Waduh!
Hembusan napasku langsung terengah-engah, jantungku berdebar kencang tak terkendali.
Xiao Guoguo mencubitku kuat-kuat, berbisik: "Biji matamu hampir menempel di dada orang!"
Ku gosok-gosok mataku. Segera menarik kembali biji mata.
Xiao Guoguo menunjuk Lao Yang: "Kau bilang punya teman di Thailand, maksudmu mereka?"
Aku mengangguk, tertawa kering, lalu melihat api kemarahan yang berkobar di pupil Xiao Guoguo, menyala dengan suara retakan.
Aku menelan air liur, tanpa sadar mundur selangkah: "Nenek buyutku, bicaralah baik-baik! Bicara baik-baik! Lihat... di sini banyak manusia..."
"Jadi kau membawaku ke Thailand bukan untuk liburan? Tapi untuk membantu polisi mengungkap kasus?" Xiao Guoguo "terlihat jelas seperti disinari cahaya terang", tatapannya seolah ingin membunuhku.
Aku memang menipu emosi naif Xiao Guoguo, merasa tak punya alasan kuat. Tertawa kering dua kali, berjingkat-jingkat ingin bersembunyi di balik Lao Yang.
"Berhenti!" teriak Xiao Guoguo marah. Di telapak tangannya menggenggam gumpalan Gelombang Qi Siluman.
"Jangan! Jangan! Merusak barang publik harus diganti rugi! Barang di sini mahal semua, kau harus tenang, jangan bermasalah dengan uang, ya?" Aku berhenti, tersenyum canggung pada Xiao Guoguo.
"Aku secantik ini, kau berani menipuku?! Sungguh melewati batas kesabaran kakek, nenek buyut tak bisa menahan!" Dada Xiao Guoguo naik turun karena marah, orang tak tahu mungkin mengira aku menodai keperawanannya.
Aku menjelaskan: "Ini bukan penipuan! Aku benar-benar membawamu wisata ke Thailand, hanya sekalian membantu Lao Yang mereka mengerjakan sesuatu! Benar kan?"
Aku cepat-cepat mengedipkan mata ke Lao Yang, Lao Yang terus-menerus mengangguk membenarkan.
“Xiao Guoguo yang penuh aura!” Perlahan dia mendekatiku, memojokkanku hingga ke tepi jendela, menunjuk hidungku. Dengan beringas dia berseru: "Aku hanya mau tanya satu hal - kalau membantu kepolisian mengerjakan urusan, ada bonusnya nggak?"
“Bonus?!” Aku terdiam sejenak, lalu mengangguk seperti ayam mematuk beras: “Ada! Bonusnya lumayan besar!”
Xiao Guoguo menjentikkan jarinya, wajah berangnya tiba-tiba berubah bak bunga krisan mekar: “Ada bonus berarti bisa dibicarakan! Bagus bagus, sambil jalan-jalan bisa cari uang, biaya wisata kali ini bisa balik modal kan?”
“Seharusnya bisa!” Aku berkedip beberapa kali, termangu menyaksikan perubahan drastis Xiao Guoguo bagai gejolak dunia.
Xiao Guoguo tersenyum manis sambil menepuk bahu Lao Yang: “Kita semua sahabat baik! Kalau ada kesulitan bilang saja, pasti kami bantu semampu kami!”
Duhai!
Dahiku mengernyit. Gadis kecil ini berubah terlalu cepat!
Pepatah kuno berkata: Uang bisa membuat hantu mendorong penggilingan!
Sialan, sekarang uang bahkan bisa menyuruh siluman bekerja!
Tu Xiaohua melingkarkan lengannya, sorot mata phoenix-nya yang dingin menyapu Lao Yang. Berkomunikasi dalam bahasa Mandarin: “Kapten Yang, dua orang konyol ini siapa? Kok berani masuk sembarangan ke ruang kendali kami?”
Ruang kendali?!
Aku menoleh melihat sekeliling, baru menyadari di dalam kamar terdapat komputer dan peralatan misterius. Dokumen kasus menumpuk setinggi setengah orang, asbak penuh dengan puntung rokok. Di atas meja masih tersisa nasi kotak dan mi instan yang belum habis. Rupanya Lao Yang dan timnya sudah berjuang di sini selama beberapa hari berturut-turut.
Tunggu!
Si konyol?!
Apakah Ia mengacu pada aku dan Xiao Guoguo?
Xiao Guoguo dengan tangan menangkup pinggang, menegakkan kepala membusungkan dada, berhadapan langsung dengan Tu Xiaohua.
Tu Xiaohua melirik Xiao Guoguo dengan pandangan meremehkan. Diam-diam Ia membusungkan dada, bagian dada itu mengembang seperti bola basket.
Mata kami melotot lurus, mulut sedikit terbuka, hampir saja berteriak kagum. Sungguh pemandangan yang megah nan memukau!
Di dada Tu Xiaohua bahkan bisa diletakkan cawan air.
Aura Xiao Guoguo langsung kalah. Ia menggigit gigi perak sambil menunjuk Tu Xiaohua: "Wanita kampungan, ucapanmu kotor! Orang bilang si dada besar tanpa otak, kau benar-benar cocok dengan standar itu!"
"Kau..." Tu Xiaohua menahan napas, memandang Lao Yang: "Kapten Yang, tolong jelaskan, mereka ini siapa? Usir orang tak berguna ini!"
Melihat si cewek cantik berdada besar ini menggelegar seperti bola basket, betis jenjangnya menghentak-hentak, hatiku bergelak tawa. Dalam hal bertengkar, sejauh ini aku belum pernah melihat lawan yang bisa mengalahkan Xiao Guoguo. "Bahasa langit" yang sering keluar dari mulutnya bahkan membuatku sendiri merasa kalah.
Lao Yang segera maju menjadi penengah, pura-pura batuk dua kali: "Begini, Polisi Xiao Hua..."
"Panggil aku Tu Xiaohua!" Tu Xiaohua berkata dingin: "Xiao Hua sana sini, canggung amat!"
Lao Yang menyeringai: "Baik! Polisi Tu Xiaohua, perkenalkan: Tuan Tuoba Gu yang tampan ini dan Nona Xiao Guoguo yang cantik. Mereka adalah pasukan khusus andalan tim kasus besar kami, sangat ahli terutama dalam menangani kasus supranatural dan horor!"
Ini pertama kalinya Lao Yang memuji kami segitu heboh. Aku dan Xiao Guoguo spontan mendongakkan dagu, merasa ringan seperti melayang.
Tu Xiaohua mendekat, tiba-tiba menarik rambutku.
"Aduh!" teriakku marah, "Apa maksudmu?!"
Tu Xiaohua berkata: "Pikir diri artis ya, rambut putih sengaja dicat! Tapi teknik pewarnaannya bagus, hampir tak ada bekas!"
"Ini bawaan lahir!" Aku merangkak mundur setengah meter sambil menutupi kepala, wajah memerah: "Jangan macam-macam sama aku dong!"
Lao Yang bertepuk tangan: "Xiao Gu dan Guoguo sudah datang. Aku yang traktir, kita makan enak di bawah. Semua sudah bekerja keras, ini hadiah untuk kalian!"
"Asyik!" Aku dan Xiao Guoguo bersorak sambil mengangkat tangan. Perut kami memang sudah keroncongan.
"Dengar-dengar buffet seafood di hotel lumayan enak, yuk kita makan sepuasnya!" kata Lao Niao sambil tersenyum.
"Makan apa saja boleh, yang penting kalian senang!" Lao Yang mengusap-usap perutnya. "Sebenarnya aku juga sudah kelaparan!"
"Ah! Kerja belum selesai, kok masih sempat mikir makan?" Tu Xiaohua melirik kami dengan nada tak senang.
Lao Yang menepuk-nepuk pantatnya: "Kakak, manusia itu besi dan nasi itu baja, sekali tidak makan badan jadi lemas! Kita kan bukan dewa, badan sekokoh baja pun perlu istirahat. Kalau mau cari muka, jangan siksa kami dong!"
"Kau..." Tu Xiaohua melirik tajam ke Lao Niao. Interupsi kasar itu membuat wajahnya berganti-ganti warna hijau dan merah.
"Opsir Tu Xiaohua, mau ikut jamuan malam bersama?" tanya Lao Yang dengan senyum manis.
"Tak perlu! Kami makan mi instan!" Serentak dengan suara "dum!", Tu Xiaohua membanting pintu kamar. Sebelum pergi masih sempat berteriak: "Harap setelah makan langsung kembali bekerja!"
Menghadapi amukan Tu Xiaohua, Xiao Guoguo mengerjapkan mata putihnya: "Apa-apaan sih wanita ini? Kayak habis makan bubuk mesiu?"
Lao Niao berkomentar: "Siapa yang tahu? Aku nebak lagi datang bulan!"
"Datang bulan apaan? Menurutku ini gejala menopause!" kataku.
"Masa sih? Dia masih muda begitu, kok bisa menopause?" kata Ji Haixin.
Ling Xiaolei menyambung: "Kau tak paham, menopause datang lebih awal! Pikir saja, wanita tiga puluh tahun belum pacaran, belum menikah, ini normal? Jadi menurutku, ini semua karena tertekan! Kalau ada pria yang menemani, penyakitnya pasti sembuh dengan sendirinya!"
Lao Yang menuding kami: "Kalian ini, cobalah jaga mulut! Bagaimana bisa membicarakan orang di belakang seperti ini?"
Lao Niao menyela: "Di hadapannya pun aku bilang begitu!"
Lao Yang berkata: "Kalian juga polisi, harusnya tahu betapa sibuknya saat ada kasus besar! Apalagi atasan terus mendesak, sementara di lapangan lama tak terpecahkan, beban psikisnya sangat berat! Kalian harus belajar dari orang lain, sikap kerja mereka sangat serius!"
Lao Niao berkata: "Lao Yang, tenang saja. Setelah kenyang, semangat juang kami pasti menggelora! Masalahnya perut masih kosong, dua hari ini cuma makan mi instan sampai kurang gizi, benar-benar ada kemauan tapi tak bertenaga!"
Lao Yang membentak: "Jangan ngomong sampah di depanku! Nanti lebih baik kau makan sampai kembung!"
"Siap!" Lao Niao mengangkat tangan kanannya dengan keras.
Rombongan tertawa riang berjalan menuju restoran hotel.
Cao Yi berjalan di belakang formasi, terus diam. Sesekali melirik ke arahku. Beberapa kali pandanganku bertabrakan dengan tatapannya, ia buru-buru memalingkan kepala dengan canggung, matanya memancarkan kesedihan yang samar.
Kukatupkan bibir, tak tahu harus berkata apa, akhirnya kupilih untuk diam.
"Banyak hal tak perlu diucapkan, biarkan perlahan-lahan, perlahan-lahan membusuk di kedalaman hati."
Thailand berbatasan dengan laut, maka makanan laut Thailand sangat terkenal.
Sejujurnya aku kurang suka makanan laut, tapi karena ini kesempatan langka berpesta, aku pun tanpa pikir panjang, menggebu-gebu melahap semuanya.
Pantas disebut hotel bintang lima, prasmanan makanan laut di restorannya benar-benar istimewa, variasi melimpah, lengkap tak tertandingi, bahkan ada berbagai minuman beralkohol impor yang bisa diminum sepuasnya.
Lao Niao dan kawan-kawannya bagai suku padang rumput yang baru keluar dari rimba purba, sambil memeluk botol arak menenggak seperti orang gila, sambil menyantap lahap, piring di depan mereka penuh tumpukan cangkang yang dikupas, menggunung seperti bukit kecil, sikap makannya seolah belum makan tiga hari, membuat tamu asing di meja sebelah "memandang kami dengan mata baru", baiklah, aku akui, sebenarnya mereka mengejek.
"Kualitas! Perhatikan kualitas! Kita sedang di luar negeri, harus menjaga citra bangsa..." Lao Yang sambil menggurui Lao Niao dan kawan-kawan, sambil menggulung lengan bajunya, mengambil lobster besar dari piring, membuka mulut bak baskom darah, mengunyah sampai berderak: "Segeralah! Hahaha! Baru begini rasanya nikmat! Dasar, makan mi instan sampai hampir membuatku muntah!"
Setelah makan minum semaunya, aku bergoyang-goyang melayang ke kamar mandi, dengan riang kencing sembarangan keluar, tepat berhadapan dengan Cao Yi yang baru keluar dari toilet wanita.
“Sungguh pertemuan di jalan sempit!”
Kami saling memandang, serentak mengangkat tangan, saling menghantam: “Hei!”
“Dasar sial, jelas-jelas sudah bertemu sebelumnya, dibuat seperti pertemuan tak disengaja, bukankah ini adegan yang hanya muncul di film-film indie kecil?”
“Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?” Aku kan pria, jadi berani membuka topik pembicaraan.
“Lumayan! Kau?” Cao Yi tersenyum kecut, seolah menjadi lebih cantik.
Aku mengangkat bahu: “Aku?! Masih seperti biasa!”
“Kalau… Xiao Di? Kenapa tidak ikut bersama?” tanya Cao Yi.
“Xiao Di!?” Hatiku sedikit sakit: “Oh, Xiao Dia… dia ada urusan… hehe… tidak bisa datang…”
Saat ini senyumku pasti terlihat buruk, karena saat aku tersenyum, hatiku sebenarnya sedang berkaca-kaca.
