"Bunga yang tumbuh di dalam mayat... Bunga yang tumbuh di dalam mayat..." Wajahku pucat pasi, tangan dan kakiku terasa dingin dan gemetar.
Wan Juncheng meletakkan sebuah kitab kuno terbuka di depan kami, menunjuk halaman yang menguning: "Inilah Bunga Ming dari Xiyu!"
Pada halaman itu tergambar mayat dengan bunga mekar sempurna keluar dari mulutnya. Di bawahnya terdapat catatan detail menggunakan aksara kuno yang menjelaskan gambar di atas.
Saat melihat gambar ini, jantung kami berdebar kencang. Aku teringat mayat kuno Xia di dalam peti mati perunggu. Bukankah saat kita membuka peti mati dulu, dari mulut mayat itu muncul bunga siluman aneh? Kalau begitu, berarti bunga siluman itu sebenarnya Bunga Ming beracun dari Xiyu? Aku ingat saat itu bunga itu menyemburkan kabut tepung sari pekat. Jangan-jangan kita terinfeksi racun Bunga Ming saat itu?
Aku menelan air liur dengan susah payah, mencoba bertanya: "Profesor Wan, gejala apa yang muncul jika terinfeksi racun Bunga Ming?"
Wan Juncheng berkata: "Secara umum, masa inkubasi racun Bunga Ming adalah 7x7=49 hari. Gejala paling jelas pada fase awal infeksi adalah mata memerah, namun tanpa rasa sakit. Ketika memasuki fase infeksi menengah, toksin menyatu dengan darah, dan bercak-bercak merah misterius akan muncul di kulit penderita, terasa sedikit perih saat disentuh. Pada fase akhir, racun menyerang organ-organ dalam, semua bercak merah di tubuh penderita akan membusuk dan bernanah, akhirnya seluruh tubuh mengalami pembusukan disertai rasa sakit luar biasa hingga meninggal..."
Mendengar ini, keringat dingin sudah membasahi wajahku. Ya Tuhan, bercak merah mulai muncul di belakang leherku! Ini menandakan aku sudah masuk fase infeksi menengah. Apakah... apakah ajalku sudah dekat? Hatiku dipenuhi kegelapan. Sebelumnya kami masih bersukacita bisa keluar dari gua dengan selamat, tapi tak menyangka ternyata kami sudah terinfeksi racun mematikan, nyawa kami tergantung di ujung tanduk.
Gu Meidi memandangku dengan perih, lalu menengadah bertanya pada Wan Juncheng: "Profesor Wan, apakah ada penawar untuk racun Bunga Ming ini?"
Wan Juncheng mengangguk. Seketika harapan hidup menyala dalam diri kami. Ia melanjutkan: "Segala sesuatu di dunia ini punya penangkalnya. Meski racun Bunga Ming ganas, bukan berarti tak ada penawarnya. Menurut catatan sejarah, di Kota Iblis gurun pasir terdapat Sumur Suci yang airnya bisa menetralkan segala racun, dan tak akan pernah kering. Hanya saja..."
Wan Juncheng mengubah arah pembicaraan, hati kami langsung tenggelam lagi. Dia melanjutkan: "Tapi gurun luas nan tandus ini, tak seorang pun tahu di mana letak Kota Iblis yang legendaris terkubur. Mencarinya di padang pasir seluas ini bagai mencari jarum di tengah lautan!"
Mendengar ini, kurasakan hatiku bagai pesawat jatuh, menderu jatuh ke jurang hitam yang tak terlihat dasarnya.
Kuhela napas berat: "Kalau begitu, bukankah kami sudah mati?"
Profesor Ye terdiam sejenak, lalu berkata penuh semangat: "Jangan putus asa! Bukankah kita masih hidup? Profesor Wan, terima kasih atas informasinya. Mari kesampingkan dulu hal ini. Aku justru ingin mendengar kabar baik apa itu?"
Wan Juncheng menjawab: "Kabar baiknya adalah prasasti Kitab Langit Xia Barat di batu itu sudah berhasil kuterjemahkan!"
"Benarkah?" Kami menatapnya dengan sukacita, tak sabar bertanya: "Apa isi yang tercatat dalam Kitab Langit Xia Barat? Bisakah kau ceritakan?"
Dari penuturan Wan Juncheng, perlahan terkuaklah organisasi misterius dari Dinasti Xia Barat yang muncul ke permukaan.
Tahun 1038 Masehi, Li Yuanhao menyatakan diri sebagai kaisar dan mendirikan Dinasti Xia Agung. Untuk memperkuat kekuasaan dinasti, Li Yuanhao memilih prajurit-prajurit perkasa untuk membentuk lembaga rahasia bernama "Istana Yipin". Lembaga ini memiliki kemiripan dengan mekanisme jebakan intelijen, menanggung berbagai misi seperti melindungi keamanan keluarga kerajaan, menekan secara diam-diam kekuatan politik oposisi, mengawasi kehidupan para menteri, memata-matai berbagai informasi, dan terkadang menjalankan tugas pembunuhan diam-diam. Istana Yipin langsung berada di bawah perintah Li Yuanhao, bisa dikatakan sebagai pasukan bersenjata paling elit di bawah komandannya.
Di dalam Istana Yipin, terdapat pembagian menjadi tiga balai: Tian (Langit), Di (Bumi), dan Ren (Manusia). Identitas anggota Istana Yipin ditandai dengan tato pola bola mata di belakang leher. Pola bola mata ini dirancang langsung oleh Li Yuanhao, melambangkan makna pengawasan dan kemampuan membaca isi hati.
Prajurit Balai Tianzi memiliki tato bola mata merah darah di belakang leher, bertugas utama melindungi keamanan keluarga kerajaan. Prajurit Balai Dizi memiliki tato bola mata hijau kebiruan di belakang leher, bertugas mengawasi kehidupan para menteri istana dan menekan secara rahasia kekuatan politik oposisi. Prajurit Balai Renzi memiliki tato bola mata hitam pekat di belakang leher, bertugas utama menyelidiki informasi dan melakukan aktivitas pembunuhan diam-diam.
Setelah mendengar penuturan Wan Juncheng, kami mengingat kembali seluruh peristiwa dari awal hingga akhir: Kakek tua memanen peti mati kura-kura berisi ksatria Ruang Bumi dari Sungai Kuning. Kemudian kami melihat mayat kuno ksatria Ruang Manusia di pameran barang antik Xi'an. Lalu seorang ksatria Ruang Langit muncul di Xi'an dan membunuh pedagang barang antik Si Gemuk Tou Tuo. Untuk mencari jejak, kami menyusuri sungai dan memasuki gua di tepi Sungai Kuning, menemukan lokasi makam ksatria Ruang Bumi. Ksatria dalam peti perunggu itu pastinya pemimpin Ruang Bumi. Mereka dikubur di Gua Naga Jiao untuk menjaga pagoda terbalik misterius yang menyimpan bola mata perunggu dengan fungsi tak diketahui.
Pada titik ini, hal ini masih samar-samar dan dipenuhi titik-titik keraguan.
Mengapa organisasi misterius dari ribuan tahun lalu bisa muncul di Kota Xi'an abad ke-21? Apakah organisasi ini tak pernah sirna, tetap eksis secara rahasia selama ribuan tahun? Tapi mengapa mereka harus membunuh pedagang barang antik Si Gemuk Tou Tuo? Apa hubungannya dengan mayat ksatria Ruang Manusia yang dia simpan? Apakah mereka sedang menyembunyikan rahasia yang tak terungkap? Dan bola mata perunggu itu - mengapa terkubur di dasar pagoda? Apa sebenarnya fungsi aslinya?
Dengan segudang pertanyaan, kami berterima kasih pada Wan Juncheng dan hendak berpamitan. Tak disangka dia tiba-tiba memanggil kami: "Tunggu!"
Kami memandang Wan Juncheng dengan bingung. Wan Juncheng berkata dingin: "Profesor Ye, aku sudah memberitahu semua yang kuketahui pada kalian, tapi kalian tidak jujur, banyak hal yang disembunyikan dariku! Katakan, di mana kalian menemukan prasasti batu Dinasti Xia ini?"
Profesor Ye menjawab: "Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Kami menggali sebuah makam kuno, prasasti batu Dinasti Xia ini ada di dalam makam itu!"
Wan Juncheng menanyakan lebih lanjut: "Di mana letak makam kuno itu?"
Kami merasakan ada yang tidak beres. Mengapa nada bicara Wan Juncheng terdengar seperti interogasi? Tapi kami pasti tidak bisa memberitahukan proses sebenarnya, akhirnya terpaksa berbohong: "Di Xi'an!"
"Xi'an?" Wan Juncheng menatap kami dingin, menunjukkan ekspresi tidak percaya sama sekali: "Baiklah, selain prasasti ini, apa kalian menemukan benda lain?"
"Tidak! Hanya prasasti ini di dalam makam!" Jawaban Profesor Ye terdengar sangat tegas.
Wan Juncheng mendesah kesakitan: "Profesor Ye, kau benar-benar tidak jujur! Jika hari ini kalian tidak menjelaskan semuanya dengan jelas, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini!"
Hati kami berdebar. Jelas-jelas ini ancaman. Apa sebenarnya yang ingin dilakukan Wan Juncheng?
Sifat keras kepalaku langsung muncul. Tak mau kalah, aku membalas: "Memang begini keadaannya. Masih mau kami jelaskan apa? Ketahuilah, kami tidak takut dengan ancaman..."
Sebelum suaranya habis, terdengar suara braak-braak di samping. Ternyata Profesor Ye dan Gu Meidi tak tahu kenapa tiba-tiba pingsan di lantai. Jantungku berdebar kencang, ingin bicara tapi mulutku kelu. Kepalaku terasa seperti diisi air mendidih, setelah dunia berputar-putar, aku pun jatuh lemas. Lemah bagai ikan kehausan, meronta-ronta beberapa kali tapi tak bisa bangun.
Wan Juncheng tersenyum sinis: "Gimana, tehnya enak?"
Seketika aku tersadar, Dasar bajingan! Profesor Wan yang keji ini ternyata menaruh obat di teh kami. Dia... dia mau apa sebenarnya?
Kesadaranku semakin buram. Sebelum mata terpejam, kulihat Wan Juncheng membelakangi kami, perlahan melepas jubah. Di lehernya terpampang tato bola mata merah darah!
Entah berapa lama terbaring tak sadar, akhirnya aku terbangun dengan kepala berdenyut-denyut.
Dalam gelap, reflek tangan meraba-raba, tak disangka menyentuh sesuatu yang lembek.
Tiba-tiba terdengar jeritan Gu Meidi: "Aaa!! Siapa yang sentuh dadaku? Jahil!"
Dada?!
Ya Tuhan!
Seluruh tubuhku gemetar. Barusan yang kusentuh itu... dadanya Gu Meidi?!
Cepat-cepat kutarik tangan, diam seribu bahasa.
Tapi kemudian aku berpikir lagi, di sini hanya ada aku, Gu Meidi, dan Profesor Ye. Apakah aku harus menuduh Profesor Ye sebagai si jahil? Ini tidak baik!
Jadi aku menggigit gigi dan mulai bicara: "Eh, kau sudah bangun ya? Barusan tadi... maaf... gelap gulita, aku... aku tidak melihat... bukan sengaja... jangan dipikirkan..."
Gu Meidi berkata: "Menurutku kau sengaja, memanfaatkan situasi saat aku tidak bisa melihat untuk melakukannya!"
"Aku..." Lidahku kelu: "Jangan menuduh orang baik, aku benar-benar tidak sengaja!"
"Kalian berdua masih sempat bercanda mesra!" Suara Profesor Ye terdengar dari kegelapan, diikuti cahaya api redup yang menyorot wajahnya.
"Apa kalian ada luka?" tanya Profesor Ye.
Aku meraba seluruh tubuhku, tidak ada cedera serius: "Tidak apa, hanya kepala terasa sangat sakit!"
Gu Meidi memaki: "Wan Juncheng si pecundang tua itu, masih menyandang gelar profesor, tapi... tega melakukan hal rendahan seperti ini! Tunggu ibu tua keluar dari sini, pasti akan memukulinya sampai babak belur!"
Gu Meidi menggertakkan buku jarinya hingga berbunyi plak-plak keras.
Aku menggeleng: "Aku tidak mengerti, mengapa Profesor Wan memberi kita obat bius? Apa yang dia inginkan dari kita?"
Profesor Ye berkata: "Menurutku hal ini masih berkaitan dengan tato bola mata itu. Saat pingsan, aku melihat ada tato bola mata di belakang leher Wan Juncheng. Artinya, Wan Juncheng juga anggota Aula Utama Xia Barat!"
