Gu Meidi menghela napas panjang, pertanda darah di matanya perlahan menghilang, pupilnya yang jernih akhirnya kembali normal. Lalu ia meregangkan anggota badan: "Huh! Capek betul ibu tua ini!"
Aku sudah lama terpana, sampai Gu Meidi berjalan mendekatiku, aku masih belum sadar sepenuhnya.
Gu Meidi membentangkan lima jarinya, mengayun-ayunkannya di depan wajahku: "Tuoba Gu, jangan-jangan kau kemasukan aura hantu?"
Aku berkedip-kedip, tubuhku terpental mundur sejauh satu meter: "Ada apa? Kau mau mengangkatku?"
Gu Meidi mencibir sinis: "Kau?! Kekuatan spiritualmu masih level pemula!"
"Ngomong-ngomong, buat apa kau mengangkat Weiming Shouquan? Dia kan roh jahat!" tanyaku sambil mengernyitkan dahi penuh kebingungan.
“Apa yang kau lakukan?” Gu Meidi tersenyum Heihei: “Dia tampan dan gagah, cocok dijadikan peliharaan!”
“Peliharaan? Kau membawa roh jahat sebagai peliharaan?” Kalau orang biasa, pasti sudah nyaris gila ketakutan mendengar ucapan Gu Meidi ini.
“Benar! Itu pun pengiring pria tampan!” Gu Meidi mengedipkan mata padaku, alisnya yang melengkung seperti bulan sabit.
“Pengiring pria?!” Aku melompat setinggi tiga kaki: “Gu Meidi, sejak kapan seleramu aneh begini? Mau... mau memelihara pengiring pria? Apa kehadiranku yang tampan ini belum cukup?”
Aku mulai panik. Entah mengapa, hatiku terasa asam, seperti baru diusir ke istana dingin.
“Haha!” Gu Meidi menutupi mulutnya tertawa: “Kenapa ini? Kok aku mencium bau cemburu? Sampai ada yang iri sama hantu!”
Pipiku memanas tiba-tiba. Untung cahaya di sini redup, Gu Meidi takkan melihat wajahku yang merah seperti pantat monyet. Dalam hati aku mencaci diri: Tuoba Gu, dasar kau tidak percaya diri, sampai cemburu pada hantu? Walau Tuoba Quan secantik apapun, dia tetap hantu. Tak mungkin Gu Meidi beralih cinta ke hantu. Pikiran ini membuat hatiku lega.
"Sungguh, kau bawa dia di sampingmu, tidak takut aura hantu karma balasan?" tanyaku.
"Dia sudah tunduk padaku, aku tuannya yang baru! Dia tak bisa melukaiku! Aku lihat kualitasnya bagus, walau haus darah tapi moralnya baik, loyalitas tinggi. Dengan waktu, bisa kulatih jadi Hantu Dewa, jadi tenaga bantu kami!" kata Gu Meidi.
"Ngomong-ngomong, jurus andalan yang kau lepas tadi apa? Sampai membuat mata anjingku buta!" kataku sambil menggerakkan tangan.
"Itu Roh Naga!" Gu Meidi berkata datar.
"Roh Naga? Bisa jelaskan lebih detail?" tanyaku penasaran.
Gu Meidi menjawab: "Sebenarnya cuma ritual spiritual berkekuatan tinggi, bisa membantuku melawan hantu kuat!"
Kupegang tangan Gu Meidi: "Bagaimana kau bisa punya begitu banyak ritual kuat? Katakan, kau ini sebenarnya siapa?"
Gu Meidi mengangkat bahu: "Baiklah, leluhurku ahli Yin Yang, khusus menangkap hantu dan menahan siluman. Sejak kecil aku belajar ritual!"
"Cuma itu?" tatapku curiga.
Gu Meidi mengangguk: "Ya cuma begitu!"
“Meski Gu Meidi telah memberikan penjelasan, aku tetap merasa penjelasannya terlalu menghindar. Tapi aku tak bisa menemukan celah dalam perkataannya, keraguan dalam hatiku semakin menjadi. Walau tahu Ia sengaja tidak memberitahukan sesuatu, namun jika Ia tak mau bicara, aku pun tak pantas terus menanyakan, hanya bisa menyimpan kebingungan ini di dasar hati. Aku yakin kertas takkan bisa membungkus api selamanya, suatu saat rahasia ini pasti akan bermunculan.”
“Ayo pergi, lama-lama di sini badan terasa berjamur, kita cari udara segar!” Aku menyuruh Gu Meidi meninggalkan tempat ini.
“Tunggu!” Gu Meidi tiba-tiba memanggilku.
“Ada apa?” Aku bingung sambil berpaling.
“Kau berbaring!” Suara Gu Meidi mengandung nada perintah.
Berbaring?!
Hatiku berdebar, jantung kecilku berdegup kencang. Pikiran mesum menerobos masuk ke otak, menatap mata indahnya yang berkilauan, sejenak aku malah merasa sedikit panik.
“Hei! Jadi bego? Cepat berbaring! Kita habisi ini cepat-cepat!” kata Gu Meidi.
Habisi secara cepat?!
Di sini?
Di dalam batang pohon gelap ini?
Penampilan Gu Meidi yang seperti dewi anggun ternyata menyimpan sisi liar dalam hatinya.
Selama ini aku selalu membayangkan pertama kali bersama Gu Meidi, hah, bermimpi pun tak menyangka akan terjadi di tempat aneh begini.
Oh, harta karun, ini pasti akan menjadi kenangan indah yang tak terlupakan dalam hidupku.
Begitu memikirkan tabrakan penuh gairah yang akan datang, tubuh perkasaku gemetar halus karena heboh.
Aku menahan napas, berbaring di tempat. Sebuah bagian tubuhku sudah menegak bagai tiang bendera.
Aku merasa seperti domba yang akan disembelih, tapi justru menyukainya. Ayo, hancurkan aku!
Aku memejamkan mata, menanti detik terindah dalam kehidupan.
Aroma wangi menusuk hidung, wewangian feminin yang memancar dari tubuh Gu Meidi.
Harus diakui, aroma wanita pada Gu Meidi jauh lebih memikat daripada perempuan lain.
Waktu berlahan. Sudah lama aku berbaring terpejam, tapi tak ada gerakan dari Gu Meidi.
Jantungku berdebar: "Sayang! Kenapa kau mengulur waktu? Lekaslah! Jangan kasihan karena aku bunga yang lemah!"
Setelah kira-kira setengah batang hio, suara Gu Meidi bergema: "Sudah selesai. Bangunlah!"
Apa?!
Ini namanya apa?!
Sudah selesai?!
Aku menggosok-gosok telinga. Sekalipun pendidikanku rendah, jangan sampai begini menipuku. Dulu aku pernah jadi wakil kelas kesehatan reproduksi, pengetahuan dasar masih kumiliki.
Aku bangkit. Melihat Gu Meidi sedang merapikan pakaiannya, memukul-mukul debu di bajunya. Pipiku memerah: "Benarkah... sudah selesai?"
"Benar-benar! Untuk apa aku menipumu!" Gu Meidi mengacungkan cincin peraknya: "Tenang, aku sudah menggunakan Cincin Raja Hantu untuk menyedot keluar aura hantu dari tubuhmu!"
"Apa? Aura hantu dalam tubuhku? Apa yang baru saja kau lakukan?" Aku menggaruk-garuk kepala, menyadari sepertinya ada kesalahpahaman.
Gu Meidi memandangiku dengan bingung: "Bukankah sebelumnya kau digigit dua roh? Aku takut energi negatifnya menggerogoti tubuhmu, jadi kusingkirkan semua dengan Cincin Raja Hantu. Lalu menurutmu tadi aku melakukan apa?"
"Aku..." Pipiku memerah padam, malu sampai ingin menghantamkan kepala ke batang pohon.
Ini benar-benar kesalahpahaman!
Sebuah lelucon mengerikan dari ujung ke ujung!
Andai Gu Meidi tahu pikiran jahatku tadi, pasti akan memanahku sampai mati!
"Ter... terima kasih..." Bahkan bicarapun jadi terbata-bata. Dia bermaksud baik menyelamatkanku, tapi aku... malah memikirkan hal-hal kotor. Andai ada lubang, pasti segera kuselami!
Ah, entah mengapa akhir-akhir ini fantasi tentang 'bidang tertentu' semakin menjadi. Rupanya tubuhku sedang memberi peringatan: Jika belum menembus, kau akan meledak sendiri!
Kami merangkak keluar sepanjang dinding batang pohon. Saat meninggalkan lubang pohon, Gu Meidi menoleh: "Ingat! Kejadian di dalam batang pohon tadi jangan disebutkan pada siapapun!"
"Aku tahu!" Kukanggukkan kepala.
Terkadang aku merasa Gu Meidi begitu dekat, seolah bisa kuraih.
Tapi di saat lain, ia terasa begitu jauh, penuh rahasia yang tak bisa kupahami.
Turun dari pohon, energi jahat di luar telah bubar. Akar-akar pohon di sepanjang lereng gunung mengering dengan cepat, berubah menjadi kepulan asap hitam di bawah terik matahari. Pohon murbei berkepala sembilan ini juga mulai layu. Daun-daun hijau lebatnya menguning dan berguguran seketika, menyisakan ranting-ranting gundul yang akhirnya hancur lebur diterpa cahaya.
Akhirnya kami kembali melihat langit membiru, awan berkepul-kepul putih, dengan hangatnya sinar mentari yang menyentuh kulit.
Liu Hanhao bangkit sambil memegangi lehernya dengan gemetar: "Aneh! Kenapa pohon siluman ini tiba-tiba mati? Nyaris saja nyawa melayang!"
"Semua baik-baik saja?" Profesor Ye menghampiri. Aku heran melihatnya tak terluka sedikit pun meski dalam bahaya, gerakannya pun lincah tak terduga.
Wan Juncheng si pecundang tua itu juga selamat. Setelah menghitung anak buahnya, ia mengamuk mengetahui empat bawahan berbaju hitam tewas.
Tapi tak lama kemudian wajahnya kembali tenang. Pasti ia merasa sangat lega bisa selamat dari maut.
Orang-orang sedang bingung mengapa pohon siluman tiba-tiba mengering. Jika bukan karena pohon itu mengering, tak seorang pun dari kami bisa keluar dari sini dengan selamat.
Tentu saja, selain Langit dan Bumi, hanya aku dan Gu Meidi yang paling mengerti alasan di balik semua ini.
Kami juga tidak membocorkan rahasia, tetap berpura-pura kebingungan. Akting kami cukup meyakinkan. Aku sampai meragukan pilihanku mengambil jurusan Arkeologi - seandainya masuk sekolah film, mungkin sekarang sudah jadi bintang terkenal.
Rombongan beristirahat sejenak di tempat, minum air jernih dan makan bekal untuk mengembalikan stamina sebelum melanjutkan perjalanan.
Kami menghabiskan waktu seharian penuh untuk keluar dari Lembah Jendral Ilahi, lalu lebih dari sehari lagi memasuki zona gletser tinggi yang membeku.
Alam memang memiliki karya dewa yang menakjubkan.
Dua hari sebelumnya kami masih di hamparan rumput dengan bunga bermekaran dan kawanan hewan berlarian. Kini kami masuk ke wilayah es yang sunyi senyap. Hanya selang beberapa hari, seolah berpindah ke dua dunia yang berbeda total.
Pegunungan Qilian memiliki iklim pegunungan semi-lembab kontinental dingin. Ketinggian yang terus meningkat membuat elemen iklim berubah secara teratur membentuk zona iklim vertikal. Setelah perjalanan panjang beberapa hari, kami telah mencapai ketinggian 4.000 meter lebih - memasuki zona iklim vegetasi es salju pegunungan tinggi.
Wan Juncheng cukup teliti mempersiapkan sepatu kulit berbulu tebal untuk antisipasi cuaca ekstrim.
Sejak memasuki area es gletser, kami mengenakan jubah kulit tebal dan sepatu kulit. Hanya sepasang mata kecil yang terlihat, berjalan susah payah di tengah daratan es.
