Di hutan Pulau Purgatory, sepasang remaja sedang berjalan-jalan.
Pemandangan indah di sekeliling diselingi tawa riang sang gadis, tapi tiba-tiba bibirnya menyungut sambil menangkup pinggang:
"Hughie, kau melamun lagi! Aku perintahkan kau menemani mainku dengan baik!"
"Oh, maafkan hamba, Paduka Putri."
“Aku sudah bilang kamu harus memanggilku Avi, tapi kamu malah menyebutku Paduka Putri lagi!” Avi protes dengan keras.
“Oh, jika aku memanggilmu Avi, maka kamu tidak bisa berbicara dengan nada seperti tadi, Paduka Putri. Teman tidak menggunakan kalimat perintah.”
Mata Avi membelalak, tapi setelah berpikir sebentar, dia menurunkan tinjunya dan menggandeng tangan Gong Hao:
“Baiklah Hughie, selalu saja kamu yang benar meskipun aku tidak terima. Tapi sebagai satu-satunya temanku, kuharap kamu bisa lebih serius dan fokus, bukan terus memikirkan sihir dan alkimia menyebalkan itu.”
“Kamu orang pertama yang bilang sihir dan alkimia menyebalkan,” Gong Hao tertawa. Avi senang dia tidak lagi menggunakan sapaan formal "Paduka".
Dia bertanya: “Hughie, apa Klos sudah mengajarimu sesuatu kemarin?”
“Iya, dia sangat membantu. Dia menjelaskan banyak hal yang sebelumnya tidak kupahami, dan mengajariku mantra dari beberapa buku sihir. Mantra-mantra itu rumit sekali bahasanya, harus kuhafal dan kuasai betul sebelum bisa digunakan.”
“Lelah ya?”
“Ya, sangat lelah.” Gong Hao menjawab dengan jujur. Semalam demi menguasai empat mantra dasar elemen angin dengan cepat, dia menghabiskan semalaman mempelajari metode pelantunan mantra sihir dan akhirnya berhasil menghafalnya.
Avi menghela napas: “Aku benar-benar tak mengerti mengapa pria selalu hidup begitu melelahkan. Kalian terus menyibukkan diri tanpa pernah belajar menikmati keindahan hidup.” Gadis kecil itu tetap berbicara dengan gaya sok dewasa, mungkin dia mendengar ucapan ini dari para wanita yang tertekan di dalam kamar.
“Kurasa ketika dewa menciptakan manusia, pertama-tama mereka membuat wanita sesuai standar kesempurnaan. Mereka cantik, menggemaskan, lembut, dan penuh pesona. Tapi dewa menemukan kekurangan besar - mereka menolak bekerja demi menjaga kecantikan. Marah, dewa pun menciptakan manusia baru: pria. Mereka rajin, sederhana, berani, dan penuh kebijaksanaan. Inilah mengapa pria selalu hidup lelah.”
Ucapan Gong Hao penuh nada bercanda, mata Putri kecil membelalak:
“Berani-beraninya kau bilang pria lebih sempurna dari wanita?”
“Bukankah memang begitu?” Gong Hao tersenyum menatapnya.
“Putri kecil kembali menyilangkan tangan di pinggang: “Tentu saja tidak. Dewa pasti menciptakan pria terlebih dahulu. Kemudian Dia menemukan para pria ini jelek, kotor, biadab, dan tidak sopan. Dewa ingin menciptakan manusia yang lebih sempurna, maka Dia menciptakan wanita. Wanitalah yang membuat dunia ini lebih indah, kaya, dan berwarna! Wanita mengajari pria tentang sopan santun, kelapangan dada, kemurahan hati, belas kasih dan kepedulian! Jadi dewa memang menciptakan pria dulu baru kemudian wanita!”
Ekspresi Gong Hao serius: “Sepertinya ada perbedaan pendapat besar antara kita!”
Putri kecil juga bersikap tegas: “Sebagai putri, aku menuntutmu menerima pendapatku.”
“Mau menggunakan status putrimu lagi untuk memaksaku?”
Putri kecil mengangkat kepala tinggi-tinggi: “Dalam masalah ini, aku tidak akan kompromi.”
Keduanya saling memandang, tiba-tiba tertawa bersama. Gong Hao berkata: “Baiklah, Avi, aku akui. Wanita adalah versi sempurna dari pria.”
Putri kecil berpikir sejenak lalu berkata: “Bisa juga dewa menciptakan wanita dulu, lalu menyadari wanita butuh perlindungan, jadi menciptakan pria. Tujuan dewa agar pria melindungi wanita.”
“Benar, sangat mungkin. Bukan berarti yang tercipta belakangan lebih baik.” Gong Hao tersenyum.
Putri kecil perlahan mendekatkan tubuhnya ke pelukan Gong Hao: “Kalau begitu Hughie, apakah kau akan melindungiku?”
“Tentu, Paduka Putri.” Jantung Gong Hao berdebar kencang. Ia merasakan kehangatan tubuh yang memancarkan daya tarik mematikan dalam pelukannya.
“Akan datang menyelamatkanku saat aku dalam bahaya? Menjadi ksatria penjagaku, melindungiku dari angin dan hujan seperti pahlawan sejati?”
“……Siap.”
“Tidak akan pernah meninggalkanku? Tidak menyakitiku? Tidak membuatku sedih?”
Gong Hao terdiam.
Dia memandang Avi yang sedang berbaring sepenuhnya dalam pelukannya, kedua matanya terpejam perlahan, menanti jawabannya.
Mata gadis itu sungguh indah, bagai bintang gemintang di langit. Saat terpejam, bulu matanya yang panjang masih bergetar halus, mengisyaratkan kegelisahan dalam hatinya.
Gong Hao menelan ludah: "Siap, Avi. Aku akan selalu menjagamu, tidak menyakitimu, tidak membuatmu sedih."
Tubuh Avi semakin merapat dalam dekapan Gong Hao.
Keduanya tak lagi berbicara.
Saat ini, keheningan justru lebih bermakna dari ribuan kata.
Tiba-tiba, suara lengkingan panjang menerobos dunia sunyi mereka.
Segumpal awan api turun berputar dari langit, mendarap di dekat pasangan remaja ini.
"Burung cinta!" Avi membuka mata dan melihat burung api yang menyala-nyala: "Kau Merah atau Hijau?" teriaknya.
"Merah," jawab Gong Hao: "Hari ini adalah hari kebebasannya."
Sambil melangkah mendekat, dia berkata: "Hei Merah, kenapa kau mencari kami? Kau tidak seperti burung usil yang suka mengganggu momen orang lain."
“Hughie!” Wajah Avi memerah.
Merah mendongak ke langit dan mengeluarkan beberapa kali panggilan bernada tinggi mendesak, lalu mendorong Avi dengan paruhnya yang panjang sekuat tenaga.
Wajah Gong Hao sedikit berubah pucat.
“Ada apa terjadi? Hughie.”
“Suara Merah terdengar sangat panik, sepertinya dia ingin kita segera meninggalkan tempat ini.” Gong Hao tahu Merah tak mungkin mengusir mereka tanpa alasan dari hutan, dia buru-buru bertanya: “Apa ada sesuatu yang terjadi di hutan? Merah.”
Merah kembali mengeluarkan panggilan panjang beberapa kali, terus-menerus mendorong Avi dengan sayapnya, seolah mendesak agar dia segera pergi.
Gong Hao menyadari keadaan darurat, segera menarik tangan Avi: “Cepat pergi, pasti ada monster magis mengerikan yang mendekat.”
“Bukankah semua monster magis sudah berada di bawah kendali kastil?” Avi terkejut.
“Itu tidak mungkin.” Gong Hao menarik Avi berlari: “Monster yang bisa membuat burung api yang menyala-nyala mendesak kita lari, pasti sangat sulit ditaklukkan. Dulu bahkan Lancelot tidak berani memasuki area terdalam di zona tengah. Katanya di sana ada monster magis yang benar-benar mengerikan dan sangat kuat, bahkan samurai tingkat tinggi pun tak bisa mengalahkannya. Sepertinya Merah mengira kau akan menghadapi bahaya! Aneh, maksudnya seolah-olah kau yang dalam bahaya bukan aku...”
“Ya, Tuhan!”
Dua orang berlari secepat kilat, saat hampir tiba di kastil, Gong Hao tiba-tiba berhenti.
"Ada apa, Hughie?"
"Pantas mati, Lancelot! Dia masih di hutan!" teriak Gong Hao.
Dia berteriak ke Avi: "Cepat kembali ke kastil, ada barrier yang dijaga di sana, monster magis sekuat apapun tak bisa masuk. Merah, bantu jaga Avi!"
Merah berputar-putar di udara, mendengus keras ke langit.
Gong Hao langsung berlari menuju hutan.
"Kembali, Hughie! Kau knight penjagaku, kau janji tak akan pernah meninggalkanku. Kau harus melindungiku!" teriak Avi.
Gong Hao berbalik tajam: "Ya, Avi, aku akan menjagamu, tapi aku perlu kau pahami satu hal."
"Apa?" Avi membelalakkan matanya.
Gong Hao berteriak: "Makna sejati persahabatan! Bukan hanya bersenang-senang bersama, tapi juga saling berkorban. Lancelot adalah temanku, mungkin satu-satunya temanku terakhir di pulau ini. Aku tak peduli apa yang dia pikir, tapi ini pandanganku. Jadi aku harus mencarinya, mungkin dia terluka dan membutuhkanku!"
"Lalu bagaimana denganku?"
"Kau aman, kita sudah keluar dari hutan. Terus jalan lurus saja sampai kastil."
"Tapi kau tak bisa meninggalkanku sendirian!"
“Avi！”Gong Hao berteriak keras: “Kamu harus dewasa! Meskipun kamu putri, kamu harus belajar menghargai keputusan orang lain!”
“Menghargai?”
“Ya, belajar menghargai. Itu syarat minimal untuk teman. Menghargai teman. Jika kamu hanya butuh pengawal, semua pelayan, Bushido dan penyihir di kastil itu adalah pengawalmu. Mereka tak butuh penghargaanmu. Tapi aku berbeda. Jika kamu ingin aku menjadi temanmu, belajarlah menghargai keputusanku.”
Avi menatap kosong ke arah Gong Hao yang langsung berlari ke dalam hutan tanpa menoleh.
Ini pertama kalinya dalam hidup Avi dibuang begitu kejam. Dia tak kuasa menahan tangis histeris:
“Tidak, Hughie! Kamu bajingan! Aku bersumpah tak akan pernah merindukanmu lagi! Aku bersumpah!”
Dia lari tersedu-sedu kembali ke kastil.
Semakin dalam Gong Hao masuk ke hutan, semakin kuat energi dahsyat yang terpancar dari pusat hutan.
Benar, ada monster magis luar biasa kuat di sini. Bahkan tak terlihat burung atau serangga di sekitarnya.
Selama setahun di sini, Gong Hao hanya mendengar dari Lancelot: Di hutan ini ada monster magis tingkat dewa yang hampir selalu tertidur, jarang terbangun.
“Lancelot!” teriak Gong Hao: “Kamu di mana?”
Tak ada yang menjawab.
Gong Hao semakin panik.
Dia segera menahan napas dan memusatkan konsentrasi, membangun resonansi dengan unsur angin di sekitarnya.
"Wahai peri angin yang mahakuasa, izinkan aku merasakan kehadiranmu, merasakan pancaran cahayamu... Sihir Angin!" Serangkaian mantra sihir yang kaku keluar dari mulut Gong Hao.
Sejenak kemudian, unsur angin di sekelilingnya dengan cepat berkumpul, membentuk pusaran angin kecil di sekitar tubuhnya.
Angin membawa aura dari kejauhan. Gong Hao merasakan raungan-raungan dari kedalaman hutan, langkah-langkah raksasa yang menginjak tanah bagai gempa, menciptakan riak di permukaan tanah.
Membuka mata, Gong Hao berlari menuju arah datangnya aura tersebut.
Pusaran angin yang berdesir membungkus Gong Hao dalam pusaran kecil itu, membuat seluruh tubuhnya terasa ringan. Inilah efek dari Sihir Angin. Gong Hao menggerakkan Aura Pertarungan, melesat dengan kecepatan penuh seperti anak panah yang menembus hutan.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, ketika kekuatan sihir dan Aura Pertarungan digabungkan, efeknya begitu menakjubkan. Sihir Angin mengurangi bobot tubuhnya, sementara Aura Pertarungan memberikan daya dorong ekstra, meningkatkan kecepatannya beberapa kali lipat.
Meski hanya seorang Bushido Level dua biasa dan magang sihir awam, kombinasi keduanya menghasilkan efek yang luar biasa.
"Tapi Gong Hao saat ini tidak punya mood untuk meneliti pemanfaatan bersama keduanya, dia hanya ingin cepat menemukan Lancelot."
Di kedalaman hutan, sudah terlihat samar jejaring energi pedang yang saling bertautan, disertai raungan menggelegar bagai guntur.
Seiring Gong Hao terus menyusuri lebih dalam, dia bisa merasakan jelas adanya pertempuran sengit yang sedang terjadi di sana.
"Wahai peri angin, dengarlah panggilanku!" Gong Hao berteriak kencang.
Elemen angin di udara mulai berkondensasi dengan cepat.
Gong Hao mengarahkan jarinya, serangkaian mantra terucap dari mulutnya—persis teknik kondensasi elemen yang kemarin dipelajarinya dari buku pemberian Crosthwait. Mantra ini tidak menghasilkan efek sihir kuat yang spesifik, tapi bisa memberikan perintah dasar kepada elemen sejenis untuk merespons panggilan. Biasanya teknik ini digunakan penyihir angin untuk meningkatkan kepadatan elemen sekitar guna memperkuat efek meditasi. Tak disangka, di tangan Gong Hao justru menghasilkan fungsi berbeda.
Sesaat kemudian, kabut di udara tiba-tiba mengental. Di bawah pengaruh elemen angin, Gong Hao justru membuat kabut itu semakin pekat alih-alih menghilang.
Kabut yang kian tebal nyaris sepenuhnya menutupi sinar matahari, membuat hutan yang sudah gelap dan menyeramkan semakin sukar diliat dan bertambah kelam.
"Lancelot, cepat keluar!" teriak Gong Hao. Angin membawa suaranya hingga jauh.
Gong Hao mendengar jelas raungan menggeram yang garang, kemudian dalam kilatan pedang, sesosok bayangan melesat keluar dari kedalaman hutan. Saat tiba di samping Gong Hao, dia langsung meraiknya dan berlari menuju kastil.
Ternyata Lancelot. Tubuhnya sudah berlumuran darah, zirahnya compang-camping, bahkan pedang panjang sihirnya pun kehilangan kilau biasanya.
Di wajahnya terdapat luka mengerak berdarah yang tampak sangat menyeramkan.
Tapi Lancelot masih bisa tertawa terbahak-bahak.
Dia berseru keras: "Aku berhasil! Aku berhasil! Sialan! Sekarang aku sudah jadi Bushido Bintang!"
Teriakan ini menggema ke seluruh penjuru, memicu raungan kemarahan yang semakin dahsyat dari belakang.
Bushido Bintang?
Itu level tertinggi di bawah wilayah suci!
Apakah dalam pertarungannya dengan monster magis tak dikenal tadi, dia benar-benar berhasil mencapai tingkat Bushido Bintang?
Lalu Lancelot menatap Gong Hao: "Hughie Glare, Anda memang hebat. Mantra yang Anda gunakan tadi sangat tepat waktunya, kalau tidak aku tidak bisa kabur dengan mudah. Anda menyelamatkanku, terima kasih."
Jadi benarkah aku berhasil menyelamatkan Lancelot? Baguslah. Gong Hao menghela napas lega.
Tapi sebenarnya makhluk apa di kedalaman hutan itu, sampai bisa membuat seorang Bushido Bintang kabur terbirit-birit?
Seolah memahami kebingungan dalam hati Gong Hao, Lancelot menjawab dengan suara serak: "Itu adalah seekor naga. Naga kegelapan dari jurang neraka yang paling dalam. Makhluk tingkat tertinggi yang melebihi level dua belas, dengan sayap terpotong sehingga tak bisa terbang lagi, terkurung di area tengah..."
