"Apa?!"
Perkataan Guru Kepala Terbang itu membuat kerumunan menjadi gelisah.
Desa ini mungkin berpenduduk hampir 100 orang. Wanita di desa ini mungkin sekitar setengah dari total populasi. Tidak termasuk yang sudah tua, masih ada 20-30 wanita muda, plus beberapa anak kecil.
Guru Kepala Terbang membuka mulutnya lebar, senyum mengerikan merekah: "Yang tua-tua tidak usah. Bawa saja gadis-gadis dan remaja putri ini!"
“Apa... Apaan sih! Aku takkan membiarkanmu melakukan ini!” Bupati gemetar hebat karena marah, air liurnya menyembur ke wajah tukang santet terbang.
Tukang santet terbang mengusap butiran air liur di wajahnya, wajahnya berubah beringas: “Orang tua, kau mencari maut?”
“Merebut paksa gadis rakyat, apa masih ada hukum di sini?”
“Ayo serbu mereka, habisi sampai titik darah penghabisan!”
“Serbu! Lawan mereka sampai mati!”
Warga desa mendidih darah kebajikannya. Banyak pemuda yang terprovokasi, meski takut pada ilmu hitam para tukang santet ini, demi wanita di rumah masing-masing, mata mereka merah menyala siap mempertaruhkan nyawa melawan para tukang santet.
“Hukum! Akulah hukum!” Tukang santet terbang meneriakkan kemarahan, kedua tangannya meremas jurus mantra, mulutnya komat-kamit bersenandung.
Tiba-tiba, pupil mata tukang santet terbang memancarkan cahaya darah yang mengerikan.
Kreek!
Di leher tukang santet terbang muncul retakan, lalu kepalanya berputar-putar dan terbang tinggi ke udara.
Setelah berputar-putar di udara sebentar, kepala itu menerobos masuk ke kerumunan orang dengan kecepatan luar biasa.
Para warga panik tak karuan, percikan darah terus beterbangan di antara kerumunan, jeritan-jeritan ketakutan bergema dalam kekacauan.
Kepala manusia itu menggigit setiap orang yang dijumpainya. Begitu menggigit, arteri leher langsung terkoyak. Beberapa warga yang berada di barisan terdepan menjerit kesakitan dan terjatuh. Leher mereka hancur berantakan, darah segar menyembur deras. Kondisi kematian mereka sungguh mengerikan.
Beberapa tukang santet lainnya juga ikut menekan aksi warga desa.
Salah seorang tukang santet melepas kalung tengkorak aneh dari lehernya. Kalung itu dipenuhi ratusan tengkorak kecil yang dirangkai rapat. Sambil menggenggam kalung itu, dia bergumam dengan bahasa tak jelas. Ajaibnya, mata kosong tengkorak-tengkorak itu mulai memancarkan cahaya darah. Cahaya itu mengalir perlahan dari lubang mata tengkorak, seolah tengkorak-tengkorak itu membuka mata mereka - nyata sekaligus ilusif, menyeramkan tanpa alasan.
Mantra sang tukang santet semakin keras. Dengan teriakan menggelegar, dia menghunjamkan kalung tengkorak itu ke dalam tanah. Kalung itu menyusup masuk ke perut bumi, lenyap tanpa jejak.
Sekejap kemudian, aura hantu hitam menyembur keluar dari tanah bagai air mancur. Aura-aura jahat itu melesat ke permukaan dengan cepat, bermunculan layaknya tunas bambu di musim hujan.
"Pada saat yang sama, angin yin menderu-deru, aura hantu menyelimuti seluruh desa. Dari sekeliling terdengar siul menyeramkan dan lolongan serigala yang mengerikan."
"Di bawah tatapan kami yang dipenuhi ketakutan tak terduga, satu per satu tulang tangan putih mengerikan muncul dari bawah tanah. Disusul suara gesekan tanah yang longgar, gesek-gesek, gesek-gesek, tengkorak demi tengkorak putih mengerikan menyibak tanah dan bermunculan, berjejal-jejal hingga hampir seratus lebih. Rangka-rangka ini benar-benar hanya kerangka tulang belulang, tanpa sehelai kulit atau daging di tubuhnya, persis seperti kerangka manusia yang dipajang di sekolah medis."
"Tapi satu-satunya perbedaan adalah, kerangka manusia di sekolah medis tidak bisa bergerak, sementara tengkorak-tengkorak ini tidak hanya bisa bergerak, tapi juga... membunuh!"
"Warga desa terpaku ketakutan oleh pemandangan mengerikan ini. Para pria yang tadi masih berapi-api ingin bertarung habis-habisan, satu per satu menjadi lumpuh tak berdaya. Hanya beberapa yang berani maju, langsung dijatuhkan oleh tengkorak. Beberapa tengkorak mengerubungi seorang pria muda dan menggigitnya dengan ganas. Pria muda itu bahkan tidak sempat mengeluarkan jeritan sebelum tubuhnya tercabik-cabik menjadi tumpukan daging hancur. Darah segar bercampur kulit dan daging berceceran, memperlihatkan kerangka berurat yang masih menggantung, sungguh mengerikan."
"Hahaha! Hahaha!" Kepala manusia itu melayang di udara, mengeluarkan tawa sombong.
Namun dalam sekejap mata, di tanah sudah tergeletak tak beraturan lebih dari sepuluh mayat warga desa. Pembantaian gila ini seolah membawa kepuasan tanpa alasan jelas bagi para tukang santet ini. Menghadapi darah yang berceceran, wajah mereka dihiasi senyum antusias.
"Dasar! Binatang-binatang brengsek ini!" Mata Lao Yang memancarkan kilauan dingin penuh niat membunuh: "Sahabat-sahabat, ayo bertindak! Habisi semua binatang ini!"
Braak!
Sebelum suara Lao Yang menghilang, Tu Xiaohua sudah lebih dulu menembak.
Garis api melesat keluar dari hutan, mengarah ke kepala manusia yang melayang-layang di udara.
Kepala itu bergoyang-goyang di udara, tembakan Tu Xiaohua meleset sedikit, hanya menyentuh kulit kepala saat melintas.
Dentuman senjata yang tiba-tiba membuat desa menjadi hening seketika. Para tukang santet itu menatap ke arah sumber suara dengan kemarahan tercampur keterkejutan.
Fei Tou Shi mengucapkan beberapa mantra, kepala itu berputar dan kembali menyambung di lehernya.
Braak! Braak! Braak!
Dentuman senjata bergema, beberapa pistol mengaum bersama dengan kemarahan menggila, membentuk hujan peluru yang berjejal-jejal mengarah ke para tukang santet itu.
"Ayaaaah!"
Dua tukang santet tak sempat menghindar. Setelah jeritan singkat, tubuh mereka bolong-bolong seperti ayakan rusak akibat beberapa tembakan, lalu roboh.
Dari lima tukang santet, hanya tersisa Fei Tou Shi sebagai pemimpin, Ku Lou Shi si ahli tengkorak, dan si brengsek A Bei.
Kami sekelompok orang berhamburan keluar dari dalam hutan, terus-menerus menembakkan senjata.
Tiga tukang santet itu tak mampu bertahan, lagi-lagi dikepung secara mendadak, terpaksa meninggalkan warga desa dan berlari masuk ke dalam desa.
"Jangan biarkan mereka kabur!" Tu Xiaohua membentak keras, memimpin pengejaran dengan langkah panjang.
"Kejar!" Lao Yang mengangkat tangan kanannya, membuka lima jari memberi isyarat penyebaran. Rombongan kami cepat terbagi menjadi beberapa kelompok, mengepung desa dari segala penjuru.
Braak! Braak!
Dentuman senjata terus bergema, api senjata berkilauan menerangi langit malam.
Di dalam desa sunyi senyap, semua warga terkumpul di tanah lapang depan.
Di pihak kami ada lebih dari sepuluh orang, melawan tiga tukang santet Sekte Siam dalam permainan kucing-kucingan di desa.
Bayangan hitam melintas di depan, terdengar suara jendela tertutup dari sebuah pondok kayu tak jauh, kreek!
Aku membawa Tianxie Qiang, menyelinap masuk ke pondok kayu itu.
Begitu masuk, aku langsung merasa ada yang aneh karena pondok itu ternyata kosong.
Saat aku hendak mundur, tiba-tiba terdengar suara ledakan "Blub! Blub! Blub!" mengelilingi pondok.
Kujulurkan kepala melihat-lihat: di sekeliling pondok muncul lubang-lubang tanah rapat, puluhan bahkan ratusan tengkorak putih mengerikan merangkak keluar, mengepung pondok ini rapat-rapat.
Dadaku berdebar kencang, tak sangka Tukang Tengkorak itu malah memasang jebakan untukku.
Tapi dia jelas terlalu naif. Tengkorak-tengkorak ini cukup untuk mengatasi orang biasa, tapi mampukah mengurung aku Tuoba Gu?
Aku bergumam berat sambil mengatur napas. Saat gerombolan tengkorak itu menerobos masuk ke pondok kayu, aku menjejakkan kaki di meja kayu dengan ringan. Tubuhku melesat ke atas seperti gasing, braak! menerobos atap hingga serpihan kayu beterbangan. Dengan lincah aku mendarat di atas atap, mengacungkan senjata dengan sikap penuh kewibawaan.
Melirik ke bawah, puluhan tengkorak berhamburan masuk ke ruangan, berputar-putar seperti lebah kehilangan ratu sambil mencari mangsa. Suara dengusan dan raungan mengerikan terus terdengar dari mereka.
Aku menyeringai dingin, melemparkan beberapa lembar Fu Naga Api ke dalam ruangan.
Api adalah senjata paling efektif melawan jenis undead ini. Fu Naga Api seketika berubah menjadi beberapa ekor naga berapi yang berkeliaran di dalam pondok kayu. Di mana pun mereka melintas, tubuh-tubuh tengkorak itu berderak-derak terbakar. Kerumunan tengkorak yang berjejal rapat itu membuat api dengan cepat menjalar - satu tengkorak terbakar, yang lain ikut terpanggang. Kobaran api segera melahap seluruh pondok kayu. Tengkorak-tengkorak berapi itu berputar-putar tak tentu arah bagai menari tarian api, sebelum akhirnya runtuh menjadi tumpukan arang yang masih berasap.
"Kobaran api menjulang ke langit, pondok kayu itu ambruk dengan gemuruh. Saat pondok kayu itu ambruk, aku melompat dari atap, mengarungi udara dengan beberapa kali hentakan kaki maya. Siluet tubuhku berubah menjadi rangkaian bayangan sisa, Tianxie Qiang menghujam langsung ke Shi Tengkorak itu."
"Kecepatanku luar biasa. Shi Tengkorak mengira dirinya bersembunyi dengan rapi, sama sekali tak sempat bereaksi."
"Bruk! Tianxie Qiang menembus jantung Shi Tengkorak."
"Kulepaskan lima jari. Ujung tajam senjata itu mencuat dari punggung Shi Tengkorak. Bayanganku melesat melewatinya, dan saat kumerentangkan telapak tangan lagi, seluruh tubuh Tianxie Qiang telah menembus tubuh Shi Tengkorak hingga ke akar, persis kugenggam kembali."
"Mungkin karena terlalu cepat, saat Tianxie Qiang menembus jantung Shi Tengkorak, dia belum bereaksi. Tak ada semburan darah yang beterbangan."
"Baru setelah seluruh badan senjata itu menembus, Shi Tengkorak mulai sadar. Dia menunduk melihat dadanya sendiri, ekspresi wajahnya langsung membeku."
"Duk! Duk! Duk!"
"Genangan darah kental menyembur dari jantungnya bagai air mancur, meledak membentuk kabut darah merah menyala."
"Dengan ekspresi terkejut, Shi Tengkorak terjatuh kaku ke depan. Seketika itu juga nyawanya melayang."
"Kutahan napas dalam-dalam, tangan mengusap keringat di pelipisku yang beruap."
"Aiyaya—selamatkan nyawaku—selamatkan nyawaku—"
Dari kejauhan terdengar teriakan minta tolong, aku menoleh dan melihat Jin Yuhao dan Wang Yunji berlari terhuyung-huyung ke arah sini. Seluruh tubuh mereka penuh debu, tampak sangat compang-camping. Di belakang mereka, sebuah kepala manusia berambut kusut mengejar tanpa henti.
Wang Yunji terengah-engah, membalikkan badan dan menarik pelatuk senjata dua kali. Suara "klik" nyaring terdengar - rupanya peluru sudah habis.
Saat Wang Yunji terdiam terkejut, kepala itu tiba-tiba melayang mendekat dan menggigit lehernya. Wang Yunji menjerit kesakitan sambil jatuh ke tanah, semburan darah menyembur tinggi ke udara.
Jin Yuhao membeku ketakutan, dengan tangan gemetar mengangkat senjata dan menarik pelatuk dua kali. Ternyata laras senjata itu pun sudah kosong.
Anggota badan Wang Yunji terus berkedut-kedut sebelum akhirnya tak bergerak lagi.
Kepala itu melepaskan Wang Yunji dan mengapung mendekati Jin Yuhao. Wajah Jin Yuhao memucat pasi, tubuhnya limbung jatuh terduduk ke tanah.
Kepala itu menyeringai mengerikan dan bersiap menerjang Jin Yuhao.
Sudah terlambat untuk berlari ke sana. Aku mengangkat Tianxie Qiang dan bersiap melemparkannya.
Tiba-tiba, bayangan manusia melesat cepat dari arah berlawanan.
