Mendengar kabar kembalinya Bolan, Hughie hampir menggigit lidahnya sendiri.
Faktanya hingga saat ini, baik Hughie maupun yang lain, tidak mengira Bolan masih mungkin hidup. Jika tidak, dengan kesetiaannya pada Hughie, mustahil dia menunggu sampai sekarang.
Tapi inilah yang terjadi. Semua orang dibuat lengah oleh kepulangan Bolan.
Terutama perubahan besar yang terjadi pada diri Bolan.
Dalam gambar bola kristal, suara Bolan terdengar mantap dan lancar: "Aku butuh bantuanmu, Hughie. Tolong selamatkan seseorang untukku."
"Bolan, kau bicara..." Hughie terkesiap.
"Aku sudah pulih, semuanya. Tapi ini bukan saatnya membahas itu. Aku perlu kau segera membuat formasi teleportasi untuk menyelamatkan dia."
Gambar bergeser ke tubuh Shimony.
Hati Hughie berdesir. Dia mulai menebak-nebak sesuatu.
"Dia yang menyelamatkanmu?"
Bolan mengangguk dengan pasti.
"Baik, aku akan segera membangun formasi teleportasi."
Hughie memang sudah berjanji untuk membangun titik teleportasi bagi Gereja Bencana Langit. Selama ini, gereja tersebut terus mencari lokasi yang cocok untuk membangun titik teleportasi. Markas besar gereja bahkan menyiapkan area khusus untuk menempatkan formasi teleportasi.
Setelah satu jam, sebuah formasi teleportasi ukuran sedang telah terhubung dengan formasi teleportasi di Menara Kematian yang terletak di Kastil Kabut Tersembunyi di Benua Utara yang jauh.
Energi Ruang Dimensi berdenyut-denyut. Bolan memeluk Simone keluar dari formasi, diikuti oleh Buckler dan Kristen di belakangnya.
Kristen menatap Hughie dengan sorot mata yang penuh nafsu - pandangannya telah sepenuhnya mengkhianati pikirannya. Dia kesal mengapa Hughie tidak segera membangun formasi teleportasi ini lebih awal.
Bolan yang masih memeluk Simone berlutut di depan Hughie: "Bushido Hitam menghadap Tuan Hughie."
"Bangunlah. Karena kau sudah sepenuhnya pulih, kau bukan lagi Bushido Hitam." Hughie membantu Bolan berdiri. Matanya menatap dalam-dalam: "Aku sulit membayangkan, bagaimana caramu pulih?"
Senyum getir muncul di wajah Bolan: "Dia... dialah yang menolongku. Jika Tuan ingin menggunakanku untuk eksperimen, aku tidak akan menolak. Tapi kurasa Tuan takkan pernah menemukan jawabannya. Karena... dia hanya menemaniku bicara, mengobrol, sekadar memberi perhatian tulus padaku."
Hughie terdiam.
Hanya perhatian tulus saja?
Hanya perhatian tulus bisa mengeluarkan Bushido Hitam dari kebingungan?
“Mengapa dia tidak bisa melakukannya dulu?”
Apakah aku kurang memperhatikannya? Atau sama sekali tidak pernah peduli padanya?
Terhadap anak buah yang paling setia ini, banyak pikiran melintas di benak Hughie.
Tiba-tiba dia menyadari, sepertinya dirinya telah melakukan kesalahan besar.
Berdiri terpaku di tempat, Hughie berkata: “Aku pernah mendengar orang mengatakan, cinta memiliki kekuatan untuk meluluhkan segalanya, tapi aku tak pernah percaya. Kupikir itu hanya ada dalam legenda. Faktanya, aku lebih memilih untuk mempercayai keuntungan besar dan transaksi, percaya pada keseimbangan kekuatan antar pihak, percaya bahwa keuntungan mengatasi segalanya.”
“Tapi tidak semua orang hanya melihat keuntungan, setidaknya kami tidak.” kata Kristen.
Hughie menatap dalam-dalam Kristen, lalu mendekat dan memeluknya: “Kau benar, Sayangku. Kurasa aku tahu kesalahan besar apa yang telah kulakukan selama setahun lebih ini. Aku terlalu mengabaikan kalian, selama ini jarang memperhatikan kalian. Kukira memberi kalian keuntungan yang cukup sudah cukup, tapi nyatanya itu jauh dari cukup. Jika aku lebih memperhatikan Bolan sebelumnya, mungkin dia bisa pulih lebih cepat. Dan untuk kalian, perhatianku juga sangat kurang.”
Buckler menyela: “Kau menyadari ini sekarang belum terlambat, kau masih muda. Sebenarnya kami semua tahu kau orang yang berperasaan, hanya tekanan yang terlalu besar memaksamu mempertimbangkan segala sesuatu hanya dari sudut keuntungan. Kami tidak ingin menambah bebanmu. Sebenarnya usia kami semua lebih tua darimu, untukmu, kami bisa memahami dan menerima.”
Hughie menatap Buckler, tersenyum ringan.
Kristen bertepuk tangan: "Sudah, sudah, sekarang bukan waktunya membicarakan ini. Hughie, jika kamu ingin meminta maaf atau menunjukkan perhatian tulus, akan ada banyak kesempatan di masa depan. Simone adalah penyelamat hidup Bolan, tapi sekarang dia sendiri terperangkap dalam masalah. Hughie, mungkin kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya."
Hughie bergegas mendekati Simone sambil memeriksa kondisinya: "Dia kenapa?"
“Dia merenggut Pisau Kegelapan.”
Tubuh Hughie bergetar halus.
"Sial! Kekuatannya sama sekali tidak cukup untuk menggunakan Pisau Kegelapan!" Hughie berteriak.
Tangan kirinya tiba-tiba bergerak, sebuah sihir jiwa telah ditanamkan Hughie ke dalam tubuh Simone.
"Sihir instan?" Buckler dan Kristen berseru serempak. Mereka jelas melihat Hughie tidak mengucapkan mantra apapun.
Setelah kekuatan sihir dan Aura Pertarungan mengalami perubahan kekuatan inti, Hughie telah sepenuhnya memahami misteri kekuatan dunia. Karena kekuatannya bahkan bisa mempengaruhi kekuatan dunia, maka melancarkan sihir instan juga bukan hal sulit.
Namun Hughie sama sekali tidak merasa bangga, ekspresinya serius, bahkan dalam sekejap terus menerus melepaskan tujuh hingga delapan sihir jiwa ke dalam tubuh Simone.
"Bagaimana kondisinya?" Bolan bertanya dengan gelisah.
Hughie menggelengkan kepala, gerakan ini membuat hati Bolan semakin berat.
Hughie mengeluarkan sebuah bola jiwa dari Cincin Dimensi, meletakkannya di dahi Simone. Ekspresinya semakin aneh. Ia bergumam, "Ini tidak masuk akal? Sama sekali tidak masuk akal. Bagaimana mungkin bisa seperti ini?"
Bolan panik: "Hughie, katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi! Bisakah kau menyelamatkannya?"
Kristen segera memegang tangan Bolan, memberi isyarat agar dia tenang.
Hughie berkata dengan suara parau: "Aku belum pernah melihat situasi seperti ini. Di dalam tubuhnya... tidak ada sedikitpun energi jiwa."
Bolan terkejut: "Maksudmu..."
"Ya, jiwanya menghilang. Tiba-tiba lenyap begitu saja, seolah... seolah seseorang telah mengeluarkan jiwanya, membuat tubuhnya menjadi cangkang tanpa pikiran."
Baru saja, Hughie berulang kali menggunakan sihir jiwa untuk menyelidiki kondisi jiwa Simone, tapi sama sekali tidak mendapat respons. Saat itu dia sudah punya firasat buruk. Terpaksa dia mengeluarkan bola jiwa, benda yang bisa mengurung jiwa manusia sekaligus detektor jiwa terbaik, tapi terhadap Simone tetap tidak bereaksi.
Itu berarti jiwanya benar-benar sudah tidak ada dalam tubuhnya.
Tapi mengapa ini bisa terjadi?
Hughie juga tidak mengerti.
Apakah karena luka yang ditimbulkan oleh Pisau Kegelapan? Tapi mengapa sebelumnya tidak pernah ada kabar tentang hal seperti ini?
Pedang ini... rahasia apa lagi yang disembunyikannya?
Kristen bertanya dengan lembut: "Kalau begitu Hughie... masih adakah metode lain untuk menyelamatkannya?"
Hughie menjawab perlahan: "Hanya ada satu cara... temukan jiwanya, aku bisa mengembalikannya. Satu-satunya masalah adalah... kita tidak tahu di mana jiwanya berada. Dunia ini... sangat luas."
Jawaban Hughie membuat semua orang terperangkap dalam keputusasaan.
Bolan menatap Simone dengan bengong.
Dia tidak bisa percaya jawaban ini.
Hughie melihat sorot mata putus asa Bolan, Hughie sepenuhnya memahami makna di baliknya. Dia benar-benar tidak ingin memberikan pukulan yang lebih besar pada Bolan, tapi terpaksa mengeraskan hati mengungkapkan fakta yang lebih kejam: "Bolan, tubuh tanpa jiwa hanya bisa mempertahankan kondisi bertahan hidup paling dasar. Kondisi ini tidak bisa bertahan lama, begitu melebihi tujuh hari... akan mulai membusuk. Saat itu tiba, bahkan jika jiwa kembali pun sudah tidak berguna."
Tujuh hari? Siapa yang bisa melacak jiwa yang menghilang dalam tujuh hari?
Ini jelas-jelas merupakan konfirmasi atas hukuman mati Simone.
Kristen bertanya gelisah: "Apakah benar tidak ada metode untuk menyelamatkan tubuhnya?"
“Alkimia aku bisa mengawetkan tubuhnya selama enam bulan tanpa masalah, tapi lebih dari itu tidak bisa. Sedangkan mencari jiwa yang sudah buyar... kamu tahu itu bisa memakan waktu bertahun-tahun.” Hughie menjawab dengan perasaan campur aduk.
Saat itu, Elder Isado yang selama ini hanya menjadi penonton tiba-tiba batuk kecil, menarik perhatian semua orang.
“Saya tidak ingin mengganggu obrolan kalian semua, tapi dalam masalah ini, mungkin Gereja Bencana Langit bisa memberikan bantuan.”
"Anda bisa membantu?" Semua orang berseru serentak.
"Ya." Isado mengangguk serius: "Gereja Bencana Langit memiliki relik suci khusus bernama Peti Mati Abadi. Siapa pun yang masuk ke dalamnya akan mendapatkan keabadian. Meski kami tak bisa membantu Simone menemukan jiwanya yang hilang, Peti Mati Abadi bisa membuatnya menunggu cukup lama sampai kalian menemukan jiwanya. Tapi... ini adalah relik suci kami, bahkan saya sendiri tak bisa sembarangan mengeluarkannya."
Bolan bersujud dengan keras di depan Hughie.
Ia menatap Hughie: "Kristen Bolan, bersumpah di sini. Aku rela mengorbankan nyawaku untuk mempertahankan sumpah ini, setia selamanya pada Tuan Hughie Glare, menjadi pelayannya, budaknya, pedang penumpah darahnya. Hanya ada satu permintaan..."
"Bolan!" Hughie berseru keras.
Ia menggelengkan kepala: "Kamu tak perlu mengatakan ini padaku, apalagi bersumpah. Kau adalah temanku, dulu dan selamanya. Aku tahu apa yang harus dilakukan."
Bolan memandang Hughie dengan penuh syukur. Hughie lalu menoleh ke Isado: "Apa syaratnya agar Gereja Bencana Langit mau mengeluarkan Peti Mati Abadi? Apakah kekuasaan Utusan Dewa cukup?"
Isado menggelengkan kepala: "Kepemilikan Peti Mati Abadi bukanlah wewenangku, bahkan bukan keputusan siapa pun di Gereja Bencana Langit. Itu juga bukan sesuatu yang bisa kau tukar dengan alkimia apa pun. Dalam arti tertentu, nilainya bahkan melebihi gabungan semua Relik Suci."
"Apa katamu?" Hughie membeku: "Mengapa bisa begitu?"
"Karena... sudah ada seseorang yang menggunakannya, seseorang yang sangat penting. Tanpa persetujuannya, mustahil bagimu mendapatkan Peti Mati Abadi."
Jawaban ini membuat semua yang hadir terdiam membeku.
"Siapa?" Hughie dengan sensitif menyadari pertanyaan ini mungkin menyangkut hal besar.
Tepat seperti dugaannya, senyum misterius muncul di pipi Isado.
Dengan suara berat dia berkata: "Dewa."
Dewa!
Jawaban ini seketika mengguncang semua yang hadir.
"Itu mustahil!" Hughie berteriak: "Dewa datang dari kekosongan, menciptakan dunia, membimbing kehidupan. Bagaimana mungkin tinggal di relik suci duniawi?!"
"Karena... dewa ini bukanlah sosok yang Anda temui siang tadi. Tepatnya, dewa yang bersemayam di Peti Mati Abadi inilah pendiri sebenarnya Gereja Bencana Langit."
Begitu ucapannya selesai, bunyi lonceng bergema.
Dua belas dentang lonceng kembali menggema di angkasa.
Dewa.
Kembali turun ke dunia.
Dalam satu hari.
