Chen Guo sendiri sudah tidak ingat berapa kali tertidur di sofa itu sambil menonton siaran, sering terbangun kedinginan lalu merangkak diam-diam kembali ke tempat tidur. Kali ini ketika bangun, ia justru menemukan dirinya terlipat hangat dalam selimut, aroma selimut itu sangat familiar - memang miliknya sendiri. Masih belum sepenuhnya sadar, Chen Guo sempat mengira dirinya tidur di ranjang, dengan nyaman menggulung selimut sambil berguling, GUANG! Seketika terjatuh dari sofa.
"Chen Guo yang terjatuh masih memeluk selimut, lama sekali baru menyadari bahwa dirinya masih berada di sofa. Sofa yang tidak tinggi itu tak mungkin membuatnya cedera, hanya membuatnya kesal sekaligus lucu. Chen Guo bangkit sambil tetap memanggul selimut, melihat pintu gudang kecil tertutup rapat, paham semua ini adalah ulah Ye Xiu si pendatang baru."
"Setelah mengembalikan selimut ke kamar, Chen Guo sedang membersihkan diri di kamar kecil separuh jalan ketika pintu kamar diketuk. Dengan sikat gigi terjepit di mulut, ia membuka pintu dan melihat seorang pujaan berdiri di depan pintu sambil tersenyum manis dengan karung besar kecil di pundak."
"Hah, Xiao Tang kamu sudah kembali!" ujar Chen Guo dengan gigi menggigit sikat gigi dan mulut penuh busa pasta gigi.
"Iya, kenapa kamu baru bangun?" Tang Rou kesulitan mengambil kunci karena membawa karung besar kecil, akhirnya memanggil dari luar. Ternyata Chen Guo terlihat seperti ini.
"Semalam tidurnya telat!" Chen Guo yang mulutnya penuh busa masih nekat mengobrol.
"Sikat gigi dulu sana!" Setelah masuk, Tang Rou meletakkan barang sembarangan di lantai lalu mendorong Chen Guo ke kamar kecil.
“Konon kamu baru merekrut seseorang?” Chen Guo sedang menggosok gigi, Tang Rou bersandar di luar pintu sambil menoleh ke arah pintu gudang yang tertutup dan bertanya pada Chen Guo.
“Ya! Mereka sudah memberitahumu?”
“Hm.”
“Sementara belum ada tempat tinggal, kubiarin dia tidur di sana dulu,” kata Chen Guo.
“Katanya baru sehari datang sudah bikin kamu kesel setengah mati?” Tang Rou jelas sudah mendengar banyak kabar dari bawah.
Chen Guo terdiam. Bukan cuma kesel! Semalam dia sampai ingin mencekik orang ini. Tapi di satu sisi menyebalkan, di sisi lain orang ini malah menutupkan baju dan selimut untuknya. Perbuatan baik dan buruk semua ada di dirinya.
“Kenapa?” Tang Rou melihat Chen Guo diam termenung.
“Gak apa. Dia jago main Honor,” kata Chen Guo.
“Sejago apa? Seperti kamu?” Tang Rou tertawa.
“Dasar gadis...” Chen Guo melirik. Masalah ini membuatnya kesal. Tang Rou awalnya tidak main Honor. Chen Guo mencoba melatihnya sambil menggunakan karakter Zhuyanxia untuk PK di arena sambil memperkenalkan daya tarik game ini.
Karena tidak fokus, Chen Guo kalah telak di pertandingan itu. Tapi Tang Rou langsung bilang “biar dia yang coba”, membuat Chen Guo tersentuh.
Pertandingan pertama, Tang Rou juga kalah telak. Lalu dia bertanya pada Chen Guo tentang detail operasional.
Pertandingan kedua masih kalah. Akhirnya Chen Guo aktif menjelaskan beberapa taktik untuk melawan lawan saat ini.
Maka di ronde ketiga, Tang Rou berhasil membalikkan keadaan dan mengalahkannya.
"Ini mudah sekali!" Tang Rou menoleh ke Chen Guo sambil berkata, ekspresi antusiasnya tiba-tiba menghilang. Chen Guo yang berdiri di samping hanya bisa terdiam terpana. Pemula total ini, setelah dua ronde berlatih pengoperasian dan mempelajari pola permainan, sudah bisa mengalahkan lawannya.
Tingkat kemampuan lawan itu pun tidak bisa dijelaskan Chen Guo dengan jelas. Ia segera meminjam akun dengan profesi yang sama dari pengunjung warnet. Meski Chen Guo mainkan karakter penembak, dia sedikit tahu tentang profesi lain. Setidaknya lebih baik dari pemain yang baru tiga kali kontak Glory, ditambah penguasaan kontrolnya yang mumpuni...
Hasilnya, dia tetap dikalahkan.
Chen Guo hampir tak percaya, memaksa Tang Rou yang sudah ingin berhenti untuk main beberapa ronde lagi. Meski sempat menang beberapa kali, semakin dimainkan semakin sering kalah. Jelas Tang Rou semakin mahir.
Di titik ini Chen Guo baru menyadari penyebab yang tak terduga dari kemampuan Tang Rou.
Kecepatan tangan! Gadis ini ternyata memiliki kecepatan jari bawaan yang mencengangkan, membuat Chen Guo yang sudah tiga tahun main Glory dan mengira dirinya hampir jadi pro merasa sangat malu.
Bakat! Ini benar-benar bakat. Sangat disayangkan punya bakat seperti ini tapi tidak bermain Glory. Chen Guo mulai semakin giat berusaha menarik Tang Rou ke dunia Glory, namun akhirnya gagal total. Semua antusiasme Chen Guo dalam mempromosikan daya tarik dunia Glory hanya berbuah wajah mengantuk dari Tang Rou yang terus menguap.
Selama dua bulan penuh Chen Guo berusaha tanpa hasil, hingga satu kejadian membuatnya putus asa. Mission Challenge Divine Realm. Untuk memasuki Divine Realm, pemain harus menyelesaikan serangkaian misi termasuk membasmi monster biasa, mengalahkan bos, mencari bahan material, dan menang pertarungan di arena PK. Namun yang paling menyiksa adalah misi challenge teknik.
Mission challenge teknik tidak hanya menuntut pemain mengalahkan lawan, tapi juga memenuhi berbagai persyaratan operasional sistem selama pertarungan. Seperti jumlah kombo, total damage serangan belakang, frekuensi serangan udara, dan lain-lain.
Banyak pemain mentok di tahap ini, tak bisa melewatinya. Chen Guo juga begitu, terjebak di challenge teknik yang tak kunjung bisa ia penuhi syaratnya.
Namun akhirnya Tang Rou yang mengambil akunnya, setelah mempelajari beberapa hari, berhasil menyelesaikan mission challenge teknik Divine Realm untuknya.
Chen Guo benar-benar tak bisa berkata-kata. Ia akhirnya paham mengapa Tang Rou tak tertarik dengan game ini - karena apa yang harus diperjuangkan keras oleh kebanyakan orang, baginya bisa diraih dengan mudah.
"Glory menggunakan nama 'Glory' dengan harapan pemain menganggap perlengkapan, teknik, dan setiap rekor sebagai kehormatan. Para pemain setuju justru karena hal-hal ini memang sulit didapat dan harus diperjuangkan."
"Tapi bagi Tang Rou? Teknik challenge yang menyiksa banyak pemain selama berminggu-minggu bisa diselesaikannya dalam beberapa hari, mana mungkin muncul perasaan terhormat? Siapapun tak akan menganggap kegiatan sederhana seperti minum segelas air sebagai kehormatan."
"Chen Guo putus asa tapi tak mau menyerah. Selama dua tahun terakhir, setiap ada musuh kuat, dia selalu mengajak Tang Rou mencoba. Hasilnya Tang Rou berulang kali balik bertanya: 'Segini saja susahnya?'"
"Sering begini Chen Guo juga malu! Musuh yang tak bisa dikalahkannya, Tang Rou malah bilang 'segampang ini'. Mana ada orang yang tahan dipermalukan begitu? Beberapa bulan terakhir Chen Guo bahkan jarang melakukan hal seperti ini. Tapi saat menyebut Ye Xiu, keinginan yang lama terpendam itu muncul lagi. Tiba-tiba dia menyeka mulut dan melempar handuk, rambut acak-acakan langsung bergegas ke kamar Ye Xiu: 'Aku akan bangunkan dia untuk duel denganmu!'"
"Ah, sudahlah!" Tang Rou segera menahan Chen Guo: "Dia kan baru selesai shift malam, biarkan istirahat dulu. Tunggu sampai bangun saja."
"Oh, baiklah." Chen Guo mengangguk dan mengurungkan niatnya. Saat mengambil handuk untuk melanjutkan cuci muka, teringat sesuatu: "Ngomong-ngomong, tangannya juga secantik tanganmu."
