Er... er... er...
Aku tak lagi mendengar jelas apa yang Shen Batian katakan. Napasku semakin tersengal, dada ditekan kuat oleh ular piton sisik hijau. Oksigen yang kuhirup tak sampai ke paru-paru. Napasku semakin terengah, kekurangan oksigen membuat kepalaku pusing dan penglihatanku kabur, anggota badan perlahan kehilangan tenaga untuk melawan.
Shen Batian terus tertawa terbahak-bahak. Menurutnya, aku sudah tak punya kesempatan untuk melawan.
Penglihatanku mulai menghitam. Pada dasarnya aku sudah menyerah.
Ular piton bersisik hijau semakin erat mencekikku, semakin kencang melilit. Aku seakan sudah mendengar dentang retaknya kerangkaku.
Serangan paling mengerikan ular piton adalah membelit mangsanya hingga korban mati lemas atau tulang-tulangnya remuk berkeping-keping.
Dengan kesakitan aku memejamkan mata. Apakah aku akan mati seperti ini? Menyerah begitu saja? Sebagai penerus Kaisar Kuning, sungguh memalukan bangsa Tiongkok jika aku tewas sia-sia di perantauan. Andai masuk neraka, pasti nenek moyang Kaisar Kuning akan bangkit memberi tamparan keras.
Begitu teringat para leluhur, darah panas dalam tubuhku mulai membara. Tubuh yang mulai membeku pelan-pelan menghangat kembali.
Kurasakan aliran energi dahsyat bagai ombak laut bergerak perlahan dalam tubuh: mengaliri dantian, dada, meridian ajaib, hingga setiap pori kulit. Energi itu membesar cepat, seperti hendak meledakkan tubuhku. "Aaaaagh—!" teriakku tak tertahan.
Teriakanku bergema di dalam kuil bawah tanah, dipenuhi napas internal yang mengguncang gendang telinga kerumunan hingga berdengung.
Darah di dalam tubuhku seperti direbus, mendidih bergemuruh, langsung menyembur ke titik akupuntur Tianmen di ubun-ubun. Kedua mataku menjadi membara dan panas menyengat, dalam sekejap berubah menjadi merah darah.
Otakku kosong melompong, otot-otot di seluruh tubuhku tiba-tiba menonjol. Aku merasa sangat menderita, seluruh tubuhku seolah hendak meledak. Satu-satunya pikiran adalah ingin melepaskan energi yang terkungkung dalam tubuh. Energi itu terlalu kuat, bahkan membuatku tak sanggup menahannya.
"Waaaah!" Tiba-tiba aku menengadah berteriak, mata merah darah yang mengerikan, rambut perak berkibar-kibar. Urat-urat di lengan dan leher membengkak penuh darah. Semua pori-pori di tubuhku juga terbuka seketika, otot-otot kekar merobek baju, menampakkan tubuh perkasaku yang berotot.
Semua orang terpaku, karena mereka melihat di permukaan kulitku, ternyata ada lapisan cahaya merah mengalir deras.
Bum!
Sekumpulan cahaya merah berkelebat, roh naga yang tertidur dalam tubuhku kembali bangkit.
Sampai saat ini, roh nagaku telah bangkit dua kali: sekali saat bertarung melawan Raja Akhirat di neraka, dan kali ini di ambang hidup-mati.
Raungan naga yang megah menggema di kuil, mengguncang seluruh gua hingga bergetar.
Di tengah mata terbelalak kerumunan orang, pertanda darah di tubuhku berputar cepat. Rohku menyatu dengan roh naga, menerobos keluar dari raga fisikku. Bagi orang luar, seekor naga abu-abu memancarkan cahaya darah muncul dari tubuhku, berputar-putar di atas ubun-ubun. Naga itu melolong, membuat semua makhluk di bumi tunduk takluk.
Perasaan ini sangat aneh. Kesadaranku berada dalam roh naga. Aku tahu diri telah berubah menjadi roh naga ini, tapi raga fisikku masih terlilit ketat oleh ular piton bersisik hijau. Aku merasa kagum sekaligus girang, bahkan diri sendiri tak percaya, karena saat ini darah Naga-ku bangkit, roh naga keluar dari tubuh, bagai raja yang berkuasa di udara.
Ular dijuluki Naga Bumi, namun bila dibandingkan dengan Naga Langit sejati, levelnya sama sekali berbeda.
Melihat roh nagaku keluar, Shen Batian langsung membeku ketakutan. Dengan mata penuh horor ia memandangiku, tubuh ular tebalnya gemetar halus. Jelas ia paham, mana mungkin ular besar bisa menyaingi cahaya matahari-bulan milik naga abu-abu?
Aura gagah roh naga langsung menekan kesombongan ular piton bersisik hijau. Shen Batian berteriak histeris: "Ya Tuhan! Yuan Shenmu... ternyata... adalah roh naga..."
"Kau terlambat menyadarinya!" kataku dengan nada dingin.
Lolongan memekakkan telinga menggema. Naga abu-abu di udara mengembangkan cakar tajam, langsung mencengkeram titik vital tujuh inchi di leher ular piton itu.
“Ular piton sisik hijau menggeliat dengan putus asa, berusaha melepaskan diri dari cakar naga.”
Naga abu-abu langsung mencengkeram ular piton itu ke udara. Dentuman "dum-dum" bergema saat naga tak menunjukkan belas kasihan—tubuh ular terkoyak menjadi beberapa bagian oleh cakar naga. Badan ular yang kekar meledak di udara, disertai erangan kesakitan yang membuat semua api di kuil meredup sejenak. Saat kobaran api menyala kembali, ular piton itu telah hancur lebur seketika menjadi debu. Raga fisik Shen Batian beserta Yuan Shen-nya musnah tanpa sisa, akhirnya pemimpin Siam Sect yang keji ini menerima hukuman setimpal.
Kepala naga mendongak tinggi, melolong panjang ke langit. Setelah berputar-putar di udara, roh naga itu berubah menjadi kilatan emas yang langsung menyusup ke dalam tubuhku.
Begitu roh naga kembali ke raga, jiwaku pun pulang. Aku membuka mata kasar-kasar, pupil masih memendar sisa cahaya keemasan. Permukaan tubuhku berkilau merah darah, sesaat muncul ke permukaan lalu tenggelam lagi. Setelah tiga kali berulang, akhirnya kondisi fisikku kembali normal.
"Er—" Kuhembuskan nafas naga terakhir, seluruh tubuh terasa hampa seperti habis dikuras. Kelelahan ekstrem membuat lutut gemetar—dengan suara "dok", aku terjatuh bersujud. Kedua lengan menopang badan sambil terengah-engah, butiran keringat sebesar kacang kedelai mengalir deras di wajahku, persis ikan yang nyaris kehabisan napas.
"Aduh, ya Tuhan! Tuoba Gu, Tuoba Gu, harus kuakui kau benar-benar keren! Sungguh, keren luar biasa!" Lao Niao yang pertama berteriak histeris sambil mengacungkan jempol ke arahku.
Tao Jiangwei menggosok-gosok matanya dengan kencang, wajahnya dipenuhi rasa tak percaya: "Demi langit! Aku benar-benar melihat naga! Aku benar-benar melihat naga!"
Bahkan Ling Sheng dan Biksu Ling Du tak tahan berkomentar: "Tak menyangka di dalam tubuh Tuan Tuoba ternyata tersimpan roh naga, kami benar-benar tak peka!"
"Kakak Xiao Gu!" Xiao Guoguo yang pertama berlari mendekatiku, tangannya mengusap butiran keringat di wajahku: "Kau... kau baik-baik saja?"
Aku menyeringai sambil tertawa heihei: "Takkan mati..."
Sebelum sempat menyelesaikan kalimat, pandanganku tiba-tiba gelap, seluruh tubuhku lunglai dan jatuh pingsan di pelukan Xiao Guoguo.
Saat mata ini terpejam, kudengar Xiao Guoguo berteriak lantang: "Kakak Xiao Gu... Kakak Xiao Gu..."
Entah sudah berapa lama aku pingsan, yang jelas selama tak sadarkan diri ini kadang aku terbangun sebentar, melihat sekilas dengan pandangan buram lalu tertidur lagi. Rasanya persis seperti mabuk arak, sangat linglung, dunia berputar tanpa tahu apa-apa, seluruh badan terasa hancur lebur bagai digiling mesin giling.
Mungkin ada dua alasan. Pertama, karena terlalu lama dihimpit ular piton bersisik hijau, tulang-tulangku benar-benar terasa seperti mau remuk, tenaga dalam tubuh terkuras keluar. Alasan kedua adalah roh naga yang keluar dari tubuh, menghabiskan terlalu banyak energi vital. Tentu yang kedua ini penyebab utama. Ini pertama kalinya roh naga-ku keluar dari tubuh. Saat menghadapi Raja Akhirat sebelumnya, roh naga dalam tubuhku baru saja terbangun. Tampaknya，roh naga yangakan bangkit.
Saat sadar, aku terbaring di tempat tidur bambu anyaman. Dari luar terdengar suara genderang dan gong berdentum, diselingi riuh rendah suara orang-orang yang sangat meriah.
Aku tak tahu berada di mana. Bola mataku berguling-guling seperti ingin keluar dari soket.
Ruangan ini tanpa listrik, gelap gulita. Tapi di luar ada api unggun menyala, cahayanya menerangi kamar dalam dengan nuansa kekuningan.
Perabotan di ruangan ini sangat sederhana. Beberapa furniture yang ada semuanya terbuat dari bambu: kursi bambu, meja bambu.
Setelah keluar dari keadaan, aku menguap lebar. Seluruh tubuh terasa nyaman seolah punya tenaga tak terbatas. Rasa lelah sebelumnya akhirnya hilang. Sekarang penuh vitalitas, setiap pembuluh darah berdenyut kuat.
Aku segera bangkit dari tempat tidur. Konstruksi ruangan ini terasa familiar, persis seperti desa suku Yao yang kami lewati sebelumnya.
Kubuka pintu kamar. Pemandangan di depan membuatku terpana.
Dari lingkungan sekitar, ini memang desa suku Yao yang kami lewati sebelumnya. Ternyata kami sudah kembali ke sini.
Di tanah lapang depan desa, api unggun yang berkobar-kobar menyala. Hampir seluruh warga tua-muda berkumpul, bergandengan tangan membentuk beberapa lingkaran besar. Masing-masing mengelilingi perapian sambil bernyanyi dan menari dengan atmosfer riang yang sangat meriah.
"Hmm! Wangi sekali!" Aku mengenduskan hidung, mencium aroma daging panggang yang menusuk hidung. Perutku langsung tak karuan mengeluarkan suara krucuk-krucuk.
Baru kusadari, di atas perapian sedang dipanggang berbagai makanan: kelinci liar, tikus gunung, burung-burung kecil, bahkan babi hutan raksasa.
Seekor babi hutan gemuk terpanggang di api terbesar. Beberapa pria bertelanjang dada bekerja sama membalikkan tubuh babi agar setiap inci kulit dan dagingnya terpanggang merata. Butiran minyak berkilauan menetes menimbulkan suara retakan.
Sekilas kulihat Lao Yang, Tu Xiaohua, dan Xiao Guoguo bercampur dengan kerumunan, menari-nari bersama warga dengan sangat riuh.
Melihatku mendorong pintu keluar, Xiao Guoguo melambai-lambaikan tangan. Dengan wajah basah keringat, dia berlari mendekatiku sambil berseri-seri: "Kakak Xiao Gu, akhirnya kau bangun?"
Aku menggaruk-garuk kepala: "Berapa lama aku pingsan?"
Xiao Guoguo mengulurkan tiga jari: "Tiga hari tiga malam! Kami sampai ketakutan setengah mati!"
Aku tersenyum: "Akhir-akhir ini banyak hal terjadi bertubi-tubi, benar-benar melelahkan. Anggap saja ini menambah jam tidur! Ngomong-ngomong, ada acara apa yang seramai ini? Susunan orang-orangnya kayak ada hajatan nikahan ya! Apa ada yang menikah di desa?"
Xiao Guoguo cekikikan: "Ada dua hajatan! Pertama, karena kita sudah memberantas Siam Sect sampai ke akar-akarnya, warga Hutan Beracun Wan akhirnya bisa hidup tenang. Kabar ini bikin semua warga senang. Yang kedua... hmm, mirip-mirip nikahan sih, bisa dibilang tunangan!"
"Tunangan?! Siapa yang tunangan? Jangan-jangan Lao Yang sama Xiao Hua?" Aku kaget setengah mati.
"Tentu... bukan!" Xiao Guoguo tertawa terkekeh, menunjuk Tao Jiangwei di kerumunan: "Lihat! Pengantin prianya itu penulis novel internet brengsek itu. Dasar dia dapat rejeki nomplok kali ini!"
