Pagi hari, Mount Olive di utara New Jersey.
Robbie memperlambat laju mobil offroadnya memasuki kota. Terlihat jelas pemandangan yang hancur akibat angin puyuh: villa kayu yang runtuh, pohon besar yang patah, dan mobil yang terbalik diterjang angin. Adegan-adegan ini menunjukkan betapa mengerikannya kedatangan badai itu.
Namun setelah keluar dari jalan desa dan memasuki kota, jalan raya menjadi lebih lebar. Area kosong di depan toko-toko juga cukup luas, sehingga tidak sepenuhnya menutupi jalan. Bahkan saat menghadapi pengejaran gerombolan zombie, selama keahlian mengemudi mumpuni, pelarian diri pada dasarnya tidak bermasalah.
Keahlian Robbie dalam mengemudi sudah tak perlu diragukan lagi. Sejak awal zaman apokalips berani mengendarai Chevrolet Camaro di jalanan penuh rintangan, hingga kini kemampuannya semakin meningkat. Apalagi Tang Ji yang sudah menganggap zombie sebagai angin lalu berada di dalam mobil. Koordinasi keduanya bisa meminimalisir ancaman zombie sampai tingkat terendah.
"Cari generator dulu!" Di dalam mobil offroad, Tang Ji yang duduk di kursi penumpang memegang daftar belanja sambil menundukkan kepala. Setelah merenung sejenak, dia melanjutkan: "Lalu kabel, kamera pengawas, kawat besi... plat aluminium. Cukup ini dulu yang kita cari hari ini." Tang Ji mengangguk lalu menoleh memandang Robbie sesaat sebelum meletakkan daftar tersebut.
Robbie mengangguk tanpa bicara. Tatapannya penuh kewaspadaan menyapu jalanan di luar. Kini mereka sudah memasuki kota, dia harus fokus dan ekstra hati-hati.
Sepanjang hari itu, kedua mantan rekannya bekerja keras hingga pukul empat sore. Barulah mereka berhasil mengumpulkan persediaan dalam jumlah cukup. Saat senja mulai menyingsing, barulah mereka kembali ke villa tepi danau.
Beberapa hari berikutnya diisi dengan rutinitas mengumpulkan logistik. Setiap pagi buta mereka sudah berangkat ke kota, pulang saat senja ke villa tepi danau. Setelah makan dan tidur, esoknya mereka kembali berangkat. Urusan pembangunan villa sama sekali tidak mereka sentuh.
Beberapa hari ini, kedua orang itu juga menghadapi beberapa bahaya, semuanya berasal dari zombie, namun semuanya berhasil dihabisi dengan mudah. Bahkan tanpa mengandalkan kemampuan Tang Ji, Robbie sendiri sudah berhasil melepas diri dari kelompok zombie yang datang silih berganti. Karena itu, mereka juga menemukan suatu masalah: jumlah zombie di Mount Olive sepertinya berkurang. Meskipun Mount Olive adalah desa kecil di pedesaan, luasnya sangat besar. Jumlah zombie sebelumnya diperkirakan minimal 100.000 ekor yang tersebar di berbagai tempat. Namun akhir-akhir ini mereka menyadari populasi zombie di sini benar-benar berkurang, hal ini mudah dirasakan dari frekuensi bertemu zombie dalam sehari.
Tang Ji memperkirakan jumlah zombie telah berkurang setidaknya lebih dari setengah. Hal ini sangat mengurangi probabilitas bertemu zombie, sehingga Robbie bisa dengan mudah melepaskan diri dari mereka.
Mengenai alasan berkurangnya zombie, kemungkinan terbesar adalah tertiup angin puyuh. Tang Ji hanya bisa berpikir demikian, ini sepertinya penjelasan paling logis.
Dalam beberapa hari, fasilitas villa tepi danau yang hancur diterpa angin puyuh perlahan diperbaiki berkat usaha semua orang. Di hari keempat pengumpulan persediaan - yang seharusnya menjadi kali terakhir - Robbie dan Tang Ji berangkat dari villa tepi danau pukul delapan pagi menuju Mount Olive. Kali ini Robbie tidak menyetir mobil offroad, melainkan pikap yang dipasangi bumper anti tabrakan dan kaca anti peluru di bagian depannya. Dengan perlindungan ganda dari Robbie dan Tang Ji, kemungkinan mobil dikepung zombie sudah sangat minim. Oleh karena itu, memilih pikap sebagai kendaraan operasional lebih praktis - tidak perlu mencari truk tambahan saat mengangkut barang dan menghemat banyak bahan bakar untuk perjalanan pulang.
"Apa kau merasakan sesuatu yang aneh belakangan ini?!" Di dalam kabin pikap, kening Tang Ji berkerut halus sambil menoleh memandang Robbie.
"Perasaan apa?" Robbie tetap fokus menyetir, matanya menatap jalan di balik kaca depan sambil memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.
"Yaitu..." Tang Ji menoleh kembali, juga memandang ke luar jendela. Keningnya semakin berkerut dalam perenungan, cukup lama baru berkata: "Aku juga tak bisa menjelaskan, tapi ada perasaan aneh. Saat kita mengumpulkan persediaan, selalu terasa ada yang tidak beres... Sial!" Kepalan Tang Ji menghantam pintu mobil, wajahnya penuh kekecewaan.
"Kondisimu sekarang berbeda. Memiliki persepsi khusus bukan hal aneh. Apa kau bisa merasakan keberadaan zombie? Atau apa?" Robbie tetap menatap jalan di balik kaca depan, berbicara dengan tempo lambat seolah sedang mengobrol santai.
"Bukan zombie. Entahlah, mungkin efek samping dari uji coba itu." Tang Ji menggelengkan kepala halus, wajahnya tetap muram.
Tang Ji merasakan sesuatu yang tidak beres pada tubuhnya. Sensasi aneh itu selalu muncul tak lama setelah ia memasuki permukiman. Ketidakmampuan mengidentifikasi sumber masalah semakin menggerogoti pikirannya. Saat ini, ia benar-benar tidak ingin ada lagi kejadian buruk yang menimpa fisiknya.
“Jangan terlalu banyak dipikirkan, kau tak bisa mengubah apa pun. Sudah melakukan uji coba pada dirimu sendiri, harusnya punya persiapan psikologis.” Robbie menghibur.
“Ya!” Tang Ji menghela napas berkata.
Pukul 10 pagi, di area komersil dekat Danau Budd bagian barat Mount Olive, pikap berhenti di depan sebuah mall besar. Mall ini mungkin yang terbesar di Mount Olive dengan tiga lantai seluas sekitar 10.000 meter persegi. Tang Ji dan Robbie pernah datang ke sini sebelumnya untuk mengumpulkan persediaan dan mencari makanan yang mungkin ada. Tapi kali ini tujuan mereka bukan barang dagangan, melainkan kotak listrik utama mall.
Kotak listrik villa tepi danau rusak akibat angin puyuh. Sebenarnya masih bisa diperbaiki, tapi kemarin sore saat Ai Wen sedang menguji kotak listrik, terjadi konsleting hingga terbakar. Karena itulah mereka berdua mencari penggantinya.
Kotak listrik mall sebesar ini paling sesuai dengan permintaan Ai Wen. Itulah alasan kedatangan mereka.
Memarkir pikap yang sudah memuat beberapa barang di bak ke posisi tersembunyi di bawah bayangan pohon, Tang Ji dan Robbie yang bersenjata lengkap turun dari mobil. Membawa senjata, mereka berjalan masuk ke dalam mall. Tang Ji berjalan di depan, Robbie mengikuti dari belakangnya.
Tak lama, kedua orang itu memasuki aula mall. Pemandangan berdebu memenuhi pandangan - di permukaan lantai, rak-rak barang yang runtuh, etalase pecah... Debu menyelimuti segala sesuatu, menutupi barang-barang dan mayat yang berserakan di lantai. Di beberapa sudut terlihat lembap khusus, tumbuh tanaman hijau pendek dan semacam lumut. Udara dipenuhi bau busuk menyengat.
Kaca di dinding sekitar mall sebagian besar sudah pecah. Kaca-kaca sisa yang masih menggantung kini berwarna abu-abu kusam. Serpihan kaca berserakan di mana-mana bercampur lumpur karena dekat jendela yang bocor.
Di permukaan mall masih terlihat beberapa jejak sepatu yang berantakan, semuanya berasal dari dalam waktu dekat. Terlihat jelas ada orang yang datang ke sini baru-baru ini, dan bukan hanya satu kelompok.
Tang Ji dan Robbie tidak mencoba mencari "makanan" atau sejenisnya di dalam mall karena itu adalah kemustahilan mutlak - sudah lama digasak oleh korban selamat lainnya. Mereka menyusuri dinding dengan sangat cepat, mencari kotak listrik terbesar di supermarket ini. Barang itu pasti belum dibongkar karena Mount Olive tidak mungkin memiliki Ai Wen kedua.
Barang yang dibutuhkan Ai Wen terkadang sangat spesial, tidak selalu yang terbesar adalah yang terbaik. Jadi seharusnya tidak ada orang yang masuk ke mall untuk membongkar kotak listrik, apalagi benda seperti itu banyak tersedia di luar - setiap bangunan memilikinya.
"Tidak ada di sini, kita turun!" Setelah mengitari lantai pertama mall satu putaran tanpa menemukan target, Tang Ji memimpin Robbie menuju lantai bawah tanah yang lebih kecil, terhubung dengan parkir bawah tanah.
Dengan cepat, kedua orang itu kembali menaiki tangga. Tanpa berhenti di lantai satu, mereka langsung menuju ke pintu tangga lain yang tak jauh. Tangga itu mengarah ke atas, dari sana mereka bisa mencapai lantai dua dan tiga mall.
Alasan desain mall seperti ini - tidak menggabungkan tangga ke bawah tanah dengan tangga naik - adalah agar pelanggan bisa lebih lama berkeliling di dalam mall. Desain semacam ini cukup umum.
Langkah Tang Ji dan Robbie terburu-buru. Tak lama mereka sudah sampai di depan pintu tangga itu. Tiba-tiba Tang Ji menggerakkan jarinya.
"Tunggu!" Tang Ji memelintir lehernya sambil menatap lantai yang tak jauh, berbisik.
"Ada apa?" Robbie segera siaga penuh. Sambil membawa senjatanya, ia melihat sekeliling lalu mengikuti arah pandangan Tang Ji. "Aku tak melihat apa-apa," bisiknya. Area yang ditatap Tang Ji berada tepat di pintu gerbang utama mall. Lantai di sana kotor dan agak basah karena posisinya di pintu masuk, dengan beberapa jejak kaki berantakan terlihat.
"Jejak sepatu!" Tang Ji tetap menatap ke arah itu, keningnya berkerut dalam-dalam.
"Jejak sepatu?" Robbie bertanya sambil kembali mengamati permukaan tanah. Di sana memang ada banyak jejak kaki, mustahil tidak ada karena banyak orang yang lalu lalang. Perkataan Tang Ji sama saja tidak memberikan informasi baru.
"Jejak baru. Tadi saat kita turun, ada yang datang ke sini!" Mata Tang Ji menyipit. Ia menatap tanah sejenak lalu menoleh ke pintu tangga, mengarahkan pandangannya ke atas.
"Kamu ingat itu?" Kening Robbie juga berkerut. Ekspresi aneh menghias wajahnya saat ia memandang Tang Ji dan kembali mengamati tanah itu.
"Benar! Aneh sekali. Aku ingat saat kita masuk, seharusnya tidak ada jejak bergelombang itu di sana. Kenapa aku bisa mengingat detail seperti ini?" Tang Ji menunjuk ke arah jejak kaki kacau di depan pintu gerbang utama. Di antara semua itu, hanya ada satu jejak seukuran setengah telapak tangan dengan pola bergelombang.
Tang Ji tampak tiba-tiba gelisah. Ia tidak sengaja mengingat jejak sepatu di pintu - mustahil mengingat semua jejak itu dalam waktu singkat. Namun saat matanya menyapu area tersebut, ingatan itu tiba-tiba muncul dan bersatu dengan pemandangan saat ini. Ia jelas merasakan ada tambahan setengah jejak kecil di pinggiran paling ujung permukaan basah, persis di sebelah tanah berlumpur yang sudah mengering.
Jika benar seperti yang dikatakan Tang Ji, berarti pernah ada seseorang yang berdiri di pintu tapi tidak masuk ke dalam, lalu pergi.
"Hati-hati, kita periksa!" Tang Ji berdiri di pintu tangga dengan kening berkerut lama. Setelah berpikir, ia menggerakkan jari ke Robbie dan berjalan menuju pintu.
Tang Ji terlihat bereaksi berlebihan bagai alergi saraf, sementara Robbie tanpa syarat mengikuti segala instruksinya.
Robbie dan Tang Ji pertama-tama berjalan ke sisi tembok, lalu menyusuri dinding sambil membungkukkan badan, perlahan mendekati pintu. Robbie melirik ke luar sejenak, lalu melompat keluar. Setelah mendarat di luar pintu, dia berguling-guling dan cepat-cepat berdiri sambil memandang sekeliling, lalu kembali merapat ke sisi tembok.
Di luar pintu... Tidak ada apa-apa!
Setelah mendapat isyarat aman dari Robbie, Tang Ji membawa senjata api perlahan mendekati pintu, kepalanya terus menunduk mengamati jejak kaki di tanah. Perlahan dia mengangkat kepala, pandangannya menyusuri permukaan tanah ke arah luar.
"Di sana! Di sana! Di sana! Ada yang datang, tapi sudah pergi..." Tang Ji menunjuk beberapa jejak bergelombang yang membentang dari pintu menuju arah jalanan, sambil berbicara dengan tingkah laku aneh. Alisnya tetap berkerut, terlihat sangat gelisah. Yang membuatnya bingung bukanlah keberadaan orang yang datang lalu pergi—hal itu sangat wajar, bukankah korban selamat di sini bukan hanya mereka berdua?
Yang sesungguhnya membuat Tang Ji bingung adalah... mengapa dirinya sendiri bisa mengingat? Ia semakin merasa dirinya tidak normal.
"Ya, Penjaga, sudahlah. Kau tak akan memahaminya. Kita masih punya urusan resmi!" Robbie berjalan mendekati Tang Ji, menepuk bahunya sambil menghela napas.
Tang Ji cerdas, kemampuan berpikirnya kuat. Namun orang seperti ini begitu menerobos tanduk sapi, bisa memaksa dirinya sendiri gila. Tapi sebelumnya Tang Ji tidak punya cacat ini. Alasan ia seperti sekarang ini adalah karena baru saja selesai uji coba, sangat khawatir dengan tubuhnya sendiri. Karena sekarang ia tidak sendirian - sudah ada wanita yang sangat mencintainya menemani di samping, putri yang baru lahir, sekelompok teman dan saudara dengan hubungan ekstrem baik. Semua yang harus dimiliki pria bahagia sebelum akhir zaman sudah ia miliki. Ia tidak ingin kehilangan.
"Pantas mati! Kita naik!" Tang Ji mengangkat tangan menutupi dahinya, memberi isyarat pada Robbie lalu berbalik berjalan masuk ke mall. Robbie segera mengikuti.
Masuk ke dalam mall, mendaki tangga, dua orang sampai di lantai dua mall. Setelah berputar cepat di area dalam, mereka menemukan dua kotak listrik kecil, tapi bukan yang mereka cari. Akhirnya mereka melanjutkan ke lantai tiga.
Di koridor sisi timur lantai tiga mall, Tang Ji dan Robbie berhenti di depan sebuah kotak listrik yang terlihat sangat besar.
"Ini dia, mari kita mulai!" Tang Ji menunjuk asal ke arah kotak listrik sambil berkata, namun tatapannya tampak melayang-layang. Tampaknya pikirannya tidak fokus pada kotak listrik, masih terbelenggu oleh masalah dirinya sendiri.
Seiring perkataan Tang Ji, keduanya mulai sibuk bekerja. Robbie mengeluarkan obeng, kunci pas, dan peralatan lain dari tasnya lalu mulai membongkar kotak listrik. Sementara Tang Ji berjalan ke area dalam mall, mendorong beberapa kereta belanja keluar, kemudian mencari kawat besi untuk mengikat beberapa kereta belanja menjadi satu.
Di pusat perbelanjaan seperti ini biasanya terdapat eskalator jenis conveyor belt khusus untuk naik-turunnya troli belanja. Meski sudah tidak beroperasi, tanjakan yang terbentuk masih ada. Jadi menggunakan troli untuk memindahkan kotak listrik sebenarnya bukan hal yang sulit bagi dua pria berbadan kuat, apalagi kotak listrik itu sendiri bisa dibongkar menjadi beberapa bagian.
Sekitar setengah jam kemudian, Robbie dan Tang Ji berhasil membongkar seluruh kotak listrik besar di tembok. Bagian yang lebih besar mereka letakkan di atas troli yang sudah disatukan, sementara komponen kecil dimasukkan ke dalam troli. Tang Ji mendorong troli tersebut sendirian di depan dengan cukup mudah, sementara Robbie membawa senjata sambil mengikuti dari belakang.
Sesampainya di mulut eskalator, Robbie mengeluarkan tali dan mengikatkan satu ujungnya ke troli. Ujung lainnya dia lingkarkan dua kali di pagar pengaman dekat eskalator sebelum memegang erat talinya. Tang Ji berpindah ke sisi berlawanan troli, mencengkeram dengan kedua tangan sambil mundur perlahan menuruni eskalator conveyor yang sudah mati itu.
Kereta belanja perlahan bergerak, karena sudah berada di tanjakan, mulai terasa berat. Jika Tang Ji tidak bisa mengendalikannya dengan baik, kereta belanja yang membawa kotak listrik akan meluncur cepat menuruni tanjakan. Tapi di ujung atas ada Robbie yang memegang tali, dia melepaskan tali sedikit demi sedikit, jadi situasi seperti itu seharusnya tidak terjadi.
Tidak ada kecelakaan yang terjadi. Tang Ji mendorong kereta belanja dengan kedua tangan, mengontrol arah, perlahan mundur ke lantai dua. Robbie segera menyusul turun.
"Huh! Pantas mati, kenapa mereka memasang kotak listrik di lantai tiga?" Tang Ji menghela napas lega sambil bersungut-sungut. Cara pemasangan seperti ini memang agak aneh, karena normalnya kotak listrik selalu dipasang di lantai satu.
"Masih ada satu lapisan lagi, ayo pergi!" Robbie kembali menepuk bahu Tang Ji, "Sejak pagi tini kau memang tidak seperti dirimu sendiri. Sebagai saudaramu, jelas ini kewajibanku untuk memberimu penghiburan di saat-saat seperti ini."
“Pergi!” Tang Ji mengangguk menjawab, mendorong kereta belanja menuju pintu tangga di ujung lain eskalator berjalan yang berada di samping mereka.
Pintu eskalator dari lantai dua ke lantai satu terletak di sisi berlawanan dengan pintu eskalator naik di lantai dua. Keduanya harus memutar eskalator dari lantai tiga ke lantai dua untuk mencapai sana, desain seperti ini tentu bertujuan agar pelanggan lebih banyak berkeliling.
Dengan cepat, di depan eskalator turun lantai dua yang jaraknya tidak jauh, menggunakan metode yang sama, mereka berhasil membawa kereta belanja dan kotak listrik ke lantai satu mal. Tang Ji mendorong kereta belanja sambil mengajak Robbie menuju pintu gerbang utama mal.
“Tunggu sebentar!”
Saat mereka tiba di area tengah mal yang dikelilingi rak-rak berdebu, tiba-tiba Tang Ji kembali berhenti, keningnya berkerut kencang berseru.
“Ada apa?” Robbie mendekat dari belakangnya, mata penuh kewaspadaan mengamati sekeliling sambil bertanya pelan.
"Jejak sepatu! Jejak banyak orang..." Tang Ji seolah benar-benar neurotik, melepaskan kereta belanja, melangkah dua langkah ke samping, pandangannya menyapu permukaan tanah yang dipenuhi jejak kaki kelabu.
"Banyak jejak baru, banyak orang, baru saja banyak orang lewat dari sini. Lihat mainan itu, aku ingat tadi ada di rak, sekarang jatuh di tanah karena tersenggol. Banyak orang datang, mereka..." Tang Ji menatap tanah, terus mengamati dan berbicara, tiba-tiba berhenti dengan mata melotot.
Ia menemukan masalah: semua jejak ini hanya menyambung sampai ke posisi persembunyian tertentu lalu menghilang. Mayoritas jejak seperti ini, tidak ada jejak keberangkatan.
"Mereka di sini!" Tang Ji perlahan menekan pistol di pinggangnya, menyipitkan matanya dengan suara sangat rendah. Ini adalah jebakan, dia bisa merasakannya. Banyak orang bersembunyi di berbagai sudut lantai satu supermarket. Jelas target jebakan ini adalah Tang Ji dan Robbie. Karena sebelumnya mereka sudah menjelajahi seluruh area ini - hanya ada mereka berdua. Orang-orang yang datang belakangan pasti tidak sedang mengincar target lain. Di sini sama sekali tidak ada objek lain yang layak dijebak, bahkan zombie pun tidak ada.
"Apa yang ingin kau lakukan?" Tubuh Robbie langsung menegang seketika, bertanya dengan suara nyaris tak terdengar. Dia tahu meski Tang Ji neurotik, pasti tidak asal bicara. Robbie percaya pada penilaiannya.
