Saat aku bingung melepaskan diri dari cengkeramannya, Komandan Besar tiba-tiba muncul.
"Hormat pada Komandan Besar!" Li Yifeng dan yang lain memberi hormat dengan gerakan kepalan.
Xiao Guoguo segera melepaskanku dan ikut memberi hormat.
Qiqi memandangiku, lalu Xiao Guoguo dan Gu Meidi: "Bagaimana? Misi pemula sudah selesai?"
"Tentu!" Xiao Guoguo menjawab penuh percaya diri: "Masa berani pulang kalau gagal! Ini, Komandan, ekor siluman serigala yang kupenggal!"
Qiqi mengangguk, menerima ekor siluman itu.
Tak lama kemudian, terlihat gumpalan kabut dingin menyembul dari telapak tangan Qiqi. Ekor siluman serigala itu seketika berubah menjadi es loli yang keras seperti papan.
Di bawah tatapan heran kami, ekor siluman serigala yang telah membeku itu berderai dengan suara glekuk, berubah menjadi asap dingin yang menghilang tanpa jejak.
"Wah!" Xiao Guoguo memandang Qiqi dengan takjub: "Komandan, ilmu sakti apa yang kau gunakan ini?"
Qiqi tersenyum tipis tanpa menjawab, lalu menoleh ke Gu Meidi: "Meidi, bagaimana denganmu?"
Gu Meidi mengulurkan seuntai tasbih. Tasbih itu berbeda dari yang biasa kami lihat - manik-maniknya hitam legam mengilap, setiap butirnya berukir patung Buddha mini. Jika diamati seksama, ekspresi patung-patung Buddha itu terlihat sangat beringas dan mengerikan, dengan aura energi jahat yang pekat menyelimuti seluruh tasbih.
"Ini 'Tianzhu Buddha Jahat' milik biksu itu. Aku telah memusnahkan Qi aslinya dan membawa tasbihnya kembali!" kata Gu Meidi datar, seolah misi kali ini tak memberi kesulitan sama baginya.
Qiqi menyerahkan Tianzhu Buddha Jahat itu kepada Li Yifeng: "Nanti bawa ke Tungku Chilian untuk melebur benda jahat ini!"
"Siap!" Li Yifeng mengangguk lalu menerimanya.
"Tuoba Gu, bagaimana dengan misimu? Kau yang terakhir kembali!" Qiqi menatapku.
“Aku menyerahkan sebutir taring zombie kepada Qiqi, ini dicabut dari mulut Ma Jianlan sebelum berangkat, kubawa sebagai bukti penyelesaian misi:”Lapor Komandan Besar, dalam misi kali ini aku bertemu zombie!”
“Coba ceritakan!” Qiqi mengangguk.
Maka kuceritakan seluruh kejadian di Pulau Kabut Tersembunyi dari awal hingga akhir, tentu saja juga menyebut Lao Yang dan kawan-kawannya.
Saat mendengar ceritaku tentang memanggang daging, Li Yifeng dan yang lain serempak menutup mulut sambil mengerutkan alis, wajah mereka seperti ingin muntah tapi tak berani.
“Kalian kenapa?” tanyaku.
Gagak berkata dengan muka masam: “Sialan, tadi malam kita baru makan barbekyu!”
Su Jinxia mengangkat alisnya yang seperti daun willow: “Di dunia ini ada penjahat kejam seperti itu?”
Aku mengangguk: “Sudah kuhukum mati kelima zombie bulu merah itu! Tapi kurasa ini belum berakhir!”
Qiqi dengan wajah dingin berkata: “Aku paham. Tentang Gereja Api Suci yang kausebutkan, akan kusuruh orang menyelidikinya. Jika benar ada aliran sesat yang mengkultivasi zombie, Enam Pintu Gerbang pasti akan memberantasnya!”
“Komandan Besar, misi kami sudah selesai dengan sangat baik, bisakah kami bergabung dengan Enam Pintu Gerbang?” tanya Xiao Guoguo dengan wajah polos.
Qiqi mengetuk kepala Xiao Guoguo: “Masih ada ujian ketiga! Sekarang turun gunung, buatlah satu perbuatan baik dan laporkan padaku! Tentu saja usahakan yang bermakna besar. Menopang nenek menyeberang jalan memang mulia, tapi lebih baik serahkan pada Pak Polisi saja!”
Kami beristirahat sebentar di markas Enam Pintu Gerbang, lalu turun gunung bersama-sama sambil berdiskusi tentang tujuan selanjutnya.
Xiao Guoguo berkata: "Aku ingin pergi ke kota Xi'an, melihat air mancur musik lagi, mencari-cari rasa Yang Rou Pao Mo!"
Gu Meidi bertanya padaku: "Xiao Gu, bagaimana denganmu?"
Aku berpikir sejenak: "Aku ingin kembali ke Desa Hezi, mungkin bisa membantu warga yang membutuhkan! Kamu?"
Gu Meidi mengangkat bahu: "Aku belum tahu, jalan-jalan saja lah, anggap saja sedang berwisata!"
Kami berpisah di kaki Gunung Hua. Saat perpisahan, kuingatkan Gu Meidi untuk selalu berhati-hati selama di perjalanan, karena Suku Sembilan Li pasti tidak akan begitu saja melepaskan kami.
Xiao Guoguo menyela: "Tuoba Gu, kau juga harus hati-hati! Jangan sembarangan mendekati tanaman dan bunga!" Sambil mengernyitkan hidung, dia berbisik: "Aku tahu ada wanita bernama Li Zi di Desa Hezi. Aku pegang kuncir rambutmu, lebih baik pulang dengan sopan, jangan berpikir untuk selingkuh dengan wanita itu!"
"Berani sekali aku!" Aku mengerutkan alis: "Aku bersumpah, cuma ingin menjenguk Kakek tua!"
Xiao Guoguo mengangguk: "Baiklah, demi bakti filialmu, kubiarkan kali ini! Kalau kau mendekati wanita lain, hidungku akan langsung menciumnya saat kau kembali!"
Aku mengerjapkan mata putih: "Indra penciummu tajam sekali, kau ini anjing atau rubah sebenarnya?"
“Pergi! Ibu tua adalah siluman terkecil nomor satu di dunia siluman! La la la! Dadah!” Xiao Guoguo melambaikan tangan ke arah kami, lalu pergi sendiri. Aku tahu gadis kecil ini delapan puluh persen ingin berpesta pora di kota Xi'an.
Aku dan Gu Meidi berpisah di stasiun, menaiki kereta gemuruh, dan kembali ke Sanmenxia sepanjang perjalanan.
Saat keluar dari stasiun kereta, melihat gedung-gedung tinggi di sekeliling, tiba-tiba aku merasa seperti terpisah zaman.
Pertama kali kembali ke Sanmenxia, aku bersama Gu Meidi. Saat itu Kakek tua baru saja mengangkat peti mati cangkang kura-kura aneh dari Jalur Kuno Sungai Kuning. Sejak itu, kehidupan berubah total, mengantarku pada jalan hidup alternatif yang penuh gejolak.
Kedua kalinya kembali ke Sanmenxia, rahasia Kota Air Hitam terselesaikan. Kakek tua telah meninggal.
Kini ketiga kalinya kembali ke Sanmenxia. Hanya selang dua tahun, tapi terasa seperti dua abad.
Kembali ke Desa Hezi, desa masih damai. Asap dapur mengepul, sapi tua berbaring tenang mengunyah rumput, petani yang pulang larut menggigit rokok lintingan.
Aku tiba-tiba teringat: Jika bukan karena pengorbanan Gu Meidi dulu, mungkin Desa Hezi sudah menjadi desa orang mati.
Aku tidak pulang ke rumah, melainkan langsung menuju tepi Sungai Kuning, ke makam Kakek tua.
Di nisan Kakek tua tumbuh tunas hijau zamrud. Tumbuhnya tunas di kuburan adalah pertanda keturunan akan mendapat berkah - ini perlindungan Kakek dari alam baka.
Aku menciduk tanah dengan kedua tangan, menambahkan tanah baru ke gundukan kuburan Kakek tua. Tanah kuning di gundukan kuburan itu sudah banyak terkikis oleh hujan dan angin. Setelah menambahkan tanah baru, aku bersujud dengan kedua lutut di tanah, membungkuk khidmat tiga kali ke arah kuburan Kakek. Kemudian aku menyalakan dua batang rokok, satu kutanamkan di gundukan kuburan, satunya lagi kugigit di mulut, lalu duduk di samping makam Kakek.
Angin sungai menerbangkan rambut putih perakku. Dengan diam aku menghembuskan lingkaran asap rokok, memandang ke arah jalur kuno Sungai Kuning di kejauhan. Hatiku tenang tanpa gejolak. Entah mengapa, setiap kali melihat Sungai Kuning, kegelisahan dalam hatiku selalu teredam. Rohku seakan tersucikan. Sungai Kuning bagai pelabuhan jiwa kami. Saat lelah dan letih, berhentilah sejenak di sini.
Serpihan emas cahaya matahari terbenam berkilauan di permukaan sungai. Di kejauhan, perahu nelayan mengayun dayung melintas.
Matahari merah menyala membakar ujung langit, menerangi langit biru, menyirami jalur kuno Sungai Kuning, dan memerahi kedua mataku.
Dua tahun mengembara ke berbagai tempat, menyaksikan begitu banyak terbit-tenggelamnya mentari. Tapi kubilang, senja di Sungai Kuning tetaplah pemandangan tercantik di dunia.
Kumatikan puntung rokok di tanah, lalu berbicara sendiri ke arah kuburan Kakek:
"Tuan, apakah Kakek betah tinggal di sini? Bisa melihat Sungai Kuning yang mengalir deras ke timur setiap hari, tentu membahagiakan bukan?"
“Tuan, aku sudah tahu cerita keluarga Tuoba kita, juga tahu misi keluarga Tuoba kita!”
“Tuan, Anda tenang saja, Mata Sungai sudah ditutup, konspirasi Suku Sembilan Li sudah hancur. Aku tidak mengecewakan Anda, tidak mempermalukan nenek moyang Kaisar Kuning. Aku akan terus bertarung sampai akhir melawan Suku Sembilan Li, melindungi kedamaian Jalur Kuno Sungai Kuning!”
“Ngomong-ngomong Tuan, berkat berkah Anda, aku berhasil menyelamatkan Gu Meidi. Ia baik-baik saja, jangan khawatir. Tahun depan saat musim bunga ketika kapas melayang, aku akan antar ia kembali mengunjungi Anda. Tahukah Anda? Untuk melindungi Sungai Kuning, Gu Meidi nyaris mengorbankan nyawanya sendiri. Ia adalah penyelamat besar bagi keluarga Tuoba kita, bahkan seluruh marga Kaisar Kuning. Tanpa dirinya, hari ini aku tak mungkin bisa hidup menghadap Anda. Ia gadis yang sangat-sangat baik, aku bersumpah di hadapan Anda, pasti akan merawatnya dengan baik seumur hidup!”
Hio habis terbakar, abu hio beterbangan tertiup angin.
Aku berdiri, terakhir kali membungkuk menghadap nisan: “Tuan, aku pergi dulu, lain waktu akan kembali mengunjungi Anda!”
Setelah menyembah kakek, aku pergi ke rumah Da Niu.
Ibu Da Niu melihatku bagai melihat penyelamat nyawa, dengan riang menyambutku masuk ke rumah.
“Aiyaya, siapa ini datang? Lihatlah, siapa ini datang?” Da Niu menyambut dengan hangat, memelukku sebentar, lalu berteriak ke dapur: “Istri, lihat siapa yang datang?”
Istri Da Niu keluar menyambut. Melihat itu aku, dengan senyum lebar ia mempersilakanku masuk ke ruang dalam.
Da Niu memeluk bahuku: "Saudara, ke mana kau pergi diam-diam selama ini? Kakak sampai nyaris mati khawatir! Angin apa yang membawamu kembali hari ini?"
Aku tersenyum: "Pergi berwisata sebentar, hari ini aku sengaja datang tepat waktu, mau mengajak diri makan di rumahmu!"
"Haha!" Da Niu menoleh ke istrinya: "Ting Ting, tambah dua lauk lagi, malam ini aku mau minum dua gelas dengan Xiao Gu!"
Pemandangan malam semakin pekat, sambil minum arak aku dan Da Niu mengobrol. Tentu saja aku tidak akan memberitahunya yang sebenarnya, kalau tidak pasti dia akan nyaris gila ketakutan. Lagipula, banyak hal yang kulakukan termasuk rahasia negara, tidak boleh tersebar ke masyarakat. Jadi aku membuatkan dia kebohongan yang tulus, bisa dibilang sudah menyampaikan pesan terakhir tentang urusanku.
Obrolan berlanjut, entah bagaimana akhirnya sampai membahas Li Zi.
Da Niu melirikku dengan mata menyipit: "Saudara, bukan maksud Kakak mencampuri, Li Zi itu gadis yang sungguh bagus, cantiknya seperti dewi, puluhan desa sekitar banyak pria berebut ingin meminangnya, kenapa kau tidak tahu menghargainya?"
Aku menghela napas getir: "Aku tidak bilang Li Zi tidak baik, hanya... hanya hatiku sudah ada yang menempati..."
Teringat Li Zi, hatiku agak bersalah, tak tahan bertanya pada Da Niu: "Sekarang Li Zi bagaimana kabarnya?"
Da Niu berkata: "Aku juga tidak tahu! Selama kau pergi, aku lihat ia sangat murung. Suatu kali ia bahkan berinisiatif membawa arak Lao Bai datang mencariku untuk minum bersama. Aku sudah mencoba membujuknya, tapi dalam urusan perasaan, Nona kecil Li Zi itu sama keras kepalanya sepertimu. Obsesinya bikin orang gila! Sebagai kakak, aku bisa lihat Li Zi benar-benar tulus menyukaimu. Kalau kau balik padanya, dua ratus persen pasti bisa bersatu!"
Aku menggelengkan kepala, meneguk secawan arak, rasa pahit menguar di mulut: "Kak, ada hal-hal yang tak bisa diulang! Kalau ada waktu, tolong bujuk dia agar jangan menungguku lagi. Sayang masa mudanya terbuang percuma, aku tidak pantas diperlakukan demikian! Dan besok aku harus pergi, tolong jangan beri tahu dia tentang kepulanganku ke desa hari ini, ya?"
Da Niu menghela napas berat: "Oke! Aku tak akan memaksamu. Pokoknya sebagai saudara, aku hanya ingin melihatmu bahagia!"
"Aku mengerti! Ayo, kita berdua minum lagi satu cawan!"
"Siap!"
