Ah!
Aku gemetar hebat, tiba-tiba membuka mata.
Masih terbaring di atas tumpukan jerami itu, api dalam baskom-baskom api di sekeliling telah padam, mengepulkan asap putih.
Seluruh tubuhku basah kuyup oleh keringat dingin, terbaring tak bergerak dengan hunpo tidak lengkap, belum sepenuhnya sadar.
Di atas kepala membentang langit biru langit, lautan awan yang bergelora, seberkas cahaya fajar menembus gulungan awan, memantulkan ombak emas di langit kesembilan.
Angin pagi berhembus lembut, menggerai ujung rambutku. Apakah...apakah aku sudah kembali ke dunia fana?
Ada cahaya, awan, dan angin! Benar-benar, aku sudah kembali ke dunia fana! Sungguh kembali ke dunia fana!
Aku segera duduk dari tumpukan jerami, suara Chen Qicong bergema di telinga: "Selamat atas kembalimu ke dunia hidup!"
Memandang sekeliling, Li Yifeng dan yang lain masih berdiri mengelilingi dengan tatapan tajam, pasti mereka berjaga sepanjang malam.
"Saudara, akhirnya kau kembali!" Li Yifeng tersenyum sambil membuka pelukan.
"Terima kasih Kak Feng! Terima kasih semuanya!" Aku melompat turun, tubuh masih lemas setelah pertempuran besar di alam baka.
Xiao Guoguo cepat-cepat menopangku, mulutnya terkanga: "Rambutmu...bagaimana bisa semua berubah putih?"
Kukecupkan senyum: "Aku pun tak tahu! Gimana? Gaya baru ini cukup keren kan?"
“Tolol! Kau masih sempat bercanda!” Xiao Guoguo menyeringai: “Saat ayam berkokok tadi, aku... sebenarnya sangat takut... khawatir kau tidak sempat kembali...”
Aku tertawa terbahak: “Nona kecil bodoh! Bagaimana mungkin aku tidak kembali? Alam baka itu hitam legam, dingin menusuk, mana bisa menandingi keindahan dunia fana! Aku masih belum rela melepas pemandangan indah kekuasaan, belum tega berpisah dengan saudara-saudaraku!”
“Benar!” Xiao Guoguo khawatir menarik tanganku: “Sudahkah kau temukan Roh Nyawa Tuan? Bagaimana kondisi Tuan? Bisakah ia bangun?”
“Oh iya!” Aku menepuk keningku, aku ingat saat itu aku menarik Gu Meidi keluar dari Kota Fengdu, artinya Roh Nyawa Gu Meidi seharusnya juga sudah kembali ke dunia hidup!
Tak kuasa menahan sukacita, langsung berlari ke arah kamar paviliun sambil berteriak: “Aku menemukan Roh Nyawa Gu Meidi, sekarang dia pasti sudah bangun, ayo segera kita periksa!”
Mendengar kabar penemuan Roh Nyawa Gu Meidi, kerumunan orang berseri-seri: “Benarkah? Cepat! Mari kita semua periksa bersama!”
Semakin dekat kamar paviliun, detak jantungku semakin kencang, hatiku dipenuhi kegembiraan yang tercampur rasa takut. Kuberusaha tak membayangkan, bagaimana jika... jika Gu Meidi masih belum sadar? Apa yang harus kulakukan? Apa lagi yang bisa kulakukan?
Saat mendekati pintu kamar, langkahku tanpa sadar melambat. Jantung ini berdegup kencang bagai hendak terlempar dari tenggorokan.
Aku menarik napas dalam-dalam, berdiri diam di pintu kamar paviliun, lalu mengangkat tangan kanan, bersiap untuk mendorong pintu.
Persis di saat itu, pintu kamar berderit kreek terdorong terbuka, aku kaget setengah mati, langsung mengangkat kepala.
Lalu, aku membeku seketika.
Entah karena terlalu heboh, otakku tiba-tiba menjadi ruang kosong.
Tubuh perkasaku gemetar hebat, dari dasar tenggorokan ku desakkan dua patah kata: "Xiao Di!"
Gu Meidi berdiri di ambang pintu, tubuhnya memancarkan wangi usai mandi, rambut panjang yang masih lembap terurai di bahu bagai air terjun putih yang mengalir deras. Ia telah berganti pakaian sederhana Enam Pintu Gerbang, meski posturnya masih terlihat kurus, namun tetap memancarkan keindahan yang memikat roh dan jiwa. Terutama matanya yang telah pulih kilau spiritualnya, bulat dan berbinar bagai hamparan langit bertabur bintang. Sekilas pandang saja, seolah rohku tersedot masuk ke pupil matanya.
"Kau bangun?! Bagus sekali! Kau bangun! Kau akhirnya bangun!" Batu besar yang selama ini menggantung di dada akhirnya jatuh ke tanah, air mataku bercucuran heboh, ku rentangkan kedua lengan memeluk Gu Meidi erat-erat.
Menembus begitu banyak rintangan, menelan begitu banyak kepahitan, mengucurkan begitu banyak darah dan keringat, akhirnya kuselamatkan Gu Meidi, kuselamatkan orang paling tercinta, rasa tersentuh dan heran di hati membuat air mataku muncrat tak terbendung. Terima kasih Dewata, usahaku tak sia-sia!
“Xiao Gu! Terima kasih!” Gu Meidi juga tersedu-sedu, kedua tangannya erat memeluk pinggang kokohku, wajah kami berhadapan dan saling menempel seakan ingin menyatu, melebur ke dalam jiwa satu sama lain.
“Xiao Gu, rambutmu... kenapa juga jadi beruban?” Gu Meidi menatapku penuh kerinduan.
Aku tersenyum kecut: “Kau beruban, aku temanimu beruban!”
Kami berdua seperti dua orang tolol, erat berpelukan, lalu bersama tertawa dan menangis.
Entah berapa lama kami berpelukan, yang jelas terasa sangat lama.
Andai bisa, aku ingin terus menggendongnya seperti ini sampai rambut memutih, sampai masa muda berlalu, sampai tubuh kami terkikis waktu, sampai ujung roda reinkarnasi abad berikutnya.
Li Yifeng mengepalkan tangan kiri, meletakkannya di mulut, batuk kecil dua kali sambil berkata: “Er, aku usul apakah kita bisa sarapan dulu?”
Kami saling bertatapan lalu tersenyum, baru dengan berat hati melepas pelukan.
Kugosok perut yang keroncongan, terdengar suara krucuk-krucuk dari dalam, memang sudah lapar.
“Tuan!” Xiao Guoguo bersuara renyah, melesat seperti anak panah ke pelukan Gu Meidi.
Meski Gu Meidi adalah majikan Xiao Guoguo, ikatan mereka seperti kakak-adik. Gu Meidi memeluk erat sambil berucap haru: “Terima kasih Guoguo, pasti kau banyak menderita sepanjang perjalanan ini!”
“Syukurlah! Yang penting bisa nyelamatin Tuan, Guoguo nggak takut menderita!” Xiao Guoguo membusungkan dada dengan somong, “Seperti kata pepatah, nggak ada pelangi tanpa hujan, setelah mengalami banyak hal, aku dapat banyak pelajaran, sekarang ekorku sudah tujuh lho!”
“Beneran? Kamu naik level jadi Rubah Berekor Tujuh? Selamat ya!” Gu Meidi gembira sambil mengelus kepala Xiao Guoguo.
Xiao Guoguo menarik tangan Gu Meidi, “Ayo, pasti kamu laper banget, harus makan buat ngebalikin stamina! Ayam jago merah besar itu sudah kubawa ke dapur buat disembelin, nanti kuberikan sup tonik!”
Di perjalanan, Gu Meidi memegang lenganku, “Xiao Gu, makasih atas keteguhanmu! Kalau bukan karena kamu, aku... mungkin sudah lapor ke Raja Akhirat!”
Aku tersenyum tipis, “Sebenarnya jasaku paling kecil, kamu harus berterima kasih ke Xiao Guoguo. Kalau bukan dia yang nemuin aku, aku juga nggak tahu nasibmu. Selain itu, kita juga harus berterima kasih ke Kak Feng dan kawan-kawan, kalau bukan pengorbanan mereka di Shennongjia, kita sudah mati!”
“Oh ya, tadi aku mau nanya, siapa Kak Feng mereka? Ini tempat apa lagi?” tanya Gu Meidi.
“Ini puncak Gunung Huashan! Markas Enam Pintu Gerbang! Kak Feng dan yang lain semuanya anggota Enam Pintu Gerbang!” jawabku.
“Enam Pintu Gerbang? Organisasi apa?” Gu Meidi bertanya lagi.
Li Yifeng menyela, “Organisasi kebajikan yang khusus mengusir setan dan iblis!”
Aku mengangguk, tersenyum memperkenalkan satu per satu pada Gu Meidi: "Ini adalah Mas Li Yifeng! Ini Su Jinxia, biasa dipanggil Xia Xia! Penyakitmu bisa sembuh berkat Xia Xia, dia seorang tabib hebat! Ini Chen Qicong, penerus Taoisme, dialah yang mengantarku ke alam baka! Ini Yu Wenjin! Dan ada cowok ganteng kecil ini, Gagak! Lengannya... hmm, hilang saat di Shennongjia! Bisa dibilang, tanpa bantuan mereka, kami tak mungkin sampai di titik ini!"
Gu Meidi mengucapkan terima kasih pada semua orang satu per satu. Saat melihat lengan terputus Gagak, raut sedih sekilas terpancar di wajahnya: "Kalian bertarung dengan kubu Sembilan Tua?"
Xiao Guoguo berkata: "Bukan cuma bertarung, bahkan pertarungannya sampai gelap gulita, bahkan Chong Ji pun kucederai, hebat kan!"
Tiba-tiba Gu Meidi berhenti melangkah, bersujud dengan satu lutut, memberi hormat dengan gerakan kepalan pada semua orang: "Anugerah sebesar ini dari para sesepuh, hamba takkan pernah lupa seumur hidup! Terimalah sembah hormatku!"
"Wahai, adik kecil, ngapain begitu? Cepat bangun! Cepat bangun!" Li Yifeng buru-buru menyangga Gu Meidi untuk berdiri: "Memusnahkan kejahatan adalah tugas kami, kubu Sembilan Tua juga telah melukai beberapa saudara kami, hutang darah ini tinggal menunggu waktu untuk kami hitung tuntas!"
Gu Meidi mengangguk, sepuluh jarinya perlahan mencengkeram: "Hutang ini, aku pun takkan melupakannya!"
"Eh ya, Kak Xiao Gu, ceritakan tentang alam baka dong! Apa yang terjadi padamu di sana? Bagaimana caramu menemukan roh nyawa Tuan?" Xiao Guoguo mengejariku dengan penasaran.
"Hehe!" Aku tersenyum: "Ceritanya panjang! Belum sempat masuk Kota Fengdu, aku sudah dihadang prajurit penjaga. Lalu kami bertarung sampai ke Jembatan Naihe. Saat itu Xiao Di sedang hendak minum Sup Meng Po. Untung aku datang tepat waktu, kalau tidak, dia pasti sudah lupa padaku sekarang!"
"Bertarung?!" Chen Qicong bertanya: "Bukankah kalian mengganggu Raja Akhirat?"
"Benar!" Aku mengangguk: "Waktu itu di Jembatan Naihe terjadi pertempuran dahsyat. Kami mengalahkan Hei Bai Wuchang sampai tergeletak, lalu Raja Akhirat pun muncul!"
"Jangan-jangan kalian mengalahkan Raja Akhirat?" Chen Qicong terkejut.
"Bagaimana mungkin?" Aku menggeleng: "Raja Akhirat ibarat pesawat tempur di dunia roh. Aku, Gu Meidi, Meng Tian, Weiming Shouquan langsung kalah dalam satu jurus. Bahkan Si Pembunuh Dewa Bai Qi sekalipun, mungkin tak bisa bertahan sepuluh jurus!"
"Segenap itu hebatnya Raja Akhirat?" Xiao Guoguo menjulurkan lidah takjub.
"Penguasa alam baka, setara dengan Kaisar Qin Shihuang di dunia manusia, tentu hebat!" Chen Qicong terdiam sejenak: "Tapi aku heran, setelah membuat kekacauan begitu besar, bagaimana kalian bisa lolos?"
"Entah kenapa, Raja Akhirat langsung melepaskan kami, katanya takdirku berbeda dan aku bukan manusia biasa!" Aku teringat perkataan Raja Akhirat sebelumnya, hati ini dipenuhi keraguan. Mana bagianku yang bukan manusia biasa? Satu kepala empat kaki, sama seperti orang lain!
"Raja Akhirat dengan sukarela melepaskan kalian?" Chen Qicong terkejut: "Kalian nekat memasuki alam baka, membuat keributan besar di sana, tapi Raja Akhirat malah membebaskanmu? Takdir berbeda? Bukan manusia biasa? Tuoba Gu, kau memang bukan manusia biasa, bahkan Raja Akhirat pun memberi muka padamu!"
"Mungkin aku tahu alasan Raja Akhirat membebaskanmu!" Gu Meidi tiba-tiba berbicara.
"Kenapa? Apa kau tahu takdirku?" Aku menatap Gu Meidi dengan heran.
Gu Meidi mengangguk: "Ceritanya panjang. Setelah sarapan akan kujelaskan semua asal-usul masalah ini! Termasuk rahasia kubu Sembilan Tua dan rahasia yang kau pikul!"
