"Ck, sok gaya!"
"Memaksanya pensiun juga untuk kebaikannya sendiri, apa lagi yang bisa dia lakukan?"
"Iya, untung dia tahu diri, tidak mencoba menempel di klub seperti orang tua pensiunan."
Ye Qiu dan Su Mucheng pergi. Orang-orang di ruang rapat seolah baru tersadar, kembali ramai membicarakan hal ini. Ekspresi Sun Xiang berubah-ubah. Alih-alih ikut bergosip, dia mendekati manajer: "Aku tidak mengapa dia menerima syarat ini?"
"Dia terpaksa menerima." Kata manajer.
"Kenapa?"
"Karena dia tidak mampu membayar denda pelanggaran kontrak."
"Ti... Tidak mungkin?" Sun Xiang terkejut. Ye Qiu adalah atlet profesional yang telah bertahan di liga selama tujuh tahun, yang terbaik sekalipun. Meski menolak kegiatan komersial, gajinya saja seharusnya cukup untuk membayar denda pembatalan kontrak satu setengah tahun.
"Kamu tidak berasal dari era itu, kamu tidak mengalaminya. Di awal berdirinya Alliance, pemain profesional tidak semegah sekarang. Kami semua hidup pas-pasan, mayoritas sambil kerja sampingan. Orang yang tersingkir di era itu sangat menderita, masa muda dihabiskan untuk game tanpa keahlian lain, hidup susah setelahnya. Ye Qiu adalah jenius di era itu, bertahan sampai sekarang dengan skill. Tapi dia punya banyak teman seperti itu."
"Maksudmu, kekayaannya banyak dipakai untuk menolong teman-temannya itu?" Sun Xiang membelalakkan mata.
"Benar."
"Lalu kalau dia juga butuh uang, kenapa menolak kegiatan komersial?" Sun Xiang bertanya.
"Tidak ada yang tahu alasannya," kata manajer.
"Ada dugaan?" Sun Xiang bertanya.
"Mungkin... ada hubungannya dengan keluarganya," kata manajer.
"Oh?"
"Tidak ada yang pernah tahu tentang keluarganya, dia juga tidak pernah bicara. Sangat aneh, jadi aku curiga," kata manajer.
"Orang ini... punya banyak kisah!" Sun Xiang menggenggam kartu akun Yiye Zhiqiu yang diberikan Ye Qiu. Dia tahu akun ini sudah dipakai Ye Qiu sejak sebelum Alliance terbentuk, terus digunakan sampai sekarang, salah satu akun tertua di Glory.
"Sudah, jangan bahas dia. Bos hari ini tidak bisa datang, tapi khusus memberi botol anggur koleksian untuk menyambutmu," kata manajer.
"Haha, terima kasih! Dengan kedatanganku, Jia Shi pasti bangkit kembali."
……
Ye Qiu pergi.
Su Mucheng berdiri di depan pintu klub, dia memandang Ye Qiu berjalan perlahan hingga hilang dari pandangan. Ye Qiu terus menerus berbalik dan melambai padanya, wajah Su Mucheng telah basah oleh air mata.
Tidak banyak ucapan perpisahan, Ye Qiu hanya mengucapkan delapan kata: "Beristirahat setahun, lalu kembali."
Su Mucheng tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya mengangguk berat. Dia bukan lagi gadis kecil yang kekanak-kanakan, dia sudah memiliki keberanian untuk menanggung banyak hal sendirian.
Kepingan salju mulai berjatuhan di langit, musim dingin ini terasa sangat dingin.
……
Turun salju?
Saat meninggalkan klub, Ye Qiu juga belum memikirkan langkah selanjutnya. Kehidupan yang telah dijalaninya bertahun-tahun tiba-tiba harus berubah, membuatnya agak tidak nyaman. Dia hanya ingin terus berjalan seperti ini, sampai dia menemukan kejelasan.
Tapi langit pun tak memberinya kesempatan, tiba-tiba salju turun semakin deras. Kepingan salju yang beterbangan cepat membasahi bahunya, rambutnya mulai membeku. Dia harus mencari tempat berteduh.
Ye Qiu melirik ke sekeliling, terlihat sebuah warnet di tepi jalan yang masih terang benderang di tengah malam. Dia segera berlari cepat ke sana.
Di dalam warnet yang hangat, Ye Qiu mengibaskan salju dari bajunya lalu meminjam satu unit komputer di meja depan.
"Komputer C-47." Gadis di meja kasir menyebutkan posisi mesin, lalu mengembalikan KTP pemilik yang menyalakan komputer. Namun ketika dia mengangkat kepala, orangnya sudah menghilang. Gadis itu tidak terlalu terkejut, jelas hal seperti ini sudah sering terjadi. Diam-diam dia menyimpan KTP itu, yakin bahwa si pemilik yang kehilangan pasti akan kembali mencarinya.
Komputer C-47, Ye Qiu menyusuri nomor antrian. Warnet ini cukup besar dengan jumlah komputer yang banyak, bahkan ada lantai dua. Area C... Ye Qiu melihat papan nomor area yang menggantung di langit-langit. Dia tak perlu naik ke lantai dua.
Saat menghitung sampai nomor 47, Ye Qiu tertegun. Di posisi itu sudah duduk seorang wanita yang sedang memainkan Glory, bertarung satu lawan satu di arena pertarungan. Gerakan tangannya yang gesit membuat kuncir kuda tinggi di belakang kepalanya bergoyang-goyang.
Memandang profilnya dan melihat karakter Artillery God di layar, Ye Qiu agak linglung. Sekilas dia hampir mengira Su Mucheng yang duduk di situ.
Tapi segera dia sadar ini bukan dia. Su Mucheng selalu lembut dan tenang, bahkan saat pertarungan PK paling sengit sekalipun, senyumnya tetap terkembang. Kadang Ye Qiu merinding melihatnya tersenyum manis sambil menembakkan meriam hingga lawannya hancur lebur, lalu dengan sopan mengucapkan maaf.
Sementara gadis di depan matanya ini, meski wajahnya sama cantiknya dan terlihat lembut, tapi gaya menggila menghajar keyboard dan mouse membuat rupanya yang manis itu terasa seperti tipuan belaka.
“Aura pembunuhan terlalu menakutkan, tapi sayangnya…” Ye Qiu memperhatikan layar, dia melihat wanita ini akan secelaka. Benar saja, celah yang baru saja terlihat berhasil dimanfaatkan lawan, serangan combo langsung menyapu bersih sisa HP-nya yang sudah tipis.
“Sial!” Ye Qiu mendengar wanita itu menggeram keras, menghantam keyboard dan langsung menutup game.
Ye Qiu masih ragu-ragu apakah dia akan mengambil posisi ini, wanita itu sudah menoleh dan melihat keraguannya. Dengan marah dia berdiri bertanya: “Mau pakai komputer?”
Ye Qiu mengangguk.
“Duduklah di sini!” Wanita itu langsung pergi setelah berkata.
Ye Qiu menggelengkan kepala melihat ketidakstabilan pemain biasa dalam kompetisi, akhirnya duduk di posisi tersebut.
Chen Guo frustasi, sangat frustasi. Baru saja duel 1v1 di Glory Arena, 52 round dimainkan tapi tak satu pun menang. Dia hampir tidak percaya ini nyata.
Akunnya tidak buruk, Chen Guo meraba akun “” di sakunya yang termasuk kuat di kalangan pemain biasa. Levelnya juga cukup tinggi, sudah main Glory selama 5 tahun. Lawannya tadi akunnya lebih lemah, tapi bisa membuatnya kalah 52 round berturut-turut.
“Pasti master level tinggi.” Chen Guo mengangguk menyimpulkan.
“Bu Pemilik, kamu belum keluar dari game ya? Kok ada orang yang mainin?” Chen Guo sedang berjalan sambil berpikir, tiba-tiba terdengar suara di sampingnya. Chen Guo memiringkan kepala, melihat pelanggan tetap warnet di mesin sebelah sedang menjulurkan kepala memandang ke arah komputer yang baru saja dia duduki.
Gawat! Hati Chen Guo berdebar kencang, dia segera berlari kembali. Popularitas Glory membuat login client game ini menjadi perangkat standar di warnet. Karena kartu akun hanya perlu dimasukkan saat login, di warnet yang bersifat publik orang biasanya langsung menyimpan kartunya setelah login.
Satu kartu untuk satu akun, kehilangan kartu bisa dilaporkan sehingga pencurian akun sudah punah. Tapi di warnet, banyak orang ceroboh lupa logout atau logout palsu, sehingga pemain berikutnya bisa mengambil uang dan peralatan. Chen Guo yang baru saja kalah 52 kali berturut-turut sangat emosi, tak sadar hanya meminimalkan game ke desktop tanpa logout.
Chen Guo buru-buru mendekat, benar melihat orang itu mengendalikan akunnya. Tapi sepertinya dia tidak sedang menjarah peralatan, melainkan bertarung di colosseum dengan asyiknya. Belum sempat Chen Guo berteriak, di layar sudah muncul dua karakter besar: "Glory!"
