Dua gadis ini bergosip sampai larut malam. Tapi kesimpulan yang bisa ditarik Tang Rou hanya sampai di situ. Pengetahuannya tentang lingkaran Glory masih sangat baru. Bahkan setelah mulai bermain, fokusnya lebih pada peningkatan teknik pribadi. Tidak seperti Chen Guo yang merupakan fans Glory sejati, ia tidak mengikuti berita atau gosip seputar dunia profesional.
Setelah berdiskusi, meski telah membuat berbagai spekulasi, menggunakan KTP Ye Xiu untuk menyelidiki latar belakangnya dianggap tindakan yang sangat tidak sopan dan tidak menghormati privasi.
"Lebih baik cari kesempatan bertanya langsung! Jika dia tidak mau menjawab, lupakan saja." ujar Tang Rou.
"Hmm..." Meski semangat gosip Chen Guo sedang membara, ia selalu tahu batasan yang tepat.
"Sebenarnya yang lebih ingin kuketahui sekarang adalah rencana masa depannya. Apakah hanya bertahan selama masa pensiun satu tahun ini, lalu kembali bermain dengan karakter Loner Jun Moxiao? Dengan kemampuannya, tentu banyak tim yang mau menerimanya. Tapi tim mana yang akan ia pilih? Jia Shi pasti sudah tidak mungkin lagi?" kata Chen Guo.
“Ini semua, cari kesempatan lagi untuk bertanya nanti……” kata Tang Rou.
“Hmm……”
Kedua gadis ini mengobrol dengan kalimat yang terputus-putus, akhirnya tertidur satu per satu.
Keesokan paginya, sinar matahari menyinari kamar, keduanya bangun hampir bersamaan. Setelah mengucapkan selamat pagi, mereka memutuskan untuk pergi mandi dan bersiap bersama. Setelah selesai, mereka saling memandang sejenak, lalu berjalan pelan-pelan menuju pintu kamar seberang.
Setelah mendengar Ye Xiu membocorkan beberapa hal tadi malam, dan kemudian mereka menganalisis lebih banyak, baru tahu bahwa Ye Xiu sebenarnya punya banyak beban pikiran yang rumit. Tanpa disadari, mereka mulai memperlakukannya dengan hati-hati, seolah takut menghancurkan hati yang rapuh.
Kedua kepala mereka menempel di pintu kamar sambil menyimak. Beberapa saat kemudian, petugas kebersihan mendorong troli keluar dari kamar sebelah, memandangi mereka dengan curiga.
“Ahem!” Tang Rou melihat situasi itu, segera batuk sambil memberikan kode mata.
Chen Guo buru-buru berdiri tegak, menoleh ke petugas kebersihan dengan wajah serius: “Kamar kami tidak perlu dibersihkan.”
“Baik, dua nyonya…” pelayan mengangguk, lalu mendorong troli melewati mereka, sambil melirik berkali-kali. Keduanya malu untuk terus bersikap mencurigakan, dan merasa perlu menjelaskan perilaku tadi, jadi langsung mengetuk pintu.
Cukup lama, Ye Xiu baru membuka pintu, matanya masih mengantuk, memandangi mereka: “Pagi-pagi begini, ada apa? Mau jalan-jalan lagi? Hari ini bunuh aku pun aku tidak mau pergi.”
“Ah, kamu belum bangun ya? Kalau gitu tidur lagi dulu deh!” Chen Guo berkata. Sebelum hari kemarin, bahkan dirinya sendiri tidak percaya bisa berbicara dengan lembut seperti ini pada Ye Xiu.
Tang Rou merinding, Ye Xiu juga langsung tersentak sadar. Menatap Chen Guo dengan bingung beberapa saat, bertanya: “Dulu itu berapa lama?”
“Semaumu saja!” kata Chen Guo.
Ye Xiu masih heran, menoleh ke Tang Rou dan menunjuk Chen Guo: “Apa yang terjadi?”
Tang Rou memandang langit-langit: “Mungkin ini kekuatan sang idol~”
“Oh ya?! Ahem!” Ye Xiu batuk kecil, lalu memasang ekspresi cool ala atlet profesional saat menang di depan kamera: “Beliin sarapan, antar ke kamarku.”
Braak!
Pintu kamar ditutup Ye Xiu, hampir saja menghantam hidung Chen Guo.
Tang Rou menyaksikan ekspresi lembut penuh kehati-hatian di wajah Chen Guo perlahan menghilang. Setelah kedutan beberapa kali, ketika Chen Guo hendak menendang pintu, Tang Rou buru-buru menariknya: “Sudahlah! Kan dia sengaja menggodamu. Ngapain selalu termakan tipuannya?”
Entah karena bujukan Tang Rou atau status idol yang tiba-tiba berefek, akhirnya Chen Guo tidak jadi menendang. Ia menarik tangan Tang Rou dan berjalan cepat: “Hmph, kita makan saja.”
Di restoran, Chen Guo dengan puas mengunyah baozi. Aksi ini menarik perhatian orang sekitar, semua terkejut melihat gadis yang wajahnya tampak polos ini makan dengan gaya seheroik itu. Untuk sementara, pesona Tang Rou yang biasanya memukau dalam segala hal pun tersaingi habis-habisan.
Setelah menghabiskan sarapan, Chen Guo memandangi menu dengan ragu. Tang Rou tersenyum sambil membersihkan mulut: "Mau bawakannya satu porsi?"
"Nggak! Ngapain bawain!" Justru karena pertanyaan Tang Rou, raut ragu di wajah Chen Guo langsung hilang. Dengan tegas ia bangkit hendak pergi. Tang Rou diam-diam menyusul di belakang dan berbisik ke pelayan: "Tolong antar sarapan ke kamar." Pantulan di kaca jendela memperlihatkan semua ini pada Chen Guo yang pura-pura tidak tahu.
Kembali ke kamar, Chen Guo melanjutkan 'penyiksaan' pada TV seperti saat memperlakukan baozi, menekan remote control dengan gila-gilaan layaknya sedang memompa kecepatan tangan. Tang Rou tak menghiraukannya, membuka komputer dan login ke game. Begitu masuk, ia terkejut melihat status Ye Xiu yang ternyata online.
"Kenapa belum tidur?" tanya Tang Rou penuh tanda tanya.
"Terdengar suara berisik, jadi malas tidur," jawab Ye Xiu.
"Sarapan akan diantar ke kamarmu sebentar."
"Oh, terima kasih."
"Baru bicara empat kalimat, Chen Guo di seberang sudah melayang mendekat begitu melihatnya mulai bermain Glory. Pas melihatnya, langsung marah: "Katanya dia ngantuk banget?" Setelah itu langsung membanting pintu dan berlari ke seberang."
"Membanting pintu, Ye Xiu yang membuka. Chen Guo ingin berkata sesuatu, tapi bingung harus mulai dari mana."
"Ye Xiu malah curiga menatap kedua tangannya: "Sarapannya mana?""
"Kepalan sebesar bakpao, mau enggak?" Chen Guo mengamuk, mengayunkan tinjanya mirip skill Doron Pukulan Penghancur dari kelas Master Bela Diri, jurus andalan Han Wenqing yang menjadi rival lama Ye Xiu di Glory."
"Xiao Tang, bukannya kamu yang janji anter sarapan? Kamu jebak aku ya?" Ye Xiu menjerit."
"Salah paham..." Suara Tang Rou terdengar samar."
……
"Agenda jalan-jalan kemarin cuma selesai setengah. Hari ini Ye Xiu mati-matian menolak ikut. Chen Guo dan Tang Rou setelah berembuk sebentar, juga memutuskan tidak keluar lagi."
"Kamar 1500 pun berubah jadi dua warnet. Glory sedang berjalan, tapi Ye Xiu malah menyendiri menonton siaran."
"Masing-masing kamar punya satu komputer. Tang Rou dan Chen Guo menguasainya, Ye Xiu tereliminasi dengan alasan yang tak terbantahkan: "Skillmu sudah tinggi banget, buat apa latihan lagi?""
"Naik level..." Ye Xiu bersikeras."
"Itu mudah, aku bantu..." Chen Guo menawarkan."
Pada saat ini, Chen Guo sedang bermain, tetapi menggunakan akun Jun Moxiao milik Ye Xiu. Pemain biasa mana pernah menggunakan Senjata Perak? Apalagi senjata serba bisa menarik seperti Qianji San. Setelah Ye Xiu mengajarinya cara menggunakan, Chen Guo langsung bermain dengan antusias, hampir terus-menerus mengubah bentuknya. Itu bukan sedang membunuh monster untuk naik level, tapi lebih mirip main mainan Transformers!
Melihat dia asyik bermain dan sama sekali tidak menghiraukannya, Ye Xiu dengan pasrah pergi ke seberang mencari Tang Rou, sekalian melatih teknik Battle Mage sang gadis.
Longtaitou.
Teknik tingkat tinggi ini tentu sangat asing bagi Tang Rou yang akunnya belum mencapai level 40. Meski kemarin dia juga menyaksikan pertandingan live, serangan Longtaitou itu tidak meninggalkan kesan berarti baginya. Dia tidak tahu betapa mengerikannya serangan itu.
Tapi semalam, Chen Guo berulang kali menceritakan kegerahan Longtaitou sampai akhirnya Tang Rou pun mulai terbayang-bayangi keagungan momen mengejutkan seluruh arena itu.
Sekarang sang "aktor utama" keagungan itu datang, Tang Rou juga ingin bertanya. Tapi dipikirkannya masih terlalu dini, level akunnya belum cukup. Untuk apa tahu teknik yang belum bisa dilatih ini?
Namun, motivasi untuk naik level jadi semakin membara.
"Bagaimana perasaanmu tadi malam?" Setelah masuk, Ye Xiu justru bertanya tentang kesan Tang Rou terhadap pertandingan kemarin.
“Lumayan.” Tang Rou mengingat kembali malam sebelumnya, perasaannya juga cukup kompleks. Untuk sementara dia tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkannya. Dia hanya merasa seolah ada sesuatu yang mulai tumbuh di hatinya, membuatnya agak gelisah.
“Apa kamu ingin ikut bersamaku menjelajahi Liga Profesional?” Ye Xiu bertanya.
“Denganmu?”
“Ya! Aku pasti akan kembali. Kamu juga pasti bisa mencapai tingkat profesional. Puncak Glory yang sesungguhnya bukanlah individu, tapi gelar juara liga profesional! Mengalahkan seseorang sesekali tidak layak dipuji. Mampu terus menyelesaikan tantangan sepanjang musim, akhirnya mengalahkan semua kompetitor, barulah itu bisa disebut menduduki takhta sejati.” Ye Xiu menjelaskan.
“Lalu bagaimana dengan yang memenangkan gelar tiga kali?” Tang Rou tersenyum.
“Tidak ada yang tertinggi, hanya yang lebih tinggi.” Kata Ye Xiu.
“Kalau begitu, mengunggulimu memang cukup sulit. Hanya mengalahkanmu dalam PK, kamu pasti tidak akan mengakui kekalahan itu kan?” Kata Tang Rou.
“Kamu ini, kenapa suka sekali bersaing denganku?” Ye Xiu bertanya.
“Bagaimanapun juga, kamu adalah puncak Glory! Bahkan jika diukur dengan gelar juara liga seperti katamu. Tiga gelarmu, meski bukan berturut-turut, tetap yang terbanyak di Glory kan?” Kata Tang Rou.
“Hmm, mendengar perkataanmu, aku sadar bahwa saya memang sangat hebat.” Ye Xiu berdiri di tepi jendela, memandang ke kejauhan.
“Siapa yang akan mencapai puncak tahun ini?” Tiba-tiba Tang Rou bertanya.
“Tahun ini?” Ye Xiu terkejut, Tang Rou yang tiba-tiba menanyakan hal ini membuatnya kurang persiapan.
“Sebelum hari terakhir tiba, takkan ada yang tahu jawabannya. Justru itu yang menarik!” kata Ye Xiu.
“Ya... hal yang tak terduga memang paling menarik,” ujar Tang Rou.
“Semangat, kau bisa jadi peserta aktif, bukan sekadar penonton,” kata Ye Xiu.
“Hmm, aku akan pertimbangkan serius,” Tang Rou mengangguk.
“Kalau sudah mantap, harus belajar dariku ya!” canda Ye Xiu.
Tang Rou seolah paham maksudnya, menoleh sambil tersenyum: “Aku bukan 15 tahun.”
“Aku juga sudah lama bukan,” Ye Xiu tertawa.
Hari itu berlangsung biasa, hingga malam ketika trio ini kebingungan hendak menghadiri hari terakhir Weekend Bintang All-Star.
Kemarin ketiganya terekspos habis-habisan, terutama Ye Xiu yang diwawancarai dan disebut sebagai Ye Qiu oleh banyak atlet profesional.
Kini, kursi mereka mungkin sudah dikepung paparazzi?
