Di dalam koridor kedua sisi timur bagian tengah lantai dasar pangkalan militer bawah tanah, regu yang terus bergerak mendekati ruang komando utama tiba-tiba berhenti setelah seluruhnya memasuki koridor buntu.
"Tunggu aku!" kata Tang Ji kepada Hillary Clinton, lalu langsung berbalik dan berlari ke kamar mandi di ujung terjauh koridor.
Dengan langkah cepat ia sampai di depan kamar mandi, mendorong pintu masuk. Ruangan itu kosong tak berpenghuni - sebuah kepastian, kecuali terjadi kecelakaan dengan probabilitas kecil yang membuat seseorang mungkin berada di sana pada saat-saat genting ini.
Tang Ji tentu saja tidak seberuntung itu. Begitu masuk ke kamar mandi, ia tidak melakukan pemeriksaan apa pun karena waktu sangat terbatas. Langsung saja ia menuju wastafel di sebelah pintu, tangannya meraba-raba dengan cepat di bawah wastafel. Setelah terhenti sejenak, ia menyambar kantong plastik hitam dari bawah wastafel. Kantong plastik yang tergulung rapi itu sepertinya masih berisi sesuatu.
Di koridor luar kamar mandi.
Ai Wen memegang perangkat peledak jarak jauh dengan kedua tangan, tubuhnya bersandar di dinding dekat pintu keluar koridor. Ketika dentang langkah kaki kacau tiba-tiba bergema di koridor luar yang semakin mendekat, jarinya telah menekan tombol nomor tiga pada perangkat peledak itu.
Bruuum!
Di bagian timur pangkalan militer bawah tanah, sebuah koridor dimana sejumlah prajurit bersenjata sedang berlari tiba-tiba mengalami ledakan di langit-langit. Dentuman gemuruh petir disertai semburan api dan serpihan bangunan menghujani dari atas. Banyak anggota Fajar Api yang terkena dampak langsung, beberapa menjerit kesakitan sementara yang lain secara bawah sadar menekan pelatuk senjata saat terjatuh.
Di koridor di belakang tikungan dekat Ai Wen, teriakan beberapa pria tiba-tiba menggema. Langkah cepat yang sebelumnya mendekati lokasi Ai Wen berhenti mendadak, kemudian berbalik arah dan menjauh dengan cepat.
Alasan regu Hillary, Tang Ji dan yang lain sebelumnya tidak banyak menemui perlawanan selama pergerakan adalah karena keseluruhan regu terus bergerak cepat dengan rute yang sama sekali berbeda dari rencana awal. Namun kini seluruh regu berhenti, dan karena potensi penyelidikan yang mengintai, mereka menggunakan metode ini untuk mengalihkan perhatian para penyelidik di sekitar.
Suara ledakan bisa menarik perhatian zombi, tentu juga bisa menarik manusia, selama adegan dan kesempatan cocok. Orang-orang Hillary tidak pernah berpisah, 'Fajar Api' sangat paham hal ini, karena itu tempat terjadinya ledakan mungkin juga menjadi lokasi pertempuran. Tentang apakah itu benar atau tidak, hanya setelah para prajurit bersenjata 'Fajar Api' sampai di sana dan melakukan pemeriksaan baru bisa diketahui.
Tapi yang Ai Wen kejar hanya sedikit demi sedikit waktu, jadi hasil akhir seperti apa pun tidak masalah.
"Cukup! Kita pergi, lari sekarang!" Tang Ji berlari keluar dari kamar mandi, mendekati Hillary sambil berteriak: "Kalian semua ikut aku!" Sambil berkata demikian, Tang Ji menuju area paling depan, membawa senjata api langsung menerobos ke barisan terdepan pasukan.
"Ikuti dia!" Hillary menekan earphonenya berkata, seluruh regu mengikuti Tang Ji berlari keluar, belok kiri lalu masuk ke koridor dengan panjang sedang. Tak lama Tang Ji membawa regu sampai di ujung koridor, belok kanan memasuki koridor panjang. Ruang komando utama di aula kecil bagian tengah koridor sudah terlihat di kejauhan.
Sebuah regu dua puluh orang yang berada di bawah 'Fajar Api' bertemu langsung dengan regu yang dipimpin Tang Ji.
Hillary menyurutkan tubuhnya ke belakang, mengangkat tangan menekan tepi topinya. Ban berputar menyamping menghadang di depan Hillary. Kedua kelompok yang mengenakan baju sama saling memandang, tatapan penuh kewaspadaan, tapi tak saling menyerang.
Aiwen menekan tombol nomor empat pada perangkat peledak remot di tangannya, aksinya sangat tersembunyi.
"Gemuruh!" Di koridor lain pangkalan militer bawah tanah yang tidak jauh terpisah dari lokasi ledakan sebelumnya, langit-langit bagian tengah tiba-tiba meledak. Meskipun lokasi ledakan ini sudah cukup jauh dari posisi Tang Ji dan yang lain, suara ledakannya tetap terdengar jelas-jelas.
"Di barat! Semua orang bergerak ke sana! Pantas mati, mereka ingin menghancurkan tempat ini?!" Tang Ji menekan headphone dengan geram sambil berteriak, lalu melambaikan tangan ke orang-orang di belakangnya. Dengan sigap ia memimpin kelompoknya berlari menuju ruang kecil tempat ruang komando utama berada.
Karena ledakan terjadi di sebelah barat pangkalan militer bawah tanah, sementara posisi Tang Ji dan rombongannya berada di sisi timur ruang komando utama yang terletak di bagian tengah pangkalan, maka rute terdekat untuk mencapai lokasi ledakan tentu harus melewati depan ruang komando utama di depan mereka.
Pasukan kecil 'Fajar Api' yang berjaga di aula kecil seolah tiba-tiba melepas kewaspadaan. Situasi yang terlalu mendesak membuat mereka tak sempat memikirkan apakah orang-orang di depan mata ini benar-benar orang dalam. Turun tangan membunuh? Mustahil! Jika sembrono seperti itu, tentu para prajurit Fajar Api di seluruh pangkalan militer bawah tanah sudah saling bertarung sejak lama.
Lagipula di sebelah barat pangkalan militer bawah tanah telah terjadi dua ledakan disertai dentuman senjata. Mereka tak punya alasan menganggap orang-orang yang berlari panik ini sebagai musuh. Satu-satunya celah adalah perintah yang diteriakkan Tang Ji melalui walkie-talkie tak muncul di perangkat mereka. Tapi ini mungkin bukan celah sama sekali, karena pembagian tugas berbeda - mereka bertanggung jawab menjaga ruang komando utama, jadi saluran walkie-talkie pasti berbeda dengan pasukan lain.
Tang Ji membawa anak buahnya berlari masuk ke aula kecil, tanpa mendapat halangan atau serangan. Tiga puluh empat puluh orang bergegas hendak melewati pasukan bersenjata Fajar Api yang berjaga di depan pintu ruang komando utama. Tiba-tiba tubuh Tang Ji terhuyung-huyung dan terjatuh ke lantai, meluncur hingga pistol di tangannya terlempar keluar dengan bunyi plak.
Para prajurit bersenjata Fajar Api yang berjaga di depan pintu ruang komando secara bawah sadar tertarik pada Tang Ji. Pada detik itu juga, puluhan prajurit bawahan Hillary di belakang Tang Ji serentak berbalik dan mengangkat senjata di tangan mereka.
Tak-tak-tak-tak-tak-tak...
Rentetan tembakan kilat yang tak terduga. Lebih dari tiga puluh orang secara serempak menekan pelatuk, jalinan tembakan membentuk anyaman maut. Dalam hitungan detik, semua prajurit bersenjata di depan ruang komando roboh. Permukaan tanah dipenuhi anggota tubuh terpotong dan mayat-mayat, darah segar dan materi otak menggenang di mana-mana. Bau anyir darah menyebar dengan cepat, semakin pekat hingga memenuhi seluruh ruang!
Ruang Komando Utama merupakan kamar besar seluas sekitar 100 meter persegi. Dindingnya dipenuhi berbagai layar berukuran berbeda, sementara di bagian bawah terdapat konsol yang penuh nuansa teknologi. Awalnya ada belasan staf yang sibuk bekerja di dalam, namun setelah suara tembakan bergema, semua staf tersebut berbalik dengan terkejut menatap kaca di belakang mereka.
Kaca anti peluru yang sepenuhnya transparan memiliki tingkat pertahanan sangat tinggi. Peluru yang ditembakkan selama penyapuan tadi sama sekali tidak melukai kaca tersebut. Kaca yang besar ini memungkinkan orang di dalam melihat keluar dengan jelas, sebaliknya mereka yang di luar juga bisa mengamati interior ruangan.
Setelah pengawal di luar Ruang Komando Utama dibersihkan, pasukan Hillary segera mendekati kaca tersebut dengan laras senjata terarah ke staf di dalam ruangan.
Para staf itu secara refleks mengangkat tangan, tapi kemudian satu per satu menurunkannya kembali. Mereka tersadar bahwa peluru sama sekali tak mampu menembus kaca itu.
Seorang staf berjanggut menunjukkan senyum di wajahnya sambil melengkungkan jarinya ke arah Hillary dan kawan-kawan di balik kaca. Sementara di sampingnya, staf lain yang terlihat muda menoleh dan mendekatkan mulutnya ke mikrofon di konsol operasional, mulai berbicara sesuatu. Karena ruang komando utama benar-benar kedap suara, orang-orang di luar sama sekali tak bisa mendengar suara tersebut.
"Cepat!" Hillary menggerakkan kepalanya dengan cepat ke arah orang di sampingnya. Prajurit di sebelahnya segera melangkah maju, mengeluarkan senapan berdesain unik dari punggungnya. Senjata ini terlihat lebih kekar dibanding senjata biasa dengan kaliber laras yang sangat besar.
Senapan granat!
Senapan granat tidak menembakkan peluru biasa, melainkan granat! Daya hancurnya mungkin tak sehebat roket portabel, tapi menghancurkan kaca pasti tak masalah.
Hampir semua staf di ruang komando utama menyadari hal ini. Satu-satunya yang masih asyik berbicara di mikrofon pun diingatkan oleh rekan di sampingnya. Setelah berbalik, ia segera mengangkat kedua tangannya.
Ban di samping Hillary berjalan mendekati kaca, menunjuk pintu logam di sebelahnya lalu melambaikan kepala ke staf di ruang kendali, memberi isyarat untuk membuka pintu. Sebenarnya dalam situasi ini mereka bisa langsung menghancurkan kaca dan menerobos masuk, namun karena membutuhkan peralatan di dalam, penghancuran tidak diperbolehkan.
Staf terdekat dari pintu di ruang kendali ragu sejenak, menoleh memandang rekan-rekan lain lalu perlahan mendekati pintu. Krak!... Petugas yang membuka pintu hendak mundur ke samping, namun saat kunci terpental, pintu langsung dibobol. Ban berguling masuk ke ruang kendali, kedua senjatanya menyala!
Dor! Dor! Dor!...
Dentuman senjapa mereda, ruang kendali dipenuhi mayat. Sebenarnya mereka juga membawa senjata dan bisa melawan, namun reaksi mereka terlalu lambat. Dua orang bahkan sempat melepaskan senjata dan berusaha kabur, tetapu akhirnya kena ledakkan kepala, tanpa sempat mengangkat ujung laras senjata!
“Kalian...” Hillary menoleh memandang prajurit bersenjata di sampingnya, berbisik memberikan beberapa instruksi.
Para prajurit bersenjata ini setelah mendengar perkataan Hillary langsung mengangguk semua, kemudian dibagi menjadi dua regu menuju koridor di kedua sisi. Lebih dari tiga puluh orang seluruhnya pergi, yang tersisa hanya Tang Ji, Robbie, Ai Wen, Hillary, serta Ban yang sudah berada di dalam ruang komando utama.
Hillary menggendong peluru meriam yang baru saja diserahkan anak buahnya, bersama tiga orang Tang Ji masuk dengan cepat ke ruang komando utama.
“Cepat!” Tang Ji mendesak, mengeluarkan kantong plastik hitam yang terbungkus dari pelukannya lalu menyerahkan ke Ai Wen. Setelah itu bersama Robbie berjaga di pintu, sementara Hillary dan Ban juga berdiri di samping.
Ai Wen berjalan sendirian ke bagian terdalam ruang komando utama. Dari pelukannya, ia mengeluarkan sebuah komputer genggam hitam yang ukurannya lebih besar beberapa lingkaran daripada ponsel. Komputer tersebut sudah dalam keadaan menyala. Ai Wen menghubungkannya ke konsol operasional di tubuhnya, lalu dengan cepat mengutak-atik perangkat itu. Di layar komputer, deretan kode hijau bagai air terjun mengalir deras dari atas ke bawah.
Setelah meletakkan komputer genggam di konsol operasional, Ai Wen segera membuka kantong plastik pemberian Tang Ji. Di dalamnya terdapat seuntai kunci - ada kunci logam biasa, juga kartu akses elektronik berbentuk kunci.
Seandainya ada eksekutif 'Fajar Api' di ruang komando saat itu, pasti mereka akan mengenali untaian kunci di tangan Ai Wen. Kunci-kunci itu seharusnya milik Abel! Sebagai komandan pertahanan 'Fajar Api', di tempat ini Abel hampir memiliki hak akses yang setara dengan Harrison!
Ai Wen kembali dengan cepat mengutak-atik konsol operasi, akhirnya menemukan kunci elektronik berbentuk kartu akses dari rangkaian kunci tersebut, menggesekkannya di sensor konsol. Setelah menyimpan kunci dengan aman, ia mengambil komputer genggam dan memeriksa tampilan hitungan mundur yang sudah muncul - lima belas menit. Usai memastikan, ia meletakkan kembali perangkat itu lalu menarik mayat yang tergeletak di konsol. Hanya menarik satu lengan, ia menyilangkan lengan mayat itu sebagai tameng di atas komputer genggam.
"Selesai! Tinggal lima menit, kita bisa pergi!" Seru Ai Wen sambil berbalik dan berlari keluar.
Mereka bergegas meninggalkan ruang komando. Di lantai dasar pangkalan militer bawah tanah, dentuman senjata dan ledakan sudah bergema di mana-mana. Tiga puluh anak buah Hillary berpencar, mengacaukan situasi di seluruh kompleks.
"Berapa lama?" tanya Hillary. Selari dengan langkah mereka, Tang Ji sebelumnya sudah memberi penjelasan sebagian rencana, membuatnya mengerti konteks pertanyaan ini.
"Lima belas menit!" jawab Ai Wen.
"Lima belas menit!" Hillary Clinton menekan headphone dan segera memberi tahu semua anak buahnya. Mungkin sebagian dari mereka sudah mati, dan membuat 'Fajar Api' mendapatkan headphone komunikasi mereka. Namun pihak lawan pasti takkan mengerti makna lima belas menit itu.
Lima orang total. Ban di depan, diikuti Hillary Clinton, Tang Ji, Ai Wen, dengan Robbie di belakang. Mereka mulai berlari menyusuri jalan yang tadi dilalui. Jika tak ada hambatan, anak buah Hillary akan mengalihkan semua musuh ke lokasi yang jauh dari jalur terbang itu. Perjalanan mereka seharusnya lancar tanpa rintangan.
