Tali pendakian habis, kami tak bisa keluar untuk sementara waktu.
Lao Yang juga mencoba menghubungi pihak luar via ponsel, tapi sayang, di bawah lubang raksasa sama sekali tak ada sinyal, bahkan telepon polisi pun tidak bisa terhubung. Tempat ini bagaikan ruang terkunci yang mati dan berat, memutus semua hubungan dengan dunia luar.
Setelah keributan tadi, semua orang mulai lelah dan terpaksa duduk beristirahat di tempat.
"Kalian baik-baik saja? Apakah ada yang tergigit atau tercakar zombie tadi?" tanyaku pada anggota tim lainnya.
Para anggota tim menggelengkan kepala bergantian.
"Tidak ada!"
"Aku juga tidak!"
"Aku cukup beruntung, tadi hampir saja tergigit!"
Mataku menyapu wajah para anggota satu per satu: "Jika ada yang tergigit atau tercakar zombie, harap segera melapor. Aku tanya sekali lagi, benar-benar tidak ada yang terluka?"
Jawaban mereka tegas: "Tidak ada!"
Aku lega. Lao Yang melambai padaku: "Xiao Gu, kemarilah lihat Lao Zhao!"
Kumedekati dan melihat Zhao Lianqiao dengan wajah pucat pasi, bibir menghitam. Lengan kanannya putus separuh, daging dan darah hancur berantakan, tulang tangan putih mengerikan terlihat jelas. Kehilangan darah terlalu banyak membuatnya setengah pingsan.
Hatiku tiba-tiba dipenuhi kesedihan. Lao Zhao sekalipun tidak terinfeksi virus kematian, luka seberat ini pasti membuatnya tak bisa pulang dengan selamat. Lengannya perlu segera dihentikan perdarahannya dan dioperasi. Jika terlambat, dia akan kehilangan banyak darah. Lengan yang terluka juga bisa mati jaringan. Jika terinfeksi kuman dan menimbulkan komplikasi, situasinya akan semakin berbahaya.
Melihatku diam, Lao Yang mulai menyadari sesuatu. Dengan suara pelir dia bertanya, "Tak tertolong?"
Aku menghela napas, membuka kelopak mata Lao Zhao. Biji matanya tampak berkabut abu-abu pekat seperti dilapisi abu kematian. Di bagian bawah biji mata, mulai muncul garis hitam samar - ciri khas infeksi virus kematian.
Jantungku seperti diremas. Perlahan kulepaskan tangan dan menggeleng ke arah Lao Yang.
Lao Yang menggigit bibirnya, wajahnya pucat. "Saat berangkat, aku berjanji pada istrinya pasti akan melindungi Lao Zhao pulang hidup-hidup. Tak disangka... baru setengah hari... Bagaimana nanti kubilang pada janda itu? Aku melanggar janji!"
Aku mengerti perasaan Lao Yang, tapi tak bisa berbuat apa-apa. "Lao Yang, tak ada yang mau ini terjadi. Jangan terlalu menyalahkan diri. Banyak hal sudah ditakdirkan Langit."
Lao Yang menghela napas berat, memandang Zhao Lianqiao di sampingnya dengan alis berkerut. "Sekarang bagaimana?"
Setelah lama terdiam, kukatakan dengan berat, "Dia sudah tertular virus kematian."
Lao Yang terkejut: "Maksudmu, Lao Zhao dia... dia akan segera mengalami transformasi mayat?"
Meski sangat enggan mengakui fakta ini, aku pasrah mengangguk: "Benar!"
"Benar-benar tak ada cara menyelamatkannya? Bukankah kau berhasil menyelamatkan Cao Yi waktu itu?" tanya Lao Yang dengan buru-buru.
Aku menjelaskan secara detail: "Waktu itu Cao Yi hanya tercakar zombie, virus kematian belum menyerang organ-organ dalam. Berkat pertolongan pertama tepat waktu, nyawanya tertolong. Tapi kondisi Lao Zhao kali ini berbeda, lukanya sangat parah. Virus kematian sudah menyebar cepat dalam tubuhnya, transformasi mayat bisa terjadi kapan saja! Sekalipun ada obat terbaik, sudah tak mungkin menyelamatkannya!"
"Lalu harus bagaimana?" Lao Yang meminta pendapatku.
Aku menarik napas dalam: "Ini pilihan sulit. Transformasi mayat Lao Zhao sudah pasti terjadi, hanya masalah waktu saja. Jika dibiarkan menjadi zombie, kita akan menghadapi bahaya baru. Untuk melindungi keamanan semua orang, kita harus membunuh ancaman ini sejak dalam buaian! Kau mengerti maksudku?"
Lao Yang menatapku, menyalakan sebatang rokok sambil menghisapnya dalam-dalam. Ia tetap diam.
"Ini memang pilihan yang sulit," Lao Yang tentu mengerti maksudku. Sebagai kapten tim, kuserahkan keputusan ini padanya. Kami punya dua opsi: Pertama, membunuh Lao Zhao sebelum terjadi transformasi mayat agar tidak berubah menjadi zombie. Kedua, tidak tega melakukannya sekarang, tapi saat transformasi mayat benar-benar terjadi, proses pemusnahannya akan lebih kejam.
"Er... Er..." Rintihan berat mulai keluar dari mulut Lao Zhao yang pingsan. Tenggorokannya seperti tersumbat sesuatu.
Sial!
Transformasi mayat Lao Zhao sudah dimulai!
Kukerutkan alis dan segera tempelkan Fu Penstabil Mayat di ubun-ubunnya. Mulut Lao Zhao perlahan tertutup, rintihannya berhenti mendadak. Tapi fu ini hanya menunda sementara transformasi mayat, tidak bisa menghilangkan virus kematian dalam tubuhnya.
"Kapten Yang, cepat putuskan!" seruku pada Lao Yang.
Napas Lao Yang menjadi tersengal-sengal. Setelah lama terdiam, dari bibirnya meluncur satu kata: "Bunuh!"
Kata itu bagai beban ribuan kati, menyesakkan dadanya.
Aku tahu keputusan ini lahir dari pergulatan batin yang sangat berat.
"Serahkan padamu, Xiao Gu!" Lao Yang menepuk bahuku, lalu berbalik meninggalkanku.
"Lao Zhao, maafkan aku. Sekarang kami harus mengakhiri hidupmu demi membebaskanmu dari penderitaan. Jika kau berubah menjadi zombie, siksaan yang kau alami akan jauh lebih mengerikan!" Aku membatin dalam hati sambil menjepit selembar Fu Naga Api dengan jari. Mantra kendali pun terlantun, ujung jari gemetar ringan. Tangan kiriku membuka mulut Lao Zhao, Fu Naga Api yang baru menyala itu kusodokkan langsung ke dalam tenggorokannya.
Api menyusuri tenggorokan Lao Zhao dan merambat ke dalam tubuh. Tak lama kemudian, kobaran api menyembur keluar dari badannya. Dua bola api bahkan menyembur deras dari rongga matanya. Memandang Lao Zhao yang hancur lebur seketika dalam kobaran api, kami semua terdiam seribu bahasa dengan ekspresi pilu.
Saat api mereda, raga fisik Lao Zhao pun telah raib tak berbekas.
Kepergian Lao Zhao membuat kami semua berduka.
Lao Zhao adalah pria bajik. Alasan dia mengikuti kami masuk ke gunung adalah khawatir kami tersesat di Pegunungan Kulit Kuning. Andaikan dia tak ikut, mungkin saat ini dia masih bisa duduk ceria di Rumah kecil berpagar miliknya, menyeruput teh kental sambil menghisap rokok lintingan, menyipitkan mata menatap mentari terbit dan tenggelam.
Waktu berjalan satu menit satu detik. Kami meminum air dan menyantap bekal sambil bermusyawarah mencari solusi.
"Mustahil kembali melalui jalan yang sama. Saya usul kita terus masuk lebih dalam!" Aku mengajukan saran.
“Terus masuk lebih dalam? Aku rasa tidak kuat!” Lao Niao berkata: “Kau belum dengar penjelasan Bupati Zhao sebelumnya? Bukit Kulit Kuning yang terkikis air Sungai Kuning, di dalam tubuh gunung terbentuk banyak gua yang terpecah-pecah. Tempat ini bagai labirin alami raksasa. Jika kita nekat masuk lebih dalam, bisa-bisa tersesat di sini, seumur hidup takkan bisa keluar!”
Cao Yi mengangkat tangan mendukungku: “Aku setuju dengan saran Tuoba Gu. Jika kita masuk ke dalam, mungkin masih ada harapan keluar. Tapi kalau hanya duduk diam di sini, bukankah itu sama saja mengantri menunggu kematian? Menurutmu masih ada yang akan menyelamatkan kita dari Lubang Raksasa ini? Aku jamin tiga lima tahun takkan ada orang datang. Saat itu jasad kita sudah jadi mayat kering!”
“Tapi risiko masuk ke dalam gunung memang sangat tinggi!” Li Yuwen menyahut.
Fang Weiran menimpali: “Meski berbahaya, setidaknya masih ada harapan bertahan hidup. Masih lebih baik daripada di sini yang 100% pasti menunggu ajal!”
Aku mengangguk: “Bagus! Itu juga pertimbanganku. Lagipula meski banyak gua di dalam gunung dan medannya rumit, pasti ada jalan yang menembus ke luar!”
“Sudah! Berhenti berdebat!” Lao Yang bangkit berdiri, melambaikan tangan.
Li Tienan berkata: “Serahkan pada Kapten Yang untuk memutuskan. Dialah pimpinan kelompok kita!”
Lao Yang berjalan mondar-mandir dengan kedua tangan terlipat di punggung. Ekspresinya berat bagai timah, terkadang mengerutkan alis, terkadang wajahnya menegang.
Beberapa saat kemudian, dia akhirnya berhenti dan menatapku: "Aku mendukung saran Xiao Gu. Mari kita terus masuk lebih dalam ke gunung. Mungkin masih ada kemungkinan lolos dari maut. Lebih baik daripada terkepung mati di sini!"
"Mengingat Kapten Yang sudah membuat keputusan, mari kita ikuti instruksi! Kapten Yang, kapan kita berangkat?" tanya Li Tienan.
Setelah serangkaian peristiwa ini, tim investigasi kriminal pimpinan Li Tienan dan tim kasus besar telah mulai menyatu. Mereka tidak lagi bertindak sendiri sesuai keinginan pribadi. Perubahan sikap pada Li Tienan yang dikenal dingin dan angkuh ini sungguh luar biasa.
Lao Yang berpikir sejenak: "Biarkan sahabat-sahabat kita beristirahat lebih lama. Malam ini kita menginap di sini, besok pagi baru berangkat. Setelah keributan ini, bahkan tubuh baja pun akan limbung. Pasti semua sangat kelelahan, terutama Xiao Gu yang baru saja menggunakan kekuatan sihir dahsyat sampai limbung. Dia perlu pemulihan ekstra!"
Li Tienan mengangguk: "Baiklah kalau begitu. Tapi suhu udara dalam gua ini sangat dingin, malam ini akan berat bagi semua."
Pemandangan makin gelap, kabut embun beku berayun-ayun di langit luar, membentuk lapisan putih yang menutupi cahaya bintang dan bulan.
Suhu udara di dalam gua semakin rendah. Tadi saat kami masih berlari dan bertarung sepenuhnya, tidak terlalu terasa dinginnya. Tapi sekarang setelah beristirahat, baru terasa betapa menusuknya udara dingin di dalam gua ini. Seperti kata Lao Niao, kalau duduk semalaman di sini, besok pagi kita akan berubah menjadi patung es. Ucapan Lao Niao ini sama sekali bukan berlebihan, karena seiring terus turunnya suhu, kami melihat dengan mata kepala sendiri lapisan embun beku perlahan merambat di tebing batu.
Untuk menahan dingin, kami membangun dua tungku kecil dari batu-batu pecahan. Bahan bakar padat kami letakkan di dalam tungku. Api mulai menyala, memanaskan batu-batu itu hingga terasa hangat. Kami duduk melingkar mengelilingi tungku, sambil menghembuskan napas hangat, menggosok-gosok tangan, dan menghangatkan diri. Meski mendapat kehangatan sementara, bahan bakar padat yang kami bawa sangat terbatas. Perkiraan kami tidak akan cukup sampai pagi. Tapi saat ini kami juga tidak bisa memikirkan itu lagi, yang penting bisa hangat sebentar ya sudah cukup.
Aku merapal jurus mantra, lalu duduk bersila di dekat tungku sambil mengatur napas. Seiring sirkulasi napas internal, tubuhku perlahan mulai menghangat. Ulat es Sembilan Po di dalam tubuhku seakan bangun dari tidur, membuatku sama sekali tidak merasakan dingin lagi.
