Di depan formasi teleportasi Tanah Rahmat Dewa, siluet Hughie tiba-tiba muncul.
Harry berteriak: "Hei, akhirnya kau keluar! Aku hampir mengira kau akan terjebak di tempat itu selamanya!"
Hughie menggendong Xu mendekat: "Semoga kalian tidak terlalu gelisah menunggu, tempat itu sangat luas, aku butuh waktu lama untuk menemukan yang kucari."
Barulah dia menceritakan peristiwa-peristiwa dalam catatan Kuil satu per satu kepada Yi Yi.
Ketika menyebutkan Basghet memimpin Legiun Kematian membantai Benua Barat, Harry dan Camela saling memandang bingung. Ini pertama kali mereka mendengar ancaman Dunia Iblis yang langsung dan masif - satu benua musnah sepenuhnya hanya dengan satu gerakan.
"Basghet tidak mati. Saat Kuil bersama semua penyihir meluncurkan mantra terlarang terakhir, dia mencoba menggunakan kekuatan pribadi untuk membuka saluran ruang dimensi kembali ke Jurang menghindari bencana. Tapi Kuil menghentikan tindakannya tepat waktu, meski tidak sepenuhnya. Basghet terjebak di celah dimensi antara dua alam, lolos dari pembersihan akhir tapi terjebak tak bisa kemana-mana. Menurut pesan terakhir, cepat atau lambat Basghet akan keluar dari kesulitan ini, dan itu akan menjadi malapetaka bagi seluruh umat manusia."
Hughie tidak menyebutkan masalah warisan, hanya menggunakan pesan terakhir untuk menjelaskan semuanya.
"Maksudmu kekuatan Basghet sudah melampaui Wilayah Suci?"
"Aku tidak tahu. Semua yang pernah melihat kekuatannya telah meninggal," jawab Hughie. "Mungkin saat dia muncul kembali, kita akan tahu."
"Aku lebih baik tidak pernah tahu jawabannya seumur hidup," gumam Harry. "Aku tidak ingin bertemu keberadaan mengerikan seperti itu di masa hidupku."
“Sudahlah jangan bahas topik ini lagi, itu membuat bulu kudukku merinding. Karena Mentor sudah kembali, mungkin inilah saatnya berpisah.” Udick berkata: “Aku akan ikut Mentor, lalu kalian Harry bagaimana?”
Harigneous dan Camela saling memandang, perasaan bingung dan ragu-ragu muncul bersamaan di hati mereka.
Eksplorasi ke Benua Barat telah berakhir, tim monster magis Harigneous menderita kerugian besar, sekarang juga tidak mungkin membawa pulang Badak Baja. Lalu ke mana mereka harus pergi sekarang?
Camela mengangkat pandangan ke arah Hughie.
“Hughie Glare, kudengar Bushido Hitam dulunya adalah Bushido Langit Kristen Bolan?”
Hughie mengangguk.
“Bukankah kedua kakinya sudah dibabat?”
“Ditambah satu lengan.” Jawab Hughie.
“Kau bisa menumbuhkan kembali anggota tubuh yang hilang?” Cahaya harapan besar terpancar dari mata Camela.
“Itu membutuhkan pengorbanan yang cukup.”
“Pengorbanan seperti apa.”
“Seperti yang kau lihat, menjadi makhluk seperti Bushido Hitam membuatnya kehilangan banyak hal, termasuk perasaan manusia, kemampuan berbahasa, dll. Kecuali insting bertarung dan ketaatan mutlak padaku, hampir tidak ada lagi, bagaikan boneka magis.”
“Aku tidak berniat menjadi seperti dia, juga tidak butuh kekuatan sehebat itu, tapi aku butuh satu lengan. Dan wajahku, aku tahu wajahku tidak cantik, tapi bukan berarti aku bisa menerima penampilanku sekarang.” Camela membelai lembut bekas luka mengerikan di pipinya: “Aku butuh bantuanmu, Hughie Glare.”
Setelah merenung sejenak, Hughie menggelengkan kepala: "Kita adalah teman, Camela, aku memang ingin membantumu. Tapi aku bukan orang baik yang tak berprinsip, mudah iba, dan bermurah hati sampai rela mengorbankan diri sendiri untuk menolong orang lain. Dalam situasi yang memungkinkan, tanpa mengorbankan keuntungan besar pribadiku, aku bisa membantumu. Tapi bahkan sekedar menumbuhkan kembali satu lengan pun bukan hal yang mudah. Untuk menciptakan Bushido Hitam, hartaku yang terkuras cukup untuk membeli sebuah kota. Jadi meski hanya sepersepuluh harga satu lengan, Anda tetap tak mampu membayarnya. Aku minta maaf..."
"Aku bisa mengikuti Anda, seperti Bushido Hitam. Investasi Anda sebesar apa, imbalannya akan sepadan!" kata Camela dengan tekad baja.
"Camela!" teriak Harry.
"Maaf, Harry, aku tak punya pilihan. Atau sebenarnya Hughie Glare sendiri adalah pilihan yang cukup baik."
"Ini..." Hughie tampak ragu-ragu.
Camela segera menyambut: "Aku tahu kau punya beberapa anak buah andalan. Mereka kuat, bahkan Singa Raja Haley dan Enam Raja Langit adalah bawahamu. Tapi kau tak bisa menyangkal, mereka sulit dikendalikan. Hampir semua anak buahmu adalah preman, playboy, bajingan. Alasan mereka mau menurutimu karena kau lebih kuat dan pernah menyelamatkan mereka. Tapi kau juga tak bisa menyangkal, hanya mengandalkan intimidasi tak cukup untuk membuat mereka patuh sepenuhnya. Jika komposisi anak buahmu terlalu homogen, itu bisa menimbulkan masalah yang tidak perlu. Kau butuh pasukan yang bisa dipercaya, yang mau bekerja untukmu tanpa iming-iming uang atau ancaman kekerasan. Mungkin tidak sekuat mereka, tapi setidaknya... bukan sekadar gerombolan preman biasa."
Hughie menatap Camela dengan sorot mata sarkastik: "Kau pikir bisa menjadi penyeimbang bagi mereka? Pemimpin kekuatan alternatif dalam timku? Penjaga keseimbangan kekuatan?"
Camela mendongakkan lehernya: "Aku tahu kau bisa memberiku kekuatan, dan seperti apa diriku ini, kau harus lebih paham daripada diriku sendiri. Kami pemburu monster magis selalu jelas dalam urusan balas budi."
Hughie mengangguk: "Benar. Meski saat ini kau masih lemah, tapi aku punya cukup cara untuk membuatmu kuat. Baiklah... aku akan pertimbangkan untuk menerimamu ke dalam tim. Tapi sejak saat kau bergabung, Camela, kau bukan lagi temanku. Kau adalah bawahanku yang harus mematuhi perintahku tanpa syarat. Aku pun tak akan memperlakukanmu seperti dulu. Pengorbananku untukmu harus kau balas dengan kehidupan dan kebebasanmu."
“Itu hasil yang tak terelakkan.” Camela menjawab.
“Kalau begitu... Selamat bergabung dengan Jiwa Balas Dendam, Camela.” Hughie akhirnya mengirimkan undangan resmi kepada Camela.
Camela bergabung dengan Jiwa Balas Dendam Hughie. Udick sebagai magang sihir Hughie, secara alami juga harus mengikutinya. Dari tiga orang yang hadir, kecuali Harry, semuanya menjadi anak buah Hughie. Hal ini cukup mengejutkan, tapi juga tidak sepenuhnya tak terduga.
Setelah menerima Camela, Hughie menatap Harry.
“Bagaimana denganmu, Harry? Berencana terus menjadi pemburu monster magis sendirian? Atau ikut denganku?”
Harry merenung sejenak, lalu berkata pada Hughie: “Aku minta maaf. Meski kau pernah menyelamatkan nyawaku, tapi aku adalah bagian dari tanah ini. Aku masih ingin mempertahankan hidup bebas merdeka. Hughie Glare, aku menghargai pertemuan kita. Justru karena itulah, aku ingin menjaga persahabatan ini.”
“Aku bisa mengerti.”
Harry membungkuk hormat pada Hughie: “Kau bisa tenang. Tentang semua yang terjadi di sini, tak satu katapun akan ku bocorkan. Atas nama integritasku dan Ibu Agung.”
Harry sangat paham apa yang harus dilakukan. Setelah menunjukkan kesungguhannya, ia berbalik dan pergi.
“Hei, Harry.” Hughie tiba-tiba memanggil Harry.
“Ada hal lain?” tanya Harry tanpa menengok.
“Ini untukmu, sebagian dijual untuk ganti rugi keluarga Dalimore, sebagian digunakan sendiri, dan sebagian lagi... sebagai santunan bagi keluarga korban.” Hughie melemparkan kantong kecil berisi obat-obatan alkimia dan peralatan alkemi, banyak di antaranya merupakan peralatan alkemi yang kuat dan bernilai tinggi.
“Terima kasih.” Pria itu tanpa basa-basi langsung menerima dan pergi.
Memandang punggung pria itu, Hughie menghela nafas.
Hughie sangat memahami apa yang ada dalam pikirannya.
Sebagai pemburu monster magis, mereka memuja kebebasan. Untuk kehidupan bebas dan indah, mereka berani menjelajahi hutan mengerikan dan bertarung melawan monster. Kematian adalah takdir yang tak terhindarkan, yang membedakan hanyalah kapan mereka mati. Di perburuan pertama atau perburuan keseratus.
Satu-satunya perbedaan adalah berapa lama mereka bisa menikmati hidup sebelum ajal menjemput.
“Semoga dia beruntung. Mari kita pergi.”
“Ayah.” Xu tiba-tiba berseru.
“Ada apa lagi?”
“Aku... ingin berpisah sebentar darimu.” Xu menundukkan kepala.
“Apa katamu?” Hughie terkejut.
“Xu berkata dengan serius: ”Ayah, aku sudah memikirkannya. Aku harus belajar menghadapi kesulitan sendiri, hanya begitu aku bisa tumbuh dan memiliki keberanian sejati. Suku naga kita sejak kecil harus melewati ujian bertahan hidup, hanya melalui proses seleksi alam yang paling kejam di alam ini kita bisa menempa kekuatan sejati. Bersama Ayah, aku kehilangan kesempatan merasakan hujan dan angin. Kupikir bukan itu alasan Ibu mempercayakanku pada Ayah. Dunia ini bukan jurang, lingkungan hidup di sini jauh lebih baik daripada jurang. Jika di lingkungan seperti ini aku masih tak bisa menghadapi kesulitan kecil, bagaimana mungkin di masa depan berani menantang Tuhan Jurang?””
”Kau ingin meninggalkanku, menghadapi tantangan sendirian?””
”Ya Ayah, bukankah Ayah pernah berkata, anak yang selalu dilindungi di bawah sayap ayah takkan pernah dewasa?””
Hughie terdiam.
Dia tahu Xu benar. Di dunia jurang, setiap makhluk sejak lahir harus menghadapi berbagai entitas kuat, bertahan di lingkungan mengerikan, memperebutkan sumber daya terbatas. Mungkin itu membuat populasi mereka langka, tapi juga membuat mereka sangat perkasa. Di sini, Xu kekurangan lingkungan seperti itu untuk mengasahnya.
Dia membutuhkan latihan lebih keras, sesuatu yang tak pernah Hughie berikan.
Dia memperlakukan Xu seperti anak sendiri. Siapa yang rela melihat anaknya menghadapi risiko?
Tapi membiarkan Xu pergi sendirian...
“Tenanglah Ayah, aku tidak akan kenapa-kenapa. Aku akan tinggal sementara waktu di Tanah Rahmat Dewa. Aku akan mengalahkan setiap keberadaan yang berani merendahkan wibawa klan naga magisku, entah itu monster magis level berapa, semuanya akan kusuruh tunduk di bawah kakiku.”
“Kau benar-benar sudah dewasa.” Hughie tersenyum.
“Kalau begitu Ayah menyetujui permintaanku?”
“Tentu, seorang anak perlu mandiri, mana mungkin ayah menghalanginya? Pergilah Xu, lakukan apa yang kau inginkan. Suatu hari nanti, kau akan membuat dunia ini terbelalak.” Hughie mengulurkan kristal komunikasi ke dada Xu: “Bawa ini, beri tahu saat kau membutuhkanku, aku akan datang secepatnya.”
“Selamanya bersamamu, Xu.”
Kepergian Xu membuat Hughie sedikit sedih.
Setelah melewati begitu banyak hari bersama, tiba-tiba anaknya harus merantau sendiri, ayah mana pun pasti akan merasa pilu.
Mungkin melihat kesedihan di hati Hughie, Udick dan Camela serentak memilih terdiam.
Setelah lama, Hughie menghela napas panjang: “Aku sudah lebih baik.”
Orang yang bisa melakukan hal besar selalu mampu mengendalikan emosinya dengan baik.
Selanjutnya, Hughie segera merancang rencana berikutnya.
Program latihan di Tanah Rahmat Dewa sampai di sini sudah cukup. Masih ada jalan panjang untuk menjadi Bushido tingkat tinggi, mustahil tercapai dalam waktu singkat. Prioritas selanjutnya adalah menghadapi ancaman dari Menara Okultisme dan Gereja Roh Suci.
“Jika sebelumnya Hughie menghadapi ancaman seperti ini, mungkin dia akan menggunakan metode seperti saat menghadapi Kekaisaran Lans - menghilangkan segala ancaman secara halus melalui berbagai cara. Tapi kali ini, dia mengubah rencananya.”
“Udick, Camela, ada urusan yang harus kutangani lebih dulu. Tidak bisa membawa kalian. Tapi akan kuserahkan Bushido Hitam untuk mengawal. Kalian pasti bisa segera keluar dari hutan ini. Setiba di Wenlington, carilah tempat tinggal dan jaga baik-baik ini,” sambil menunjuk lebah pengintai, “Aku akan menemui kalian.”
Meletakkan seekor lebah pengintai di tangan Udick, Hughie membentangkan sayapnya dan melesat ke angkasa menuju Wenlington.
Saat senja tiba, Hughie akhirnya mencapai Wenlington.
Mengepakkan sayapnya, dia mendarat di sebuah jalan setapak.
Tanpa terburu-buru kembali ke Kastil Kabut Tersembunyi, Hughie berkeliling di sekitar jalanan.
Tidak jauh dari situ, terlihat penginapan tempat Violet Dance Troupe menginap.
Hughie berjalan menuju arah penginapan tersebut.
Lampu-lampu di penginapan masih menyala terang.
Dari luar bahkan terdengar suara tawa dan canda gadis-gadis.
Dari gerbong kuda dan kualitas penginapan, terlihat kehidupan mereka sudah jauh membaik.
Dengan lincah Hughie melompat ke dalam penginapan, menyusuri dinding hingga sampai di jendela sebuah kamar.
Seorang gadis sedang membaca di dalam, tapi bukan wajah yang dikenalnya - mungkin anggota baru kelompok hiburan itu.
Setelah melirik sekilas, Hughie segera pergi.
Penginapan tidak terlalu besar, setelah melewati beberapa area, Hughie tiba di sebuah pekarangan kecil yang sepi.
Di halaman tumbuh tulip dan bunga ungu besar yang sedang mekar subur, memancarkan aroma memikat.
Hughie berhati-hati melewati hamparan bunga hingga sampai di kaki tembok.
Melalui celah jendela, dia bisa melihat Daisy di ruang dalam sedang menjahit, tampaknya dia sedang menyulam sapu tangan.
Lante berlari dari ruangan lain dan memeluk pinggang Daisy dari belakang: "Sayangku, temani aku bicara dong, aku bosan sampai mau mati."
Daisy menepuk lembut Lante: "Jangan nakal, aku sedang mengerjakan tugas."
Tangan Lante mengikuti lekuk pinggang ramping Daisy: "Pinggangmu benar-benar lentik, kadang aku berharap jadi pria lalu menikmati kelembutanmu sepuasnya."
Pipi Daisy memerah, dia mendorong tangan nakal Lante: "Diamlah kau, rubah kecil jalang."
Lante tertawa terkekeh-kekeh sambil berlari pergi.
Dia tampak sangat bosan, mengambil boneka beruang kain di tepi tempat tidur dan bergumam: "Oh Hughie... Hughie..., Daisy tak mau menemaniku, hanya kau yang bisa menemaniku sekarang."
Dengan cermat dia mengenakan pakaian pada boneka beruang itu, lalu membaringkannya di bawah selimut, menyangga kepalanya di bantal. Dia sendiri berbaring di sampingnya, menyangga lehernya dengan satu lengan, menatap boneka itu dengan tatapan penuh kerinduan.
"Pemandangan ini tertangkap oleh mata Hughie, membuatnya tertegun sejenak."
"Tampaknya baik Daisy maupun Lante, mereka tak pernah melupakan diri sendiri."
"Aku penasaran, bagaimana kabar Clarice?"
"Baru saja memikirkan Clarice, suaranya sudah terdengar dari luar kompleks:"
"'Berjalan seharian, lelah sekali. Jier, ada kejadian apa selama aku pergi? Apakah gadis-gadis membuat masalah?'"
"Suaranya mendahului kehadirannya, tampaknya Clarice masih sama gesitnya seperti angin, Hughie tersenyum."
"Dia cepat-cepat bersembunyi di sudut kompleks, persis melihat Clarice bergegas masuk ke vila, di belakangnya mengikuti seorang pemuda yang tampaknya asistennya."
"Clarice mengenakan gaun bangsawan mewah, rok lebar yang menjuntai hingga tanah, tangan memegang kipas kecil, anting mutiara indah bergantung di telinga - tampak sangat memesona."
"Seorang pemuda yang mengikutinya masuk ke kompleks melapor: 'Ilze mengirim undangan, berharap kita bisa tampil di vila pedesaannya untuk merayakan pernikahan putrinya. Dia bersedia membayar 240 Koin Emas Viter untuk satu pertunjukan.'"
"'Tolak saja. Beri tahu mereka harga itu tidak pantas,' Clarice duduk di bangku batu di kompleks dengan sikap angkuh."
"Masih ingat saat pertama kali kelompok hiburan kami tampil di desa kecil pinggir jalan, satu pertunjukan hanya bisa menghasilkan sekitar sepuluh Koin Emas Viter. Bagi kami, itu sudah harga yang lumayan. Tapi sekarang, bayaran 240 Koin Emas Viter per pertunjukan menurut Clarice sudah tidak pantas lagi."
Pemuda itu ragu sejenak, lalu berkata hati-hati: "Ketua rombongan, Anda sudah menolak beberapa undangan."
Clarice berbalik: "Lalu kenapa? Jer, kita akan segera tampil di Teater Kerajaan. Di hari ulang tahun Yang Mulia, Kaisar mungkin datang sendiri. Kau tahu artinya kan? Berpentas di hadapan Kaisar, itu lebih berharga dari pertunjukan mana pun! Sebelum hari itu, kecuali bayarannya pantas, jangan harap bisa menyita energi kami. Aku tidak mau pertunjukan penting ini rusak karena persiapan yang setengah-setengah! Ini bukan cuma soal uang, tapi juga reputasi!"
"Anda benar, Tuan Komandan. Tapi beberapa undangan bangsawan sulit kita tolak."
"Jer, aku tahu benar kelakuan para bangsawan itu. Mereka tidak tertarik pada seni, tapi ingin memperkosa gadis-gadis kami! Kelompok hiburanku hanya mau tampil di teater resmi, bukan jadi penghibur pribadi di vila-vila mereka. Para tokoh penting itu lebih suka melihat kami telanjang di ranjang mereka daripada menikmati pertunjukan!"
“Anda benar, Tuan Komandan. Jika demikian, ada satu undangan yang bisa Anda terima dengan tenang.”
“Siapa yang mengundang?” tanya Clarice.
Jier mengeluarkan undangan berlapis emas: “Asosiasi Penyihir mengirimkan undangan, berharap Anda bisa membawa beberapa gadis ke Menara Okultisme untuk melakukan pertunjukan.”
“Asosiasi Penyihir? Para orang tua yang hanya tahu mengubur diri dalam penelitian sihir itu mau menonton pertunjukan tari dan nyanyi kita?” Clarice berteriak aneh: “Apa kau bercanda? Jier.”
“Tidak, mereka mengirimkan undangan dengan sangat serius,” jawab Jier. “Penyihir juga manusia, perlu menikmati hidup.”
“Hmm, benarkah?” Clarice menopang dagunya, jelas sedang mempertimbangkan apakah perlu menerima undangan ini.
“Saya sarankan Anda pertimbangkan untuk menerima. Bagaimanapun, penyihir adalah orang paling terhormat di kekaisaran. Jika mereka menyukai Anda, meski Anda menolak undangan bangsawan lain, tak ada yang berani bertindak pada Anda. Tak ada yang berani menyinggung penyihir.”
“Kalau begitu jika saya menolak, berarti saya menyinggung mereka?” Clarice memandang Jier dengan mata menyipit.
Jier tersenyum kecut: “Saya rasa Anda tidak akan menolak.”
“Tidak.” Di luar dugaan Geir, Clarice berkata tegas: “Aku menolak. Aku tidak ingin terlibat dengan Menara Okultisme. Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dariku, tapi belum pernah kudengar Asosiasi Penyihir mengundang kelompok hiburan. Ini terlalu menggelikan. Aku tidak percaya emas akan jatuh dari langit, juga tidak berharap mendapatkan yang bukan hakku. Mungkin aku serakah, tapi aku hanya memperjuangkan bagian yang menjadi hakku. Tolak undangan itu, berapapun uang yang mereka tawarkan, kita tidak akan pergi.”
Geir termangu memandang Clarice sampai akhirnya perempuan itu meraung: “Cepat kerjakan tugasmu!”
“Siap... Tuan Komandan.” Geir menghela nafas lalu berlari pergi.
Hal yang awalnya dikira sederhana ternyata mendapat penolakan keras dari Clarice, bahkan dia bingung bagaimana harus memberi jawaban kepada para tokoh-tokoh penting itu.
Memandang Geir yang menghilang dari jangkauan pandangan matanya, Clarice menghela nafas pelan.
Dia menekuk lengan kanan, menyandarkan kepala di tinju, terlihat tengah merenung. Sama sekali tidak menyadari ada yang mendekat dari belakang.
Sebuah tangan menyentuh bahunya, diiringi suara lembut: “Tampaknya kau lebih berhati-hati dari yang kubayangkan.”
Suara familiar itu membuat tubuh Clarice bergetar seperti tersengat listrik.
Dia buru-buru menoleh, melihat Hughie sedang tersenyum kecut di belakangnya.
“Hughie...” Clarice hendak bicara.
Hughie mengangkat jari ke bibir: “Ssst!”
Dia menunjuk ke ruang dalam, mengingatkan Clarice bahwa di sana masih ada Daisy dan Lante.
Clarice tersadar tiba-tiba, dia menarik Hughie ke sudut halaman dengan gugup: "Kenapa kamu datang?"
"Cuma mau melihat kalian. Saat kalian datang, aku sedang latihan di tempat lain. Latihan selesai, aku langsung ke sini."
Clarice memandang Hughie dengan lembut, mengelus pipinya: "Senang bisa bertemu lagi, Hughie. Kamu sudah lebih tinggi."
Hughie tersenyum dan mencium lembut tangan Clarice.
Clarice merebahkan diri di pelukan Hughie: "Daisy dan Lante sangat merindukanmu. Kenapa tidak menemuinya?"
"Mereka masih muda, punya hidup sendiri. Tak boleh terganggu karenaku. Aku tak bisa beri janji apapun."
Clarice terdiam sebentar, lalu mengangguk: "Kamu benar. Kalau begitu, kenapa menemuiku? Apa kamu bisa beri janji padaku?"
"Tidak. Ada bahaya yang perlu kuingatkan. Tapi sepertinya kamu sudah sadar."
"Maksudmu brengsek Jell itu?" Clarice menyeringai: "Dia dari Kantor Hukum. Sudah kuketahui. Ada yang mengingatkanku, katanya temanmu."
"Ya. Anehnya kamu tidak mengusirnya."
“Mengapa harus mengusirnya?” Clarice membalas bertanya: “Kalau kekaisaran sudah curiga pada kita, mengusirnya hanya akan membuat mereka semakin curiga lalu mengirim orang lain? Lebih baik biarkan dia di sini. Dengan begitu kekaisaran akan tenang dan kita bisa buktikan tidak ada hubungan denganmu. Lagipapa ada tenaga kerja gratis bukan? Aku memperlakukannya seperti budak, selalu mencari-cari kesalahannya, bahkan memotong gajinya. Tapi aku tak perlu khawatir dia akan mengundurkan diri karena marah.”
“……” Hughie terdiam. Dia tak menyangka Clarice bisa melakukan ini.
“Kau benar-benar hebat!” Ucapan Hughie ini tulus dari hati. Andai dia di posisi itu, takkan terpikir cara kreatif seperti ini - menggunakan agen penyusup sebagai pelayan...
Clarice tersenyum manis: “Aku belajar darimu. Kau yang mengajarkanku banyak hal.”
“Tapi bukan cara menindas bawahan.”
“Aku mengembangkan sendiri ilmunya.”
“Benar-benar jenius.”
“Hadiah apa untukku?”
Hughie menggenggam pipi mungilnya lalu mencapkan ciuman menggairahkan.
“Jangan kira aku puas hanya dengan ini,” Clarice ‘bergeram’ sambil memegang tangan Hughie, seolah tak ingin melepasnya.
Sebenarnya dia langsung mengatakannya: “Tinggallah malam ini? Aku ingin dengar cerita hidupmu belakangan ini.”
“……Aku minta maaf Clarice, permintaan ini mungkin tidak bisa kukabulkan. Sudah cukup lama aku meninggalkan partner-ku, harus segera kembali menjenguk mereka. Dan kehadiranku di sini... ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu.”
“Apa?”
“Asosiasi Penyihir sedang memburuku, mereka ingin menggunakanmu sebagai umpan.”
“Aku sudah menduganya, hanya tidak mengapa harus Menara Okultisme?”
Hughie kemudian menjelaskan secara singkat tentang masalah pola sihir jahat.
“Mereka tahu hubunganku dengan kalian, tahu kalian adalah orang-orang yang kuperhatikan. Jadi mereka berharap menggunakanmu untuk memancingku keluar, membunuhku, lalu mengalihkan semua ini ke kepala Aliansi Assassin. Jadi baik kamu menerima undangan Asosiasi Penyihir maupun tidak, akhirnya kamu akan 'diundang' ke sana. Tentu saja, alasan Asosiasi Penyihir memilih mengundangmu secara terbuka jelas agar aku mendapat kabar ini dan datang untuk mati.”
“Kalau begitu, bahkan jika aku menolak undangan Asosiasi Penyihir, mereka mungkin tetap tidak akan melepaskannya.” Clarice mulai tegang, situasi benar-benar berkembang ke arah terburuk seperti yang dia duga.
“Jangan khawatir, masalah ini sudah kupikirkan solusinya. Kamu bisa membocorkan informasi melalui Jier, biarkan dia tahu... di hari ulang tahun Kaisar nanti, aku akan menonton pertunjukan kalian di Gedung Teater Kerajaan.”
"Clarice ketakutan sampai wajahnya pucat: 'Aduh, Hughie, apakah kamu ingin melakukan hal seperti di Kota Daun Harum lagi? Tidak, aku tidak bisa mengizinkanmu, Hughie kamu tidak boleh melakukannya! Ini Wenlington, bukan Kota Daun Harum, kamu tidak bisa bebas keluar masuk!'"
"'Jika aku mau, aku bisa.' Hughie tertawa ringan: 'Tenang, alur pertunjukan kali ini... berbeda dengan sebelumnya.'"
