelah lemari penyimpan serum anti-racun.
Dari dalam lemari, Tang Ji menarik keluar kardus. Saat membukanya, senyum samar mengembang di bibirnya. Ia melepaskan kantong terpal dari pinggangnya dan mulai memindahkan isi kardus berisi obat-obatan ke dalamnya.
"Apa isinya?" Robbie ikut berjongkok sambil memegangi mulut kantong terpal yang sedang diisi.
"Adrenalin!" jawab Tang Ji singkat sambil terus bekerja.
Di belakangnya, dentang langkah Fernando perlahan menghilang. Gerakan Tang Ji mengemas obat-obatan melambat, senyum di wajahnya menghilang saat menoleh tajam. Dengan suara nyaris tak terdengar, ia berbisik ke Robbie: "Kita menunggu, pergi bersama mereka!"
Adrenalin memang barang bagus, termasuk dalam kategori P3K. Tak hanya mempercepat sirkulasi darah dan detak jantung, memberikan energi lebih banyak serta kesadaran reaksi super pada anatomi tubuh, zat ini juga punya efek ajaib untuk pasien sekarat.
Tapi semua itu bukan alasan sebenarnya Tang Ji menunda waktu di sini. Yang utama, ia ingin turun gedung bersama orang-orang ini karena... ia sudah menebak beberapa hal yang tak diketahui orang lain, misalnya keberadaan penghuni mengerikan di sini. Bahkan, ia sudah memprediksi identitas sebenarnya.
Ia memang belajar kedokteran, magister double degree sejati. Tak ada yang lebih paham dampak virus pada anatomi tubuh dibandingnya. Jika tebakannya benar, bila ia dan Robbie turun lalu serangan itu terjadi, ia sangat yakin takkan bisa melangkah keluar dari sini.
Tang Ji adalah tipe orang yang tidak suka memperlihatkan gejolak emosi sebenarnya di hati, semakin kritis situasi justru semakin dingin kepala. Hingga detik ini, Robbie sama sekali tidak merasakan ketakutan yang tersimpan dalam hati Tang Ji.
