“Baru bangun, mana mungkin tidur.” kata Tang Rou.
“Aku juga gitu.” jawab Ye Xiu.
“Kamu jam berapa bangun?” tanya Tang Rou.
“Jam delapanan!”
Keduanya asyik mengobrol sendiri, membuat Chen Guo tak bisa berkata-kata. Tiba-tiba seorang paman datang ke pintu warnet: “Di sini yang mati listrik?”
Ye Xiu dan Tang Rou berseri-seri, bersama-sama menyambut sambil membungkuk hormat: “Iya betul, paman akhirnya datang.”
“Ada masalah apa?” Paman itu masuk sambil membawa kotak perkakas.
“Kalian berdua yang urus ya!” Chen Guo sudah lelah dengan dua orang ini, hendak naik ke lantai atas, tiba-tiba mendengar teriakan Ye Xiu: “Bos, bayarnya pakai uang kas ya?”
Chen Guo hampir terpeleset mendengarnya, nyaris jatuh terguling, lama baru bisa berkata dengan suara tertahan: “Ambil dari kotak uang.” Setelah itu langsung lari ke atas.
“Ye Xiu dan Tang Rou?” Keduanya langsung menjadi asisten tukang listrik, sibuk mengambilkan teh dan melayani. Setelah memeriksa, tukang listrik menemukan kerusakan tapi tampak bingung. Kerumitan teknis membuatnya ingin mundur.
“Bagaimana?” Ye Xiu bertanya.
“Sulit diperbaiki, sudah malam, besok saja!” Kata paman sambil bersiap pergi.
Ye Xiu panik, buru-baru menawarkan rokok untuk menyogok. Tapi ditolak dengan "tidak bisa merokok". Di saat genting, si cantik Tang Rou maju merayu paman dengan suara manis. Beberapa pukulan combo berhasil meluluhkan pertahanannya. IQ dan EQ paman langsung anjlok, tangannya mengusap air liur lalu menggenggam toolbox: "Lihat caraku!"
Ye Xiu senang, sembunyi-sembunyi acungi jempol ke Tang Rou yang membalas senyuman. Keduanya beralih kelas jadi murid tukang listrik - satu pegang senter, satu podong alat, sambil dengar penjelasan teori kerusakan. Paham atau tidak, respon "Hmm", "Ah", "Oh" tetap dilontarkan.
Paman tukang listrik ternyata jujur. Kesulitan perbaikan bukanlah alasan. Prosesnya memang memakan waktu lama sampai semua tamu yang menunggu listrik akhirnya bubar. Seiring waktu, Ye Xiu dan Tang Rou mulai merasa bersalah. Sudah lewat jam 11, dua jam berlalu tapi belum ada kemajuan.
"Mari beli makanan malam dan istirahat!" Tang Rou yang berinisiatif menahan paman merasa perlu traktir makan malam sebagai permintaan maaf.
"Hmm, aku yang pergi." Ye Xiu mengangguk sambil mengusap tangan, "Ambil uang dari kotak uang?"
Tang Rou memicingkan mata, Ye Xiu diam-diam mengangguk lalu pergi ke warung makan kecil di seberang warnet untuk membeli makanan. Kembali mengundang paman teknisi listrik yang memang sudah lelah, tidak banyak menolak.
"Berapa harganya?" tanya Tang Rou pada Ye Xiu.
"Apa?"
"Makanannya." kata Tang Rou.
"86. Kamu juga belum makan malam kan?" ujar Ye Xiu.
"Hmm...86, kurang 43 darimu. Aku utang dulu ya!" kata Tang Rou.
"Nggak perlu lah!" Ye Xiu tertawa, gadis ini benar-benar serius ingin berbagi biaya.
"Kalau kamu bersikeras mau mentraktir, aku juga tidak keberatan." Tang Rou tersenyum.
"Makan saja!" Ye Xiu tidak mempermasalahkan, berpaling ke paman: "Paman sudah capek, kira-kira masih butuh berapa lama?"
"Sebentar lagi. Setengah jam!" jawab paman teknisi listrik.
Keduanya menghela napas lega, akhirnya melihat titik terang.
Setelah makan, tidak sampai setengah jam, dua puluh menit kemudian semuanya diperbaiki, listrik warnet pulih. Pengisian formulir dan pembayaran semuanya menggunakan dana warnet.
Paman pergi, lampu warnet terang benderang tapi hanya ada Ye Xiu dan Tang Rou. Sudah tengah malam, Ye Xiu yang tak punya pengalaman kerja bertanya pada Tang Rou: "Masih ada yang datang?"
"Tidak tahu, jaga saja!" Tang Rou mematikan beberapa lampu yang tidak perlu. Ye Xiu duduk di meja depan, sudah menghidupkan komputer.
“Aku duduk di sini saja!” Tang Rou datang bersiap menggunakan server. Server pasti akan menyala selama ada satu komputer di warnet yang digunakan. Di jam segini baru listrik hidup, tidak tahu apakah akan ada pelanggan semalaman ini. Daripada menyalakan komputer tambahan, lebih baik langsung pakai server.
“Anda tidak keberatan dengan rokok, kan?” Ye Xiu buru-buru bertanya.
“Tidak.” Tang Rou menjawab.
“Baguslah.” Ye Xiu menghela napas lega.
“Mau teh?” Tang Rou mengangkat cangkir hendak membuat teh.
“Terima kasih.” Ye Xiu tidak sungkan.
“Cangkirmu mana?”
“……” Ye Xiu mana punya cangkir pribadi, akhirnya Tang Rou mengeluarkan botol Kangshifu Green Tea dari lemari: “Aku traktir.”
“……” Ye Xiu menerimanya tanpa bicara.
Sebagian besar lampu warnet sudah dimatikan, ruang luas itu hanya diterangi cahaya kecil dari area resepsionis mereka, terlihat seperti pulau kecil. Tang Rou tanpa basa-basi langsung masuk ke game dengan kartu, mengarahkan karakter Han Yanrou-nya menuju Pemakaman Kerangka. Ye Xiu membuka halaman web resmi Liga Profesional Glory.
Kalah!
Tim Jia Shi memang kalah di pertandingan tim bagian ketiga. Pada putaran ini mereka hanya mendapat 3 poin dari pertandingan individu Su Mucheng dan pertandingan tim bagian kedua. Sementara Tim San Ling Yi Du meraih 7 poin.
Setelah pertandingan ke-20 liga berakhir, peringkat Tim Jia Shi di klasemen tidak mengalami perubahan signifikan, tetap di posisi kedua dari bawah. Namun para pendukung mulai menumbuhkan keyakinan setelah pertandingan ini, terutama karena prestasi luar biasa Sun Xiang dan Yizhiyeqiu yang berhasil mengalahkan tiga lawan sekaligus dalam pertandingan tim bagian kedua. Mengenai kekalahan dalam pertempuran tim, semua orang menerima alasan bahwa Sun Xiang masih baru bergabung dan belum cukup beradaptasi.
Singkatnya, semua orang memiliki harapan besar terhadap Sun Xiang. Banyak fans setia mulai mempelajari berapa poin yang diperlukan untuk masuk ke area playoff 8 besar di musim-musim sebelumnya, lalu menghitung apakah Tim Jia Shi masih mungkin bangkit dari posisi kedua terakhir menuju playoff musim ini. Hasil akhirnya: Secara teori masih mungkin, tapi sangat sulit. Performa buruk di paruh awal musim benar-benar terlalu tertinggal, dan banyak komentar yang mengeluhkan mantan kapten Ye Qiu.
Ye Xiu diam-diam menutup halaman web, lalu memasukkan kartu untuk masuk ke game. Begitu online, langsung menerima sapaan sopan dari Tian Qi. Setelah membalas salam, Tian Qi kembali mengundang: "Masuk dungeon, Gao Shou Xiong?"
Ye Xiu menengok melihat level Tang Rou (Han Yanrou) yang sudah level 18 hampir 19, pasti bisa mencapai level 20 malam ini. Mengingat jumlah instance Dungeon Hutan Es terbatas, Ye Xiu memutuskan untuk menyimpan kesempatan instance agar bisa mengajak Tang Rou berlatih nanti. Dia membalas pesan Tian Qi: "Tunggu sebentar! Latihan level dulu, di sini ada satu teman lagi, nanti kita ajak bersama."
“Baik.” Tian Qi tentu tidak keberatan: “Kalau begitu kita tetap pergi ke Burial Grounds?”
“Hmm. Malam ini kamu sendirian saja ya?” Di daftar teman, Qian Shengli dan Mu Yunshen sudah tidak online.
“Yue Zhongmian juga ada di sini!” balas Tian Qi.
“Ayo bersama-sama!”
“Baozi Ruqin bersama kamu?” Di daftar teman Ye Xiu, Baozi Ruqin juga sedang online.
“Tidak, dia takut leveling, kabur ke Arena main PK.”
Ye Xiu sedang membaca balasan Tian Qi, tiba-tiba Baozi Ruqin mengirim pesan: “Shen! Kapan kita bisa ngejar Dungeon?”
“Sebentar lagi, terus latih skillmu di Arena! Bagaimana hasil pertarunganmu?” tanya Ye Xiu.
Baozi Ruqin membalas dengan “Hehe” ditambah ekspresi tertawa bodoh, sepertinya hasilnya bagus. Ye Xiu tidak terkejut, skill dasar Baozi Ruqin memang unggul di antara pemula. Kalau expert... Lan He? Che Qianzi? Ye Du Hantan? Expert-expert ini sibuk buru-buru leveling, mana sempat main di Arena!
Setelah berkumpul di Burial Grounds dengan Tian Qi dan Yue Zhongmian, mereka mulai leveling tanpa banyak bicara. Tang Rou di sisi lain sibuk solo dungeon sendirian. Warnet sunyi sepi, hanya terdengar suara mouse dan keyboard. Kondisi ini berlanjut selama lebih dari satu jam. Tiba-tiba terdengar langkah kaki, mereka berdua mengalihkan pandangan ke pintu warnet. Hampir pukul dua dini hari, ternyata masih ada tamu.
Seseorang berdiri di pintu sambil melirik ke dalam warnet, lalu berbalik dengan gembira dan berteriak: "Kak Hao, warnetnya sepi ternyata!"
Sambil bicara, tiga orang lain mendekati pintu dan ikut melihat ke dalam. Orang pertama tadi sudah bertanya ke area resepsionis yang terang: "Sudah buka belum ya?"
Ada tamu, berarti harus dilayani! Tang Rou tidak terlalu menghiraukan. Tujuan utamanya main game, bukan jaga shift malam. Shift malam adalah Ye Xiu, jadi tamu menjadi tanggung jawabnya.
Ye Xiu langsung meninggalkan permainannya. Ia menyalakan lampu resepsionis lebih terang sambil menyapa: "Mau pakai komputer, Tuan-tuan?"
Saat mengangkat kepala dan melihat keempat orang itu, Ye Xiu langsung membeku. Keempat tamu tersebut semuanya dikenalnya.
Orang yang berbicara pertama tadi bernama Chen Yehui. Di dalam game Glory, dia adalah ketua guild Jia Wang Chao.
Tiga orang yang masuk belakangan - Liu Hao, Wang Ze, Fang Fengran - semuanya atlet profesional Tim Jia Shi. Wajah mereka kemerahan dan berbau alkohol. Sudut masuk mereka awalnya menghalangi pandangan ke Ye Xiu yang tertutup komputer. Tapi saat melihat Tang Rou yang sedang bermain, mata mereka berbinar.
Keempatnya mendekat. Ye Xiu tetap duduk tenang. Liu Hao yang berjalan paling depan menyandarkan diri di meja dan menjulurkan lehernya ke dalam, melirik layar komputer Tang Rou lalu tersenyum: "Nona, main Glory ya?"
"Tang Rou menoleh memandangnya, tersenyum lalu mengangguk, kemudian kembali melanjutkan permainannya."
"Ahem!" Liu Hao sengaja berdehem seolah ingin menarik perhatian, lalu berkasual, "Mainnya lumayan ya!"
"Terima kasih." Tang Rou menoleh lagi, tersenyum sopan ke arahnya sebelum mengabaikannya kembali.
Liu Hao bingung, benar-benar bingung! Pemain Glory mana mungkin tidak mengenalinya? Bukankah dia atlet profesional terkenal? Jarak sedekat ini, pencahayaan pun cukup terang, mungkin karena gaya rambutnya hari ini berubah. Saat sedang merenung, ujung bajunya tiba-tiba ditarik dari belakang. Liu Hao menoleh dan melihat dua orang di belakangnya tampak gelisah, melirik ke arah tertentu.
Liu Hao memutar kepala dan melihat Ye Xiu sedang menggigit rokok menatap mereka.
"Mau pakai komputer?" tanya Ye Xiu.
