"Kapten, cepat kemari! Ada terowongan rahasia di sini!" teriak Cao Yi sambil menoleh ke arah Lao Yang dan yang lain dengan ekspresi takjub.
Lao Yang dan kawan-kawan segera mendekat. Melihat lubang persegi di bawah Ding Jiuzhou, mereka semua terkagum-kagum.
Tapi kelompok cepat terbelah menjadi dua kubu.
Kubu radikal berpendapat: "Karena tak ada jalan lain, lebih baik kita jelajahi terowongan ini. Mungkin ada penemuan mengejutkan."
Sementara kubu konservatif berargumen: "Terowongan ini mungkin menyimpan bahaya mengerikan. Lebih baik kita segera meninggalkan makam ini."
Anggota kubu radikal terdiri dari aku, Cao Yi, dan Lao Niao.
Kubu konservatif diisi Fang Weiran, Han Xu, dan Lin Wei.
Kedua kubu memiliki tiga anggota masing-masing, membuat keputusan menjadi deadlock.
Li Tienan tidak memihak. Ia menyerahkan keputusan akhir pada Lao Yang.
Beban keputusan akhir jatuh pada pundak Lao Yang sebagai pemimpin tim.
Lao Yang berjalan bolak-balik di depan Ding Jiuzhou dengan tangan tergenggam di punggung.
Setelah beberapa saat, ia berhenti dan berseru singkat: "Turun!"
“Tim Yang…” Lin Wei masih ingin berbicara, tapi Li Tienan menyela: “Menuruti perintah adalah tugas suci kita. Karena Tim Yang sudah membuat keputusan, kita cukup jalankan perintah! Ngapain banyak basa-basi!”
Li Tienan memang memiliki aura penguasa yang kuat. Perkataannya tegas dan tak terbantahkan, benar-benar perempuan tak kalah gagah dari pria.
Setelah rencana diputuskan, kami minum sedikit air. Menunggu sampai gas beracun di terowongan rahasia hampir habis, barulah kami masuk ke bawah Jiuzhou Ding, merangkak satu per satu memasuki lubang persegi itu.
Di bawah lubang itu gelap gulita. Benar ada terowongan rahasia berkelok-kelok menuju kedalaman.
Kegelapan menyelimuti separuh bawah terowongan. Tak terkira seberapa dalam dan panjangnya lorong ini.
Dengan senter mata serigala di tangan kiri dan tombak Tianxie di tangan kanan, aku memimpin di depan membuka jalan.
Sunyi senyap menyelimuti terowongan, hanya suara langkah kaki kami yang bergema.
Aku bahkan bisa mendengar nafas berat anggota tim, jelas terlihat semua orang tegang.
Sebenarnya aku juga gugup, karena tak tahu apa yang menanti di kedalaman terowongan.
Hal-hal yang tak diketahui inilah yang benar-benar menakutkan.
Karena ketidaktahuan, maka timbul ketakutan.
Dengan hati berdebar kuteruskan langkah ke bawah. Semakin dalam, semakin heran karena udara lembap mulai terasa menyergap wajah.
Secara umum, makam kuno cenderung kering karena kelembaban udara yang berlebihan akan mempercepat pembusukan benda-benda tertentu. Contohnya, peti mati kayu yang terkena embun kemungkinan besar akan membusuk, dan mayat kuno di dalamnya juga akan cepat membusuk, tidak dapat bertahan lama.
Namun kelembaban udara di terowongan rahasia ini sangat tinggi, udaranya basah kuyup, terasa menusuk dingin di paru-paru saat dihirup.
Saat kami tiba di dasar terowongan rahasia, baru kami temukan bahwa di bawah terowongan ternyata terdapat sebuah ruang makam!
Luas ruang makam ini cukup besar, melebihi 200 meter persegi.
Dari sini terlihat bahwa penilaian kami sebelumnya tidak sepenuhnya salah, memang ada ruang makam di dalam gua, tapi bagian atas bukanlah ruang makam sebenarnya. Ruang makam sesungguhnya tersembunyi di bawah Kuali Ritual Sembilan Provinsi.
Saya harus benar-benar sujud dengan lima anggota badan menyentuh tanah sebagai bentuk kekaguman pada perancang zaman dulu yang mampu menciptakan konstruksi bangunan secanggih ini.
Sekaligus, rasa penasaran saya terhadap identitas Tuan Makam kembali muncul.
Kemampuan membangun makam sehebat ini, memiliki siluman penjaga makam, serta mempertahankan Kuali Ritual Sembilan Provinsi bahkan setelah mati - pasti menunjukkan bahwa Tuan Makam ini adalah seorang penguasa feodal ternama dalam sejarah. Dari keberadaan tulang oracle di makam, saya menduga sang tuan kemungkinan adalah raja dari era Dinasti Xia, Shang, atau Zhou.
Tapi yang mengejutkan sekaligus menyesakkan hati, ruang makam rahasia ini nyaris hancur total.
Entah karena alasan apa, di dalam ruang makam telah terkumpul air Sungai Kuning setinggi lebih dari satu meter, keruh dan kekuningan, sama sekali tidak ada tempat untuk berpijak.
Aku akhirnya mengerti mengapa tadi merasakan kabut uap air yang basah, karena terowongan rahasia di bawah ini entah sejak kapan telah berubah menjadi penjara air.
Kami memusatkan penglihatan, mengangkat sentern serigala sambil memandang ke segala arah.
Terlihat di dinding ruang makam awalnya ada banyak lukisan dinding berwarna-warni, namun akibat terkikis uap air, banyak gambar indah itu yang warnanya sudah mengelupas, menjadi sangat buram. Terlihat seperti noda bekas, tidak memiliki keindahan sama sekali, malah terlihat sangat jelek.
Di genangan air itu mengapung beberapa barang kuburan, ada banyak perhiasan berharga dari emas, perak, dan giok, juga berbagai bejana perunggu dengan bentuk unik.
Sesuatu yang hitam melayang perlahan melewati bawah kaki kami. Cao Yi terkejut, berteriak pelan, refleks mundur selangkah persis menghantam dadaku. Aku agak kaget tiba-tiba ditubruk domba kecil, kedua tangan bingung tak tahu mau ditaruh di mana.
"Ma... Maaf..." Cao Yi menoleh melihatku sebentar, lalu cepat-cepat memalingkan pandangan, wajahnya merah malu-malu.
Aku berjongkok, menyorotkan senter serigala ke benda hitam itu, lalu meraih dan mengambilnya.
Itu adalah cangkang kura-kura berbentuk persegi panjang yang mirip keyboard komputer. Di permukaan cangkang terdapat banyak retakan, sekaligus tulisan orakel yang berjejal rapat. Pada era Shang, orang-orang gemar meramal menggunakan cangkang kura-kura dan mencatat hasil ramalan tersebut dengan tulisan di atasnya. Cangkang bertulisan orakel ini sangat bernilai bagi penelitian ilmiah tulang orakel, maka kuputuskan untuk membawanya pulang. Meski aku tak lagi di tim arkeologi, tapi bisa kuserahkan ke ahli arkeologi terkait, setidaknya ini bentuk kontribusiku.
Aku baru saja memasukkan cangkang kura-kura ke dalam tas, tiba-tiba mendengar Lao Yang berkata: "Apa itu di sana?"
Beberapa lingkaran cahaya putih jatuh di permukaan air tengah ruang makam, samar terlihat sebuah peti kayu berukuran besar terombang-ambing dalam genangan air.
Setelah memusatkan penglihatan beberapa saat, hati sedikit berdebar - dari bentuk dan ukuran peti kayu itu, sangat mirip dengan peti mati.
Air Sungai Kuning yang membanjiri ruang makam membuat peti mati yang awalnya diletakkan di sana ikut mengapung.
"Aku akan periksa!" Tak bisa menahan rasa ingin tahu, aku melompat ke dalam genangan air dan bergegas mendekati peti kayu itu.
Siapa sebenarnya pemilik makam ini? Inilah jawaban yang selalu ingin kucari.
Genangan air di ruang makam cukup dalam. Saat mencapai tengah ruangan, air sudah memojokkan dada. Hampir-hampir aku harus berenang. Mungkin karena tak ada cahaya, airnya menusuk tulang. Meski tak kedinginan, permukaan tubuhku instingtif merinding.
Peti kayu itu semakin mendekat. Hati kecilku berdebar dong-dong seperti drum perang. Jawaban yang kucari, saat ini begitu dekat.
Dari jarak dekat, aku yakin: peti kayu itu sungguh sebuah peti mati.
Panjang peti mati sekitar dua meter. Karena terombang-ambing di air, tinggi pastinya tak terlihat.
Karena terendam dalam air terlalu lama, permukaan peti mati telah terkikis uap air hingga membusuk. Di lingkungan lembap dan gelap, permukaan peti itu bahkan ditumbuhi lapisan jamur putih seperti payung-payung kecil hujan.
"Jangan-jangan bagian dalam peti sudah rusak karena terendam!" gumamku pelan sambil meraih tepi tutup peti mati. Dengan sekuat tenaga, aku mengangkatnya.
Aliran bau busuk menyengat langsung menerpa. Segera kumenahan napas.
Tatapanku tertuju ke dalam peti mati. Seketika hatiku tenggelam, wajahku dipenuhi kekecewaan.
Di dalam peti mati sudah tidak terlihat mayat yang utuh, hanya tersisa tulang-belulang putih mengerikan dan kulit-daging kering yang tercerai-berai. Aku tidak tahu kaisar legendaris dalam peti itu siapa, tapi harus diakui, penguasa ini mungkin bukan penguasa baik semasa hidupnya, kalau tidak jenazahnya takkan menerima hukuman langit seperti ini. Dia mungkin tak pernah menyangka bahwa suatu hari, peti kerajaannya yang semestinya menjadi tempat peristirahatan abadi, justru akan dikuasai sekumpulan tikus. Peti mati kaisar abadi ini kini telah berubah menjadi sarang tikus, dengan banyak anak tikus yang menciut-ciut memanggil induknya. Beberapa tikus bahkan sedang menggerogoti tulang-belulang dan daging hancur di dalam peti, mengeluarkan suara kunyahan krak-krak.
Aku juga tak menyangka pemandangan di dalam peti mati akan sehoror ini. Segera kututup rapat tutup peti mati, memutus gambar menjijikkan itu. Langkahku mundur beberapa kali, berdiri di genangan air setinggi dada sambil menarik napas panjang. Gambar mengerikan di dalam peti masih terbayang-bayang di depan mataku, membuat bulu kudukku kembali merinding.
Dengan tubuh basah kuyup, kuhela diri kembali ke tepi sungai. Cao Yi bertanya: "Bagaimana? Menemukan sesuatu? Apakah itu peti mati?"
Kukanggukkan kepala: "Memang benar sebuah peti mati!"
Lao Yang menyambung: "Lalu, apa kau tahu siapa sebenarnya tuan makam dari sistem feodal ini?"
Aku menggelengkan kepala dan menghela napas: "Peti mati sudah terendam dan membusuk, entah dari mana datangnya sekumpulan tikus, sekarang mereka tinggal di dalam peti mati itu, menjadikannya sarang. Sang Jun itu benar-benar sial, mayatnya digerogoti tikus sampai hanya tersisa tulang rapuh dan daging hancur, jangan ditanya lagi betapa menjijikkannya!"
Sedang asyik mengkritik, tiba-tiba mendengar Li Tienan berkata: "Tuoba Gu, Cao Yi, kalian maju sedikit, genangan air di ruang makam sepertinya mulai naik!"
Genangan air naik?!
Mendengar perkataan Li Tienan ini, barulah kusadari bahwa genangan yang awalnya setinggi lutut di tepi tangga, tanpa kusadari sudah mencapai pinggangku.
Genangan yang terus naik membuktikan air Sungai Kuning masih terus membanjiri ruang makam.
Di luar mungkin sedang hujan deras, permukaan air di makam naik dengan cepat. Saat kami panik bersiap mundur dari ruang makam, kudengar suara cicit-cicit tikus datang dari permukaan air yang redup. Kulihat ke belakang, peti mati itu entah kapan sudah terbalik, tikus-tikus di dalamnya berhamburan keluar dan berenang cepat ke sisi lain ruang makam.
Lao Yang menarik lenganku: "Xiao Gu cepat pergi! Kalau tidak segera, kita akan tenggelam di sini!"
Melihat tikus-tikus yang panik berlarian itu, tiba-tiba muncul energi spiritual di benakku. Aku berteriak kencang: "Jangan lari! Kita tidak boleh meninggalkan tempat ini!"
"Mengapa?" Lao Yang menatapku dengan bingung, wajahnya dipenuhi kecemasan: "Apakah kita harus tinggal di sini mengantri menunggu kematian?"
Aku menggelengkan kepala, tatapan mata berkilau penuh harapan: "Jika ingin keluar hidup-hidup dari sini, dengarkan aku. Tetap di dalam air, jangan lari!"
Lao Yang panik: "Diam di air bisa selamat? Xiao Gu, kau sedang bercanda?"
Sambil berbicara, genangan air sudah mencapai leher. Dengan tenang kujelaskan: "Aku tidak bercanda. Percayalah, aku punya cara untuk keluar dari sini!"
