"Aduh!" Da Niu menatap mataku tajam, tersenyum nakal: "Ya, berani bersandiwara di depan kakak? Benar tak tahu maksudku? Lalu pantatmu kenapa memerah?"
Bangsat!
“Pantatmu sendiri yang merah!” Aku mengusap pipi.
Da Niu mengulurkan satu jari, menggelengkan tangan perlahan: “Aku sudah tahu semuanya!”
“Kau tahu apa?” Jantungku berdeg kencang. Jangan-jangan dia tahu aku bermimpi mesum tadi malam?
Da Niu berkata: “Aku baru saja mengambil obat di puskesmas, ketemu Li Zi lagi. Dia bilang semalam datang ke rumahmu!”
Oh, ternyata begitu.
Ketegangan di hatiku mengendur. Kuhela napas lega, lalu mengakui: “Benar! Semalam dia mengundangku ke pesta ulang tahun ke-60 ayahnya akhir pekan ini. Kau juga diundang, kan?”
Da Niu mengangguk: "Kami jangan bahas dulu soal perayaan ulang tahun ayahnya. Lebih baik kita bicarakan kalian berdua. Gelap-gelapan, tengah malam sunyi, kayu kering bertemu api nanar, seorang pria dan wanita sendirian berada dalam satu ruangan - apa benar tak terjadi apa-apa?"
Aku menatapnya tercengang: "Kak Daniu, dulu kau kan tak sekolah tinggi, bagaimana bisa setelah beberapa tahun bekerja di perantauan malah jadi pinter? Tak disangka kau bisa mengucapkan begitu banyak idiom sekaligus dalam satu helaan napas!"
"Jangan puji aku, cerita tentang kalian saja, kemarin malam benar-benar tidak terjadi apa-apa? Aku bisa lihat, Li Zi sangat menyukaimu lho!" Da Niu tersenyum nakal sambil menggerakkan jarinya, dua jempolnya saling bertemu: "Kalian bahkan tidak ciuman?"
"Hey, hei, hei!" Aku mengulurkan tangan mengetuk kepala Da Niu: "Benar-benar tidak tahu kenapa kau bisa sejahat ini, di otakmu kok cuma pikiran kotor begini, aku dan Li Zi hanya teman, hubungan persahabatan murni!"
"Hubungan persahabatan murni? Cekikikan! Setiap kali menyebut Li Zi, aku bisa melihat api nafsu di pupil matamu!" Da Niu menunjuk mataku.
"Bodoh! Matamu sendiri yang berapi-api! Berdiri, kuhajar kau!" Aku mengangkat tinju, bersiap memukul.
Da Niu tertawa terbahak-bahak sambil lari keluar kamar, sebelum pergi masih sempat berteriak: "Xiao Gu, pertimbangkan baik-baik, menurutku Li Zi tidak buruk, perempuan berubah 18 kali, sekarang sudah jadi supermodel cantik, apalagi pakai seragam suster, pria mana pun yang lihat pasti ngiler, kau harus rebut kesempatan ini!"
Huh!
Sebuah sandal terbang keluar, Da Niu merangkul kepala dan kabur pontang-panting.
Da Niu pergi, aku masuk kamar mandi. Saat mandi tiba-tiba teringat betis mungil putih itu, dan seragam suster seputih salju, tak tahan aku menggigil, benar-benar godaan mematikan!
Beberapa hari ini memang tak ada urusan. Siang hari aku di rumah mempelajari 《Kitab Senjata Iblis》, sambil membersihkan Tianxie Qiang sampai berkilau. Malam hari sesekali Daniu datang minum arak, selalu menyebut nama Li Zi sampai hatiku bergelora. Tapi aku tak pernah berinisiatif mencari Li Zi. Meski ada keinginan, tapi hatiku hanya untuk Gu Meidi.
Tak terasa sudah akhir pekan. Sebelumnya aku berjanji pada Li Zi akan menghadiri perayaan ulang tahun ayahnya.
Pagi-pagi aku bangun, mencari pakaian bersih, merapikan potongan rambut agar tampan.
Entah mengapa harus berdandan begitu necis. Apa karena ingin bertemu Li Zi?
Sebagai praktisi bela diri, postur tubuhku memang bagus. Dengan sedikit usaha, penampilanku cukup mencolok. Di daerah kecamatan ini, aku seperti pemandangan menarik. Di jalan kurasakan tatapan para gadis remaja yang mulai bermekaran.
Halaman depan keluarga Li dipenuhi belasan meja jamuan. Tamu berdatangan tak henti.
Lao Li berdiri di pintu gerbang dengan senyum manis, mengenakan kemeja tradisional Tiongkok.
Li Zi juga membantu menyambut tamu dengan qipao merah menyala.
Mulut Li Zi sangat manis: "Wah, San Daye, silakan masuk! Bibi Keempat, perjalanan jauh pasti lelah? Segera istirahat! Paman Li, Paman Yang sudah menunggu main kartu!"
"Entah karena Li Zi atau tidak, perayaan ulang tahun ini dipenuhi energi yang hidup."
Para tamu sambil memberi selamat kepada Lao Li, memuji Li Zi yang cantik dan penuh pengertian. Beberapa ibu-ibu tua mengerumuni Li Zi, bertanya macam-macam, berusaha menjodohkannya dengan putra mereka.
Li Zi tersenyum manis tanpa menjawab.
Da Niu menyikutku dengan sikunya, mengedip-ngedipkan mata: "Nak, lihat kan? Buruan ambil kesempatan! Kalau tidak, bebek yang sudah di mulut ini bisa direbut orang!"
"Pergi sana! Kelihatannya kau yang punya niat sama Li Zi. Kenapa tidak kau kejar saja?" kataku.
Da Niu mengerjapkan mata putih: "Memang aku ada niat. Gadis cantik dan pengertian seperti ini takkan ditemui delapan generasi. Kalau aku belum ketemu Tingting, pasti sudah kukejar! Hng!"
"Hng apaan? Barusan bilang mau ngejar siapa?" Yu Tingting tiba-tiba muncul di belakang Da Niu, mencubit kupingnya.
"Aduhhh!" Da Niu pucat pasi, merengek: "Aku...aku...nggak ngomong apa-apa kok!"
Yu Tingting berkata: "Aku dengar jelas-jelas. Tadi kan semangat sekali? Lanjutkan dong!" Sambil bicara, Tingting menambah tekanan cubitannya. Da Niu menjerit-jerit kesakitan sementara aku tertawa terbahak-bahak di sampingnya.
“Kakak Ipar! Cepat lepaskan! Cepat lepaskan! Banyak orang sedang melihat! Beri sedikit gengsi dong? Aku tadi hanya bercanda! Bahkan kalau aku punya perasaan pada Li Zi, mana mungkin orang lain mau menerimaku? Benar kan?” Daniu merengek-rengek dengan sikap menjilat.
“Benar juga! Ibu tua ini mungkin buta mata sampai memilihmu. Sudahlah, Aku yang masuk neraka kalau bukan siapa lagi!” Yu Tingting melepaskan tangannya sambil menghela napas.
“Terima kasih istri pemaaf! Terima kasih istri pemaaf!” Daniu mengusap-usap telinganya yang masih panas.
Yu Tingting menarik lengan Daniu dan berbisik, “Kalau mau ibu tua ini memaafkan, malam ini kau harus lebih giat, minimal tiga kali!”
Melihat pasangan penuh cinta-benci ini, hatiku tergerak bahagia untuk mereka, sekaligus dipenuhi rasa iri yang mendalam.
Andai ada wanita yang bisa bermain-main dan bercanda seperti ini denganku, alangkah indahnya!
Daniu seolah bisa membaca isi hatiku, menepuk bahuku sambil berkata, “Bagaimana, iri kan? Kalau iri, seranglah aktif!” Sambil berkata demikian, jarinya menunjuk ke arah Li Zi.
Yu Tingting juga menambahkan, “Xiao Gu, kata Kakak Daniu benar. Kakak Ipar juga merasa gadis Li Zi itu berkualitas baik, jangan sia-siakan kesempatan!”
“Hehe, aku sendiri yang akan mengurusnya!” Aku tersenyum, tak melanjutkan topik ini dengan pasangan suami-istri itu.
“Ai, Kak Xiao Gu, kalian sudah datang!” Melihat kedatangan kami, Li Zi menerobos kepungan beberapa nyonya rumah dan menyambut dengan sukacita: “Cepat! Silakan masuk dan duduk!”
Danu mencibir sinis: “Wah! Matamu cuma melihat Kak Xiao Gu, Kak Danu berdiri di sini tidak disapa sama sekali?”
Wajah kecil Li Zi memerah: “Mana mungkin! Kak Danu, Kakak Ipar, Tante, silakan masuk dan duduk!”
Aku mengulurkan angpao dari saku: “Ini sedikit tanda hati dari aku dan Danu, tolong diterima!”
Li Zi berkata: “Kak Xiao Gu, kenapa jadi kaku begini? Dan Kak Danu, bukankah sudah kuberi tahu jangan membawa hadiah?”
Danu terkekeh: “Terimalah, ini ungkapan tulus dari Xiao Gu!”
“Baiklah, terima kasih!” Li Zi mempersilakan kami masuk: “Silakan duduk dulu, aku akan menyapa tamu lain!”
Perayaan ulang tahun berlangsung meriah. Keluarga Li termasuk keluarga terpandang di Desa Hezi. Lao Li dulu pernah menjabat sebagai sekretaris desa, populer dan memiliki jaringan luas. Lao Li memiliki lima anak, Li Zi adalah bungsu dengan tiga kakak laki-laki dan satu kakak perempuan. Lao Li baru memiliki anak bungsu ini di usia 40 tahun, sehingga sangat menyayanginya. Sejak kecil Li Zi selalu didandani seperti boneka gemuk, sangat berbeda dengan anak-anak desa lain.
Setelah meneguk dua gelas arak ulang tahun, aku berniat mengambil semangkuk sup panas di dapur.
Masuk ke dapur, masih ada beberapa koki yang sibuk bekerja.
“Pesan apa？”Seorang tukang masak mendekatiku, ada bekas luka di dahinya.
“Oh Guru, tolong isi mangkok dengan sup panas, terima kasih!” Kuserahkan mangkok ke tukang masak itu. Dengan cepat dia mengisinya, kuucapkan terima kasih lalu membawa mangkok keluar dari dapur.
Setelah pesta ulang tahun, kami berpamitan pada Li Zi. Ia menarik tanganku: “Kak Xiao Gu, hari ini rumah sedang sibuk, maaf tak bisa menemani. Nanti kalau sudah selesai aku cari kalian main!”
“Nanti kalau sudah selesai aku cari kalian main!” Da Niu meniru suara Li Zi dengan nada manja, lalu menyentuh pundakku: “Dia cuma mau main sama kamu! Menjengkelkan! Hehe!”
“Sial!” Aku merasakan meriang, semua kesenangan lenyap: “Jangan bikin aku mual dong! Mau muntah nih!”
Tak kusangka candaanku jadi kenyataan. Begitu pulang aku benar-benar muntah. Perut terasa mual, semua yang dimakan siang tadi keluar mentah-mentah. Sungguh disayangkan.
Awalnya kukira ini efek kebanyakan minum arak beberapa hari terakhir.
Tapi kemudian muntah berkali-kali sampai asam lambung keluar.
Kira-kira mungkin kemarin malam kedinginan, kubawa minum air panas lalu naik ke tempat tidur.
Siapa sangka setelah berbaring seharian tak membaik, malah muntah dua kali lagi. Badan sekuat baja pun lemas tak berdaya.
"Belakangan aku mulai latihan spiritual lagi, tapi tak bisa. Perut terasa kram, energi spiritual sama sekali tak bisa terkonsentrasi."
Aku menelepon Da Niu. Mendengar suara napas tersengalku, dia malah tertawa nakal di telepon: "Hei Adik, napasmu berat sekali. Jangan-jangan lagi nonton film porno?"
Perutku sakit tak tertahankan. Tak ada mood bercanda, kutanyakan: "Kalian baik-baik saja setelah pulang?"
Aku merasa muntah-muntah ini tak wajar, jadi curiga jangan-jangan keracunan makanan.
Tak disangka Da Niu menjawab riang: "Baik-baik saja! Makan enak, tidur nyenyak. Masih kepikiran daging keledai pedas siang tadi! Lah, kenapa kamu?"
"Oh, kalau kalian baik-baik saja saja. Kalau sempat, tolong ambilkan obat di puskesmas. Mungkin aku kena angin, muntah terus!" Hatiku lega. Sepertini ini bukan keracunan makanan karena semua orang makan sama.
"Hah? Muntah? Oke oke, tunggu ya! Aku antar obat sekarang!" Da Niu memutuskan telepon.
