Bund terletak di tepi Sungai Huangpu, Distrik Huangpu pusat Shanghai. Sebagai garis pemandangan Shanghai, area ini dikelilingi landmark seperti Menara Oriental Pearl dan Gedung Jinmao, menjadi tujuan wajib wisatawan yang berkunjung ke Shanghai.
Meski tujuan kami bukan untuk berwisata, setelah terbangun kami tetap datang ke Bund sebelum senja.
Malam ini akan ada pertunjukan laser di Bund. Jika Ratu Serangga melancarkan serangan ulat saat kerumunan membludak, situasi akan lepas kendali. Untuk mengantisipasi, Lao Yang meminta polisi setempat meningkatkan pengamanan dan mengawasi ketat area Bund.
Kami juga menyebar di antara kerumunan, mencari orang mencurigakan sekaligus mencari kabar rekan tim elit. Jika Ratu Ulat muncul malam ini, mungkin rekan-rekan tim elit juga akan hadir!
Tabir gelap pun turun, membungkus kemegahan Bund yang berkilauan lampu.
Pantulan cahaya gemerlap di permukaan Sungai Huangpu menerangi langit, juga menyinari timur dunia.
Malam ini di Bund akan diadakan pertunjukan laser tahunan yang pasti menarik beribu-ribu massa. Ada turis yang berkunjung ke Shanghai, pekerja migran, maupun penduduk lokal Shanghai.
Saat aku, Gu Meidi, dan Xiao Guoguo keluar dari restoran Jepang, Bund sudah dipenuhi kerumunan yang bergolak. Memandang ke sekeliling, yang terlihat hanyalah lautan kepala manusia yang berjejalan. Jalan raya dipadati gerobak dan kerumunan orang, suasana hiruk pikuk yang sangat ramai. Wajah orang-orang asing dipenuhi senyuman sukacita - ada pasangan yang berjalan bergandengan tangan, pasangan tua yang berjalan santai, orang tua muda menggendong bayi, buruh migran berbusana sederhana menggigit rokok murah, bahkan banyak sahabat asing bermata biru berambut emas.
Aku belum pernah melihat pemandangan seramai ini, untuk sesaat aku terdiam terpana.
Kerumunan itu bagaikan air bah yang mengalir. Baru dua menit kami berdiri di tepi jalan, sudah terseret arus manusia yang mendorong kami maju tanpa bisa melawan.
Tangan kiriku menggenggam Xiao Guoguo, tangan kanan menggandeng Gu Meidi, takut mereka terpisah.
Dalam situasi seperti ini, sekali terpisah oleh kerumunan, akan sulit bertemu kembali.
Aku mengernyitkan alis, dengan susah payah melangkah di tengah kerumunan.
Wajah Xiao Guoguo justru dipenuhi kegembiraan. Ia penasaran dengan segala sesuatu di sini, pertama kalinya menyaksikan keramaian sehebat ini. Pipi kecilnya memerah karena heboh, terlihat sangat menikmati keadaan.
Pukul 20.00, pertunjukan laser secara resmi dimulai.
Dari gedung tinggi di kejauhan, memancarkan beberapa sinar keemasan yang menembus Langit, Swis! Menerangi seluruh langit malam.
Tak lama kemudian, belasan cahaya berwarna-warni terbang ke angkasa, bagaikan aliran cahaya dan pita warna-warni, berputar-putar di langit malam.
Langit malam yang luas bagaikan palet raksasa, terus-menerus berubah menampilkan beragam warna.
Pada sedetik laser menyobek langit malam, kerumunan padat di Bund serentak mengangkat tangan dan bersorak, setiap wajah dipancari sukacita bahagia.
Aku menggenggam erat tangan mungil Gu Meidi, pupil mata sama-sama dipenuhi harapan.
Melihat langit malam yang berwarna-warni, hati kami hanya dipenuhi keindahan, sementara melupakan peristiwa manusia ulat yang mematikan.
Aku menoleh melihat Gu Meidi, kebetulan Ia juga menoleh ke arahku.
Saat ini, dalam pupil mata kami hanya tersisa laser warna-warni yang berpendar, bak kembang api yang mekar.
Aku tersenyum tipis pada Gu Meidi, Ia pun membalas senyumanku.
Kami tak berucap sepatah kata pun, tapi hati tanpa sadar saling berdekatan.
Maka di tengah kerumunan padat ini, kami perlahan menyamping, keempat bibir menyatu sempurna meninggalkan ciuman penuh kelembutan dan tak terlupakan.
Sebuah aroma memikat menyusup ke bibir dan gigiku, kegembiraanku seolah hendak terbang. Ciuman ini bahkan lebih membekas daripada arak paling harum di dunia, membuat orang terbayang-bayang.
Aku tanpa sadar menutup mata, menikmati bibir mungil Gu Meidi, lidah perlahan maju menyusup.
Bibir Gu Meidi sedikit terbuka, tak ada perlawanan, membiarkan lidahku menembus jauh. Saat ujung lidahku menyentuh ujung lidah lembutnya, seluruh tubuhku gemetar. Seolah aliran listrik menyambar sekujur badan, membuatku lemas tak berdaya. Jiwa keluar dari raga, melayang-layang di langit malam. Sungguh pengalaman yang luar biasa indah!
Saat kami tenggelam dalam gelora cinta ini, kerumunan di depan tiba-tiba ricuh. Orang-orang berdesakan mundur, tubuh mereka berulang kali menghantam kami.
Terdengar teriakan kecil Gu Meidi. Aku membuka mata tergesa-gesa, hanya melihat tubuhnya sudah terbawa arus kerumunan yang bergelombang.
"Xiao Di!" Tanganku menggapai kosong. Dia sudah lenyap dalam lautan manusia, sementara kakiku tanpa sadar ikut terseret mundur.
Jantungku berdebar kencang. Kuputar kepala ke kiri - celaka! Xiao Guoguo juga hilang!
Suasana semakin kacau. Kerumunan menjadi sangat berisik, bergerak seperti ombak yang mengamuk. Beberapa orang di depan mulai berlarian tak tentu arah.
Awalnya kukira ada pertunjukan lagi. Tapi mengapa semua orang terlihat begitu panik?
Tapi tak lama kemudian kudengar jeritan menyayat hati dari depan, orang-orang berteriak sambil berlarian pontang-panting bagai anjing terlunta, pemandangan di depan mataku memberitahu bahwa ada kejadian di sana!
"Bahaya! Ada pembunuhan! Cepat lari!"
"Monster! Monster pembunuh!"
"Manusia ulat! Manusia ulat muncul!"
Orang-orang kabur bagai orang gila, menerobos segala rintangan.
Orang di belakang yang tak tahu apa terjadi, melihat kerumunan lari ke segala arah, ikut serta berlarian.
Ketakutan menyebar cepat, dalam sekejap seluruh penonton di Bund langsung panik, kerumunan padat tiba-tiba kacau-balau: jeritan kesakitan, teriakan histeris, ratapan, umpatan, raungan sedih, dan sirene bersahutan bagai simfoni mencekam.
Kutekan gigi, berhenti dengan paksa sambil melemparkan dua orang yang menghadang, lalu kupasang mataku ke depan.
Tampak sekitar seratus meter di depan terjadi kekacauan, beberapa orang menjerit-jerit terjatuh, ada yang bergumam "manusia ulat... pembunuhan..."
Dadaku berdebar kencang—Bahaya! Apakah Ratu Ulat benar-benar memanfaatkan kesempatan ini?
Aku merasakan merinding yang mengerikan, menjulurkan leher ke segala arah, hanya melihat kerumunan di mana-mana berantakan. Ternyata seluruh Bund dipenuhi manusia ulat yang bersembunyi, bukan hanya yang di depan ini! Situasi cepat berubah tak terkendali. Jika dibiarkan begini, konsekuensinya akan lebih mengerikan daripada transformasi mayat di Rumah Sakit Xinbei dulu!
"Dasar!" Aku memaki sambil dilanda kecemasan, menerobos kerumunan dan buru-buru menuju lokasi kejadian di depan.
Kukumpulkan energi dalam diam. Aliran energi tak kasat mata menggelegak dari tubuhku. Orang di sekitarku tak bisa mendekat. Siapa pun yang mendekat akan terlempar oleh energi itu.
Seorang pria bertubuh tinggi berlari kencang, menabrak dua wanita sampai terjatuh. Tapi pria ini hanya memikirkan keselamatannya sendiri, tak peduli nyawa orang lain. Posturnya besar seperti truk besar yang menerobos hambatan, berlari sambil berteriak: "Pergi! Orang di depan semua minggir!"
Pria itu berlari menghadap ke arahku tanpa berniat memperlambat langkah.
Melihat keegoisannya, api kemarahanku yang selama ini tertahan akhirnya meledak ke arahnya.
Saat pria tinggi itu menghantamku dengan keras, energi dalam yang kukeluarkan langsung melontarkan tubuhnya lima meter jauhnya. Dia terjungkal seperti kura-kura terbalik, lama tak bisa bangun.
Aku bagaikan ikan yang berenang melawan arus, saat semua orang mundur ke belakang, justru aku sendiri yang melesat maju.
Susah payah menerobos kerumunan, pemandangan di depan mataku membuatku tertegun dan jantung berdebar kencang.
Di hadapanku ternyata berdiri seorang manusia kelelawar.
Lebih tepatnya, itu adalah kelelawar raksasa. Selain memiliki wajah manusia, seluruh tubuhnya telah bermutasi menyerupai kelelawar: dua telinga segitiga di kepala, lengan yang membentang menjadi sayap kelelawar, tubuh berbulu halus keabu-abuan, dilengkapi cakar tajam.
Hatiku mengguncang hebat. Meski pernah mempelajari dokumen kepolisian tentang manusia ulat di Shanghai, dan sudah mempersiapkan mental, tetap saja aku terkejut melihat siluman ini. Energi jahat yang dipancarkannya jauh lebih kuat daripada manusia ulat yang pernah kulihat di Shennongjia. Mutasi sebelumnya hanya menggabungkan manusia hidup dengan serangga secara kasar, sedangkan sekarang tubuh manusia benar-benar berubah menjadi serangga beracun dengan segala sifat mematikannya, meningkatkan kekuatan tempur berkali lipat.
Enam tujuh orang asing sudah bergelimpangan. Kuperhatikan tanah dipenuhi daging hancur berceceran, darah menggenang di mana-mana. Di antara korban ada orang tua, pemuda, bahkan seorang gadis kecil—pemandangan yang membuat hati sangat kesakitan.
"Manusia Kelelawar yang mengerikan itu tidak hanya menggigit dan merobek tenggorokan mereka, menghisap darah mereka, tapi juga menggunakan cakar tajamnya mengoyak tubuh mereka hingga organ-organ dalam beterbangan ke mana-mana."
Saat itu Manusia Kelelawar baru saja menjatuhkan seorang nenek tua. Sang nenek begitu ketakutan sampai-sampai tak bisa berteriak.
"Hewan brengsek! Hentikan!" Aku melangkah maju, terdengar suara 'plak' di bawah kakiku. Ketika kulihat ke bawah, ternyata aku menginjak sebuah ginjal sampai meledak, cairan lengket membanjiri seluruh sol sepatuku. Sangat menjijikkan.
Tapi Manusia Kelelawar tak berhenti. Saat aku berteriak, cakar tajamnya sudah menancap ke perut sang nenek. Dengan suara 'sreeet', ia mengoyak perut nenek menjadi dua bagian, menarik semua usus keluar. Kemudian makhluk itu berbalik perlahan sambil memegang usus nenek, mengunyahnya dengan suara 'kraukk-kraukk'. Saat digigit, muncratlah kotoran dari dalam usus, tapi ia malah menyantapnya lahap. Seluruh wajahnya berlumuran darah dan lendir, ekspresinya begitu mengerikan yang tak bisa diungkapkan kata-kata. Dan... ia tersenyum kecut padaku.
Jantungku berdesir ketakutan. Rasa dingin menusuk merambat dari telapak kaki, membuat setiap pori-pori di tubuhku mengerut.
