Melompat turun, kaki menginjak bantalan empuk sambil melengkungkan tubuh, badan condong ke depan dengan bahu menyentuh tanah lalu berguling keluar. Seluruh aksi mengalir sempurna. Tang Ji berdiri sambil melepas mantel luar, berjalan memasuki area wabah.
Di sekeliling area wabah, di atas tembok pembatas dan bangunan, para prajurit bersenjata melototkan mata memandang Tang Ji, semua terlihat tercengang seolah rahang bawah mereka hampir copot.
Tang Ji bukan manusia pertama yang proaktif masuk ke area wabah. Sebelumnya banyak yang telah melakukan hal serupa, namun mereka semua mati. Kini tindakan Tang Ji lebih mirip mencari mati. Namun secepat itu, semua orang pun menyadari: zombie... TIDAK menggigit Tang Ji!
Pada tubuh Tang Ji terdapat granat tangan, dua pistol serta lima enam magazen, juga pisau berburu. Namun Tang Ji tidak mengeluarkan senjata-senjata tersebut, hanya melepas mantel luar yang kotor saat mendarat tadi, menggulung dan melilitkannya di tangan kirinya. Tanpa antisipasi apapun, langkahnya bergegas menuju dalam area, kemudian mulai berlari.
Di sekitarnya penuh zombie. Sebagian zombie berlari, sebagian lain berkumpul di tanah memakan habis daging dan darah. Tang Ji berlari melewati mereka. Saat jarak terlalu dekat, ia menggunakan tangan yang dililit kain untuk mendorong zombie di sekitarnya.
Tang Ji tidak membasmi zombie. Sementara zombie-zombie itu seolah tidak merasakan kehadiran Tang Ji, tetap melakukan aktivitas sebelumnya, mengabaikan segala perilaku Tang Ji.
Lari sekencang-kencangnya, Tang Ji sampai di bawah apartemen tempat gadis kecil itu berada. Gadis kecil itu sudah tidak ada di jendela. Tadi sebelum masuk, Tang Ji bertanya pada prajurit bersenjata - ternyata seorang wanita yang membawa kembali gadis itu dengan pelukan, tepat saat Tang Ji turun tangga.
Tang Ji berlari masuk ke gedung apartemen. Interior apartemen sangatlah redup, tanpa cahaya lampu. Banyak jendela yang disegel rapat. Koridor dipenuhi cap darah dimana-mana, ditambah zombie yang sedang mengunyah mayat. Bau anyir darah yang pekat memenuhi seluruh bangunan.
Tang Ji memandang sekeliling sambil mengerutkan kening tipis. Langkahnya tak berhenti, langsung menyambar menuju lantai tiga.
Di koridor lantai tiga.
Lebih dari seratus zombie hampir memenuhi seluruh koridor. Koridor yang tidak panjang maupun lebar ini dipadati zombie-berkerumun sambil mengeluarkan deruan tajam bergelombang. Mereka mengulurkan tangan sambil berdesakan ke pusat koridor, seolah ada sesuatu yang menarik di sana.
Samar-samar, Tang Ji mendengar suara teriakan, itu adalah jeritan gadis kecil.
Terlalu banyak zombi, Tang Ji sama sekali tidak bisa melewatinya, apalagi menarik perhatian mereka karena jeritan di dalam terus-menerus tak henti.
Berdiri di belokan pintu tangga, Tang Ji melirik ke dalam beberapa kali lalu membuat keputusan tegas: langsung berlari ke lantai empat.
Koridor lantai empat sepi tanpa zombi atau manusia, namun sama-sama berlumuran darah, tulang belulang dan serpihan daging berserakan di mana-mana, semua pintu kamar terbuka lebar.
Tang Ji masuk ke kamar sebelah barat tengah koridor, buru-buru mendekati jendela dan menjulurkan kepala untuk memastikan kamar gadis kecil tepat di bawahnya. Kemudian merobek seprai menjadi tiga helai, menyambungnya menjadi tali darurat. Setelah mengikatkan tali di jendela, ia memanjat keluar dan mulai meluncur perlahan sambil berpegangan erat.
"Aku manusia, jangan tembak!" Tang Ji berteriak, siluetnya perlahan muncul di depan jendela lantai tiga.
Di dalam kamar lantai tiga, seorang wanita berambut cokelat sekitar 40 tahun meringkuk di sudut ruangan, satu tangan erat memeluk anak perempuannya sementara tangan lain memegang pistol yang diarahkan ke jendela. Rambutnya acak-acakan, tubuhnya penuh noda darah, tatapannya penuh ketakutan dengan tangan yang memegang pistol gemetar ringan.
Gadis kecil itu mengkerut dalam pelukan wanita berambut cokelat, kedua tangan menutupi telinganya sambil terus menerus menjerit-jerit, terlihat sangat ketakutan.
"Aku manusia!" Tang Ji mencengkeram tali dengan kedua tangan sambil memperlihatkan senyum ke arah wanita itu. Setelah berteriak, tubuhnya berayun lalu melompat masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Berjongkok di samping wanita dan anak itu, ia berbisik lembut: "Aku akan mengajak kalian keluar!"
Braak! Braak! Krak krak!
Dentuman keras di depan pintu kamar terus berlanjut tanpa henti. Retakan telah muncul di pintu yang sebentar lagi akan hancur. Sebuah lemari dengan tinggi menengah ditempatkan sebagai tameng di depan pintu, memberikan efek penghalang yang cukup.
Di dalam kamar terdapat lemari pakaian besar yang miring di sudut ruangan. Terlihat seperti pernah dipindahkan, namun karena terlalu berat tidak berhasil digeser ke depan pintu.
Sang wanita terlihat seperti sudah linglung. Lengannya erat merangkul putrinya dengan wajah pucat dan keringat menggenangi dahi serta pelipis. Rambutnya yang basah menempel di kulit. Bibirnya gemetar menatap Tang Ji, tapi tak mampu bersuara.
"Bisakah dia berhenti menjerit?" tanya Tang Ji sambil melirik ke arah pintu, lalu memalingkan wajah ke sang ibu.
Teriakan gadis kecil inilah yang terus menarik perhatian zombi. Tanpa suara itu, mungkin ibu dan anak ini bisa lolos dari tribulasi tanpa perlu diselamatkan.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Tang Ji, sorot matanya berkilat dipenuhi butiran air mata. Dengan paksa ia mendorong gadis kecil itu ke pelukan Tang Ji, lalu mulai melambaikan tangan dengan gila-gilaan sambil mengeluarkan suara "Aah! Aah!" dari mulutnya. Wanita yang cukup cantik ini... ternyata seorang bisu!
Ia ingin Tang Ji membawa pergi sang gadis kecil, tapi tidak meminta untuk diselamatkan. Sebab tubuhnya terluka parah - saat mendorong anaknya tadi, Tang Ji melihat bagian perut wanita itu. Luka menganga yang sangat besar, seolah dicabik paksa oleh cakar, daging dan darah berhamburan dalam kondisi mengerikan. Bahkan usus wanita itu terlihat jelas.
Jelas sekali wanita ini telah kehilangan terlalu banyak darah dan terinfeksi virus zombie. Lukanya sangat kritis. Andai berada di lingkungan steril dengan peralatan operasi dan kantong darah yang memadai, mungkin Tang Ji bisa menyelamatkannya. Tapi di sini, di tempat seperti ini... tidak mungkin. Dia sudah tak terselamatkan.
Tang Ji menatap ekspresi gemetar sang wanita, lalu memandangi luka di perutnya. Tiba-tiba rasa getir menyelinap di hatinya. Ia menundukkan kepala, merangkul gadis kecil itu lebih erat, berbisik: "Akan ku bawa dia keluar!"
Wanita itu tersenyum sambil meneteskan air mata. Tangan berlumuran darahnya gemetar mencengkeram pistol, mengarahkannya ke pelipisnya sendiri.
Dia sangat tahu tak ada harapan lagi. Setelah mati, tubuhnya pasti akan berubah menjadi zombie. Dia tak ingin seperti itu.
Tang Ji mengangkat tangan menutupi mata gadis kecil itu.
Braak!
Dentuman senjapi menggema. Tubuh wanita itu limbung terjatuh di sudut ruangan. Tang Ji memeluk gadis kecil sambil membalikkan badan, menghalangi pandangannya dari mayat ibu. Gadis kecil itu tampak tak waras - dibopong orang asing pun tak melawan. Kedua tangannya menutupi telinga, teriakannya tercekat oleh isakan.
“Harta karun, jangan teriak ya? Paman akan mengajakmu keluar!” Tang Ji menatap pintu kamar yang sudah sangat genting, lalu memutar tubuh gadis kecil itu hingga berhadapan langsung dengannya. Matanya menatap dalam sorotan mata sang gadis sambil berkata serius.
Gadis kecil itu sama sekali tidak menghiraukan, tetap melakukan sesukanya.
Tang Ji tidak lagi menasihati. Langsung ia merogoh saku kemejanya, mengeluarkan kotak persegi panjang berisi empat jarum suntik kecil. Dengan cepat dibukanya, jarinya menjentikkan tutup lalu dengan punggung tangan menusukkan jarum ke leher sang gadis. Cairan pun menyuntik masuk ke tubuh mungil itu.
Gadis kecil itu berhenti menjerit. Matanya berkedip dua kali, perlahan terpejam, tubuhnya lunglai rebah. Tang Ji kembali memeluk gadis itu, berdiri lalu bergegas ke ranjang dan meletakkannya di sana. Ia menoleh lagi ke arah pintu yang hampir jebol. Dengan gerakan cepat, Tang Ji menggulung gadis itu dengan selimut dari ranjang, lalu menyelipkannya ke bawah ranjang sambil merapikan tirai yang terjuntai.
Braak... Whoosh!
Pintu hancur berantakan. Zombie-zombie berebut merangkak masuk. Saat zombie pertama memanjat lemari, lemari itu terjungkal. Zombie berhamburan memenuhi seluruh ruangan dalam sekejap.
Tang Ji berdiri di atas ranjang, matanya terus menyapu sekilas ke sekitar zombie di bawahnya. Tak melakukan apapun, hanya diam mematung.
Setelah masuk ke dalam kamar, zombie langsung menemukan target—bukan si gadis kecil, melainkan mayat ibu sang gadis. Mereka berebut menyambar dan melahap habis mayat itu dengan cepat, meninggalkan serpihan daging dan tulang berantakan di lantai, lalu beramai-ramai mundur dari ruangan dan berlarian ke luar.
Saat itu, pertempuran di seluruh daerah wabah belum sepenuhnya mereda. Di luar gedung masih terdengar raungan zombie, dentuman senjata, bahkan suara ledakan. Karena tidak menemukan target di sini, mereka pun secara alami akan tersingkirkan.
Tak lama kemudian, kamar dan koridor gedung kembali hening. Tang Ji menyapu sekilas pandangnya ke seluruh ruangan yang kacau balau oleh ulah zombie, lalu melompat turun dari ranjang. Ia menyeret keluar gadis kecil yang masih terbungkus selimut dari bawah ranjang, mengangkatnya ke pundak, dan langsung bergegas ke luar.
Begitu sampai di pintu, Tang Ji tiba-tiba berhenti.
Tidak boleh! Ini belum cukup aman!
Tang Ji awalnya berniat menggotong gadis kecil itu keluar begitu saja. Zombie pasti tidak akan menyerang selimut, tapi bungkusan selimut tidak cukup rapat. Di kedua ujungnya terdapat lubang dari gulungan selimut. Bagaimana jika ada zombie yang melihat dari sudut tertentu? Tang Ji mungkin tidak bisa menyelamatkan gadis kecil itu.
Saat zombie berebut makanan, mereka tidak peduli siapa yang dihadapi. Jika zombie mengidentifikasi gadis kecil sebagai target, Tang Ji sama sekali tidak bisa mencegahnya.
Sebenarnya Tang Ji bisa mengikat kedua ujung selimut dengan kardus. Dengan begitu zombie tidak akan melihat isi selimut. Tapi tindakan itu berisiko membuat gadis kecil mati lemas.
Tang Ji mengangkat tangan menggaruk kepala, lalu berbalik kembali ke kamar. Ia meletakkan gulungan selimut di ranjang, berpaling menuju lemari, membukanya dan mulai mencari-cari di dalam.
Tidak menemukan barang yang diinginkan, Tang Ji memutar tubuh memindai ruangan, lalu mengangkat kepala menatap bagian atas lemari pakaian besar. Karena lemari terlalu tinggi, ia tak bisa melihat apa yang ada di atas. Samar-samar ia ingat sebelum membalik jendela masuk, ia melihat beberapa kotak sepatu dan sejenisnya di atas lemari.
Tang Ji berpikir sejenak lalu menarik kursi dari samping, menginjaknya dan mulai membongkar-bongkar bagian atas lemari. Kotak mainan, kotak sepatu, dan benda-benda lain ia lempar turun dari atas.
"Baik, ini dia..." gumam Tang Ji, akhirnya menemukan apa yang dicarinya - sebuah koper perjalanan hitam berdebu berukuran sedang.
Koper itu seolah kosong sehingga sangat ringan. Tang Ji mengangkat koper itu lalu melompat turun dari kursi, meletakkannya di ranjang. Ia mencoba membuka koper namun gagal. Koper itu terkunci, membutuhkan password.
Tang Ji langsung mencabut pisau berburu di samping kakinya, merusak struktur pengunci koper dengan kasar, kemudian membuka resleting dan membuka koper. Segera setelah itu, ia membuka gulungan selimut di sebelahnya, mengangkat gadis kecil yang bajunya penuh noda darah namun wajahnya masih relatif bersih, lalu dengan perlahan menempatkannya ke dalam koper sambil membantu si gadis kecil mengambil posisi meringkuk. Terakhir, ia menutup koper dan mengunci resletingnya.
Saat Tang Ji menarik koper keluar dari apartemen, keadaan di luar masih kacau balau. Zombie-zombie berlarian, menderu, dan mencabik-cabik mayat-mayat di tanah.
