Chen Guo masih belum paham, meski Ye Xiu tidak keberatan, tapi bagaimana mungkin lawannya mau menerimanya ke dalam tim?
“Sebenarnya apa yang terjadi?” Chen Guo bertanya.
“Aku perkirakan awalnya mereka mengajakku masuk tim untuk menjebakku, tapi kemudian melihat kemampuanku bagus, merasa aku bisa membantu mereka, jadi membiarkanku.” Ye Xiu menjelaskan.
“Lalu kamu mau saja jadi kuli mereka? Tidak ada harga dirinya?” Chen Guo merasa geram mewakili Ye Xiu.
“Tidak apa-apa, masih bisa ditolerir.” Sambil berkata demikian, tombak di layar Ye Xiu menyapu dan menjatuhkan Raja Laba-Laba yang dikeroyok lima orang. Chen Guo melihat deretan pesan sistem berbaris rapi di kolom informasi: Tian Qi, Yue Zhongmian, Mu Yunshen, dan Qian Shengli secara serentak memilih untuk melepaskan peralatan yang di-drop Raja Laba-Laba.
“Apa maksudnya ini?” Chen Guo terkejut.
“Aku sangat membantu mereka, jadi mereka terpaksa membiarkan aku memilih perlengkapan duluan, ah, benar-benar tidak bisa ditolak!” Ye Xiu berkata sambil memilih untuk melepaskan hak pilih. Di bawah prioritas pemilihan, dia sudah lengkap dengan perlengkapan biru, tapi mereka tetap memaksanya untuk melihat-lihat dulu.
Chen Guo tertegun, rupanya deskripsi Ye Xiu terlalu merendah. Bukannya kerja paruh waktu, ini seperti jadi bos disana? Memprioritaskan pemilihan perlengkapan setelah membunuh BOSS, ini jelas hak eksklusif anggota inti tim. Itupun harus di tim kerabat dan teman yang saling kenal, baru mau memberikan prioritas pada orang yang berjasa. Tapi tim yang dilihatnya ini? Sebelum tidur masih saling menghitung sebagai musuh, kok setelah bangun tidur langsung jadi anak buah semua?
“Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi.” Kali ini Chen Guo bersikeras harus mendapat jawaban.
“Karena kontribusiku besar!” kata Ye Xiu.
“Seberapa besar?”
“Memimpin mereka menyelesaikan First Kill Spider Cave dan Spider Lord.”
“Kau menyelesaikan tiga First Kill dalam semalam?” Chen Guo terkesima. Karakternya Zhuyanxia sudah dimainkan 5 tahun, belum pernah sekalipun dapat First Kill. Orang ini baru main semalaman ditambah pagi hari, kurang dari 12 jam sudah dapat tiga. Kontras yang terlalu menyakitkan.
“Beruntung.” Ye Xiu menguap sambil berdiri dari kursinya. Di layar, seluruh tim sudah keluar dari dungeon, suara perpisahan samar terdengar dari headphone. Ye Xiu merebut headphone dari tangan Chen Guo, mendekatkan mikrofon ke mulutnya sambil berteriak "Sampai jumpa", lalu keluar dari game.
"Ngantuk, aku mau tidur dulu." kata Ye Xiu.
"Mau makan dulu sebelum tidur?" Chen Guo menatap Ye Xiu sambil bertanya. Sejujurnya, wajah Ye Xiu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda "kantuk". Meski sudah begadang semalaman ditambah pagi harinya, penampilannya memang agak lesu. Tapi masalahnya, sejak pertemuan pertama kemarin pun penampilannya sudah selalu seperti orang setengah mati yang tak bergairah. Sulit membedakan efek kurang tidur pada dirinya.
"Nggak usah, makan setelah bangun saja!" Ye Xiu mematikan komputer dan buru-buru pergi. Kunci suite di lantai dua sudah diberikan Chen Guo kemarin. Setelah masuk ke kamar penyimpanan kecilnya yang memprihatinkan, ia langsung menyelam ke dalam selimut. Kamar ini memang ideal untuk tidur siang - begitu pintu tertutup, hanya ada sedikit cahaya dari jendela kecil di atas, hampir tak ada gangguan cahaya.
Ye Xiu langsung tertidur pulas seketika. Ketika bangun, langit sudah gelap lagi. Sulit dipercaya seseorang yang baru mengalami pasang surut hidup besar bisa tidur seboboi ini. Duduk dari tempat tidur tanpa menyalakan lampur, ia merokok sebatang dalam gelap. Setelah asap terakhir menguap, barulah ia keluar kamar.
Pintu kedua kamar tidur di suite terkunci. Ye Xiu tahu satu kamar ditempati Chen Guo, sementara kamar lainnya adalah milik seorang gadis bernama Tang Rou, yang dikatakan sebagai karyawan terlama di Warnet Xingxin, sudah bekerja hampir dua tahun. Namun belakangan ini ia sedang cuti. Karyawan lain yang perlu menginap tinggal di kompleks perumahan terdekat, di mana Chen Guo menyewa sebuah apartemen khusus untuk staf warnet. Ye Xiu kini menjadi kandidat pengganti di sana. Chen Guo menyatakan begitu ada yang mengundurkan diri, dia berkesempatan mendapatkan tempat tidur.
Saat ke kamar mandi, Ye Xiu melihat post-it di cermin. Iseng melirik, ternyata catatan itu ditujukan untuknya. Chen Guo telah menyiapkan perlengkapan mandi yang ditaruh di rak.
Ye Xiu merobek post-it itu, agak bingung. Terutama karena tidak menyangka bos barunya bisa seperhatian ini. Tentang rasa terharu? Hal kecil seperti ini belum sampai segitunya, tapi patut disyukuri.
Setelah bersih-bersih, Ye Xiu melihat jam sudah lewat pukul sembilan. Perut kosong seharian butuh diisi. Begitu keluar dari suite ke area warnet, suasana terasa aneh. Meskipun lantai dua adalah area VIP dengan tarif lebih tinggi, kesepian saat ini terasa berlebihan. Dengan penasaran, Ye Xiu turun ke lantai bawah, tapi semakin gelap. Ternyata lampu lantai satu warnet tidak dinyalakan.
“Ada apa ini?” Ye Xiu bingung melihat ke sekeliling. Meski lampu lantai satu tidak dinyalakan, banyak orang berkerumun, bahkan beberapa berdiri di lorong. Di dinding selatan, tergantung layar proyeksi 200 inci yang menayangkan rekaman perjalanan karir Glory-nya. Suara narasi bergema di seluruh warnet. Semua orang diam, baik yang duduk di kursi komputer maupun yang berdiri di lorong, seolah lupa fungsi warnet dan hanya menatap layar bak di bioskop. Ye Xiu segera mengenali dua nama yang terus diulang dalam narasi:
Ye Qiu, Yiye Zhiqiu.
Tayangan tersebut menampilkan cuplikan pencapaian legendarisnya di Liga Profesional Glory, disertai narasi dramatis yang menguraikan segudang prestasi dan penghargaan.
Tiga kali Juara Liga, tiga kali Pemain Terbaik Liga, dua kali Bintang Output, satu kali Satu Pukul Satu Bunuh.
Baik sebagai tim maupun individu, Ye Qiu adalah puncak prestasi di Liga Profesional Glory yang menjadi target para pemain untuk ditaklukkan.
"Di bawah ini, mari kita bersama-sama mengenang serangkaian momen epik yang ditampilkan oleh Dou Shen Yizhi Qiu di bawah kendali Ye Qiu." Setelah narator mengucapkan kata-kata dengan suara sedih yang berat, layar proyeksi mulai menampilkan adegan-adegan tak terkalahkan dari Dou Shen Yizhi Qiu. Adegan yang biasanya mampu membangkitkan antusiasme penonton kapan saja ini, kini disaksikan dalam keheningan di warnet. Tak ada sorak-sorai, tak ada teriakan gembira. Semua hanya menyaksikan adegan demi adegan dalam diam, menyadari bahwa semua ini telah menjadi masa lalu sejak siang hari tadi.
Siang itu, klub Jia Shi mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan keputusan kapten mereka Ye Qiu untuk pensiun.
Sang legenda misterius ini bahkan tidak menghadiri konferensi pensiunnya sendiri. Publik hanya melihat pernyataan pensiun bertanda tangan asli Ye Qiu yang ditunjukkan oleh manajer Jia Shi. Manajer kemudian mengklaim bahwa Ye Qiu yang telah pensiun menolak tawaran posisi lain di klub, dan kini telah meninggalkan Jia Shi sendirian.
Adegan terus berganti-ganti: pertempuran sengit, pertarungan heroik, rekor-rekor gemilang. Narasi penjelas secara perlahan beralih ke masa-masa suram terakhir Ye Qiu dan Jia Shi. Di antara penonton di warnet, suara isak tangis mulai terdengar samar.
