Wajah Xiao Guoguo dan Gu Meidi terus bertumpang tindih di depan mataku, seperti dua pisau bermata dingin yang menusuk jantungku dari kiri dan kanan. Sakit sekali. Tapi semakin sakit, kesadaranku justru semakin pulih. Keinginanku untuk bertahan hidup begitu kuat, seolah tubuhku akan meledak.
Tiba-tiba kurasakan riak-riak tak beraturan datang dari bawah air, seolah ada sesuatu yang mendekati posisiku.
Kutahan nafas dan kubuka mata lebar-lebar menatap ke depan.
Di balik permukaan air yang gelap gulita, tiba-tiba muncul dua sumber cahaya - lentera besar yang memancarkan sinar hijau mengerikan.
Jantungku berdebar kencang. Apakah ini Dewa Sungai? Apakah Dewa Sungai telah muncul?
Saat lentera itu semakin mendekat, barulah kusadari di belakangnya ada bayangan raksasa. Di kedalaman gelap, siluetnya tampak samar-samar seperti rangkaian gerbong kereta panjang.
Dadaku sesak. Tiba-tiba kuingat saat meninggalkan Kolam Air Hitam senja tadi, kulihat ada bayangan besar di dasar kolam. Pupil mataku menyempit: Benda apakah gerangan bayangan raksasa ini?
Ketika bayangan raksasa itu mendekati gerbong babi, akhirnya aku melihat jelas. Seluruh bulu kudukku merinding seketika, kulit kepala bergidik ngeri. Meski berada di bawah air, seolah aku bisa mencium bau amis yang menyengat. Tubuh perkasaku jelas-jelas gemetar – bayangan itu ternyata seekor ular hitam raksasa! Benar! Seekor ular piton hitam raksasa!
Ular itu hitam legam tanpa pola apapun, memancarkan tekanan dan ketakutan yang luar biasa. Panjang tubuh ular piton raksasa itu setidaknya melebihi 10 meter, sebesar ember air, bagai kapal selam mini yang melesat di dasar kolam. Yang lebih mengerikan adalah kepalanya – sebesar kabin truk, sementara dua lentera besar yang kulihat sebelumnya ternyata adalah kedua matanya yang memancarkan cahaya hijau berpendar, penuh kebencian dan kejahatan.
Dewa Sungai?!
Inikah Dewa Sungai dari legenda?!
Aku tidak percaya Paman Keduamu!
Ternyata wujud asli Dewa Sungai adalah seekor ular piton hitam raksasa yang hidup di kolam air hitam!
Jantungku berdesir ketakutan. Aku merasa sedih mendalam memikirkan gadis-gadis kecil yang dikorbankan untuk Dewa Sungai – mereka ternyata dijadikan santapan ular, makanan lezat dalam perut monster. Bagaimana reaksi warga desa yang bodoh itu jika tahu dewa yang mereka sembah ternyata seekor ular piton hitam raksasa?
Semua tanda tanya dalam sedetik membanjiri dada: Mengapa ahli ilmu gaib mengirim gadis kecil untuk persembahan Dewa Sungai? Karena ahli ilmu gaib itu sebenarnya sedang memelihara ular piton raksasa ini! Benar, ahli ilmu gaib menggunakan daging manusia gadis-gadis untuk memberi makan ular piton! Mengapa harus memilih gadis berusia empat belas tahun? Karena ular piton ini pasti bukan ular biasa, kemungkinan besar adalah ular siluman yang sedang dipelihara ahli ilmu gaib di sini! Ditambah lokasi titik fengshui terkutuk penyerap energi Yin ini, semua jejak yang terhubung membuatku sudah menebak 80-90% kebenaran.
Keberadaan ular piton raksasa ada dua kemungkinan: Pertama, ahli ilmu gaib sengaja membawanya ke kolam air hitam karena tertarik pada titik fengshui terkutuk penyerap energi Yin ini. Memelihara ular hitam di lokasi terkutuk akan lebih mudah untuk ditempa menjadi siluman. Kemungkinan kedua, ular piton itu memang sudah hidup di kolam air hitam sejak awal. Karena bertahun-tahun menghuni titik fengshui terkutuk penyerap energi Yin, menyerap banyak energi Yin, sehingga secara perlahan berhasil berubah menjadi ular siluman melalui kultivasi.
Bencana ular adalah ulah ahli ilmu gaib. Ia mungkin menggunakan cara misterius untuk memanggil gerombolan ular dan mengarahkannya ke Desa Fengxian. Kemudian ia menyamar sebagai Juru Selamat yang datang menaklukkan bencana ular. Demi tujuan memelihara siluman ular dengan gadis-gadis, ahli ilmu gaib sengaja membuat dalih persembahan untuk Dewa Sungai agar dipercaya warga. Mereka mengira dengan menyembah Dewa Sungai, desa akan terbebas dari malapetaka. Sejak itu, ahli ilmu gaib bisa legal memilih gadis untuk dijadikan pakan siluman ular.
Di sisi lain, ahli ilmu gaib pun dianggap sebagai dewa oleh warga. Ia dilayani dengan makanan enak dan diberi uang hio. Yang paling utama, ia bisa memanfaatkan ritual persembahan ini untuk memaksa gadis-gadis muda di desa tidur dengannya dengan ancaman maupun bujukan. Tubuh mereka ditipu, harta dan nafsu pun diraup. Sungguh kejahatan yang mencapai puncaknya!
Bum!
Ular piton hitam raksasa mendekat. Ekornya menyapu perlahan, menghantam kerangkeng bambu tempatku terkunci. Kerangkeng berguncang hebat, tubuhku terlempar ke sana kemiri seperti naik roller coaster.
Ular itu tak buru-buru menggigit. Ia berenang perlahan mengelilingi kerangkeng, lidah bercabangnya sesekali menjulur keluar, menyentak-nyentak permukaan kerangkeng dengan gerakan menjijikkan.
Kurasakan oksigen di paru-paru semakin menipis. Anggota badan lemas tak bertenaga. Pandangan mulai buram.
Tidak kuat! Jika tidak segera keluar, aku sudah hampir kehabisan napas.
Pada saat itu, jari kelingkingku seakan tersentuh rantai besi yang keras seperti papan. Seketika aku teringat pada Cincin Raja Hantu.
Hatiku berdebar harap. Dengan nada memohon, kubatin dalam hati: "Weiming Shouquang! Meng Tian! Aku hampir mati, kalian masih belum muncul menyelamatkan tuan? Cepatlah!"
Cincin Raja Hantu memancarkan lingkaran cahaya putih. Dua raungan gagah perkasa menggema nyaris bersamaan. Dua Roh Jenderal muncul serentak, mengapitku di kiri-kanan.
Kedua roh jenderal berwujud hantu tanpa fisik. Kandang babi tentu tak bisa menjebak mereka. Di bawah air pun mereka tak perlu bernapas. Postur tinggi besar dan tegap mereka memancarkan aura kuasa layaknya pria sejati.
"Junshang, mengapa terjebak dalam sangkar?" tanya Weiming Shouquan.
Ingin kujawab, tapi begitu mulutku membuka, air danau beku langsung membanjiri tenggorokan. Di bawah air aku tak bisa bersuara, hanya gelembung gluk-gluk keluar dari mulut. Bintang-bintang emas berputar di depan mata.
"Junshang, apakah ada kesulitan? Jika ada, beri tahu kami! Kami akan berusaha sekuat tenaga membantu Junshang!" kata Weiming Shouquan dengan tulus.
Dasar idiot!
Andai aku bisa bergerak, pasti sudah kutampar Weiming Shouquan selambar pipi.
Junshangmu hampir tenggelam, Ibu Guo masih minta aku bicara?!
Aku ini bukan hantu! Mana bisa bicara di bawah air sepertimu?!
Bicara di sini cuma bikin mati lebih cepat!
"Dasar!"
Aku seandainya bisa bicara, lirik pertama pasti akan memakimu: "Dasar kau, Pak Tua!"
Di momen krusial, Meng Tian yang lebih pintar, menunduk melihat: "Salah! Junzhou dikunci rantai besi oleh orang!"
"Siapa berani mengikat Junzhouku?! Junzhou jangan takut, bawahan ini segera menyelamatkanmu!" Weiming Shouquan akhirnya sempat bereaksi, mengayunkan pedang panjang, swis! menebas, aku merasa lengan ringan, rantai besi yang mengikatku putus bersamaan. Lalu Weiming Shouquan swis-swis-swis! tiga kali tebasan lagi, semua rantai yang membelengguku putus.
Saat itu, Meng Tian mengaum keras, pedang kavaleri menggoreskan cahaya pisau tajam, menghancurkan sangkar babi menjadi serpihan.
Aku langsung terjatuh ke dalam air, lalu kedua kakiku mengayun kencang seperti anak panah melesat ke permukaan, di saat paru-paru hampir remuk, menghirup udara segar luar, otak langsung lebih sadar.
Dasar sial!
Andai saja kemampuanku menahan napas tidak lebih baik dari orang biasa, pasti aku sudah mati lemas di dasar air.
Wah! Wah!
Riak-riak air beterbangan, Weiming Shouquan dan Meng Tian juga menyembul ke permukaan, dua Roh Jenderal itu bagaikan dewa perang gagah perkasa, berdiri anggun di atas riak air.
"Di bawah air ada siluman, tebaslah itu!" Aku berteriak pada dua Roh Jenderal.
Sekarang aku kelelahan ekstrim, belum punya energi untuk mengalahkan ular piton hitam raksasa.
Suara belum reda, ular piton hitam raksasa itu membelah riak ombak dan menyambar ke arahku, menyibakkan tembok air setinggi tiga meter yang menghantam tubuhku dengan dahsyat. Kepalaku langsung pusing berkunang-kunang, dalam penglihatan buram kulihat sang ular piton membuka mulut berdarahnya, taring tajamnya bagai pisau melengkung berkilau, menyambar ke arah kepalaku.
Kaki-kakiku menginjak ruang hampa di bawah air, dengan reflek aku menggeser tubuh ke samping.
Dari belakang terdengar gemuruh menggelegar, ternyata ular raksasa itu menghancurkan batu-batu di tebing dengan gigitannya. Kepala ular itu bergoyang-goyang, batu-batu yang digigitnya berderak kreek-kreek, mulut ular piton itu bekerja seperti mesin penggiling, dalam sekejap mengubah batu-batu itu menjadi debu halus.
Ular piton hitam itu memutar tubuhnya dan kembali menyambar ke arahku dari udara.
Kali ini, kusadari tak mungkin menghindar, seolah sudah bisa merasakan lidah bercabang merah darahnya menyentuh kepalaku.
Tepat pada momen genting itu, Meng Tian kembali menunjukkan kegagahannya. Dengan berlari cepat di atas air bagai mengarungi riak, ia mencengkeram ekor ular itu dengan satu tangan, lalu berteriak kencang. Ajaibnya, ia berhasil menarik ular raksasa itu ke udara dan melemparkannya dengan keras ke belakang.
Ular piton itu terpelanting di udara, menghantam tebing di seberang dengan dahsyat hingga bergemuruh, lalu terpental jatuh ke air, menyemburkan riak ombak setinggi orang.
Meng Tian memutar pergelangan tangannya, menyeret pedang kavaleri, melangkah di atas ombak menuju ular piton raksasa. Bilah pedang menyapu permukaan air, membangkitkan dinding air setinggi tiga meter di kedua sisi. Jejak gelombang jelas tertinggal di permukaan, benar-benar keren luar biasa!
Ular raksasa itu juga bukan makhluk biasa. Tiba-tiba melesat vertikal dari dasar air, tubuhnya berputar membentuk huruf "S" di udara. Mulut ular memuntahkan gumpalan energi siluman pekat yang langsung menyelimuti Meng Tian.
Ekornya kemudian mengibas kuat, menghantam keras area yang diselimuti energi siluman.
Terlihat Meng Tian terlempar keluar dari awan energi itu, jatuh jauh ke dalam air.
"Siluman kelas ini, hadapi aku!" Weiming Shouquan tiba-tiba muncul di belakang ular raksasa. Dengan lompatan tinggi, pedangnya menggores langit bagai sinar bulan yang membelah kegelapan, "Swis!" menusuk tepat di tujuh inchi tubuh ular.
Mata pedang menembus keluar dari sisi depan ular. Darah hitamnya tercurah bagai hujan deras, memenuhi kolam hitam dengan bau busuk menyengat.
Memukul ular harus di tujuh inchi - titik kematian yang berlaku bahkan untuk ular siluman sekalipun.
Titik vitalnya tertusuk, ular raksasa itu menggeliat tak berdaya. Mulutnya menganga lebar menampakkan wajah yang terlihat sangat kesakitan.
Pada saat ini, Meng Tian yang telah tenggelam ke dalam air kembali menerobos keluar dari permukaan. Tubuhnya melayang ke udara seperti angsa liar, pedang kavalerinya menggoreskan busur cahaya setengah lingkaran yang berputar melesat di bawah kepala ular piton raksasa.
Sebuah lubang berdarah besar langsung menganga. Di tengah hujan darah yang mengguyur, kepala ular raksasa itu tersembur ke langit oleh semburan darah yang deras.
Meng Tian memegang pedang kavaleri secara horizontal, tubuhnya melayang dengan anggun di atas permukaan air yang disirami hujan darah.
Ular piton tak berkepala itu menggeliat lemah di permukaan air selama dua putaran sebelum akhirnya bergemuruh tenggelam. Air kolam hitam berubah pekat seperti tinta, menghitam dan menyengat baunya.
