Ruangan sempit, belasan zombie berkumpul renggang di berbagai sudut. Pandangan mereka hampa, tubuh bergoyang perlahan. Udara menyelimuti bau busuk yang memualkan.
Pria yang menyamar sebagai zombie perlahan berdiri tegak. Dari tasnya ia mengeluarkan pistol dan memegangnya erat. Matanya menatap tajam ke pintu kamar, mengamati sekeliling sejenak sebelum perlahan melangkah keluar ruangan.
Koridor panjang dipenuhi zombie. Dinding-dinding penuh jejak merah-hitam bekas gesekan tubuh mereka.
Raung!
Seekor zombie mengangkat kepala, mengeluarkan raungan parau bernada tinggi sebelum kembali diam. Matanya kosong, darah hitam kotor di sudut bibirnya menetes perlahan.
Pria yang menyamar sebagai zombie masih belum melihat manusia, semuanya adalah zombie. Karena belasan struktur bawah tanah berturut-turut telah direbut, ribuan manusia telah berubah menjadi zombie. Oleh karena itu, di koridor saat ini juga terdapat banyak zombie baru. Melihat penampilan mereka, sebagian besar adalah korban selamat biasa, sebagian kecil merupakan prajurit bersenjata. Beberapa masih membawa magazen, pisau berburu dan perlengkapan lainnya di tubuh mereka.
Kepala pria yang menyamar sebagai zombie tiba-tiba berputar dengan gerakan panik, bersamaan dengan bibirnya tertarik ke satu sisi seperti mengalami serangan epilepsi. Tubuhnya menggigil dan beberapa kali menggelengkan kepala sebelum akhirnya kembali normal.
"Apa yang kau cari?" Suara itu kembali muncul.
Pria kurus itu dengan tegas memalingkan wajah sambil mengangkat senjata di tangannya, mengarahkannya ke arah sumber suara. Di depan laras senjatanya, seorang prajurit bersenjata yang berubah menjadi zombie setelah tergigit sedang menatap kosong ke depan, tubuhnya bergoyang perlahan. Suara itu bukan berasal darinya - lehernya sudah tercabik, tulang putih terlihat jelas. Jelas pita suaranya sudah hancur.
"Kau terlihat tegang?" Suara itu muncul lagi, kali ini berasal dari earphone yang menggantung di telinga zombie tersebut. Earphone itu disetel ke mode speaker.
"Brengsek..." Pria kurus itu mengumpat gugup, lalu maju dan mencabut earphone tersebut, menyelipkannya ke telinganya sendiri. "Siapa kau?" teriaknya.
"Manusia? Menyeramkan bukan? Masih ada yang hidup, haha..." Jawaban bergema dari earphone.
"Di mana kau? Muncul sekarang!" Pria itu tak bisa tenang. Ia tak menyangka penyamarannya terbongkar.
“Mengapa kau begitu buru-buru ingin menemuiku... Mengapa? Kau takut?” Suara dari earphone itu berkata.
“Buang omong kosongmu, keluarlah? Hahaha... Aku tahu, kau tidak di sini ya? Di mana kameranya?” Pria kurus itu seolah tiba-tiba mengerti, terbahak-bahak sambil melihat sekeliling. Tubuhnya sangat kurus – bukan pura-pura – saat tertawa kulit wajahnya berkerut membentuk kesan sakit yang sangat menyeramkan!
“Katakan, mengapa melakukan semua ini? Apa manfaat membandingkan? Kau telah membunuh banyak orang tak bersalah. Aku tak percaya semua orang itu bermusuhan denganmu, bukan? Jawab! Kalau kau bicara, aku akan muncul.” Suara di earphone itu menuntut.
“Hahaha... Mengapa? Manusia yang menyedihkan, haha, kau malah bertanya mengapa?” Pria kurus itu tertawa lepas dengan aura tak wajar.
“Bukankah kau manusia?” Suara di earphone itu tidak melanjutkan pertanyaan.
“Tidak tidak tidak, mana mungkin aku makhluk kotor dan menjijikkan seperti itu, aku ini zombie, haha…” Pria kurus itu buru-buru menyangkal sambil tertawa terbahak-bahak.
“Oh? Kau zombie?” Suara itu muncul lagi, namun bukan dari earphone melainkan berasal dari persimpangan di sebelah selatan koridor.
Tak! Tak!
Bunyi tongkat yang mengetuk permukaan lantai berirama. Tang Ji yang bersandar pada tongkatnya perlahan muncul dari belokan tangga. Pandangannya menembus kerumunan zombie yang tidak terlalu rapat, tertuju pada pria kurus yang melotot dan perlahan menoleh ke arahnya.
Pakaian yang masih dikenakan Tang Ji sama seperti saat meninggalkan pangkalan bawah tanah sebelumnya. Bahu dan kakinya terkena berbagai kotoran, namun secara keseluruhan masih terlihat sebagai manusia, terutama dari kemerahan sehat di wajahnya yang membuktikan ia benar-benar manusia, bukan zombie.
Pria kurus itu segera mengarahkan pistolnya ke Tang Ji.
Tang Ji dengan wajah masam, pandangan samar menatapnya, membuka mulut bertanya: "Mengapa? Membenci manusia?"
"Manusia? Zombie? Hahaha, pergilah mati!" Pria kurus itu tertawa, tangan yang memegang senjata sedikit bergetar.
"Tembaklah!" Sudut bibir Tang Ji mengangkat membentuk senyum tipis, kepala miring sedikit, menantang.
"Kau pikir aku tak berani?" Pria kurus itu tertawa seperti neurotik, tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah, menekan pengunci pistol hingga magazen terlepas, matanya menatap tajam.
Kosong!
Tang Ji menyeringai sinis padanya.
"Sialan..." Pria itu mengumpat cepat, menoleh sekilas ke dalam kamar, tapi segera berhenti. Di sampingnya berdiri seekor zombie prajurit bersenjata yang masih membawa magazen.
Pria kurus menjulurkan tangan dengan cepat melepas magazen itu, menyelipkannya ke pistolnya. Modelnya sepadan, jadi tidak ada masalah. Ia mengisi peluru, kembali mengarahkan senjata ke Tang Ji.
Seluruh proses terdengar kompleks, namun sebenarnya terjadi dalam sekejap. Kecepatan gerakan pria kurus itu sepenuhnya memenuhi standar seorang penembak berpengalaman.
Tang Ji mengedipkan matanya perlahan, mengangkat kedua tangan sambil masih mencengkeram tongkat di kaki kanannya. Langkahnya terhuyung-huyung saat ia mundur selangkah.
"Mati kau!" Bibir pria kurus meregangkan senyuman dingin. Jarinya menekan pelatuk.
Braak!
Bukan suara tembakan. Nyala api berkilauan menyertai ledakan pistol di tangan pria kurus itu. Singkatnya... senjatanya meledak!
"Dasar orang bodoh! Sudah tahu kubobol masih berani pakai?" Tang Ji menurunkan tangannya perlahan, mengejek.
Pria kurus itu takjub memandangi tangan kanannya yang tersisa separuh akibat ledakan. Tangannya mengeluarkan darah merah terang, lukanya terlihat mengerikan. Namun ia tampak tak menyadari, kepalanya berputar perlahan sambil memindahkan pandangan ke Tang Ji, sorot matanya mulai dipenuhi amarah.
"Permainan selesai." Tang Ji menatap pria kurus itu berkata.
"Selesai? Manusia bodoh..." Pria kurus itu mengumpat, lalu berbalik kasar dan berlari menuju kamar tempatnya menyimpan bahan peledak serta senjata.
"Hei? Kau benar-benar orang bodoh?" Tang Ji berteriak keras.
Pria kurus itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Seperti yang dikatakan Tang Ji sebelumnya, semua barangnya telah dimodifikasi. Tindakannya berlari masuk sekarang memang sangat bodoh. Ia segera berbalik arah dan berlari ke sisi berlawanan, menuju koridor utara.
Tiba-tiba ia menyadari suatu masalah: Semua zombie dengan perlengkapan senjata api di sini tidak membawa senjata atau granat tangan - hanya magazen.
Pria kurus baru saja menerobos beberapa zombie dan berlari beberapa meter, tiba-tiba terdengar gemuruh. Tembok koridor tiga meter di depannya meledak dahsyat. Dentuman menggelegar, debu beterbangan di segala penjuru. Serpihan bangunan dan mayat zombie yang hancur berkeping-keping beterbangan ke sekeliling. Karena masih ada jarak tertentu dari titik ledakan dan terhalang banyak zombie, pria kurus tidak terkena hantaman langsung. Namun tetap terhempas gelombang energi dan serpihan zombie hingga menabrak beberapa zombie dan terjatuh di depan pintu kamar.
Tang Ji diam-diam menyimpan perangkat remote di tangannya. Tangan kiri dengan cepat menyembunyikan sesuatu ke dalam saku, tidak mengeluarkannya lagi.
"Kamu berdarah. Ikut aku kembali, aku bisa menyelamatkanmu." Kata Tang Ji sambil bersandar pada tongkatnya. Langkah demi langkah dia mendekati pria kurus dengan langkah terhuyung-huyung.
“Haha...hahaha...” Gelak tawa parau, tubuh pria kurus itu bergerak dengan gigih, perlahan bangkit dari tanah.
Tang Ji menghentikan langkahnya.
“Kau benar-benar yakin bisa menyelamatkanku?” Pria kurus itu berdiri dalam posisi miring, tatapan elangnya menembus Tang Ji, senyum lebar yang terdengar sakit masih melekat di wajahnya. Luka-luka baru menghiasi lengan dan pinggangnya, telapak tangan sudah membanjiri darah, namun ia seolah tak peduli. Dan pertanyaannya barusan, sepertinya bukan tentang lukanya.
“Kau pantang menyerah!” Tang Ji menatapnya, senyum tipis mengembang, entah benar-benar memuji atau... menyindir!
“Bagaimana kau tahu? Datang ke sini lebih dulu?” tanya pria kurus itu.
Pandangan Tang Ji menyapu permukaan tanah, lalu kembali menatap pria itu. Suaranya lembut: “Jejak sepatu. Kau bolak-balik di sini belasan kali, meninggalkan banyak jejak.”
“Oh, begitu? Jejak sepatu... Kakimu seolah tidak baik-baik saja?” Pria kurus menundukkan pandangan, mengarah ke kaki Tang Ji, ekspresinya menjadi mengerikan sambil bertanya dengan senyuman.
“Hmm? Lalu apa?” Tang Ji membalas bertanya dengan senyuman tipis.
“Akan ku bunuh kau!” Suara pria kurus menjadi berat. Begitu ucapannya habis, seluruh tubuhnya melesat maju dengan punggung membungkuk menyerang Tang Ji. Saat melewati zombie kedua, dengan gesit ia merampas pisau berburu dari tubuh zombie itu. Tangan kirinya mencengkeram erat pisau berburu, mengibaskannya ke arah Tang Ji untuk menebas.
Kecepatannya luar biasa, sulit dipercaya ini adalah kecepatan yang ditunjukkan oleh orang yang menderita luka parah.
Pergelangan tangan Tang Ji yang mencengkeram tongkat berputar cepat. Ia menancapkan tongkat ke tanah dan memutarnya dengan kuat. Kedua kakinya tetap kokoh di tempat sementara tangannya membalikkan posisi, menciptakan kilatan golok yang menyala-nyala.
Pria kurus itu tubuhnya langsung terhenti, pupilnya mengkerut keras. Matanya sedikit juling menatapi ujung golok yang nyaris menusuk wajahnya. Ia menelan ludah dengan gugup, tubuhnya kaku membeku. Hanya selisih sedikit—baru saja nyaris—kepalanya akan tertusuk golok itu.
Tang Ji menekuk lengan dengan stabil, memanggul golok panjang yang memancarkan sorot dingin. Sekarang, cukup dengan meluruskan lengannya—bilah itu akan menusuk kepala pria kurus. Tapi ia tak melakukannya. Alih-alih, ia menoleh tajam mengamati ekspresi wajah pria itu, keningnya berkerut rapat. Dengan suara terukur ia bertanya: "Kau... benar-benar bukan manusia?"
Kini Tang Ji mulai curiga. Tubuh pria kurus itu kurus bak orang sakit parah, tapi tak pernah sekalipun berteriak kesakitan meski terluka. Ia tampak tak peduli pada lukanya, bahkan masih punya tenaga menyerang Tang Ji meski kehilangan banyak darah. Yang terpenting—ia sangat menjaga kepalanya!
Kepala adalah titik vital zombie. Alasan zombie tak peduli karena tak punya kecerdasan cukup, sedangkan pria ini jelas memilikinya. Dia tak peduli luka di badannya, tapi sangat menjaga kepalanya. Dia mirip seperti zombie yang memiliki kecerdasan manusia biasa.
"Manusia? Hahaha... Dulu pernah, masih boleh dihitung?"
