Tunggu! Tunggu!
Kupikir otakku mulai mumet.
Aku cuma pingsan tiga hari tiga malam saja. Kok dunia setelah bangun terasa aneh sekali?
Aku memandang Xiao Guoguo dengan bingung: "Gimana bisa si brengsek Tao Jiangwei jadi pengantin? Dia nikah sama siapa?"
Xiao Guoguo menjawab: "Sama gadis dari desa Yao, eh, cucu perempuan Bupati Tua itu!"
“Cucu perempuan Bupati Tua?” Aku mengerutkan alis. Setelah mengingat-ingat, beberapa hari lalu saat meninggalkan desa suku Yao, Bupati Tua masih memegang tangan kami dan meminta bantuan mencari cucunya yang hilang. Jangan-jangan cucunya sudah ditemukan?
Xiao Guoguo mengangguk: “Saat itu kau menggunakan roh naga untuk menghancurkan Shen Batian sampai hancur lebur seketika. Setelah pemimpin ajaran mati, para pengikutnya tercerai-berai—ada yang tewas, luka-luka, melarikan diri. Kemudian kami menemukan banyak gadis yang terkurung di kamar paviliun kuil bawah tanah, termasuk cucu Bupati Tua, Li Mengping!”
“Untuk apa Shen Batian menculik begitu banyak gadis?” Tinjuku mengepal.
Xiao Guoguo mencibir sinis, melirikku penuh makna: “Menurutmu?”
“……” Aku buru-buru mengalihkan topik: “Baiklah! Kalian sudah menyelamatkan cucu Bupati Tua, Li Mengping. Tapi kenapa dia mau menikahi Tao Jiangwei? Baru tiga hari, perkembangan hubungan anak muda zaman sekarang terlalu cepat bukan?”
Xiao Guoguo tersenyum: “Kau tidak mengerti. Ini namanya cinta pada pandangan pertama! Tao Jiangwei dapat keuntungan besar. Saat Li Mengping siuman dari pingsannya, dia melihat Tao Jiangwei sedang melepas ikatannya, mengira dialah sang penyelamat. Karena tersentuh, dia menikahinya sebagai balasan!”
Aku mengerutkan kening: “Bangsat! Ternyata begitu! Tao Jiangwei benar-benar dapat durian runtuh! Tak disangka ikut rombongan kita malah dapat istri!”
“Bener tuh! Aku benar-benar kasian sama kamu! Sebenarnya kamulah pahlawan penyelamat, Li Mengping harusnya nikah sama kamu!” Xiao Guoguo menatapku dengan senyum manis.
Pipiku memerah sedikit: “Gila! Kalau beneran aku nikahin Li Mengping, nggak cemburu?”
“Aku...” Kali ini giliran Xiao Guoguo yang memerah, ia menggigit bibir sambil wajahnya memerah padam: “Ngaco! Aku cemburu sama kamu? Ha! Ha! Ha!”
Kucekikkan mata: “Waduh! Adik kecil, senyummu kok kaku gitu?”
“Kak Tuoba, kamu sudah sadar?” Tao Jiangwei menggandeng gadis suku Yao mendekatiku.
Kukangguk: “Udah!”
“Gak papa?” Tao Jiangwei menepuk bahuku, tanpa menunggu jawabanku langsung menyambung: “Pasti gak papa! Kak Tuoba kan jagoan sakti, mustahil kenapa-napa!”
“Kak Tuoba?” Kumereng getir: “Jangan manggil kakak adik deh, siapa tahu umurku lebih muda dari kamu!”
“Ah!” Tao Jiangwei berkata: “Ke Thailand kali ini kamu jagain, kalau nggak aku udah mati! Berkah darimu. Aku bukan cuma selamat, malah dapet istri gratis buat dibawa pulang! Jadi di mataku, kamulah kakakku, kakak sejati!”
Sambil bicara, Tao Jiangwei menarik gadis suku Yao di sampingnya mendekatiku: “Aku perkenalkan! Ini Kak Tuoba!”
“Kak Tuoba!” Gadis suku Yao itu memanggilku dengan bahasa Mandarin kaku nan renyah.
Aku melihat gadis suku Yao ini. Penampilannya cukup segar dan memesona, sangat kental dengan ciri khas bangsa, posturnya ramping dengan lekuk tubuh yang indah. Kulitnya putih bersih, berbeda dengan kebanyakan orang Thailand yang berkulit agak gelap. Jika menggunakan skala sepuluh untuk menilai seorang wanita, gadis suku Yao ini minimal layak mendapat nilai tujuh ke atas.
Gadis suku Yao yang cantik dan memikat seperti ini, jelas sangat layak untuk Tao Jiangwei si miskin 24K murni.
"Istriku bernama Li Mengping!" Tao Jiangwei memeluk erat bahu harum Li Mengping, berlagak seperti babi hutan yang belum pernah melihat sayuran segar, sambil terus mengeluarkan liur berceceran.
"Bersihkan dulu liurmu itu!" kataku.
"Oh! Oh!" Tao Jiangwei buru-buru membersihkan mulutnya, lalu berkeriap: "Bupati Tua sudah menyetujui hubunganku dengan Mengping. Aku berencana membawanya kembali ke Guangzhou. Hari ini kami bertunangan di sini, nanti setelah pulang ke Guangzhou akan memilih waktu untuk resepsi pernikahan. Kakak Tuoba, kau harus datang ke pernikahanku ya! Kau harus jadi saksi pernikahan kami!"
"Baik! Baik! Semoga berkah menyertaimu!" Aku mengangguk sambil tersenyum tipis.
Tao Jiangweipun bersemangat: "Pasti akan berkah! Dengan pengalaman langsung kali ini, sepulangnya nanti akan kutulis buku legendaris! Nama kalian semua akan kumatikan dalam buku itu!"
"Oke!" Aku tertawa: "Tuliskan aku sebagai sosok yang tampan, biar para pembaca ingat nama Tuoba Gu!"
"Ayo sini! Jangan cuma berdiri, mari kita menari bersama!" Tao Jiangwei mengulurkan tangan menarikku.
Aku berbalik memandangi Xiao Guoguo, mengulurkan tangan dan berkata: "Nona Guoguo yang cantik, bolehkah aku mengajakmu berdansa?"
Xiao Guoguo tersenyum malu, meletakkan tangan mungilnya di telapak tanganku. Kami pun berjalan ke samping perapian, menari-nari dengan riang mengelilingi api unggun.
Misi selesai, ketegangan di hati akhirnya mengendur. Sudah lama kami tidak merasakan kebahagiaan seperti ini.
Esok harinya, kami meninggalkan desa suku Yao dan berpamitan pada warga yang ramah, memulai perjalanan pulang.
Setelah kebersamaan singkat yang menyenangkan, semua orang merasa berat untuk berpisah.
Tao Jiangwei menggandeng Li Mengping, berpamitan satu per satu pada warga desa.
Bupati Tua menggenggam tangan Tao Jiangwei, matanya berkaca-kaca: "Ia satu-satunya cucu perempuanku, belum pernah jauh dari rumah. Tolong perlakukan ia dengan baik!"
"Tenang! Kalau si nak ini berani menyakiti cucumu, akulah yang pertama memukulinya!" Ji Haixin menggulung lengan bajunya, menepuk-nepuk dadanya hingga berbunyi dong-dong.
"Kenapa kau begitu bersemangat?" tanyaku penasaran pada Ji Haixin.
Ji Haixin menghela napas panjang, wajahnya muram: "Aku menyesal! Jelas-jelas aku yang lebih dulu suka pada Li Mengping, tapi malah dikalahkan oleh si penulis buku ini!"
Lao Niao menepuk bahu Ji Haixin, menghibur: "Jujur saja, meski Tao Jiangwei memang si miskin tulen, tapi bakatnya memang lebih darimu."
Ji Haixin ingin menangis tapi tak ada air mata: "Ini maksudnya menghibur atau menghina?"
Setelah kembali ke Bangkok, kami menginap di hotel yang sama sebelumnya dan beristirahat selama satu hari.
Ling Sheng dan biksu Ling Du menyatukan kedua tangan memberi hormat, lalu berpamitan satu per satu dengan kami.
"Amitabha, para dermawan, sampai jumpa lagi jika ada takdir!" Kedua biksu itu membungkuk hormat kepada kami, lalu berbalik menghilang dalam lautan manusia.
Dalam hati aku heran: "Setiap negara punya kejahatan, tapi tak ada negara yang kekurangan pahlawan penjaga kebajikan!"
Saat cuaca mulai senja, Lao Niao mencariku dan berbisik misterius: "Lao Yang sedang tak normal!"
"Tak normal?" Aku terkejut, hendak bertanya apakah Lao Yang kerasukan roh, tapi Lao Niao melanjutkan: "Dulu Lao Yang bisa beberapa hari tak mandi. Hari ini sejak check-in hotel, dia sudah mandi tiga kali, tiap kali lebih dari setengah jam! Bahkan menyanyi di depan cermin kamar mandi! Barusan dia menyemprot gel rambut, membuat potongan rambut gaya Mercedes, lalu pergi diam-diam tanpa pamit!"
"Hah!" Aku lega, "Ini jelas-jelas Lao Yang mau pergi kencan!"
"Wah! Pasti dia cari Tu Xiaohua! Aku sudah suruh Ling Xiaolei dan Ji Haixin mengikuti diam-diam. Mau ikut kami mengintip?" Raut wajah Lao Niao berpendar semangat. Sungguh talenta terbuang kalau dia tak jadi paparazzi.
"Kalian ini terlalu usil! Ada apa yang menarik dilihat? Lao Yang seorang lajang berstatus emas, harusnya kita turut senang kalau dia bisa menemukan pasangan!" Aku menggelengkan kepala, bersiap menolak ajakan Lao Niao. Siapa sangka Xiao Guoguo menyembul dari kamar mandi: "Ini mau menangkap basah perselingkuhan? Kedengarannya seru banget, Kak Xiao Gu, ayo kita ikut! Aku penasaran mau lihat seberapa joroknya kelakuan Lao Yang di belakang kita!"
Aku tak kuasa menahan desakan Xiao Guoguo dan Lao Niao. Setelah cuci muka seadanya, akhirnya aku setuju ikut mereka mengikuti Lao Yang.
Lao Niao menelepon Ling Xiaolei dan kawan-kawan dengan nada bersemangat: "Halo! Bagaimana kabarnya?"
Setelah berbisik-bisik sebentar, Lao Niao menoleh ke kami: "Target muncul! Ternyata dugaan benar, Lao Yang memang berselingkuh dengan Tu Xiaohua si perempuan kasar itu! Menurut info Ling Xiaolei, Lao Yang menyewa Porsche dari hotel, sekarang sedang parkir di depan kantor polisi Bangkok, mungkin menunggu Tu Xiaohua pulang kerja!"
Kami tiba di depan hotel, memanggil taksi, dan meluncur kencang menuju kantor polisi. Setelah bertemu Ling Xiaolei, kami masuk ke mobil Toyota Alphard sewaan mereka.
Tak lama kemudian, Ling Xiaolei yang sedang menggigit puntung rokok tiba-tiba berteriak: "Cepat lihat! Keluar! Target muncul!"
Kami membuka mata lebar-lebar, menatap ke arah yang ditunjuk melalui kaca depan mobil.
Melihat Tu Xiaohua berjalan keluar dari kantor polisi dengan sepatu hak tinggi, penampilannya begitu memukau. Rupanya Tu Xiaohua juga berdandan rapi, rambut panjangnya diikat ke belakang, riasan wajahnya sederhana, mengenakan sepatu hak tinggi elegan yang penuh pesona kewanitaan. Betis jenjangnya membuat para makhluk jantan di bak truk serentak berteriak kaget, "Wah!"
Saat itu, Lao Yang muncul dari Porsche dengan penampilan sangat formal, berkacamata hitam, rambut tersisir rapi. Ia mengambil buket mawar merah menyala dari bagasi belakang, lalu menunjukkan senyum jorok sambil merentangkan kedua lengan menyambut Tu Xiaohua.
Keduanya berpelukan sebentar. Lao Yang menyerahkan bunga mawar kepada Tu Xiaohua. Tu Xiaohua tersenyum cerah, bahkan berani mencium pipi Lao Yang. Kemudian mereka berjalan berpelukan mesra masuk ke Porsche dan melesat pergi.
Lao Niao menghembuskan lingkaran asap rokok sambil menggeleng, "Ah, sayang sekali bunga kecil yang indah, kembali diinjak-injak babi hutan!"
Ling Xiaolei berkata, "Tak kusangka Tu Xiaohua yang permukaannya dingin seperti es, ternyata dalam hatinya berkobar api cinta! Ck ck, si kecantikan dingin pun punya masa birahinya. Tadinya mereka saling bertolak belakang, sekarang malah pacaran. Benar-benar sepasang kekasih yang penuh kejutan!"
“Uung... uung... uung...! Uung... uung... uung...!” Ji Haixin menempelkan pipinya di kaca gerbong kereta, memandang kosong ke arah Porsche yang melaju kencang sambil menepuk-nepuk dada dan menangis tersedu-sedu: "Mengapa kalian semua mendapat panen? Mengapa hanya aku yang pergi sendirian? Sungguh menyedihkan! Sungguh menyedihkan!"
“Bukankah aku dan Lao Niao juga pergi sendirian? Jangan sedih! Malam ini kami bertiga pergi bersama!” kata Ling Xiaolei.
“Ke mana?” tanya Ji Haixin.
Ling Xiaolei dengan luwes mengibaskan potongan rambutnya: “Nana!”
