Braak!
Suara ledakan menggema, cahaya emas menyilaukan menerangi seluruh saluran air.
Delapan trigram ilusif berkilauan keemasan berputar mengurung Xiao Guoguo, bertabrakan keras dengan lapisan pelindungnya. Lapisan pelindung Xiao Guoguo tertekan setengah inci, memaksanya mundur dua langkah. Trigram ilusif itu meledak menjadi serpihan-serpihan emas yang berhamburan sebelum menghilang, membuat saluran air kembali suram.
"Bagus! Kekuatan spiritualmu cukup baik!" kata Cui Yi.
Xiao Guoguo mendesah kesakitan sambil mencabut lapisan pelindungnya. Tangannya yang masih mati rasa ditaruh di belakang punggung - efek pukulan dahsyat Cui Yi membuat lengan sementara tak bisa digerakkan.
Gu Meidi menarik senar busurnya. Panah Dewa Naga berkilau emas melesat berputar menuju Cui Yi.
Cui Yi memutar pedangnya. Jenggot putihnya berkibar-kibar saat Perisai Yin Yang Bagua berputar semakin cepat hingga hanya terlihat bayangan emas samar.
Wajah Gu Meidi tetap dingin bagai air. Jari gioknya memetik senar busur tujuh kali.
Gerakannya begitu cepat - tujuh petikan terasa seperti satu sentuhan, bahkan mata telanjang pun tak mampu menangkapnya.
Syu! Syu! Syu! Syu! Syu! Syu! Syu!
Tujuh kali suara memecah udara berturut-turut, Gu Meidi ternyata mampu meluncurkan tujuh Panah Dewa Naga sekaligus dalam satu tarikan napas.
Tujuh Panah Dewa Naga saling terhubung dari ujung ke ujung, membentuk garis lurus yang berurutan, masing-masing menyusul yang sebelumnya, semuanya melesat menuju Cui Yi.
Keahlian Gu Meidi dalam "Tujuh Bintang Bersatu" ini benar-benar memukau seluruh penonton.
Kecepatan ketujuh Panah Dewa Naga tetap konsisten secara mencengangkan, sehingga tampak tersusun rapi seperti benang emas berkilauan yang menembus udara dengan kecepatan kilat.
Perlu diketahui, bahkan ahli panah terhebat pun akan kesulitan meluncurkan tujuh panah berturut-turut dalam formasi "Tujuh Bintang Bersatu". Yang lebih sulit lagi, setiap Panah Dewa Naga dibentuk dari konsolidasi kekuatan spiritual Gu Meidi sendiri. Setiap panah yang diluncurkan menghabiskan 10% energi spiritualnya. Tujuh panah berturut-tentu ini pasti menyedot energi spiritual yang luar biasa besar. Tanpa dasar kekuatan spiritual yang mendalam, mustahil melakukan teknik Tujuh Bintang Bersatu ini.
Saat di Saibeibao dulu, aku pernah melihat Gu Meidi meluncurkan tiga panah berturut-turut. Tapi ini pertama kalinya aku menyaksikan keahlian spektakulernya ini. Aku terpaku menyaksikan, sorakan kekaguman belum sempat keluar, ketika tiba-tiba ketujuh Panah Dewa Naga itu sudah melesat membelah udara.
Panah pertama ditahan oleh Perisai Yin Yang Delapan Trigram.
Disertai raungan Naga, Panah Dewa Naga itu pecah berhamburan menjadi kilauan cahaya emas.
Sebelum ikan Yin Yang di tengah Perisai Delapan Trigram sempat menyerap kilau emas, panah kedua langsung menyusul menghujam.
Bum!
Panah Dewa Naga kedua kembali tertahan, meledak di permukaan Perisai Delapan Trigram dengan kilau emas berhamburan.
Bum!
Hampir tanpa jeda, bersamaan dengan meledaknya panah kedua, panah ketiga Dewa Naga telah tiba dengan dentuman berat. Kali ini, panah memancarkan kilau emas yang semakin dahsyat. Perisai Yin Yang Delapan Trigram itu jelas-jelas bergetar.
Bum!
Ledakan keempat segera menyusul seperti petasan, kilau emas hampir menyelimuti seluruh perisai.
Setelah panah ini, getaran Perisai Delapan Trigram semakin hebat, bahkan perisainya sendiri mengeluarkan suara gemuruh berat.
Saat panah kelima menyusul, terdengar dua ledakan beruntun: Bum! Bum!
Ledakan pertama berasal dari panah Dewa Naga yang meledak, sedangkan ledakan kedua ternyata suara pecahan Perisai Yin Yang Delapan Trigram.
Senjata spiritual Zhou Wenwang yang mampu menahan semua serangan itu, di bawah gempuran gila Gu Meidi, mulai menunjukkan retakan-retakan.
Saat panah Dewa Naga keenam meledak, retakan di perisai dengan cepat membentuk pola jaring laba-laba.
Ketika panah terakhir Dewa Naga menembus Perisai Yin Yang Delapan Trigram, terdengar ledakan dahsyat yang mengguncang, Graaak!
Di hadapan mata terbelalak kami, Perisai Yin Yang Bagua akhirnya tidak tahan menerima serangan bertubi-tubi Panah Dewa Naga, ternyata meledak berkeping-keping!
Kilau emas memancar ke segala penjuru, menerangi saluran air, Perisai Yin Yang Bagua berubah menjadi tak terhitung serpihan.
Sebenarnya semua ini terjadi dalam sekejap kilat redup.
"Aduh—!" Tiba-tiba terdengar jeritan memilukan dari Cui Yi, seluruh tubuhnya terhuyung mundur beberapa langkah, lututnya lemas, Byur! Satu lututnya bersujud di tanah. Untunglah dia tepat waktu menggunakan pedang panjang untuk menopang tubuhnya, sehingga terhindar dari terjatuh.
"Bruk!" Cui Yi menutupi perut bagian bawah dengan tangan kirinya, mulutnya menganga, hampir berteriak memuntahkan semburan besar darah.
Perisai Yin Yang Bagua ditembus habis oleh Panah Dewa Naga, jelas Cui Yi menderita luka dalam yang parah.
Gu Meidi menghela napas pelan, rambut putih panjangnya melayang perlahan di pundak, energi dalam yang menggelegak berangsur mereda.
Cui Yi mengangkat kepalanya dengan wajah penuh keheranan: "Mustahil! Bagaimana mungkin?! Bagaimana mungkin?! Perisai Yin Yang Bagua Raja Wen dari Zhou... Senjata suci Taoisme... Ternyata kau... kau hancurkan?!"
Cui Yi adalah pribadi yang sangat arogan. Dia sangat percaya diri, bahkan sombong akan kemampuannya. Tak disangka kini terkalahkan oleh Gu Meidi, nona kecil muda ini, keterkejutan dalam hatinya tak terucapkan.
"Tentu saja, ini pertama kalinya Cui Yi melihat Gu Meidi bertindak. Dia sama sekali tidak tahu latar belakang identitas Gu Meidi. Perlu diketahui bahwa Gu Meidi adalah anak ajaib bermata hantu yang memiliki roh naga Chiyou. Kekuatan tempurnya jauh melampaui bayangan biasa.
Jelas terlihat si pengkhianat Cui Yi telah meremehkan kemampuan teknis kami.
Aku mengangkat kembali Tianxie Qiang: "Cui Yi, ketemu kami kali ini berarti nasibmu habis! Sebagai pengkhianat, aku pasti akan membawa kepalamu untuk menemui Kepala Komandan!"
"Hehe! Benarkah? Mari kita lihat apakah kau mampu!" Cui Yi mengusap darah di sudut bibirnya, mata memancarkan kilau ganas. Melepas pedang panjang, dia bangkit perlahan sambil memasukkan kedua tangan ke saku dan mulai melantunkan mantra dengan cepat: "Tetesan hujan jadi pasukan... kacang berubah jadi prajurit..."
Suara mantra Cui Yi bergema di saluran air. Dengan hentakan tangan ke luar, sepuluh jarinya terbuka lebar. Ratusan kacang melesat dari telapak tangannya bagai hujan deras. Dentuman dumdumdum bergemuruh saat kacang-kacang itu meledak beruntun, menyemburkan asap kuning kecoklatan. Ledakan massal itu dalam sekejap memenuhi seluruh saluran air dengan kabut tebal.
Kabut kuning yang aneh itu muncul cepat, namun menghilang dengan sama cepatnya.
Saat asap kuning menghilang, kami tercengang menemukan bahwa Cui Yi dan Ratu Ulat telah lenyap tanpa jejak. Namun di hadapan kami, tiba-tiba muncul pasukan ksatria berzirah kuning yang tak terhitung jumlahnya. Pasukan kuning ini setidaknya berjumlah ribuan, berjejal-jejal memenuhi seluruh saluran pembuangan hingga selokan kotor pun dipenuhi orang. Tak diketahui dari mana para prajurit ini muncul, pemandangannya sungguh aneh dan mengerikan.
Para ksatria kuning ini memiliki wajah tanpa ekspresi, kulit pucat dengan fitur wajah seragam seolah diukir dari cetakan yang sama. Mereka mengenakan zirah kuning seragam, tangan kiri memegang perisai, tangan kanan menggenggam pisau tajam, dengan sapu tangan kuning di kepala - persis seperti gaya Pasukan Sorban Kuning di masa lalu.
Ketika Zhang Jiao memimpin Pemberontakan Sorban Kuning dulu, mereka menggunakan sorban kuning sebagai lambang, sehingga dijuluki "Pasukan Sorban Kuning".
"Sa Dou Cheng Bing" konon merupakan keahlian khusus Guru Langit Zhang, yang pernah beberapa kali menyelamatkan Zhang Jiao. Catatan sejarah tak resmi menyebut, saat dikepung musuh, Zhang Jiao menggunakan teknik ini untuk memanggil ratusan ksatria kuning bertarung, membuat lawan ketakutan dan menghentikan serangan, sehingga ia bisa kabur dengan tenang.
Tampaknya Cui Yi benar-benar ahli dari Jalan Taiping, mewarisi ilmu Guru Langit Zhang dengan sempurna dalam menguasai teknik "Sa Dou Cheng Bing" ini.
Meski kekuatan tempur pasukan kuning ini tidak terlalu hebat, keunggulan mereka terletak pada jumlah yang sangat besar.
"Kami cuma bertiga di sini, musuh setidaknya berjumlah ribuan. Jumlah personel mereka tiga hingga empat ratus kali lipat kami. Perbandingannya bagai langit dan bumi! Sekuat apapun kami bertiga, melawan seribu musuh tetaplah seperti belalang menghentikan roda kereta - keangkuhan yang tak masuk akal!"
Hatiku diam-diam merasa resah. Melihat sekeliling, saluran air ini penuh berjejal ksatria berzirah kuning. Jika ingin keluar hidup-hidup, mungkin kami harus memaksakan jalan darah melalui barisan musuh.
Kutatap Gu Meidi, lalu menoleh ke Xiao Guoguo.
Gu Meidi dan Xiao Guoguo juga saling menatapku.
Dari tatapan mata mereka, tiba-tiba api semangat heroik tak terbatas berkobar dalam hatiku.
Di kehidupan ini bisa bertempur di medan perang bersama kecantikan, biarlah tulang-tulang kering menjadi abu - apa lagi yang perlu disesali?
Di kiri ada Xiao Guoguo, di kanan Gu Meidi. Dua gadis luar biasa menemani berlumur darah membunuh musuh - bukankah ini kebahagiaan terbesar dalam hidup?
Gu Meidi dan Xiao Guoguo mengangguk halus. Dari sorot mata mereka, kumengerti banyak hal.
Tak ada secercah ketakutan atau kelemahan. Seluruh darah dalam tubuhku mendidih, terbakar, meledakkan tubuhku. Kurasakan diriku yang dulu di Shennongjia telah kembali - maju tanpa gentar menghadapi ribuan pasukan... Maju terus...
"Aaargh——!" Teriakku lantang. Tianxie Qiang berputar liar, menerjang masuk ke kerumunan musuh.
Kreek! Kreek! Kreek!
Tianxie Qiang membelah udara dengan busur cahaya yang membutakan, menyapu horizontal medan tempur dan memotong tiga ksatria berzirah kuning di depan menjadi dua bagian tepat di pinggang.
Dor! Dor! Dor!
Mayat ksatria berzirah kuning meledak berantakan, berubah menjadi tiga gumpalan asap kecoklatan yang segera menghilang tanpa jejak.
Mereka semua adalah transformasi dari Douzi, tanpa raga fisik yang sesungguhnya. Saat ilusi terpecahkan, Douzi pun meledak.
Begitu menerobos barisan musuh, aku menjelma menjadi binatang buas haus darah. Tianxie Qiang menikam ke kiri dan kanan, melukis aliran cahaya berputar di udara. Dengan kegilaan aku terus menerjang, dentuman ledakan bergema di sekeliling sementara satu per satu ksatria berzirah kuning berubah menjadi asap kuning yang menghilang.
Setelah membantai belasan hingga dua puluh ksatria berzirah kuning, barulah aku menghentikan langkah dengan paksa.
Memandang ke belakang, Gu Meidi dan Xiao Guoguo ternyata tertinggal. Mereka dikepung rapat oleh kerumunan ksatria berzirah kuning yang berjejal, tak bisa melepaskan diri saat itu juga.
Menggigit gigi, aku berbalik hendak menerobos kembali. Gelombang besar ksatria berzirah kuning berdatangan seperti ombak kuning yang bergulung, dalam sekejap menelan tubuhku.
Dasar!
Terjerat dalam kepungan berlapis-lapis, tekanan pun berlipat ganda. Mustahil bagiku untuk menyusul Gu Meidi dan Xiao Guoguo.
