"Lelah..."
"Tang Rou segera merasakannya. Dalam operasional maksimum seperti ini, jari-jari mulai terasa lelah dalam waktu kurang dari satu menit. Kemudian pergelangan tangan, siku, sepanjang lengan, sensasi kelelahan terus merambat naik."
"Berapa lama dia bisa bertahan? Tang Rou tidak tahu, dia juga tidak memikirkannya, konsentrasinya sepenuhnya tertuju pada lawan. Sambil menyerang dengan kecepatan tinggi, dia berusaha mempertahakan presisi operasional. Dia ingin lebih banyak serangan yang mengenai tubuh lawan."
Satu menit……
Dua menit……
Tiga menit……
Empat menit……
Ekspresi para atlet profesional mulai berubah satu per satu.
Mereka menyadari, mungkin kecepatan tangan bukan hal paling menakutkan dari pemain wanita ini. Yang lebih mengerikan adalah ketekunannya mempertahankan kecepatan tangan setinggi itu.
Empat menit! Kecepatan tangan seperti ini benar-benar dipertahankan selama empat menit penuh. Banyak pemain mulai bertanya pada diri sendiri: jika mereka harus mengeluarkan kecepatan tangan maksimal, berapa lama bisa bertahan?
Yang lebih mengerikan lagi, empat menit telah berlalu namun pertarungan masih terus berlangsung dalam kecepatan tinggi...
"Kalau saja dia bisa menggunakan skill besar, mungkin pertandingan ini sudah dimenangkannya..." ujar seseorang.
"Belum tentu. Skill besar memiliki celah recovery frame yang lebih besar. Dengan gaya bertarung semrawutnya, skill besar mudah meleset. Kalau sampai meleset, secepat apapun kecepatan tangan tak bisa membatalkan kekakuan sistem dari recovery frame!"
"Kalau begitu, justru lebih menguntungkan dia hanya menggunakan skill low-tier..."
"Sayangnya, output skill low-tier memang relatif rendah, dan akurasinya juga kurang... Melihat progres saat ini, untuk mengalahkan Du Ming dengan cara seperti ini setidaknya perlu 10 menit."
"Sepuluh menit? Itu mustahil kan?"
“……”
Tak ada yang berani menarik kesimpulan gegabah. Tang Rou telah membuat mereka tercengang. Keinginan menang yang begitu kuat justru ditunjukkan dalam pertandingan ekshibisi tidak penting ini. Seberapa kuat semangat orang ini? Menurut mereka, itu sudah di luar pemahaman mereka.
Lima menit……
Enam menit……
Sekejap mata dua menit berlalu, serangan Battle Mage yang tidak terstruktur itu tetap mempertahankan kecepatan tinggi secara tak terduga.
"Bagaimana ini, apa orang ini pakai cheat..." Du Ming yang sudah menunggu kesempatan menit demi menit mulai gelisah. Blade Master-nya sudah kehilangan lebih dari separuh HP, tapi situasi di mana lawan mengalami penurunan kecepatan tangan karena kelelahan atau membuat kesalahan fatal tak kunjung muncul. Dia bisa merasakan bahwa lawan terus bertahan dengan gigih, meski tidak bisa menjamin akurasi semua serangan, tapi selalu berusaha maksimal.
"Dorr!"
Suara terkena serangan lagi, selama beberapa menit terakhir suara ini sudah membuat Du Ming mati rasa. Serangan yang sering mengenai dirinya, hanya karena berupa skill low-tier atau serangan biasa dengan damage terbatas, membuatnya bisa bertahan sampai sekarang. Untuk serangan yang satu ini, Du Ming tidak terlalu panik. Dia terus berusaha menghindar, kadang tertembus juga karena kecepatan tangannya memang tidak bisa mengimbangi, itu hal yang wajar.
"Dorr!"
Tak disangka, tak lama setelah terkena satu serangan, terdengar suara lagi. Du Ming kembali ditusuk tombak perang Tang Rou.
"Dorr dorr dorr dorr dorr..."
Selama satu menit berikutnya, suara serangan yang mengenai semakin cepat dan padat. Blade Master Du Ming terus menerus terkena serangan.
"Apa yang terjadi?" Du Ming bingung, para atlet profesional pun ikut bingung.
"Apa kecepatan tangannya masih meningkat??" Semua orang pertama kali berpikir demikian.
"Tidak... Dia tidak..." Tiba-tiba beberapa orang dengan analisa lebih tajam sudah menemukan masalahnya.
“Bukan kecepatan tangannya yang meningkat, melainkan Du Ming yang melambat……”
Kalimat ini bagai petir yang seketika mengguncang kalangan atlet profesional.
“Meski serangan pemain ini tidak teratur, tapi jika diam saja, Du Ming sudah mati sepuluh kali.”
“Jadi dia harus terus berusaha maksimal menghindari serangan-serangan ini.”
“Serangan lawan cepat, penghindarannya juga harus cepat……”
“Pertarungan ber-ritme tinggi ini bukan hanya dilakukan sepihak, tapi melibatkan kedua belah pihak.”
“Meski pemakaian energi Du Ming tidak sebesar lawan, tapi dia lebih dulu terkena efek kelelahan.”
Saat semua memperkirakan apakah Tang Rou bisa bertahan 10 menit, ternyata yang pertama kolaps justru Du Ming.
Serangan bertubi-tubi menghujani Blade Master-nya. Du Ming awalnya bingung, mengira lawan meningkatkan kecepatan tangan. Tapi segera sadar bahwa dirinya yang melambat, tak bisa mengimbangi APM lawan. Saat ini, HP-nya sudah masuk status Darah merah.
Akan kalah!
Di titik ini, barulah kesadaran itu muncul di benak Du Ming.
Dari awal, dia benar-benar tidak pernah serius memikirkan hal ini. Secepat apapun lawan, tetap saja newbie tanpa EXP. Bagaimana strategi kasar seperti ini bisa bertahan sampai akhir?
Inilah sumber kepercayaan diri Du Ming. Tapi dia tak menyangka lawan benar-benar bisa bertahan, bahkan sampai dirinya tak sanggup lagi.
“Du Ming akan kalah… kalah pada keinginan untuk menang.” Seseorang berkomentar dengan nada sedih.
Semua terdiam.
Tak diragukan lagi, dalam pertandingan ekshibisi seperti ini, para atlet profesional memang tidak memiliki keinginan menang yang terlalu kuat. Melawan pemain biasa, mereka tidak membutuhkan keinginan untuk menang.
Sedangkan pemain biasa berbeda. Mengalahkan atlet profesional memiliki makna yang berbeda bagi mereka. Keinginan menang mereka tentu jauh lebih kuat dibanding para profesional.
Keinginan untuk menang membawa ketekunan seperti ini. Namun Du Ming, dalam keyakinannya akan kemenangan yang dianggap pasti, tanpa sadar mulai menunjukkan kelelahan lebih dulu.
Keinginan menang dan kecepatan tangan justru menjadi jurang pemisah antara Du Ming dan Tang Rou dalam pertandingan ini. Kini, Tang Rou sepenuhnya memanfaatkannya.
Du Ming yang sudah mulai panik, gagal mengumpulkan semangat saat darah merah. Tak lama kemudian, Blade Master-nya tumbang di bawah tombak perang Battle Mage Tang Rou.
Gedung pertandingan sunyi senyap.
Ada terlalu banyak kejadian tak terduga di All-Star Weekend kali ini.
Kini, bahkan insiden dimana pemain biasa mengalahkan atlet profesional pun terjadi.
Jika dikatakan sengaja mengalah, pertandingan ini jelas-jelas tidak terlihat seperti itu. Bahkan penonton pun bisa melihat bagaimana Tang Rou memenangkan pertarungan dengan kecepatan tangan yang meledak-ledak, menggilas Du Ming secara telak.
Tak ada yang ingin bersorak di momen ini.
Ini adalah kandang Lun Hui. Du Ming adalah anggota utama tim tuan rumah, namun kini dikalahkan oleh pemain biasa. Hal ini membuat mayoritas penonton merasa sangat malu.
Setelah keheningan sesaat, tiba-tiba terdengar teriakan makian dari suatu sudut. Kemudian suara itu menyebar ke setiap sudut arena, sorakan dan hujatan bergemuruh silih berganti.
Penggemar tim tuan rumah tidak hanya memberikan dukungan, ketika ada ketidakpuasan, semua orang juga tidak segan menyuarakannya secara terbuka.
Saat ini adalah momen di mana hujatan tersebut mengalir deras.
Dan semua bersuara satu, tidak ada yang menyalahkan Tang Rou, seluruh penonton justru menyoraki Du Ming yang dianggap tidak berguna.
Jika dilihat dari awal hingga akhir, Du Ming bukan hanya kalah dalam pertandingan ini, tapi kekalahannya sangat memalukan.
Dalam pertandingan yang berdurasi 7 menit 34 detik ini, Du Ming dihantam habis-habisan selama 7 menit penuh hingga akhirnya tumbang.
Hujatan semakin menjadi-jadi dengan variasi yang kian kreatif, situasi benar-benar di luar kendali. Suara pembawa acara meski didukung peralatan audio, tetap tenggelam dalam riuh rendah kerumunan.
Hujatan seperti ini sebenarnya tidak asing bagi atlet profesional, banyak yang pernah mengalaminya.
Contohnya Liu Hao dari Jia Shi, setelah kesalahan fatal yang menghancurkan peluang bagus timnya, dia dihujat habis-habisan oleh penggemar Jia Shi.
Di tengah sorakan hujatan, Tang Rou dan Du Ming telah turun dari panggung pertandingan dan berdiri di tengah arena.
Sorakan hujatan langsung meledak kembali, membuat Du Ming yang berdiri di tengah arena ingin mati saja karena malu.
Baru setelah pembawa acara mendekati mereka dan terus-menerus berusaha menenangkan penonton, situasi perlahan mulai terkendali.
“Lihat ekspresi orang itu, wkwkwkwk!” Chen Guo yang sama sekali tidak frustasi malah sangat bersemangat dengan riang menyerahkan teropong kepada Ye Xiu, sambil menertawakannya tanpa tedeng aling-aling. Langsung menarik banyak tatapan tajam dari sekitar. Namun setelah mengambil teropong, Ye Xiu duduk dengan sikap tegap. Bagaimanapun Chen Guo adalah wanita cantik yang punya hak istimewa, jika dia bertingkah semena-mena seperti itu, bisa-bisa ditimpuki oleh penonton yang antusias ini.
Setelah mengamati arena pertandingan dengan teropong, ekspresi Du Ming memang cukup dramatis. Sementara Tang Rou tetap sama seperti sebelum pertandingan. Kekuatan mental gadis ini jelas merupakan bakat terbesarnya.
Suara di dalam gedung baru mulai mereda ketika pembawa acara akhirnya bisa terdengar jelas.
Tapi suara pertama yang muncul bukan dari pembawa acara, melainkan Du Ming.
Dia mengajukan permintaan untuk bertarung lagi dengan Tang Rou.
Tentu maksudnya jelas: ingin menebus kekalahan dan memulihkan harga diri. Tapi malah langsung memicu gelombang ejekan baru.
Atlet profesional yang berdebat dengan pemain biasa, di mata para gamer ini adalah tindakan yang tidak pantas.
Wajah Du Ming semakin suram.
Kalah dicaci, ingin balas dendam tetap dicaci. Apakah kekalahan kali ini benar-benar tak bisa ditebus lagi?
Saipun cacian mulai mereda, suara Tang Rou tiba-tiba bergema: "Baik, aku terima tantanganmu."
Seluruh arena langsung gempar.
Sekarang malah jadi Du Ming yang menantang pemain biasa.
Masih ada yang mencaci Du Ming karena dianggap tak berguna, tapi kesombongan Tang Rou juga memicu banyak ketidakpuasan. Ucapan kasar pun banyak yang ditujukan ke Tang Rou. Bagaimanapun, Du Minglah yang benar-benar mereka dukung. Karena sayangnya dalam, makna kritiknya pun tajam. Menurut mereka, mereka boleh mencaci, tapi saat mendapat diskriminasi dari orang luar, mereka langsung berpihak pada pihak sendiri.
Namun di tengah cercaan itu, Tang Rou justru lebih matang daripada atlet profesional, sama sekali tidak menggubris, lalu berbalik menuju panggung pertandingan lagi.
Pembawa acara sempat bingung harus bagaimana. Setelah selesai langsung lanjut pertandingan lagi, ini hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pembawa acara berpengalaman ini merasa akhir pekan bintang ini benar-benar kacau.
