Dalam perjalanan pulang, sang kakek menceritakan pengalamannya sendiri tentang naga jiao.
Itu terjadi tiga puluh tahun lalu, kira-kira di awal 1980-an. Saat itu tengah hari di musim panas, aku tidak mendapat pekerjaan mengangkat mayat, jadi ikut Hu Chou dari desa yang sama pergi memancing dengan perahu. Kehidupan saat itu cukup sulit. Ketika tidak ada pekerjaan mengangkat mayat, aku biasa ikut perahu nelayan orang lain untuk mencari nafkah.
Perahu kami belum jauh berlayar ketika beberapa gumpalan awan hitam tebal tiba-tiba muncul di langit, menutupi sinar matahari yang terang. Bentuk awan hitam itu seperti monster, terus berubah bentuk dan perlahan menyatu. Langit yang semula cerah tiba-tiba diterpa angin yin yang mencekam, seluruh alam semesta menjadi gelap gulita.
Kerumunan orang mulai mengangkat kepala mereka dengan bingung, "Ada apa ini? Apakah cuaca akan berubah?"
Perubahan cuaca di atas Sungai Kuning sebenarnya bukan hal aneh, tapi saat itu perubahan langit terasa sangat mistis. Hanya dalam hitungan menit, awan hitam pekat seperti ombak dahsyat terus mengalir dari segala penjuru menuju langit di atas Jalur Kuno Sungai Kuning. Langit menjadi hitam seperti tinta, seolah malam telah tiba. Di permukaan air, ombak jahat bergulung-gulung, air Sungai Kuning yang keruh saling tindih membentuk gelombang dahsyat. Perahu kami terombang-ambing di antara ombak ganas, seolah setiap saat bisa terbalik. Ombak-ombak itu menghantam tebing sungai, menyemburkan kolam air setinggi pohon kelapa dengan gemuruh memekakkan telinga.
"Apa yang terjadi ini?" Hu Chou berteriak sambil menarik lengan bajunya. Dia berbalik masuk ke kabin kemudi dan bertanya pada tukang perahu tua yang bertanggung jawab: "Paman Kedua Ding, ini... bagaimana bisa begini?"
Paman Kedua Ding menatap permukaan sungai dengan wajah tegang: "Langit punya angin tak terduga, manusia punya untung malang tak disangka. Urusan Sang Penguasa Langit ini tak ada yang bisa pastikan. Hu Chou, kau lebih baik segera mengumpulkan semua orang ke kabin kapal untuk sementara menghindar!"
Hu Chou mengangguk, mundur dari kabin kemudi lalu mengajak kami masuk ke kabin kapal.
Hu Chou memandang langit hitam pekat di luar kabin dengan sisa ketakutan: "Cuaca aneh begini, jangan-jangan akan terjadi sesuatu yang berenergi negatif ya?"
Seorang nelayan bernama Xiao Wu menertawakannya: "Menurutku Kakak Hu terlalu khawatir. Ini cuma perubahan cuaca biasa, perlu segitunya tegang?"
Saat itu kubicara dengan wajah serius: "Sejujurnya, aku juga merasa cuaca hari ini agak mencurigakan. Sudah puluhan tahun hidup di Jalur Kuno Sungai Kuning, cuaca seaneh ini baru pertama kali kualami! Aku punya kekhawatiran yang sama dengan Hu Chou, cuaca hantu ini mungkin pertanda akan terjadi sesuatu yang besar!"
Belum habis ucapanku, terdengar gemuruh dahsyat menggema di langit. Sebuah kilat merah menyilaukan bagai pedang pembelah langit-bumi menyambar dari awan hitam bergulung. Kilat itu kemudian terbelah menjadi ranting-ranting tak terhitung bagai lengan iblis, menusuk ke dalam Sungai Yangtze yang bergelora, seketika menerangi seluruh permukaan sungai.
Pada saat permukaan sungai tiba-tiba menyala, kami terkejut menemukan bayangan hitam raksasa muncul di balik permukaan air yang jauh. Dari ukurannya, tampak seperti ular piton raksasa. Ular itu menggeliatkan tubuh sepanjang gerbong kereta, berenang dengan gesit di tengah arus sungai yang deras.
Hampir bersamaan kami berteriak: "Ya Tuhan! Apa itu sesuatu?"
Di permukaan sungai tak jauh sebelumnya terdapat kapal kargo berkapasitas ribuan ton dan perahu nelayan besi. Tiba-tiba bayangan hitam itu melesat dari bawah air. Disusul suara BRAAK! menggema, perahu besi itu terlempar dari permukaan air lalu berjatuhan tercerai-berai dari udara. Dua nelayan di atasnya menjerit-jerit sebelum menghilang seketika di tengah cipratan air.
Sebelum sempat bereaksi, dentuman lebih dahsyat lagi menggelegar. Bayangan hitam itu dengan bengis menghantam kapal kargo. Badan kapal berguncang hebat, miring hampir 60-70 derajat hingga nyaris terbalik. Pada detik itu, kami menyaksikan cekungan mengerikan di pinggiran kapal. Padahal lambung kapal terbuat dari pelat baja super keras. Bayangan apa yang bisa menghancurkan kapal ribuan ton semudah ini? Benarkah itu makhluk sebesar itu?
“Bayangan hitam itu setelah menghantam kapal kargo ribuan ton, langsung tenggelam ke dalam air. Di permukaan air menyembur kabut air berkerumun, bayangan hitam itu dengan cepat menghilang dari pandanganku.
Bayangan hitam aneh itu dari kemunculan hingga menghilang tak lebih dari sepuluh detik, namun meninggalkan memori yang takkan pernah pudar seumur hidup kami. Kami termangu menatap permukaan air yang luas tak bertepi, terkejut hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Yang lebih tak terbayangkan, setelah bayangan itu lenyap, langit kelam tiba-tiba memancarkan seberkas sinar matahari terang. Cahaya itu bagai pisau tajam yang membelah lapisan-lapisan ombak hitam. Kami mengangkat kepala, melihat awan di langit dengan cepat bubar. Tak lama kemudian, langit kembali cerah bersih seperti semula, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
"Tolong——tolonglah——" Dari permukaan sungai tak jauh tiba-tiba terdengar teriakan panik.
Kami menoleh ke sumber suara. Dua kepala hitam terlihat terombang-ambing di permukaan air, pastinya dua orang yang tenggelam. Mereka mengayunkan anggota badan habis-habisan, tapi tak mampu melawan derasnya arus. Air sungai yang deras menyapu mereka ke hilir dengan cepat.
Di atas kapal kargo yang berguncang, seorang wanita paruh baya tergeletak di pinggiran dek. Ia menjulurkan lengannya sekuat tenaga sambil berteriak serak ke arah air: "Anakku... anakku... selamatkan anakku..."
Pasti ketika bayangan hitam itu menabrak kapal kargo tadi, kedua anak itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke sungai. Melihat kedua bocah hampir ditelan arus sungai yang deras, Hu Chou segera menyuruh Paman Kedua Ding memutar kemudi, mengarahkan perahu nelayan dengan cepat untuk mencegat anak-anak yang tenggelam itu.
Hu Chou melepas jaketnya, memperlihatkan kerangka tubuh kekar yang berdiri tegak di dek. Sinar matahari menyinari kulit tembaganya, memantulkan kilauan menyilaukan. Dengan kalimat "Lihat aku!", terdengar suara 'plung' saat Hu Chou terjun membenamkan diri ke dalam air.
Tak lama kemudian, suara 'gelekuk' terdengar dari kejauhan. Kepala Hu Chou menyembul dari bawah air, tangannya menyeret seorang anak yang nyaris tak bernyawa.
Perahu nelayan segera merapat. Hu Chou melemparkan anak itu ke dek lalu berbalik menyelamatkan yang satunya. Kepala anak kedua hampir seluruhnya tenggelam, arus telah membawanya cukup jauh. Orang biasa pasti takkan sanggup mengejar. Tapi Hu Chou benar-benar hebat, bagai kapal selam bermesin jet, melesat cepat dan dengan tenaga perkasa menarik kembali anak itu.
Saat itu, tepuk tangan menggelegar di atas kapal kargo. Semua orang bersorak menyambut aksi heroik Hu Chou. Sebenarnya, ada banyak awak kapal yang mahir berenang, namun karena ombak besar dan angin kencang, tak satu pun berani menyelam untuk menolong. Di mata mereka, Hu Chou telah menjadi sosok yang heroik.
Kami mengantar dua anak itu ke atas kapal kargo. Berkat pertolongan Hu Chou yang tepat waktu, kedua anak itu tak mengalami luka serius. Setelah pertolongan pertama sederhana, mereka pun sadar. Memanggil 'Penyelamat' berulang kali, membuat wajah Hu Chou merah padam.
Kembali ke perahu nelayan, Hu Chou menghela napas. Matanya menatap permukaan air yang mulai tenang, perlahan kegelisahan muncul di wajahnya.
Aku memperhatikan raut aneh di wajah Hu Chou. "Hu Chou, ada apa?" tanyaku.
Hu Chou terdiam sejenak, lalu berbicara dengan suara rendah yang menggetarkan: "Saat menyelamatkan kedua anak tadi... aku melihat sesuatu di bawah air!"
Ada sesuatu di bawah air?!
Perkataan Hu Chou bagai bom yang meledak di antara kami. Kabin kapal menjadi sunyi. Semua mata tertuju padanya. Kami tak paham maksud ucapannya.
"Hu Chou, bisakah kau jelaskan lebih jelas?" kataku.
Hu Chou mengalihkan pandangan dari permukaan air. "Tadi saat menyelam," ujarnya perlahan, "aku melihat jejak aneh di dasar sungai!"
“Jejak aneh? Jejak apa?” Kami serentak duduk tegak, ingin tahu apa yang baru saja dilihat Hu Chou di bawah air.
Hu Chou berkata: "Tak tahu, yang pasti jejak itu sangat aneh, seperti ada sesuatu yang diseret dari bawah air. Lumut dan sebagainya di dasar air terkikis habis, di batu-batu bawah air masih menempel cairan hitam lengket! Kutebak mungkin itu bekas monster hitam tadi, entah apa sebenarnya makhluk itu..."
Pemandu tua Ding Paman Kedua yang selama ini diam tiba-tiba bersuara: "Kita mungkin bertemu legenda menjelma naga sungai. Bayangan hitam di bawah air itu pastilah seekor naga jiao!"
Sesuatu apa?! Menjelma naga sungai?!
Kami menatap Paman Kedua dengan tatapan penuh tanya. Meski berpengalaman, kami benar-benar belum pernah dengar soal "menjelma naga sungai". Kami minta Paman Kedua menjelaskan artinya.
Paman Kedua menyalakan rokok, bersemangat mulai bercerita: "Sebenarnya aku juga belum pernah melihat langsung proses menjelma naga sungai. Tapi ada kerabatku pekerja sungai Huanghe yang bercerita. Setelah air bah dan hujan deras, di aliran sungai akan muncul jejak jelas namun aneh. Jejak itu seperti bekas seretan, lumut dan lumpur di atasnya hilang terbawa, di batu-batu bawah air tersisa lendir aneh. Fenomena inilah yang disebut menjelma naga sungai.
"Alasan terjadinya fenomena ini adalah, setiap kali terjadi banjir dan hujan deras, naga jiao yang bersembunyi di bawah air akan keluar. Mereka akan mengikuti arus banjir menuju timur ke Laut Timur, meninggalkan jejak seret sepanjang perjalanan. Bahkan yang lebih parah, ada kemungkinan meruntuhkan rumah-rumah, menghancurkan sawah, dan menghantam jembatan hingga patah. Beberapa naga jiao yang berhasil mencapai Laut Timur, jika mendapat peruntungan, bisa terbang ke langit dan menjadi naga sejati. Menurut pendapatku, bayangan hitam tadi kemungkinan besar adalah naga jiao. Kalau tidak, makhluk apa lagi yang mampu menghantam kapal kargo ber-tonase ribuan hingga rusak seperti itu?"
Setelah mendengar penjelasan kakek, kami baru menyadari betapa luasnya dunia ini dan betapa banyak keajaiban yang belum terungkap. Di balik arus Sungai Kuning yang bergelora ini, berapa banyak rahasia yang masih terkubur dan belum kita ketahui? Mungkin tiga hari tiga malam pun tidak cukup untuk menceritakannya, tiga ribu tiga ratus tahun pun belum tentu bisa menjangkaunya.
